Anda di halaman 1dari 49

KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI

ASUHAN KEPERAWATAN RESIKO INFEKSI PADA POST PARTUM


SPONTAN DENGAN EPISIOTOMI
Dosen: Ns.Ni Luh Gede Puspita Yanti, S.Kep.,M.Biomed

OLEH : KELOMPOK 6
KELAS : B14 B
1. Ni Made Candri (213221264)
2. Ida Ayu Putu Rahyuni (213221265)
3. Ni Komang Ayuniari (213221266)
4. Ni Komang Sri Indayani (213221267)

PROGRAM ALIH JENJANG S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu

Puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas selesainya laporan
mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi tentang
Asuhan Keperawatan Resiko Infeksi Pada Post Partum Spontan Dengan Episiotomi. Selama
pembuatan laporan asuhan keperawatan ini kami juga mendapat banyak dukungan dan juga
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terima kasih kepada Ibu
Ns.Ni Luh Gede Puspita Yanti, S.Kep.,M.Biomed selaku dosen pembimbing kami, yang
memberikan dorongan, dan juga masukan kepada penulis.
Kami menyadari bahwa laporan Asuhan Keperawatan ini masih memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan laporan Asuhan Keperawatan ini kedepannya. Terima kasih.

Om Santih Santih Santh Om.

Denpasar, 27 September 2021

Penulis
1.1 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................................... 8
A. Konsep dasar penyakit ...........................................................................................8
B. Pengelolaan resiko infeksi pada post partum ............................................. 24
C. Askep resiko infeksi pada post partum dengan episiotomy ........................ 26

BAB III KASUS ........................................................................................................ 39

BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 51

A. KESIMPULAN ..................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut laporan WHO tahun 2014, Angka Kematian Ibu (AKI) di Asia Tenggara
sebanyak 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu
Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup,
Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup,
Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu merupakan tanggung jawab bersama dan tidak akan bisa
diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri. Perhatian khusus dan upaya keras semua
pihak menjadi modal bagi pencapaian target penurunan angka kematian ibu (AKI) menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 ( DEPKES RI . 2015).
Angka kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2014 tergolong masih tinggi yaitu
sebanyak 127 dari 711 kasus yang di laporkan. Kematian ibu di Indonesia masih
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Prevalensi penyebab AKI di Indonesia
sebanyak 30,3% karena perdarahan, 27,1% karena hipertensi, 7,3% karena infeksi,
1,8% karena partus lama 1,6% abortus, 40,8% dan masalah lainnya. (Profil Kesehatan
Indonesia 2014).
Infeksi yang menyebabkan kematian pada ibu tersebut dapat disebabkan
oleh persalinan yang kurang memperhatikan tindakan aseptik. Persalinan dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu persalinan secara fisiologis dan persalinan secara patologis.
Persalinan secara fisiologis adalah persalinan pervaginam dimana tidak dilakukan
tindakan invasif seperti penyayatan bagian perineum (episiotomi) dan operasi sesar
atau dapat dikatakan dengan persalinan spontan. Persalinan secara patologis dimana
persalinan tersebut dibantu/ dilakukan tindakan invasif seperti operasi sesar maupun
pelebaran perineum dengan cara di sayat (episiotomi).
Di Unit Kebidanan RSUD Tidar Kota Magelang pada tahun 2015 terdapat 636
kasus ibu melahirkan dengan cara spontan/ normal. Tidak disebutkan partus spontan
tersebut dengan episiotomi atau tidak. Tetapi dapat dipastikan, ada beberapa tindakan
partus yang dilakukan dengan episiotomi di Unit Kebidanan RSUD Tidar Kota
Magelang karena beberapa indikasi yang sering terjadi. Salah satu indikasi yang
sering dilakukan tindakan episiotomi adalah karena partus lama/ macet. Pada ibu yang
mengalami partus lama/ partus macet harus dilakukan tindakan episiotomi saat
persalinan. Tindakan ini berupa luka sayatan kemudian dijahit untuk merapatkannya
kembali sehingga dapat memberikan dampak seperti pendarahan, hematoma, nyeri, bahkan
infeksi luka.
Perawatan luka episiotomi yang kurang memperhatikan tindakan aseptik akan
menyebabkan infeksi dan dapat berujung pada kematian ibu. Sehingga perlu adanya
penanganan, perawatan dan langkah tepat yang 3diambil oleh tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik untuk
menghindari berbagai masalah pada masa nifas khususnya risiko infeksi pada luka
episiotomi dalam rangka mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan
judul “KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI ASUHAN KEPERAWATAN
RESIKO INFEKSI PADA POST PARTUM SPONTAN DENGAN EPISIOTOMI”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Ibu Post Partum Spontan dengan
Episiotomi ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Post Partum
Spontan dengan Episiotomi.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan
1) Pengkajian, mencakup riwayat kesehatan klien, riview sistem terkait, data
umum: hasil pemeriksaan dan data fokus serta pemeriksaan penunjang.
2) Identifikasi masalah keperawatan yang ditemukan menyertai dengan
masalah keperawatan risiko infeksi pada post partum spontan dengan
episiotomi.
3) Perencanaan keperawatan untuk mengatasi risiko infeksi pada post partum
spontan dengan episiotomi
4) Implementasi tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko infeksi pada post
partum spontan dengan episiotomi.
5) Implementasi tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko infeksi pada
post partum spontan dengan episiotomi.
6) Evaluasi tindakan setelah dilakukan tindakan perawatan mengatasi
risiko infeksi pada post partum spontan dengan episiotomi.
b. Menganalisis/ Membahas
1) Hasil pengakajian klien dengan risiko infeksi pada post partum spontan
dengan episiotomi.
2) Masalah keperawatan klien tentang risiko infeksi pada post partum spontan
dengan episiotomi.
3) Perencanaan tindakan keperawatan klien dengan risiko infeksi pada
post partum spontan dengan episiotomi.
4) Tindakan yang ditekankan pada klien dengan risiko infeksi pada post
partum spontan dengan episiotomi.
5) Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan risiko infeksi
pada post partum spontan dengan episiotom

D. Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan yang sudah di kemukakan, penulisan karya tulis
ilmiah ini di harapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Menerapkan ilmu pengetahuan dan informasi dalam bidang keperawatan
maternitas tentang asuhan keperawatan risiko infeksi pada post partum spontan
dengan episiotomi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi klien dan keluarga
Dapat membantu klien dan keluarga melakukan perawatan setelah melahirkan
secara mandiri dan terhindar dari komplikasi dengan penanganan yang baik.
b. Bagi penulis
Dapat memberikan pengalaman dan mendapatkan pengetahuan dari ilmu
pengetahuan serta asuhan keperawatan yang di berikan pada klien.
c. Bagi institusi dan tenaga kesehatan
Dapat menjadi sarana pengembangan dan penambahan wawasan bagi
mahasiswa lain serta tenaga kesehatan dalam kasus terkait.
BAB II

PENDAHULUAN

Konsep Dasar Penyakit

1.Definisi Post Partum


Masa nifas dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta dan mencakup enam
minggu berikutnya (Pusdiknakes, 2001 dalam buku Asuhan Kebidanan Sri Astuti,2015).
Persalinan kala IV dimulai sejak plasenta lahir sampai dengan 2 jam sesudahnya,
yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali kebentuk normal
(Sumarah, Widyastuti dan Wiyati. 2009).
Masa nifas adalah masa dimana tubuh ibu hamil kembali ke kondisi sebelum hamil. Masa
ini dimulai setelah plasenta lahir, dan sebagai penanda berakhirnya masa nifas adalah ketika
ala-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil. (Astuti, 2015).
2. Tujuan Asuhan Post Partum
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi, baik fisik maupun psikologis.
b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB,
cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.
d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.
e. Mendapatkan kesehatan emosi. (Marmi, 2015)

3. Periode Post Partum


Menurut Mitayani (2009). Periode post partum terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Immediate post partum adalah 24jam setelah post partum
b. Early post partum adalah masa pada minggu pertama post partum
c. Late post partum adalah masa pada minggu kedua sampai minggu keenam post partum
Menurut Maryunani (2015) periode post partum dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Puerperium Dini (Periode Immediate Postpartum)
1) Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.
2) Yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai kepulihan dimana ibu
sudah diperbolehkan mobilisasi jalan.
3) Masa pulih/ kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjala-jalan
4) Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan
karena atonia uteri.
b. .Puerperium Intermedial (Periode Early Postpartum 24 jam –1 minggu)
1) Masa kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar
seminggu.
c. Remote Puerperium ( Periode Late Postpartum 1 minggu – 5 minggu)
1) Waktu yang diperluksn untuk pulih dan sehat sempurna,
terutama bila selama hamil maupun bersalin, ibu mempunyai
mempunyai komplikasi, masa ini berlangsung 3 bulan bahkan
lebih lama sampai tahunan.

4.Perubahan Fisiologis Post Partum


Menurut Jocey Y. Johnson (2014), perubahan fisiologis pda ibu post partum sebagai
berikut:
a. Sitem Reproduksi
1) Uterus
Involusi adalah mengecilnya ukuran uterus setelah melahirkan, dan uterus kembali
ke keadaanya sebelum kehamilan. Proses involusi dimulai segera setelah kelahiran
plasenta ketika urat otot uterin berkontraksi:
a) Kontraksi otot uterin menekan pembuluh darah dan mengontol pendarahan.
b) Oksitosin dilepaskan dari kelenjar pituitari untuk
memperkuat dan mengkoordinasikan kontraksi uterin.
c) Untuk memastikan bahwa uterus masih kuat dan berkontraksi dengan
baik selama 1-2 jam paska melahirkan, oksitosin eksogenus (Pitocin) diberikan
melalui pembuluh darah atau otot segera setelah keluarnya plasenta.
d) Sangatlah penting untuk memonitor ibu dengan cermat selama 1-2 jam paska
melahirkan untuk mendeteksi tanda perdarahan dan mencegah syok hipovolemik.
Ukuran dan berat uterus mengalami penyusutan dengan cepat. Diawal kala keempat
persalinan, uterus berada di tengah dan dapat di palpasi di tengah
antara simfisis pubis dan pusar.

Tabel 1.1 Perubahan Uterus Selama Hamil Sampai Masa Nifas


Tahap Karakteristik
Hamil cukup bulan Fundus uteri teraba setinggi 2jari
dibawah processus xiphoideus.
Sumber: Sri
Berat Rahim tanpa janin dab
Astuti (2015)
plasenta skitar 1000 gram.
2) Afterpains

Akhir kala tiga Fundus uteri teraba 2jari di bawah Afterpains

pusat merupakan nyeri


kran disebabkan

Satu minggu masa nifas Fundus uteri teraba setinggi kontraksi uterus

pertengahan pusat-simfisis. Berat uterus intermiten.

500 gram Nyeri ini


umumnya lebih

Dua minggu masa nifas Fundus teraba 2 jari diatas simfisis. kuat pada ibu

Berat uterus 300 gram. yang


seebelumnya

Enam minggu masa nifas Fundus tidak teraba lagi. Berat 100 pernah

gram melahirkan
dibandingkan
dengan
persalinan pertama terkait pengulangan penarikan serat otot. Penggunaan
pengobatan oksitosin eksogen dan menyusui akan memperparah nyerikarena
meningkatkan kontraksi uterus.
3) Lochia
Pengeluaran pada vagina selama puerperium terdiri atas darah, jaringan, dan
lendir, biasanya di sebut lochia, awalnya berwarna merah terang kemudian
berubah menjadi merah muda kemerahan atau merah kecoklatan.
Tabel 1.2 Karakteristik Lokia
Lokia Waktu sejak Pengeluaran normal Pengeluaran tidak
melahirkan normal

Rubra Hari 1-3 Darah dengan Banyak bekuan,


bekuan, bau amis, bau busuk,
Meningkat dengan pembalut penuh
bergerak, meneteki darah
dan peregangan

Serosa Hari4-9 Kecoklatan, Pembalut penuh


mengandung darah, bau busuk
sedikit darah, banyak
serum, bau amis

Alba Hari 10 dan Pucat, putih Bau busuk, loia


berkurang dalam kekuningan dan bau serosa kembali
minggu amis menetap,kecoklatan,
berikutnya pengeluaran 2-3
minggu

Sumber: Depkes (2008)


4) Vagina dan Perineum
Vagina biasanya tampak tertarik, membusung, dan memar, serta pembukaan
kerapkali pembukaan terbuka di mana terdapat peningkatan tekanan
intraabdominal. Pada minggu ketiga paska melahirkan,selaput membran vagina mulai
pulih.
Perineum paska melahirkan akan membusung. Perineum mungkin robek saat
melahirkan atau ibu mengalami sayatan bedah (episiotomi) pada perineum.
Meskipun sayatan kecil, sayatan di area ini dapat mennyebabkan rasa sakit yang
amat sangat. Wasir kemungkinan terjadi selama kehamilan dan saat melahirkan.
b. Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler mengalami berbagai perubahan besar selama kehamilan
(tabel 1.3). Selama kehamilan sekitar 40% -50% peningkatan volume sirkulasi darah
(hipovolemia), yang memungkinkan ibu mentoleransi hilangnya darah saat
melahirkan tanpa efek akut. Sebagian besar perempuan kehilangan setidaknya 400 hingga
500mL darah saat melahirkan melalui vagina dan berlipat ganda ketika melahirkan
melalui operasi sesar.
Selama 72 jam setelah melahirkan, terdapat penurunan volume plasma dalam
jumlah besar ketimbang jumlah sel darah. Hal ini mengakibatkan meningkatnya
kadar hematokrit dan hemoglobin di tujuh belas hari setelah melahirkan. Tidak ada
peningkatan kerusakan sel darah merah (RBC) selama puerperium, namun jika terdapat
kelebihan ia akan menghilang secara perlahan seiring rentang hidup RBC.

Tabel 1.3 Perubahan-perubahan Sistem Kardiovaskuler

Keluaran Jantung Tanda peningkatan awal di keluaran


jantung paska kelahiran di sebabkan oleh
:
•Tanda peningkatan aliran darah kembali
kejantung dari eliminasi plasenta, yang
membelok 500 hingga 750mL aliran
darah dalam sirkulasi sistemik ibu.
•Tanda penurunan cepat dalam ukuran
uterus, dimana tanda peningkatan
tekanan pada pembuluh darah.
•Gerakan mengeluarkan cairan
ekstraseluler dalam ruang terpisah
pembuluh darah.

Volume plasma Tanda peningkatan awal pada volume


plasma
paska melahirkan. Tubuh mengalami
kelebihan volume melalui mekanisme:
•Diuresis (peningkatan urin) dimana
keluaran harian urin sebanyak 3000mL
selama 5 hari pertama.

Koagulasi Faktor-faktor pembekuan meningkat


selama kehamilan meningkat untuk
mengurangi resiko
kehilangan darah paska melahirkan.
Faktor- faktor pembekuan tetap
meningkat hingga 4 minggu paska
melahirkan. Hal ini menjadikan
ibu berisiko untuk pembentukan
thrombosis.

Nilai darah Kadar hemoglobin dan hematokrit sulit


di interpretasikan selama 3 hari pertama
terkait mobilisasi ulang dan keluaran
cairan tubuh dengan cepat.
Leukositosis terjadi segera setelah
paska melahirkan,sementara sel darah
putih meningkat hingga 16.000/mm3.
Tingkat sel darah merah kembali
normal (5000 -10.000/mm3) dalam
waktu 10 hari

Sumber: Jocey Y. Johnson (2014)


c. Sistem Gastrointestinal
Pencernaan segera aktif setelah melahirkan. Ibu merasa sering haus dan lapar
setelah melahirkan terkait besarnya tenaga yang di kerahkan saaat proses persalinan dan
lamanya waktu tanpa mengasup air dan makanan. Cairan bening diberikan dahulu baru
kemudian makanan padat, diet dapat ditingkatkan sepanajng dapat menoleransi.
Persoalan sembelit kerap terjadi setelah melahirkan akibat:
1) Menurunnya gerak peristaltik disebabkan efek pelepasan progesterone
2) Penarikan otot-otot perut, yang mempersulit feses turun.
3) Rasa nyeri dan bengkak pada perineum dan wasir.
4) Takut akan rasa sakit.Jika episiotomy dilakukan, pelunak feses atau laksatif dapat
diresepkan guna menghindari ketidaknyamanan mengejan. Gerakan usus
pulih dalam waktu 2 hingga 3 hari setelah melahirkan. Ibu didorong untuk
meningkatkan asupancairan dan berjalan secara biasa.
d. Sistem Perkemihan
Selama kehamilan, kandung kemih telah meningkatkan kapasitas dan
menurunkan pola otot. Selain itu, sekama kelahiran, uretra, kandung kemih, dan jaringan
di sekeliling lubang urin mungkin menjadi membengkak dan luka. Perkemihan
juga dipengaruhi dengan obat bius. Kesadaran kebutuhan yang hilang untuk kencing
mungkin menghasilkan penurunan sensivitas terhadap tekanan cairan, dan wanita
tersebut mungkin tidak merasa ada keinginan untuk mengosongkannya.
Penting untuk mengingat karena kandung kemih terisi dengan cepat sebagian
hasil cairan pembuluh darah yang dikelola selama persalinan dan proses diuresis
yang mengikuti kelahiran. Retensi urin dan proses distensi kandung kemih
mungkin mengarah pada infeksi saluran perkemihan dan pendarahan paska melahirkan.
Dengan distensi kandung kemih, uterus mengalami perubahann posisi (seringkali
pada satu sisi, biasanya bagiankanan) dan memiliki kemampuan untuk berkontraksi.
Saat uterus gagal berkontraksi, pembuluh darah terbuka dan terjadilah perdarahan.
Karena itu, penting bahwa perawat memonitor wanita untuk mengosongkan kandung
kemih yang mengalami distensi.

e. Sistem Muskuloskeletal
Selama beberapa hari setelah kelahiran, banyak wanita mengalami kelelahan
atau sakit otot. Dengan persalinan plasenta, efek progesterone pada pola otot hilang,
sehingga pola otot mulai pulih sepanjang tubuh. Ototo bagian perut, termasuk otot
rectus abdominis, mungkin terpisah diastasis recti. Latihan khusus dapat memperkuat
dinding perut. Wanita perlu dinasihati mengenai diet, olahraga, dan istirahat yang sesuai,
sehingga pola otot bagian perut diperoleh dengan lebih cepat. Sikap dan tubuh yang
benar dan mekanisme tubuh yang baik penting untuk membantu melepaskan rasa sakit
punggung bagianbawah. Mendorong latihan Kegel untuk membantu otot pubococcygeal
(otot yang membantu kontrol usus dan kandung kemih) untuk mendapatkan fungsi
normal lagi.
f. Sistem Integumen
Segera setelah kelahiran anak, kadar hormone mulai menurun dan kulit
secara perlahan kembali keposisi sebelum hamil. Kadar hormone yang menstimulasi
melanocyte (MSH), estrogen, progesteron, yang menyebabkan pigmentasi berlebihan
selama kehamilan, berkurang dengan cepat setelah kelahiran anak. Striae gravidarum
yang melebar pada daerah perut, paha dan payudara secara perlahan hilang.
g. Sistem Saraf
Perubahan neurologis selama periode paska melahirkan dihasilkan dari
pembalikan adaptasi ibu terhadap kehamilan dan luka dari proses kelahiran. Periose
mati rasa dan perasaan geli kuku yang mengganggu 5% wanita hamil biasanya
hilang setelah kelahiran, kecuali kalau menggendong bayi memperparah kondisi
tersebut. Sakit kepala paska melahirkan membutuhkan pemeriksaan yang
cermat karena bisa jadi diakibatkan berbagai kondisi, termasuk hipertensi kehamilan,
tekanan, dan kebocoran cairan serebrospinal selama penempatan jarum bius epidural
atau anastesi.
h. Sistem Endokrin
Tingkat estrogen dan progesteron menurun setelah pengeluaran plasenta.
Jika ibu menyusui dengan botol, tingkat estrogen meningkat sampai tingkat folikel
sekitar 2 sampai 3 minggu setelah kelahiran, yang memungkinkan ibu untuk
menstruasi kembali. Kepulihan kadar estrogrn dan progesterone sebelum kehamilan
lebih lamban bagi wanita yang memberi ASI. Laktasu diawali ketika prolaktin
meningkat, dan seiring meningkatnya pemberian ASI prolaktin meningkat cepat. Pada
ibu tidak menyusui bayinya level prolaktin akan menurun dan mencapai tingkat
sebelum kehamilan dalam waktu 3 minggu paska melahirkan. Penurunan ekstrem
hormone dalam sistem kelenjar endokrin memungkinkan terjadi dua peristiwa
signifikan: laktasi (sekresi susu) dimulai dengan bayi menghisap, dan kembalinya
fungsi siklus menstruasi.

i. Laktasi
Paska melahirkan, estrogen, progesterone dan human placental lactogen (hPL)
(semua gaen yang menghambat prolaktin) menurun dengan cepat, menyebabkan
peningkatan cepat sekresi prolaktin.
1) Ketika laktasi diberikan menghisap menjadi stimulus yang paling penting untuk
mempertahankan produksi dan semburan susu.
2) Prolaktin mendukung produksi susu dengan menstimulus sel - sel alveoral payudara.
3) Oksitosin, disekresi oleh kelenjar pituitary anterior, memicu semburan susu ketika
bayi mulai menghisap. Oksitosin juga menstimulasi kontaksi uterin (afterpains) yang
dialami ibu.
4) Di hari ketiga paska melahirkan, efek prolaktin pada jaringan payudara mulai
tampak, dan hormon cukup aktif untuk menyebabkan pembesaran payudara.
5) Payudara menjadi membesar, padat, lembut, dan hangat. Di saat ini, susu, yang
encer dan dalam jumlah banyak, mulai menggantikan kolostrum (pra-susu)
6) Jika ibu tidak ingin menyusui bayinya, ia harus menghindari stimulasi appaun,
termasuk hisapan bayi, memompa payudara atau mengalirkan air hangat ke payudara
saat mandi.
7) Tingkat prolaktin turun dengan cepat. Jika payudara diaraba pada hari kedua atau
ketiga, maka ukurannya akan membesar. Payudara menjadi membesar, padat,
lembut dan hangat ketika disentuh terkait terkumpulkan aliran pembuluh darah.
8) Pembengkakan payudara utamanya disebabkan oleh terkumpulnya vena
dan limpatik ketimbang terkumpulnya susu.
9) Pembengkakan akan mereda dengan sendirinya, dan ketidaknyamanan
mereda dalam waktu 24-36 jam. Mengengakan bra yang nyaman dan kuat
selama 72 jam, mengompres dengan es serta meminum obat analgesic dosisi
ringan dapat meredakan ketidaknyamanan payudara.
10) Jika payudara tidak mengalami penghisapan, atau menghindari stimulasi putting susu,
laktasi akan berhenti dalam waktu 3-7 hari.

5. Adaptasi Psikologis
Post PartumPenyesuaian ibu dalam masa postpartum (maternal adjustment) menurut
Reva Rubin (1963) dalam buku Anik Maryunani (2015), terdiri atas 3 fase, yaitu fase
dependen, fase dependen-independen, dan fase independen, yang diuraikan berikut ini:
a. Fase Taking In:
1) Periode ketergantungan atau fase dependen.
2) Periode yang terjadi pada hari pertama sampai kedua setelah melahirkan
dimana ibu baru biadana berdifat pasif dan bergantung, energi difokuskan
pada perhatian ke tubuhnya atau dirinya.
3) Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan
segala kebutuhannya terpenuhi orang lain.
4) Ibu/ klien akan mengulang kembali pengalaman persalinan dan melahirkannya.
5) Menunjukkan kebahagiaan yang sangat dan bercerita tentang pengalaman
melahirkan.
6) Tidur yang tidak terganggu adalah penting jika ibu ingin menghindari efek
gangguan kurang tidur, yang meliputi letih, iritabilitas, dan gangguan dalam
proses pemulihan yang normal.
7) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya
dalam tanggung jawabnya.
8) Nutrisi tambahan mungkin diperlukan karena selera makan ibu biasanya
meningkat.
9) Selera makan yang buruk merupakan tanda bahwa proses pemulihan tidak
berjalan normal.
b. Fase Taking Hold :
1) Periode antara ketergantungan dan ketidaktergantungan atau fase dependen-
interdependen
2) Periode yang berlangsung 2 – 4 hari setelah melahirkan, dimana ibu menaruh
perhatian pada kemampuannya menjadi orangtua yang berhasil dan menerima
peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya.
a) Fase ini sudah menunjukkan kepuasan (terfokus pada bayinya)
b) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
c) Ibu mulai terbuka unttuuk menerima pendidikan kesehatan pada bayinya
dan juga pada dirinya.
d) Ibu mudah di dorong untuk melakukan perawatan bayinya.
e) Ibu berusaha untuk terampil dala perawatan bayi baru lahir (misalnya
memeluk, menyusui, memandikan, dan mengganti popok).
3) Ibu memfokuskan pada pengembalian control terhadap fungsi tubuhnya, fungsi
kandung kemih, kekuatan dan daya tahan.
4) Ibu mungkin peka terhadap perasaan - perasaan tidak mampu dan mungkin
cenderung memahami saran - saran sebagai kritik yang terbuka atau tertutup.
c. FaseLetting Go:
1) Periode saling ketergantungan, atau fase independen
2) Periode ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, dimana ibu
melibatkan waktu reorganisasi keluarga.
3) Ibu menerima tanggung jawab untuk perawatan bayi baru lahir
4) Ibu mengenal bahawa bayi terpisah darinya.
5) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi
bayi.
6) Ibu harus beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan
khususnya interaksi sosial.
7) Depresi post partum umumnya terjadi selama periode ini.

6. Definisi Episiotomi
Menurut Anik Maryunani (2014) dalam buku Perawatan Luka Seksio
Caesarea (SC) dan Luka Kebidanan Terkini:
a. Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput
lendir vagina, cincin himen, jaringan seputum rektovaginal. Melebarkan jalan lahir
sehingga mempermudah kelahiran. (Mansjoer Arif, dkk, 2001).
b. Episiotomi adalah tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lender
vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia
perineum dan kulit depan perineum. (Anik Maryunani, 2015)
c. Episiotomi adalah insisi bedah pada perineum untuk melebarkan vulva. (Ruth Jihnsin
dan Wendy Taylor, 2004).
7. Klasifikaksi Episiotomi
Klasifikasi episiotomi menurut Anik Maryunani (2014) :

a. Episiotomi medialis/ midline Episiotomi medialis merupakan episiotomy dengan insisi


yang dibuat digaris tengah. Dengan kata lain, pada teknik ini insisi dimulai dari ujung
terbawah introitus vagina sampai batas atas otot otot sfingter ani.
b. Episiotomi Mediolateralis
Episitomi mediolateralis merupakan insisi yang dibuat dari garis tengah ke samping
menjahui anus.Dengan kata lain, pada teknik ini insisi dimulai dari bagian
belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi dapat
dilakukan kea rah kanan atau kiri, tergantung kebiasaan orang melakukannya. Panjang
insisi ini sekitar 4cm.
c. Episiotomi Lateralis
Episiotomi lateralis merupakan insisi yang dibuat 1 – 2 cm diatas commisuro posterior
ke samping. Pada teknik ini, insisi dilakukan kea rah lateral mulai dari kira –kira pada
jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.
d. Episiotomi Sekunder
Episiotomi sekunder adalah rupture Perini yang spontan atau episiotomy medialis
yang melebar sehingga dimungkinkan menjadi rupture perinii totalis maka digunting ke
samping.

8. Fungsi Episiotomi
Fungsi Episiotomi menurut Anik Maryunani (2014) :
a. Episiotomi membuka luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan pada
persalinan spontan sering terjadi robbekan perineum (rupture perinii) yang spontan
bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi atau luka dengan pinggir yang tidak
teratur.
b. Mengurangi kepala bayi, sehingga perdarahan delam tengkorak janin dapat dihindarkan.
c. Mempersingkat kala II. (Dalam hal ini, dengan episiotomy / insisi pada perineum pada
saat kepala janin tampak luar dan mulai merenggangkan perineum, sehingga
episiotomiberfungsi juga untuk melancarkan jalannya persalinan).
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya rupture perineum totalis.

9. Etiologi Episiotomi:
Faktor dilakukan episiotomi menurut Depkes RI 1996dalam KTI Rosida Kumala Dewi
(2007)adalah:
a. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku
b. Gawat janin
c. Gawat ibu
d. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)
Sedangkan menurut Rusda (2004) penyebab dilakukan episiotomi berasal dari faktor
ibu maupun faktor janin.Faktor ibu antara lain:
a. Primigravida
b. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu.
c. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang, persalinan
cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
d. Arkus pubis yang sempit.
Faktor Janin antara lain:
a. Janin premature
b. Janin letak sungsang, letak defleksi.
c. Janin besar.
Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin,
tali pusat menumbung.
10. Patofisiologi
Setelah kelahiran bayi dan plasenta, terjadi masa dimana ibu membutuhkan waktu
untuk memulihkan kondisi fisik dan psikoligis selama 6 minggu dan memerlukan
mencapai keadaan normal pada waktu 3 bulan. Perubahan fisik terjadi pada tempat
melekatnya plasenta kekeadaan semula melalui proses regenerasi endometrium yaitu
dengan peluruhan jaringan desidua yang menyebabkan pengeluaran rabas vagina
dalam jumlah bervariasi dan bentuk nekrotik biasa dikenal dengan lokia. Bila proses ini
terganggu dapat terjadi perdarahan nifas lambat. Pengeluaran lokia dibantu oleh seringnya
uterus berkontraksi dengan kuat pada interval-interval tertentu yang dapat menimbulkan
rasa nyeri (afterpains).Rasa nyeri tidak hanya berasal dari kontraksi uterus tetapi juga dari
trauma jalan lahir, laserasi jaringan bahkan episiotomi.Ini membuat ibu merasakan sulit
berkemih dan defeksi karena merasa nyeri. Kesulitan ibu berkemih dan defekasi yang
berkepanjangan akan membuat kandung kemih mengalami distensi berisiko terjadinya
infeksi serta ibu akan mengalami konstipasi akibat penurunan mobilitas sehingga
peristaltik menurun. Setelah proses pengeluaran plasenta ibu mengalami perubahan
konsentrasi hormon (estrogen, progestron, hormon chorionic gonadotropin, prolaktin,
krotisol dan insulin). Kadar estrogen dan progesteron menurun secara signifikan setelah
plasenta keluar. Penurunan kadar estrogen dan progesterone menstimulus otak
meningkatkan kadar prolaktin untuk memproduksi ASI dan menghambatkerja FSH
dalam melakukan ovulasi. Sehingga payudara mengalami pembengkakan dan terasa
nyeri. Kadar prolaktin dipengaruhi oleh kekerapan menyusui dan kekuatan isapan
bayi.Ketika bayi menyusuikotraksi uterus juga meningkat (Bobak, 2005).
Keadaan psikologis ibu ikut mengalami perubahan dalam penerimaan peran
menjadi orang tua terbagi menjadi tiga tahap ketergantungan. Tahap pertama keadaan
dimana baru saja selesai persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain
dan fokus perhatian terhadap tubuhnya yaitu taking in. Tahap kedua yaitu Taking hold
Period, keadaan ibu berusaha merawat bayi sendiri yang membuat emosinya sangat
sensitif, sehingga perlu adanya dorongan dan bimbingan dalam menghadapi kritikan yang
diterima ibu. Tahap terakhir yaitu Letting Go Period dimana ibu menerima tanggung
jawabnya secara penuh sebagai “seorang ibu” dan menyadari kebutuhan bayi tergantung
pada dirinya(Leveno, 2009).

11. Pathway (terlampir)

12. Manifestasi klinis


a. Laserasi Perineum
Biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan didefinisikan berdasarkan
kedalaman robekan :
1) Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan).
2) Derajat kedua (robekan mencapai otot - otot perineum)
3) Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ani).
4) Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior).
b. Laserasi Vagina
1) Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung.
2) Mencapai dinding lateral dan jika cukup dalam, dapatmencapai levator ani.
c. Cedera Serviks
1) Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar.
2) Laserasi serviks akibat persalinan terjadi pada sudut lateral ostiumeksterna, kebanyakan
dangkal dan pendarahan minimal (Maryunani, 2015).
13. Komplikasi EpisiotomiDewi (2007) menjelaskan bahwa komplikasi tindakan episiotomi
adalah sebagai berikut:
a. Pendarahan
Karena proses episiotomi dapat mengakibatkan terputusnya jaringan sehingga
merusak pembuluh darah terjadilah pendarahan.

b. Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungandengan
ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
c. Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasisekitar 7% sampai 10% seluruh
kehamilan.
d. Gangguan psikososial
Kondisi Psikososial mempengaruhi integritas keluarga danmenghambat ikatan
emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan
ibu dan bayi.
14. Penatalaksanaan Perawatan Episiotomi
Marmi (2015) menjelaskan bahwa, perawatan episiotomi dapat dilakukan dengan
cara berikut:
a. Perawatan pada vagina:
1) Siram mulut vagina hingga bersih dengan air setiap kali habis BAK dan BAB.
Air yang digunakan tak perlu matang asalkan bersih. Basuh dari arah depan
ke belakang hingga tidak ada sisa - sisa kotoran yang menempel disekitar
vagina baik itu dari air seni maupun feses yang mengandung kuman dan bisa
menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
2) Vagina boleh dicuci menggunakan sabun maupun cairan antiseptic karena
dapat berfungsi sebagai penghilang kuman. Yang penting jangan takut
memegang daerah tersebut denganseksama.
3) Bila ibu benar- benar takut menyentuh luka jahitan, uppaya menjaga kebersihan
vagina dapat dilakukan dengan cara duduk berendam dalm cairan antiseptic
selama 10 menit. Lakukan setelah BAK atau BAB.
4) Mengganti pembalut agar tidak kotor dan lembab.
5) Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut, lalu kenakan
pembalut baru. Ingat pembalut mesti diganti setiap habis BAK atau BAB atau
minimal 3 jam sekali atau bila sudah tidak dirasa tak nyaman.
6) Setelah semua langkah tadi dilakukan, perineum dapat diolesi salep antibiotik
yang diresepkan oleh dokter.
b. Perawatan pada luka episiotomi:
1) Untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar, ibu dianjurkan
memperbanyak konsumsi serat seperti buah - buahan dan sayuran. Dengan begitu
tinja yang dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tak perlu mengejan. Kalau
perlu, dokter akan memberikan obat untuk melembekkan tinja.
2) Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak bergerak
pada minggu pertama karena bisa merusak otot. Banyak-banyaklah duduk dan
berbaring. Hindari berjalan karena akan membuat otot perineum bergeser.
3) Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera melakukan
mobilisasi setelah cukup beristirahat.
4) Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak mengganti
pembalut darah nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air seperti biasa. Jika
ibu benar- benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk
berendam dalma larutan antiseptic selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran
berupa sisa air seni dan feses juga akan hilang.
5) Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi salep
antibiotik.

A. Resiko Infeksi pada Post Partum Spontan dengan Episiotomi

1. Definisi Infeksi
Infeksi adalah invasi jaringan oleh mikroorganisme patogen hingga menyebabkan
kondisi sakit karena virulensi dan jumlah patogen tersebut. Infeksi nifas atau
puerperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama
persalinan atau puerperium. Infeksi puerperalis adalah infeksi luka jalan lahir post
partum yang biasanya dari endometrium atau bekas insersi plasenta. (Astuti, 2015)
2. Etiologi Infeksi
Menurut Astuti (2015) penyebab infeksi post partum :
a. Penolong
Kemungkinan terbesar adalah bahwa penolong itu sendiri membawa kuman
kedalam Rahim ibu dengan membawa kuman yang telah ada didalam vagina.
Kadang infeksi datang dari penolong itu sendiri, misalnya ada luka pada tangannya
yang kotor.
b. Alat-alat persalinan
Mungkin juga tangan penolong atau alat- alatnya masuk membawa kuman dari luar,
misalnya infeksi tetes.
c. Infeksi Puerpuralis seperti luka operasi yang meradang dengan karsinoma uteri atau
bayi dengan infeksi tali pusat.
d. Koitus pada bulan terkhir yang menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Bakteri penyebab sepsis puerperalis diantaranya :
1) Streptococcus
2) Staphylococcus
3) E. Coli
4) Clostridium tetani
5) Clostridium welchii
6) Chlamydia dan gonokokus.
3. Faktor Presdisposisi Infeksi
Menurut Astuti (2015) faktor yang menyebabkan adanya infeksi adalah:

a. Perdarahan dan trauma persalinan.


b. Partus yang lama, ret
c. ensio plasenta sebagian atau seluruhnya.
d. Keadaan umum ibu seperti anemia atau malnutrisi yang melemahkan daya
tahan tubuh ibu.
Faktor lainnya mencakup:
1) Teknik aseptic yang tidak baik dan benar
2) Manipulasi intra uterus
3) Trauma/ luka terbuka
4) Perawatan perineumyang tidak tepat
5) Infeksi vagina/ serviks atau penyakit menular seksusal yang tidak ditangani.

4. Tanda dan Gejala Infeksi


Astuti (2015) menjelaskan bahwa tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas
dapat bersifat lokal dan umum.
a. Infekai Local
Ditandai dengan perubahan warna kulit, timbul nanah, bengkak pada luka, lochia
bercampur nanah, mobilitas terbatas, serta asusu badan meningkat.
b. Infeksi umum
Ditandai dengan sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun,
nadi meningkat, pernapasan meningkat dan sesak, kesadaran gelisah sampai menurun
bahkan koma, gangguan involusi uteri, lochia berbau serta bernanah dan kotor. Tanda
dan gejala infeksi episiotomi, lasesari atau trauma lain meliputi:
1) Nyeri local
2) Disuria
3) Suhu derajat rendah, jarang diatas 38,3’C
4) Edema
5) Sisi jahitan menjadi merah dan inflamasi
6) Mengeluarkan pus atau eksudat berwarna abu-abu kehijauan.
5. Pengkajian Tanda Infeksi (REEDA)
Pengkajian REEDA adalah pengkajian tanda infeksi yang dapat dilakukan pada
sebuah luka dan partus dengan episiotomi.
6. Pencegahan Resiko Infeksi
Menurut Astuti (2015) tindakan atau asuhan yang diberikan secara benar dapat
meninghindari terjadinya infeksi pada masa nifas, diantaranya yaitu dengan cara:
a. Merawat luka - luka dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula dengan
alat-alat dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus
steril.
b. Mengisolasi ibu yang mengalami infeksi nifas dalam ruangan khusus, tidak bercampur
dengan ibu-ibu yang sehat.
c. Sedapat mungkin membatasi pengunjung dari luar pada hari- hari pertama.

B. Pengelolaan Resiko Infeksi pada Post Partum Spontan dengan Episiotomi


Menurut Anik Maryunani (2014) dalam buku Perawatan Luka Seksio Caesarea (SC)
dan Luka Kebidanan Terkini, tujuan perawatan perineum adalah:
1. Mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan (Hamilton,
2002).
2. Pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi yang terjadi dalam 28 hari
setelah kelahiran anak atau aborsi (Moorhouse et.al, 2001). Marmi (2015) menjelaskan
perlu dilakukannya perawatan episiotomi dan vulva secara menyeluruh menghindari
terjadinya resiko infeksi.
Berikut adalah cara menjaga kebersihan vagina dan episiotomi.
1) Langkah menjaga kebersihan vagina
a. Siram mulut vagina hingga bersih dengan air setiap kali habis BAK dan
BAB. Air yang digunakan tak perlu matang asalkan bersih. Basuh dari arah
depan ke belakang hingga tidak adasisa- sisa kotoran yang menempel
disekitar vagina baik itu dari air seni maupun feses yang mengandung kuman
dan bisa menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
b. Vagina boleh dicuci menggunakan sabun maupun cairan antiseptic karena
dapat berfungsi sebagai penghilang kuman. Yang penting jangan takut
memegang daerah tersebut dengan seksama.
c. Bila ibu benar-benar takut menyentuh luka jahitan, uppaya menjaga kebersihan
vagina dapat dilakukan dengan cara duduk berendam dalm cairan antiseptic
selama 10 menit. Lakukan setelah BAK atau BAB.
d. Mengganti pembalut agar tidak kotor dan lembab.
e. Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut, lalu kenakan
pembalut baru. Ingat pembalut mesti diganti setiap habis BAK atau BAB atau
minimal 3 jam sekali atau bila sudah tidak dirasa tak nyaman.
f. Setelah semua langkah tadi dilakukan, perineum dapat diolesi salep antibiotik
yang diresepkan oleh dokter.
2) Langkah perawatan episiotomy
a. Untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar, ibu dianjurkan
memperbanyak konsumsi serat seperti buah - buahan dan sayuran. Dengan begitu
tinja yang dikeluarkan menjaditidak keras dan ibu tak perlu mengejan. Kalau
perlu, dokter akan memberikan obat untuk melembekkan tinja.
b. Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak bergerak
pada minggu pertama karena bisa merusak otot. Banyak-banyaklah duduk dan
berbaring. Hindari berjalan karena akan membuat otot perineum bergeser.
c. Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera melakukan
mobilisasi setelah cukup beristirahat.
d. Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak mengganti
pembalut darah nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air seperti biasa. Jika
ibu benar-benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk
berendam dalma larutan antiseptic selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran
berupa sisa air seni dan feses juga akan hilang.
e. Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi salep
antibiotik.
C. Asuhan Keperawatan Resiko Infeksi pada Post Partum Spontan dengan Episiotomi
1. Pengkajian
a. Pengkajian Fokus (Doengoes, 2001)
1) Aktivitas/Istirahat
Klien dengan Post Partum biasanya mengalami kelelahan/keletihan
akibat pengeluaran energi yang berlebihan saat melahirkan selain itu juga
tampak mengantuk.
2) Sirkulasi
a) Nadi biasanya lambat (50 sampai 70x/menit), karena
hipersensitivitas vagal.
b) b)Tekanan darah (TD) bervariasi, mungkin lebih rendah pada
respon terhadap analgesia/anatesia, atau meningkat pada respon
terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan
(HKK).
c) Edema, bila ada mungkin dependen (misal ditemukan pada
ekstremitas bawah), dapat meliputi ekstremitas atas dan wajah
atau mungkin umum-umum (tanda- tanda HKK).
d) Kehilangan darah selama persalinan atau kelahiran sampai 400-
500 ml untuk kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk kelahiran
sesaria.
3) Integritas Ego
a) Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah- ubah missal
eksitasi atau perilaku menunjukan kurang kedekatan, tidak
berminat (kelelahan) atau kecewa.
b) Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf untuk
perilaku intrapartuma atau kehilangan control, dapat
mengekspresikan rasa takut mengenai kondisi bayi baru
lahirdan perawatan segera pada neonatal.
c)
4) Eliminasi
a) Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandung kemih mungkin teraba
di atas simfisis pubis.
b) Diuresis dapat terjadi tekanan bagian presentasi menghambat aliran
urinarius, dan / atau cairan I.V. diberikan selama persalinan dan
kelahiran
5) Makanan /Cairan
Dapat mengeluh haus, lapar atau mual.
6) Neurosensori
Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya
anastesia spinal atau analgesia kaudal/epidural. Hiperrefleksia
mungkin ada (menunjukan terjadinya atau menetapnya
hipertensi, khususnya pada diabetik, remaja atau klien
primipara).
7) Nyeri/Ketidaknyamanan
Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber misal
setelah nyeri,trauma jaringan/ perbaikan episiotomi, kandung kemih
penuh atau perasaan dingin/otot tremor dengan menggigil.
8) Keamanan
a) Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit.
b) Perbaikan episiotomi utuh dengan tepi jaringan merapat.
9) Seksualitas
a) Fundus keras terkontraksi. Tinggi fundus uteri terletak setinggi
umbilikus.
b) Riwayat penyakit/ riwayat melahirkan sebelumnya.
c) Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah gelap,
dengan hanya beberapa bekuan kecil (sampai ukuran plam kecil).
d) Perineum. Perhatikan luka episiotomi dan perineum harus bersih
dan bebas dari kemerahan, edema, ekimosis atau rabas, pengeluaran
cairan dan keadaannya.Tanda tanda ada tidaknya infeksi dapat
diketahui dengan REEDA.
REEDA : Redness, Edema, Ecchymosis, Drainage,
Approximation.
10) Penyuluhan / Pembelajaran
Catat obat- obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
11) Pemeriksaan diagnostik
Hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht), jumlah darah lengkap, urinalis,
pemeriksaan lain : Mungkin dilakukan sesuai dari indikasi dari
temuan fisik.

b. Pemeriksaan Fisik
Menurut Bahiyatun (2009), Sebelum dipulangkan ibu harus dipastikan
bahwa ibu dalam kondisi stabil. Komponen -komponen pemeriksaan fisik
dan penilaian
1) Keadaan umum ibu: bagaimana perasaan ibu
2) Suhu dan respirasi Dalam 24 jam pertama meningkat ≤ 38 oC, hal ini
disebabkan oleh efek dehidrasi pesalinan. Setelah 24 jam suhu ibu
tidak boleh > 38oC.Sedangkan pernapasan kembali pada rentang normal
selama jam pertama pasca partum.
3) Kepala, wajah dan leher
a) Periksa ekspresi wajah, apakah adanya edema.
b) Bagaimana kondisi sclera dan konjungtiva mata, mukosa bibir.
c) Periksa apak terdapat pembesaran limfe, pembesaran kelenjar
tiroid dan bendungan vena jugularis.
4) Payudara
Melakukan pemeriksaan payudara. Periksa apakah setelah melahirkan
kolostrum ibu sudah keluar, bagaimana kondisi kolostrum, apakah
terjadi pembengkakan payudara akibat bendungan ASI dan ibu
sudah bisa memberikan ASI.( DEPKES.2008)
5) Abdomen dan Uterusa)
a) Periksa adanya hiperpigmentasi pada linea nigra
b) Periksa tinggifundus apakah sesuai dengan involusi uteri
c) Apakah kontraksi uterus baik atau tidak
Kontraksi uterus akan berlanjut sampai plasenta dilahirkan, terus
berkontraksi untuk mengontrol perdarahan dan penurunan volume
intrauteri. Pada primipara, tonus uterus meningkat dan kontraksi jelas
(teraba fundus kencang). Pada multipara, kontraksi periodik dan
relaksasi sering disebabkan afterpains.Apakah konsistensi lunak atau
keras. Bila kontraksi baik maka saat dipalpasi tidak akan tampak
peningkatan pengeluaran aliran lokia. Konsentrasi uterus tidak baik
dan konsistensinya lunak, palpasi akan menyebabkan kontraksi yang
akan mengeluarkan bekuan darah yang terakumulasi. Aliran ini
menyebabkan keadaan normal berkurang dan uterus menjadi keras.
d) Diastasis Recti Abdominalis (DRA) Tujuan untuk mengetahui
apakah pelebaran otot perut normal atau tidak dengan cara
memasukkan kedua jari yaitu jari telunjuk dan jari tengah ke bagian dari
diafragma perut ibu. Jika dua jari masuk, menandakan DRA ibu normal
dan jika lebih dari dua jari DRA ibu abnormal. (Vivian Nanny. 2011)
6) Kandung Kemih
Jika kandung kemih penuh maka kontraksi uterus akan terganggu.
Jika uterus naik di dalam abdomen dan tergeser ke samping
merupakan tanda bahwa kandung kemih penuh.Sebaiknya
kandung kemih dalam keadaan kosong. (Vivian Nanny. 2011)
7) Ektremitas Pemeriksaan terhadap adanya edema, nyeri tekan, atau panas
pada betis merupakan tanda human refleks.Tanda ini didapatkan
dengan meletakkan satu tangan pada lutut ibu dan lakukan tekanan
ringan untuk menjaga tungkai tetap lurus.Dorso fleksikan kaki, jika
terdapat nyeri pada betis maka tanda human positif. (Vivian Nanny. 2011)
8) Genetalia
Periksa pengeluaran lokia, warna, bau dan jumlahnya.
a) Vagina
Dinding vagina edema, memerah dan sedikit lecet. Rugae akan
kembali pada 4 minggu. Labia mayor dan minor sedikit renggang
dan kurang licin.
b) Servik
Servik : edema, tipis, terbuka beberapa hari setelah melahirkan.
Sedangkan portio : lunak kemerahan, laserasi bisa terjadi. Setelah 18
jam post partumservik memendek, konsistensi keras, bentuk akan
kembali pada akhir minggu pertama. Servik berbentuk “Fish
Mouth”(Vivian Nanny. 2011)
c) Lihatlah kebersihan genetalia ibu
d) Perineum
Kaji luka episiotomi, apakah disertai laserasi, bengkak dan memar.
9) Anus
Kaji adanya hemoroid atau tidak. Jikaada, apakah disertai gatal, tidak
nyaman, perdarahan warna merah terang waktu defekasi.
2. Diagnosis
a. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan.
a) Faktor Risiko
(a) Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
(b) Malnutrisi
(c) Obesitas
(d) Penyakit kronis (mis., diabetes melitus)
(e) Prosedur invasive
b) Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat
(a) Gangguan integritas kulit
(b) Gangguan periistaltis
(c) Merokok
(d) Ketuban pecah dini
(e) Pecah ketuban lambat
(f) Penurunan kerja siliaris
(g) Perubahan pH sekresi
(h) Statis cairan tubuh
c) Pertahanan Sekunder Tidak Adekuat
(a) Imunosupresi
(b) Leukopenia
(c) Penurunan Hemoglobin
(d) Supresi respons inflamasi (mis., interlukin 6 [IL-6], C-reactive protein
[CRP]
d) Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan Terhadap Patogen Lingkungan Meningkat
(a) Terpajan pada wabah
(NANDA, 2015)
3. Perencanaan
a. Risiko Infeksi
Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Masalah risiko infeksi teratasi .......... Jam/hari dengan outcome:
1) 0703: Keparahan Infeksi
070301 Kemerahan 12345
070303 Cairan (luka) yang berbau busuk 12345
070306 Piuria nanah dalam urin 12345
070307 Demam 12345
070330 Ketidakstabilan suhu 12345
070333 Nyeri 1 2 3 4 5 070334
Jaringan lunak 1 2 3 4 5 070312
Menggigil 1 2 3 4 5 070311
Malaise 1 2 3 4 5 070326
Peningkatan jumlah sel darah putih 1 2 3 4 5 070327
Depresi jumlah sel darah putih 1 2 3 4 5 Keterangan :
1: Berat, 2: Cukup Berat, 3: Sedang, 4: Ringan, 5: Tidak ada
2) 2511: Status Maternal:Postpartum
251102 Kenyamanan 1 2 3 4 5 251103
Tekanan darah 1 2 3 4 5 251105
Sirkulasi perifer 1 2 3 4 5 251106 Tinggi
fundus uteri 1 2 3 4 5 251107 Jumlah lokia
1 2 3 4 5 251124 Warna lokia
1 2 3 4 5 251110 Penyembuhan perineum 1234
5 251112 Suhu tubuh 1 2 3 4 5
251111 Penyembuhan insisi 1 2 3 4 5 251114
Eliminasi kemih 1 2 3 4 5 251116
Asupan makanan dan cairan 12345
251117 Aktivitas fisik 1 2 3 4 5 251118
Daya tahan 1 2 3 4 5 251120
Hemoglobin 1 2 3 4 5 251121 Jumlah
darah putih 1 2 3 4 5 Keterangan:
1: Devisiasi berat dari kisaran normal, 2: Devisiasi yang cukup besar dari
kisaran normal, 3: Devisiasi sedang dari kisaran normal, 4: Devisiasi
ringan dari kisaran normal, 5: Tidak ada devisiasi dari kisaran normal.

251102 Kenyamanan 1 2 3 4 5 251103


Tekanan darah 1 2 3 4 5 251113 Infeksi
1 2 3 4 5 251125 Nyeri Insisi
1 2 3 4 5 251126 Kelelahan 1234
5 251127 Perdarahan di vagina 1 2 3 4 5
251130 Laserasi 1 2 3 4 5 Keterangan:
1: Berat, 2: Cukup Berat, 3: Sedang, 4: Ringan, 5: Tidak ada.
3) 1924: Kontrol Risiko: Proses Infeksi
192425 Mencari informasi terkait kontrol infeksi 1 2 3 4 5 192426
Mengidentifikasi faktor risiko infeksi 1 2 3 4 5 192401Mengenali
faktor risiko individu terkait infeksi1 2 3 4 5 192403 Mengetahui
perilaku yang berhubungan dengan risiko infeksi1 2 3 4 5
192405 Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi 1 2 3 4 5 192408
Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan risiko infeksi1 2
345
192409 Memonitor faktor lingkungan yang berhubungan dengan risiko
infeksi1 2 3 4 5
192411 Mempertahankan lingkungan yang bersih 1 2 3 4 5 192415
Mencuci tangan1 2 3 4 5
192416 Mempraktikan strategi untuk mengontrol infeksi 1 2 3 4 5
192420 Memonitor perubahan status kesehatan 1 2 3 4 5
192423Memanfaatkan sumber informasi yang terpercaya
12345
Keterangan:
1: Tidak pernah menunjukkan, 2: Jarang menunjukkan, 3: Kadang-
kadang menunjukkan, 4: Sering menunjukkan, 5: Secara konsisten
menunjukkan.
4) 1102: Penyembuhan Luka: Primer
110208 Eritema di kulit sekitarnya 12345
110215 Lebam di kulit sekitarnya 12345
110210 Peningkatan suhu kulit 12345
110211 Bau luka busuk 12345
Lokasi luka: 14 (Daerah kemaluan dan perineum)
Keterangan:
1: Sangat besar, 2: Besar, 3: Sedang, 4: Terbatas, 5: Tidak ada.
Intervensi (NIC)
1) Perlindungan Infeksi
a) Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b) Monitor kerentanan terhadap infeksi
c) Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko
d) Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, atau drainase
e) Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
f) Anjurkan asupan cairan dengan tepat
g) Anjurkan istirahat
h) Pantau adanya perubahan tingkat energi atau malaise
i) Anjurkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada pemberi
layanan kesehatan
j) Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi.
k) Lapor dugaan infeksi pada personil pengendali infeksi
2) 1750: Perawatan Perineum
a) Bantu pasien membersihkan perineum
b) Jaga agar area perineum tetap kering
c) Inspeksi kondisi insisi atau robekan (misalnya., episiotomi, laserasi,
sirkumsisi)
d) Bersihkan area perineum secara teratur
e) Beri posisi yang nyaman
f) Berikan pembalut yang sesuai untuk menyerap cairan
g) Berikan obat-obatan sesuai yang diresepkan (misalnya.,
antibakteri, antijamur)
h) Dokumentasikan karakteristik cairan yang keluar
i) Instruksikan pasien dan orang terdekat untuk menginspeksi tanda-
tanda yang tidak normal pada area perineum (seperti; infeksi, kulit
pecah-pecah, gatal, cairan yang tidak normal)
3) 6930: Perawatan Postpartum
a) Pantau tanda-tanda vital
b) Monitor lokia terkait dengan warna, jumlah, bau dan adanya
gumpalan
c) Pantau perineum atau luka operasi dan jaringan sekitarnya (yaitu,
memantau adanya kemerahan, edema, ekimosis, cairan/ nanah,
dan perkiraan tepi luka)
d) Ajarkan pasien perawatan perineum untuk mencegah infeksi
dan mengurasi ketidaknyaman
4) 3440: Perawatan Daerah (Area) Sayatan
a) Periksa daerah sayatan terhadap kemerahan, bengkak, atau tanda-
tanda dehinscence atau evirasi
b) Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat
c) Monitor sayatan untuk tanda dan gejala infeksi
d) Gunakan kapas streril untuk pembersihan jahitan benang luka
yang efisien, luka dalam dan sempit, atau luka berkantong
e) Arahkan pasien dan/atau keluarga cara merawat luka insisi,
termasuk tanda-tanda dan gejala infeksi.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan berdasarkan
intervensi asuhan keperawatan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan
kondisi klien.
5. Evaluasi
Evaluasi didapatkan dari kriteria hasil yang diharapkan penulis pada
intervensi asuhan keperawatan
.

BAB III
KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN INFEKSI POST PARTUM DI


RUANG NIFAS RSU P

TANGGAL 24 SEPTEMBER 2021

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN PENANGGUNG/ SUAMI
Nama : Ny.A Nama : Tn. R

Umur : 19 th Umur : 40 th

Pendidikan : SMA Pendidikan : SD

Pekerjaan : Pelajar Pekerjaan : Buruh

Status perkawinan : Belum Kawin Alamat : Gianyar

Agama : Hindu Hubungan dgn px : Ayah px

Suku : Bali

Alamat : Gianyar

No. CM : 000/000

Tangal MRS : 24 September 2021

Tanggal Pengkajian : 24 September 2021


Sumber informasi : Pasien dan keluarga pasien

B. ALASAN DIRAWAT
1. Alasan MRS : Sakit perut hilang timbul
Keluhan saat dikaji : Klien mengatakan nyeri pada jahitan perinium, nyeri dirasakan
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan perih, nyeri dibagian perinium, skala nyeri 3-4, nyeri
dirasakan saat berpindah posisi.

C. RIWAYAT OBSTERTRI DAN GINOKOLOGI


a. Riwayat Menstruasi :
 Menarche : Umur 14 tahun
 Siklus : teratur
 Banyaknya : 3x ganti pembalut
 Lamanya : 5 hari
 Keluhan : tidak ada
 HPHT : 05 – 01 – 2021
b. Riwayat Pernikahan :
 Menikah : belum menikah
c. Riwayat kelahiran, persalinan, nifas yang lalu :
Anak ke Kehamilan Persalinan Komplikasi nifas Anak

J
Umur e Jenis
N Peny Penol Peny Laser Infe Pedar
Tahun kehami n kelam BB PJ
o ulit ong ulit asi ksi ahan
lan i in
s

1 Hamil
ini

d. Riwayat Keluarga Berencana :


 Akseptor KB : jenis (-) Lama : (-)
 Masalah : (-)
 Rencana KB : (-)

D. POLA FUNGSIONAL KESEHATAN


 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan : Klien mengatakan tahu dengan kondisi
saat hamil namun takut untuk memberitahu keluarga.
 Nutrisi : Klien mengatakan berat badan sebelum hamil 56 kg, dab saat hamil 69kg.
Terjadi penambahan berat badan sebanyak 13kg dari sebelum hamil sampai hamil dan
melahirkan.
 Pola eliminasi : Klien mengatakan setelah persalinan belum buang air besar. Dan
terakhri BAB sebelum melahirkan. Dan buang air kecil 3-4x dengan perasaan takut
kencing, kencing berwarna kuning dan bau khas urine.
 Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan
0 1 2 3 4
diri

Makan/ minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilisasi ditempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi ROM √

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,

4: tergantung total.

 Pola Tidur dan istrahat : Klien mengatakan istirahat tidur siang ±1jam, untuk tidur
malam ±6jam/hari.
 Pola kognitif dan perseptual : Klien mengatakan tidak tahu cara perawatan setelah
melahirkan dan perawatan bayi.
 Pola persepsi diri : Klien mengatakan mengetahui dirinya hamil namun tidak menerima
kehamilannya.
 Pola seksual dan reproduksi : Klien mengatakan melakukan hubungan seksual terakhir
kali ± 9 bulan yang lalu.
 Pola peran-hubungan : Klien mengatakan hubungan antara dirinya dan laki – laki yang
mengahamilinya tidak baik.
 Pola manajemen koping stress : Klien mengatakan bingung dan takut terhadap kondisi
hamil dan kondisi setelah melahirkan.
 Sistem nilai dan keyakinan : Klien mengatakan yakin dan percaya dengan Agama yang
dianutnya.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

- GCS : E4V5M6
- Tingkat kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda Vital : TD:110/70 mmHg N: 78x/menit RR: 20x/ment T: 360C
- BB : 67kg TB : 151cm LILA : 23,5cm
Head to toe

Kepala Wajah

o Inspeksi : Tidak adanya kelainan


o Palpasi : Tidak teraba benjolan
Leher

o Inspeksi : Tidak adanya pembengkakan kelenjar tiroid


o Palpasi : Tidak teraba benjolan
Dada

o Inspeksi : Putting susu menonjol, terdapat pengeluaran ASI


o Palpasi : Tidak teraba benjolan
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : S1S2 tunggal reguler
Abdomen :

o Linea : Linea nigra Satriae : Tidak ada


o TFU : 3 jari dibawah pusat
o Kontraksi : Uterus Keras
o Diastasi rectus abdominis : Normal
o Bising usus : 3-4x/menit
Genetalia

o Kebersihan : Sedikit Kotor


o Lokhea : Rubra Karakteristik : Berwarna merah segar, tektur cair,
bau khas darah, darah sebanyak ±25 cc.
Perineum dan anus

o Perineum : Tidak ditemukan kemerahan pada sekitar luka (Redness=0), tidak


terdapat bercak perdarahan (Echymosis=0), tidak terdapat pembengkakan
(Oedema=0), tidak terdapat pengeluaran pus pada luka (Discharge=0), penyatuan
luka tertutup (Approximation=0)
o Hemoroid : Tidak ada
Ekstremitas :
Atas : Normal

Oedema : Tidak ada oedema

Varises : Tidak ada varises

CRT : <2 detik

Bawah

Oedema : Tidak ada oedema

Varises : Tidak ada varises

CRT : <2 detik

Tanda homan : Tidak ada

Pemeriksaan Reflek: Reflek positif

F. DATA PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium :
DL : Hb : 11,3

PLT : 307

WBC : 21.75

Neu : 18.27

Rapid antigen : Negatif

 Pemeriksaan radiologik : Tidak dilakukan


G. DIAGNOSA MEDIS
P1001 PSpT B Hr-0

H. PENGOBATAN
1. Cefadroxil 2x 1 tab
2. Metil Ergometrin 3x1 tab
3. Paracetamol 3x500mg
4. Onoake 2x1 tab
II. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : Klien mengatakan Nyeri persalinan Nyeri akut b.d


nyeri pada jahitan perinium, persalinan d.d pasien
nyeri dirasakan dirasakan mengeluh nyeri,
seperti ditusuk-tusuk dan Masa Nifas pasien tampak
perih, nyeri dibagian merintih kesakitan.
perinium, skala nyeri 3-4,
nyeri dirasakan saat
Adaptasi Fisiologi
berpindah posisi.

DO : Pasien tampak
merintih kesakitan, pasien Kontraksi Uterus
tampak berbaring ditempat
tidur dan memegang
perutnya, skala nyeri pasien
Kuat
3-4. Keadaan umum stabil.
Kesadaran composmentis.

TD : 110/70 mmHg. Afterpain

HR : 76x/menit.

Rr : 22x/menit. Nyeri Akut

Tax : 360C

SpO2 : 98%

DS : Klien mengatakan Nyeri persalinan


takut untuk kencing, terasa Risiko Infeksi b.d
nyeri dan perih. trauma jaringan atau
kerusakan kulit.
DO : Genetalia tampak Masa Nifas
sedikit kotor, pasien tampak
merintih kesakitan.
Adaptasi Fisiologi
Keadaan umum stabil.
Kesadaran composmentis.
TD : 110/70 mmHg. Kontraksi Uterus

HR : 76x/menit.

Rr : 22x/menit. Kuat

Tax : 360C

SpO2 : 98% Afterpain

Nyeri Akut

Takut berkemih

Distensi kandung
kemih

Gangguan Eliminasi

Risiko Infeksi

Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas :

1. Nyeri akut b.d persalinan d.d pasien mengeluh nyeri, pasien tampak merintih
kesakitan.
2. Risiko Infeksi b.d trauma jaringan atau kerusakan kulit

III. RENCANA KEPERAWATAN


Tgl / Rencana Keperawatan
No Diagnosa
jam Tujuan Intervensi Rasional

1. 24 – 09 – Nyeri akut Setelah 1. Lakukan 1. Untuk


2021 b.d trauma dilakukan pengkajian nyeri mengetahui
jahitan tindakan secara
01.40 luka keperawatan komprehensif tingkat nyeri
episiotomi selama 1x24 termasuk lokasi, pada pasien.
d.d pasien jam karakteristik,
mengeluh diharapkan : durasi, frekuensi,
nyeri, kualitas dan
1. Mampu
pasien faktor presipitasi.
mengontrol
tampak 2. Observasi reaksi 2. Untuk
nyeri (tahu
merintih nonverbal dari mengalihkan
kesakitan. penyebab ketidaknyamanan (distraksi)
nyeri, mampu . tingkat nyeri
menggunakan yang dialami
tehnik 3. Gunakan teknik pasien
nonfarmakolo komunikasi 3. Untuk
gi untuk terapeutik untuk mengetahui
mengurangi mengetahui tingkat nyeri
nyeri, pengalaman nyeri pada pasien.
mencari pasien
bantuan).

2.Melaporkan 4. Kaji kultur yang


bahwa nyeri mempengaruhi 4. Untuk
berkurang respon nyeri mengetahui
dengan tingkat nyeri
menggunakan 5. Kontrol pada pasien.
manajemen lingkungan yang 5. Untuk
nyeri dapat memberikan
mempengaruhi rasa nyaman
3. Mampu nyeri seperti suhu pasa pasien
mengenali ruangan,
nyeri (skala, pencahayaan dan
intensitas, kebisingan
frekuensi dan 6. Pilih dan lakukan
tanda nyeri) penanganan nyeri 6. Untuk
(farmakologi, non mengatasi atau
4.Menyataka
farmakologi dan mengurangi
n rasa nyaman
inter personal) rasa nyeri
setelah nyeri
yang dialami
berkurang
7. Kaji tipe dan pasien
sumber nyeri 7. Untuk
untuk mengetahui
5. Tanda vital menentukan tingkat nyeri
dalam rentang intervensi pada pasien.
normal 8. Ajarkan tentang
teknik non 8. Untuk
farmakologi mengatasi atau
mengurangi
nyeri(distraksi
9. Kolaborasikan /relaksasi)
pemberian 9. Untuk
analgetik untuk mengatasi/me
mengurangi nyeri ngurangi nyeri
secara
farmakologi/d
engan obat-
10. Kolaborasik obatan
an dengan dokter 10. Untuk
jika ada keluhan mengatasi/me
dan tindakan ngurangi nyeri
nyeri tidak secara
berhasil farmakologi/d
engan obat-
obatan

2. 24 – 09 – Risiko
Infection Control
2021 Infeksi b.d
(Kontrol infeksi) Infection Control
trauma
01.40 (Kontrol infeksi)
jaringan 1. Bersihkan
atau Setelah
lingkungan 1. Untuk
kerusakan dilakukan setelah dipakai mengurangi
kulit tindakan
pasien lain risiko penularan
keperawatan
2. Pertahankan 2. Untuk tidak
selama 1x24
teknik isolasi memperluas
jam
infeksi
diharapkan :
3. Batasi 3. Mencegah
pengunjung bila penularan
perlu
1. Klien bebas 4. Instruksikan pada 4. Memutus rantai
dari tanda dan pengunjung untuk penularan
gejala infeksi mencuci tangan infeksi
saat berkunjung
2.Mendeskrip dan setelah
sikan proses berkunjung
penularan meninggalkan
penyakit, pasien
factor yang
mempengaru 5. Gunakan sabun 5. Memutus rantai
hi penularan antimikrobia penularan
serta untuk cuci tangan infeksi
penatalaksana
annya 6. Cuci tangan
3. setiap sebelum 6. Memutus rantai
Menunjukkan dan sesudah penularan
kemampuan tindakan infeksi
untuk keperawatan
mencegah
timbulnya 7. Gunakan baju,
infeksi sarung tangan 7. Untuk
sebagai alat mrlindungi diri
4. Jumlah pelindung dari penularan
WBC dalam infeksi
batas normal 8. Pertahankan
lingkungan 8. Memutus rantai
5.
aseptik selama penularan
Menunjukkan
pemasangan alat infeksi
perilaku
hidup sehat
9. Ganti letak IV
perifer dan line 9. Untuk
central dan mengurangi
dressing sesuai risiko infeksi
dengan petunjuk
umum

10. Gunakan
kateter intermiten 10. Untuk
untuk mengurangi
menurunkan risiko infeksi
infeksi kandung
kencing

11. Tingkatkan 11. Untuk


intake nutrisi menambah daya
tahan tubuh
12. Berikan 12. Untuk
terapi antibiotik mengatasi
bila perlu infeksi

Infection Infection
Protection Protection
(proteksi (proteksi
terhadap infeksi) terhadap infeksi)
1. Monitor 1. Untuk
tanda dan gejala mengetahui tanda
infeksi sistemik dan gejala infeksi
dan lokal pada pasien
2. Monitor 2. Untuk
hitung granulosit, mengatahui
WBC tingkat infeksi
yang dialami
3. Monitor pasien
kerentanan 3. Untuk
mengantisifasi
terhadap infeksi
infeksi yang
dialami pasien
4. Batasi 4. Mencegah
pengunjung penularan

5. Ajarkan pasien 5. Untuk


dan keluarga tanda mendeteksi
dan gejala infeksi infeksi sejak dini
IV. IMPLEMENTASI
Tgl/Ja No.D Implementasi Evaluasi Proses Paraf/
m x Nama

24 – 09 1 Melakukan S : Klien mengatakan nyeri pada jahitan TTD


– 2021 pengkajian perinium, nyeri dirasakan dirasakan seperti
nyeri dan TTV ditusuk-tusuk dan perih, nyeri dibagian NERS
01.47 perinium, skala nyeri 3-4, nyeri dirasakan
saat berpindah posisi.

O : Klien tampak merintih kesakitan, klien


tampak berbaring ditempat tidur dan
memegang perutnya, skala nyeri klien 3-4.
Keadaan umum stabil. Kesadaran
composmentis.

TD : 110/70 mmHg.

HR : 76x/menit.

Rr : 22x/menit.

Tax : 360C

SpO2 : 98%

S : Klien mengatakan bersedia dilakukan TTD


Mengkolabora
01.50 pemeriksaan
2 sikan NERS
pemeriksaan O : Hasil darah klien menunjukkan WBC
penunjang 21.75
(darah
lengkap)

Melakukan S : Klien mengatakan nyeri berkurang TTD


02.20 ketika mengebrol dengan keluarga dan
1 penanganan NERS
nyeri secara melihat bayinya.
non O : Klien tampak lebih tenang ketika
farmakologi ( berbincang – bincang dengan keluarganya,
mengajarkan dan ketika menyusui bayinya.
tehnik
relaksasi nafas
dalam
distraksi)

03.20 1,2 S : Klien mengatakan tidak ada alergi TTD


Delegatif
pemberian terhadap obat.
NERS
terapi O : Klien tampak minum obat, tanda –
Cefadroxil 1 tanda alergi tidak ada.
tab,
Paracetamol
500mg, Metil
Ergometrin 1
tab, Onoake 1
tab

S : Klien mengatakan nyeri pada jahitan TTD


Melakukan perinium, nyeri dirasakan dirasakan seperti NERS
05.00 1,2
pengkajian ditusuk-tusuk dan perih, nyeri dibagian
nyeri dan TTV perinium, skala nyeri 2-3, nyeri dirasakan
saat berpindah posisi.

O : Klien tampak merintih kesakitan, klien


tampak berbaring ditempat tidur dan
memegang perutnya, skala nyeri klien 2-3.
Keadaan umum stabil. Kesadaran
composmentis.

TD : 110/60 mmHg.

HR : 74x/menit.

Rr : 20x/menit.

Tax : 36,10C

SpO2 : 98%

08.00 2 Mengajarkan S : Klien mengatakan bersedia untuk TTD


pasien 6 mengikuti langkah – langkah cuci tangan,
langkah NERS
mencuci dan bersedia untuk dilakukan perawatan
tangan, dan luka
memlakukan
perawatan O : Klien tampak kooperatif dan mampu
melakukan langkah – langkah cuci tangan,
luka
luka tampak bersih dan terawatt
episiotomy

12.00 1 Delegatif S : Klien mengatakan tidak ada alergi TTD


pemberian dengan obat – obatan.
NERS
terapi, O : Klien tampak meminum obat, tanda –
Paracetamol tanda alergi tidak ada.
500mg, Metil
Ergometrin 1
tab.

Melakukan
13.00 1,2 S : Klien mengatakan nyeri pada jahitan TTD
pengkajian
perinium membaik, nyeri dirasakan
dan TTV, serta NERS
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri
memberikan
dibagian perinium, skala nyeri 1, nyeri
edukasi
dirasakan saat berjalan, klien mengatakan
tentang
tidak takut unutk kencing.
personal
hygiene O : Klien tampak belajar berjalan, skala
nyeri klien 1. Genetalia klien tampak
bersih. Keadaan umum stabil. Kesadaran
composmentis.

TD : 120/60 mmHg.

HR : 88x/menit.

Rr : 20x/menit.

Tax : 36,50C

SpO2 : 98%

17.00 1,2 Delegatif S : Klien mengatakan tidak ada alergi TTD


pemberian dengan obat – obatan.
NERS
terapi
Cefadroxil 1 O : Klien tampak meminum obat, tanda –
tab, tanda alergi tidak ada.
Paracetamol
500mg, Metil
Ergometrin 1
tab, Onoake 1
tab
BAB IV
PENUTUP

Bab ini merupakan simpulan dari pengelolaan asuhan keperawatan risiko infeksi
dilaksanakan berdasarkan teori yang disusun dan mengacu pada tujuan yang ingin di
capai oleh penulis. Perencanaan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi risiko
infeksi tersebut sesuai dengan intervensi yang telah di tuliskan dimana fokus rencana
tindakan pada peningkatan status gizi dan personal hygiene untuk perawatan luka
episiotomi secara mandiri agar penyembuhan lukanya tidak terhambat.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene M. Lowdermik, Deitra Leonard dkk.(2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Edisi 4. Jakarta : EGC
Bobak, I M. (2005) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Terjemahan Oleh: Maria A
Wijayarmi. Jakarta: EGC
Cahyono J.B. Suharjo, 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta :
Kanisius.
Depkes RI. (2008) Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan Dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
JPNKR-KP
_________.(2005).Pedoman Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN).Jakarta.
Depkes RI (2015) Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (online).
(http://www.depkes.go.id) diakses 2 November 2016.
LAMPIRAN 1

Kelahiran bayi dan plasenta

Adaptasi fisiologis Masa Nifas Adaptasi psiklogis


Deficit
pengetahuan
Infolusi tempat Kontraksi uretra Trauma jalan Penurunan hormone estrogen Taking in diri
perlekatan plasenta lahir,episiotomy dan progesteron
dan trauma jalan
lahir Taking hold Kurang
Peningkatan hormone
Perubahan lemah kuat pengetahuan
Resiko prolactin &oksitosin
jaringan desidua diri, bayi
Pembuluh Afterpain Infeksi
darah Kerja FSH
Pengeluaran Letting Go
menyempit
rabas Nyeri akut
Produksi Dan Eksresi ASI
Perdarahan
lokia
lambat
Takut Takut Isapan Bayi
berkrmih bergerak
Ketidak efektifan
normal abnormal
Distensi Penurunan pemberian ASI
kandung lancar Tidak ancar
motilitas

Resiko kekurangan Gangguan Peristaltik


volume cairan Eliminsi

Resiko Konstipasi
infeksi Perdarahan

Anda mungkin juga menyukai