OLEH : KELOMPOK 6
KELAS : B14 B
1. Ni Made Candri (213221264)
2. Ida Ayu Putu Rahyuni (213221265)
3. Ni Komang Ayuniari (213221266)
4. Ni Komang Sri Indayani (213221267)
2021
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas selesainya laporan
mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi tentang
Asuhan Keperawatan Resiko Infeksi Pada Post Partum Spontan Dengan Episiotomi. Selama
pembuatan laporan asuhan keperawatan ini kami juga mendapat banyak dukungan dan juga
bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terima kasih kepada Ibu
Ns.Ni Luh Gede Puspita Yanti, S.Kep.,M.Biomed selaku dosen pembimbing kami, yang
memberikan dorongan, dan juga masukan kepada penulis.
Kami menyadari bahwa laporan Asuhan Keperawatan ini masih memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan laporan Asuhan Keperawatan ini kedepannya. Terima kasih.
Penulis
1.1 DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN ..................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut laporan WHO tahun 2014, Angka Kematian Ibu (AKI) di Asia Tenggara
sebanyak 16.000 jiwa. Angka kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu
Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup,
Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup,
Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup.
Kematian ibu merupakan tanggung jawab bersama dan tidak akan bisa
diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri. Perhatian khusus dan upaya keras semua
pihak menjadi modal bagi pencapaian target penurunan angka kematian ibu (AKI) menjadi
102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 ( DEPKES RI . 2015).
Angka kematian ibu di Jawa Tengah tahun 2014 tergolong masih tinggi yaitu
sebanyak 127 dari 711 kasus yang di laporkan. Kematian ibu di Indonesia masih
didominasi oleh tiga penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi
dalam kehamilan (HDK), dan infeksi. Prevalensi penyebab AKI di Indonesia
sebanyak 30,3% karena perdarahan, 27,1% karena hipertensi, 7,3% karena infeksi,
1,8% karena partus lama 1,6% abortus, 40,8% dan masalah lainnya. (Profil Kesehatan
Indonesia 2014).
Infeksi yang menyebabkan kematian pada ibu tersebut dapat disebabkan
oleh persalinan yang kurang memperhatikan tindakan aseptik. Persalinan dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu persalinan secara fisiologis dan persalinan secara patologis.
Persalinan secara fisiologis adalah persalinan pervaginam dimana tidak dilakukan
tindakan invasif seperti penyayatan bagian perineum (episiotomi) dan operasi sesar
atau dapat dikatakan dengan persalinan spontan. Persalinan secara patologis dimana
persalinan tersebut dibantu/ dilakukan tindakan invasif seperti operasi sesar maupun
pelebaran perineum dengan cara di sayat (episiotomi).
Di Unit Kebidanan RSUD Tidar Kota Magelang pada tahun 2015 terdapat 636
kasus ibu melahirkan dengan cara spontan/ normal. Tidak disebutkan partus spontan
tersebut dengan episiotomi atau tidak. Tetapi dapat dipastikan, ada beberapa tindakan
partus yang dilakukan dengan episiotomi di Unit Kebidanan RSUD Tidar Kota
Magelang karena beberapa indikasi yang sering terjadi. Salah satu indikasi yang
sering dilakukan tindakan episiotomi adalah karena partus lama/ macet. Pada ibu yang
mengalami partus lama/ partus macet harus dilakukan tindakan episiotomi saat
persalinan. Tindakan ini berupa luka sayatan kemudian dijahit untuk merapatkannya
kembali sehingga dapat memberikan dampak seperti pendarahan, hematoma, nyeri, bahkan
infeksi luka.
Perawatan luka episiotomi yang kurang memperhatikan tindakan aseptik akan
menyebabkan infeksi dan dapat berujung pada kematian ibu. Sehingga perlu adanya
penanganan, perawatan dan langkah tepat yang 3diambil oleh tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang holistik untuk
menghindari berbagai masalah pada masa nifas khususnya risiko infeksi pada luka
episiotomi dalam rangka mengurangi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan
judul “KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI ASUHAN KEPERAWATAN
RESIKO INFEKSI PADA POST PARTUM SPONTAN DENGAN EPISIOTOMI”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Ibu Post Partum Spontan dengan
Episiotomi ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan Asuhan Keperawatan Risiko Infeksi pada Post Partum
Spontan dengan Episiotomi.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan
1) Pengkajian, mencakup riwayat kesehatan klien, riview sistem terkait, data
umum: hasil pemeriksaan dan data fokus serta pemeriksaan penunjang.
2) Identifikasi masalah keperawatan yang ditemukan menyertai dengan
masalah keperawatan risiko infeksi pada post partum spontan dengan
episiotomi.
3) Perencanaan keperawatan untuk mengatasi risiko infeksi pada post partum
spontan dengan episiotomi
4) Implementasi tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko infeksi pada post
partum spontan dengan episiotomi.
5) Implementasi tindakan keperawatan untuk mengatasi risiko infeksi pada
post partum spontan dengan episiotomi.
6) Evaluasi tindakan setelah dilakukan tindakan perawatan mengatasi
risiko infeksi pada post partum spontan dengan episiotomi.
b. Menganalisis/ Membahas
1) Hasil pengakajian klien dengan risiko infeksi pada post partum spontan
dengan episiotomi.
2) Masalah keperawatan klien tentang risiko infeksi pada post partum spontan
dengan episiotomi.
3) Perencanaan tindakan keperawatan klien dengan risiko infeksi pada
post partum spontan dengan episiotomi.
4) Tindakan yang ditekankan pada klien dengan risiko infeksi pada post
partum spontan dengan episiotomi.
5) Evaluasi tindakan yang telah dilakukan pada klien dengan risiko infeksi
pada post partum spontan dengan episiotom
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan penulisan yang sudah di kemukakan, penulisan karya tulis
ilmiah ini di harapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Menerapkan ilmu pengetahuan dan informasi dalam bidang keperawatan
maternitas tentang asuhan keperawatan risiko infeksi pada post partum spontan
dengan episiotomi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi klien dan keluarga
Dapat membantu klien dan keluarga melakukan perawatan setelah melahirkan
secara mandiri dan terhindar dari komplikasi dengan penanganan yang baik.
b. Bagi penulis
Dapat memberikan pengalaman dan mendapatkan pengetahuan dari ilmu
pengetahuan serta asuhan keperawatan yang di berikan pada klien.
c. Bagi institusi dan tenaga kesehatan
Dapat menjadi sarana pengembangan dan penambahan wawasan bagi
mahasiswa lain serta tenaga kesehatan dalam kasus terkait.
BAB II
PENDAHULUAN
Satu minggu masa nifas Fundus uteri teraba setinggi kontraksi uterus
Dua minggu masa nifas Fundus teraba 2 jari diatas simfisis. kuat pada ibu
Enam minggu masa nifas Fundus tidak teraba lagi. Berat 100 pernah
gram melahirkan
dibandingkan
dengan
persalinan pertama terkait pengulangan penarikan serat otot. Penggunaan
pengobatan oksitosin eksogen dan menyusui akan memperparah nyerikarena
meningkatkan kontraksi uterus.
3) Lochia
Pengeluaran pada vagina selama puerperium terdiri atas darah, jaringan, dan
lendir, biasanya di sebut lochia, awalnya berwarna merah terang kemudian
berubah menjadi merah muda kemerahan atau merah kecoklatan.
Tabel 1.2 Karakteristik Lokia
Lokia Waktu sejak Pengeluaran normal Pengeluaran tidak
melahirkan normal
e. Sistem Muskuloskeletal
Selama beberapa hari setelah kelahiran, banyak wanita mengalami kelelahan
atau sakit otot. Dengan persalinan plasenta, efek progesterone pada pola otot hilang,
sehingga pola otot mulai pulih sepanjang tubuh. Ototo bagian perut, termasuk otot
rectus abdominis, mungkin terpisah diastasis recti. Latihan khusus dapat memperkuat
dinding perut. Wanita perlu dinasihati mengenai diet, olahraga, dan istirahat yang sesuai,
sehingga pola otot bagian perut diperoleh dengan lebih cepat. Sikap dan tubuh yang
benar dan mekanisme tubuh yang baik penting untuk membantu melepaskan rasa sakit
punggung bagianbawah. Mendorong latihan Kegel untuk membantu otot pubococcygeal
(otot yang membantu kontrol usus dan kandung kemih) untuk mendapatkan fungsi
normal lagi.
f. Sistem Integumen
Segera setelah kelahiran anak, kadar hormone mulai menurun dan kulit
secara perlahan kembali keposisi sebelum hamil. Kadar hormone yang menstimulasi
melanocyte (MSH), estrogen, progesteron, yang menyebabkan pigmentasi berlebihan
selama kehamilan, berkurang dengan cepat setelah kelahiran anak. Striae gravidarum
yang melebar pada daerah perut, paha dan payudara secara perlahan hilang.
g. Sistem Saraf
Perubahan neurologis selama periode paska melahirkan dihasilkan dari
pembalikan adaptasi ibu terhadap kehamilan dan luka dari proses kelahiran. Periose
mati rasa dan perasaan geli kuku yang mengganggu 5% wanita hamil biasanya
hilang setelah kelahiran, kecuali kalau menggendong bayi memperparah kondisi
tersebut. Sakit kepala paska melahirkan membutuhkan pemeriksaan yang
cermat karena bisa jadi diakibatkan berbagai kondisi, termasuk hipertensi kehamilan,
tekanan, dan kebocoran cairan serebrospinal selama penempatan jarum bius epidural
atau anastesi.
h. Sistem Endokrin
Tingkat estrogen dan progesteron menurun setelah pengeluaran plasenta.
Jika ibu menyusui dengan botol, tingkat estrogen meningkat sampai tingkat folikel
sekitar 2 sampai 3 minggu setelah kelahiran, yang memungkinkan ibu untuk
menstruasi kembali. Kepulihan kadar estrogrn dan progesterone sebelum kehamilan
lebih lamban bagi wanita yang memberi ASI. Laktasu diawali ketika prolaktin
meningkat, dan seiring meningkatnya pemberian ASI prolaktin meningkat cepat. Pada
ibu tidak menyusui bayinya level prolaktin akan menurun dan mencapai tingkat
sebelum kehamilan dalam waktu 3 minggu paska melahirkan. Penurunan ekstrem
hormone dalam sistem kelenjar endokrin memungkinkan terjadi dua peristiwa
signifikan: laktasi (sekresi susu) dimulai dengan bayi menghisap, dan kembalinya
fungsi siklus menstruasi.
i. Laktasi
Paska melahirkan, estrogen, progesterone dan human placental lactogen (hPL)
(semua gaen yang menghambat prolaktin) menurun dengan cepat, menyebabkan
peningkatan cepat sekresi prolaktin.
1) Ketika laktasi diberikan menghisap menjadi stimulus yang paling penting untuk
mempertahankan produksi dan semburan susu.
2) Prolaktin mendukung produksi susu dengan menstimulus sel - sel alveoral payudara.
3) Oksitosin, disekresi oleh kelenjar pituitary anterior, memicu semburan susu ketika
bayi mulai menghisap. Oksitosin juga menstimulasi kontaksi uterin (afterpains) yang
dialami ibu.
4) Di hari ketiga paska melahirkan, efek prolaktin pada jaringan payudara mulai
tampak, dan hormon cukup aktif untuk menyebabkan pembesaran payudara.
5) Payudara menjadi membesar, padat, lembut, dan hangat. Di saat ini, susu, yang
encer dan dalam jumlah banyak, mulai menggantikan kolostrum (pra-susu)
6) Jika ibu tidak ingin menyusui bayinya, ia harus menghindari stimulasi appaun,
termasuk hisapan bayi, memompa payudara atau mengalirkan air hangat ke payudara
saat mandi.
7) Tingkat prolaktin turun dengan cepat. Jika payudara diaraba pada hari kedua atau
ketiga, maka ukurannya akan membesar. Payudara menjadi membesar, padat,
lembut dan hangat ketika disentuh terkait terkumpulkan aliran pembuluh darah.
8) Pembengkakan payudara utamanya disebabkan oleh terkumpulnya vena
dan limpatik ketimbang terkumpulnya susu.
9) Pembengkakan akan mereda dengan sendirinya, dan ketidaknyamanan
mereda dalam waktu 24-36 jam. Mengengakan bra yang nyaman dan kuat
selama 72 jam, mengompres dengan es serta meminum obat analgesic dosisi
ringan dapat meredakan ketidaknyamanan payudara.
10) Jika payudara tidak mengalami penghisapan, atau menghindari stimulasi putting susu,
laktasi akan berhenti dalam waktu 3-7 hari.
5. Adaptasi Psikologis
Post PartumPenyesuaian ibu dalam masa postpartum (maternal adjustment) menurut
Reva Rubin (1963) dalam buku Anik Maryunani (2015), terdiri atas 3 fase, yaitu fase
dependen, fase dependen-independen, dan fase independen, yang diuraikan berikut ini:
a. Fase Taking In:
1) Periode ketergantungan atau fase dependen.
2) Periode yang terjadi pada hari pertama sampai kedua setelah melahirkan
dimana ibu baru biadana berdifat pasif dan bergantung, energi difokuskan
pada perhatian ke tubuhnya atau dirinya.
3) Fase ini merupakan periode ketergantungan dimana ibu mengharapkan
segala kebutuhannya terpenuhi orang lain.
4) Ibu/ klien akan mengulang kembali pengalaman persalinan dan melahirkannya.
5) Menunjukkan kebahagiaan yang sangat dan bercerita tentang pengalaman
melahirkan.
6) Tidur yang tidak terganggu adalah penting jika ibu ingin menghindari efek
gangguan kurang tidur, yang meliputi letih, iritabilitas, dan gangguan dalam
proses pemulihan yang normal.
7) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya
dalam tanggung jawabnya.
8) Nutrisi tambahan mungkin diperlukan karena selera makan ibu biasanya
meningkat.
9) Selera makan yang buruk merupakan tanda bahwa proses pemulihan tidak
berjalan normal.
b. Fase Taking Hold :
1) Periode antara ketergantungan dan ketidaktergantungan atau fase dependen-
interdependen
2) Periode yang berlangsung 2 – 4 hari setelah melahirkan, dimana ibu menaruh
perhatian pada kemampuannya menjadi orangtua yang berhasil dan menerima
peningkatan tanggung jawab terhadap bayinya.
a) Fase ini sudah menunjukkan kepuasan (terfokus pada bayinya)
b) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
c) Ibu mulai terbuka unttuuk menerima pendidikan kesehatan pada bayinya
dan juga pada dirinya.
d) Ibu mudah di dorong untuk melakukan perawatan bayinya.
e) Ibu berusaha untuk terampil dala perawatan bayi baru lahir (misalnya
memeluk, menyusui, memandikan, dan mengganti popok).
3) Ibu memfokuskan pada pengembalian control terhadap fungsi tubuhnya, fungsi
kandung kemih, kekuatan dan daya tahan.
4) Ibu mungkin peka terhadap perasaan - perasaan tidak mampu dan mungkin
cenderung memahami saran - saran sebagai kritik yang terbuka atau tertutup.
c. FaseLetting Go:
1) Periode saling ketergantungan, atau fase independen
2) Periode ini umumnya terjadi setelah ibu baru kembali ke rumah, dimana ibu
melibatkan waktu reorganisasi keluarga.
3) Ibu menerima tanggung jawab untuk perawatan bayi baru lahir
4) Ibu mengenal bahawa bayi terpisah darinya.
5) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi
bayi.
6) Ibu harus beradaptasi terhadap penurunan otonomi, kemandirian dan
khususnya interaksi sosial.
7) Depresi post partum umumnya terjadi selama periode ini.
6. Definisi Episiotomi
Menurut Anik Maryunani (2014) dalam buku Perawatan Luka Seksio
Caesarea (SC) dan Luka Kebidanan Terkini:
a. Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput
lendir vagina, cincin himen, jaringan seputum rektovaginal. Melebarkan jalan lahir
sehingga mempermudah kelahiran. (Mansjoer Arif, dkk, 2001).
b. Episiotomi adalah tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lender
vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia
perineum dan kulit depan perineum. (Anik Maryunani, 2015)
c. Episiotomi adalah insisi bedah pada perineum untuk melebarkan vulva. (Ruth Jihnsin
dan Wendy Taylor, 2004).
7. Klasifikaksi Episiotomi
Klasifikasi episiotomi menurut Anik Maryunani (2014) :
8. Fungsi Episiotomi
Fungsi Episiotomi menurut Anik Maryunani (2014) :
a. Episiotomi membuka luka yang lurus dengan pinggir yang tajam, sedangkan pada
persalinan spontan sering terjadi robbekan perineum (rupture perinii) yang spontan
bersifat luka koyak dengan dinding luka bergerigi atau luka dengan pinggir yang tidak
teratur.
b. Mengurangi kepala bayi, sehingga perdarahan delam tengkorak janin dapat dihindarkan.
c. Mempersingkat kala II. (Dalam hal ini, dengan episiotomy / insisi pada perineum pada
saat kepala janin tampak luar dan mulai merenggangkan perineum, sehingga
episiotomiberfungsi juga untuk melancarkan jalannya persalinan).
d. Mengurangi kemungkinan terjadinya rupture perineum totalis.
9. Etiologi Episiotomi:
Faktor dilakukan episiotomi menurut Depkes RI 1996dalam KTI Rosida Kumala Dewi
(2007)adalah:
a. Persalinan yang lama karena perinium yang kaku
b. Gawat janin
c. Gawat ibu
d. Pada tindakan operatif (ekstraksi cunam, vakum)
Sedangkan menurut Rusda (2004) penyebab dilakukan episiotomi berasal dari faktor
ibu maupun faktor janin.Faktor ibu antara lain:
a. Primigravida
b. Perinium kaku dan riwayat robekan perinium pada persalinan lalu.
c. Terjadi peregangan perinium berlebihan misalnya persalinan sungsang, persalinan
cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.
d. Arkus pubis yang sempit.
Faktor Janin antara lain:
a. Janin premature
b. Janin letak sungsang, letak defleksi.
c. Janin besar.
Keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin,
tali pusat menumbung.
10. Patofisiologi
Setelah kelahiran bayi dan plasenta, terjadi masa dimana ibu membutuhkan waktu
untuk memulihkan kondisi fisik dan psikoligis selama 6 minggu dan memerlukan
mencapai keadaan normal pada waktu 3 bulan. Perubahan fisik terjadi pada tempat
melekatnya plasenta kekeadaan semula melalui proses regenerasi endometrium yaitu
dengan peluruhan jaringan desidua yang menyebabkan pengeluaran rabas vagina
dalam jumlah bervariasi dan bentuk nekrotik biasa dikenal dengan lokia. Bila proses ini
terganggu dapat terjadi perdarahan nifas lambat. Pengeluaran lokia dibantu oleh seringnya
uterus berkontraksi dengan kuat pada interval-interval tertentu yang dapat menimbulkan
rasa nyeri (afterpains).Rasa nyeri tidak hanya berasal dari kontraksi uterus tetapi juga dari
trauma jalan lahir, laserasi jaringan bahkan episiotomi.Ini membuat ibu merasakan sulit
berkemih dan defeksi karena merasa nyeri. Kesulitan ibu berkemih dan defekasi yang
berkepanjangan akan membuat kandung kemih mengalami distensi berisiko terjadinya
infeksi serta ibu akan mengalami konstipasi akibat penurunan mobilitas sehingga
peristaltik menurun. Setelah proses pengeluaran plasenta ibu mengalami perubahan
konsentrasi hormon (estrogen, progestron, hormon chorionic gonadotropin, prolaktin,
krotisol dan insulin). Kadar estrogen dan progesteron menurun secara signifikan setelah
plasenta keluar. Penurunan kadar estrogen dan progesterone menstimulus otak
meningkatkan kadar prolaktin untuk memproduksi ASI dan menghambatkerja FSH
dalam melakukan ovulasi. Sehingga payudara mengalami pembengkakan dan terasa
nyeri. Kadar prolaktin dipengaruhi oleh kekerapan menyusui dan kekuatan isapan
bayi.Ketika bayi menyusuikotraksi uterus juga meningkat (Bobak, 2005).
Keadaan psikologis ibu ikut mengalami perubahan dalam penerimaan peran
menjadi orang tua terbagi menjadi tiga tahap ketergantungan. Tahap pertama keadaan
dimana baru saja selesai persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain
dan fokus perhatian terhadap tubuhnya yaitu taking in. Tahap kedua yaitu Taking hold
Period, keadaan ibu berusaha merawat bayi sendiri yang membuat emosinya sangat
sensitif, sehingga perlu adanya dorongan dan bimbingan dalam menghadapi kritikan yang
diterima ibu. Tahap terakhir yaitu Letting Go Period dimana ibu menerima tanggung
jawabnya secara penuh sebagai “seorang ibu” dan menyadari kebutuhan bayi tergantung
pada dirinya(Leveno, 2009).
b. Infeksi
Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomi berhubungandengan
ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
c. Hipertensi
Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasisekitar 7% sampai 10% seluruh
kehamilan.
d. Gangguan psikososial
Kondisi Psikososial mempengaruhi integritas keluarga danmenghambat ikatan
emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan
ibu dan bayi.
14. Penatalaksanaan Perawatan Episiotomi
Marmi (2015) menjelaskan bahwa, perawatan episiotomi dapat dilakukan dengan
cara berikut:
a. Perawatan pada vagina:
1) Siram mulut vagina hingga bersih dengan air setiap kali habis BAK dan BAB.
Air yang digunakan tak perlu matang asalkan bersih. Basuh dari arah depan
ke belakang hingga tidak ada sisa - sisa kotoran yang menempel disekitar
vagina baik itu dari air seni maupun feses yang mengandung kuman dan bisa
menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
2) Vagina boleh dicuci menggunakan sabun maupun cairan antiseptic karena
dapat berfungsi sebagai penghilang kuman. Yang penting jangan takut
memegang daerah tersebut denganseksama.
3) Bila ibu benar- benar takut menyentuh luka jahitan, uppaya menjaga kebersihan
vagina dapat dilakukan dengan cara duduk berendam dalm cairan antiseptic
selama 10 menit. Lakukan setelah BAK atau BAB.
4) Mengganti pembalut agar tidak kotor dan lembab.
5) Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut, lalu kenakan
pembalut baru. Ingat pembalut mesti diganti setiap habis BAK atau BAB atau
minimal 3 jam sekali atau bila sudah tidak dirasa tak nyaman.
6) Setelah semua langkah tadi dilakukan, perineum dapat diolesi salep antibiotik
yang diresepkan oleh dokter.
b. Perawatan pada luka episiotomi:
1) Untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar, ibu dianjurkan
memperbanyak konsumsi serat seperti buah - buahan dan sayuran. Dengan begitu
tinja yang dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tak perlu mengejan. Kalau
perlu, dokter akan memberikan obat untuk melembekkan tinja.
2) Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak bergerak
pada minggu pertama karena bisa merusak otot. Banyak-banyaklah duduk dan
berbaring. Hindari berjalan karena akan membuat otot perineum bergeser.
3) Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera melakukan
mobilisasi setelah cukup beristirahat.
4) Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak mengganti
pembalut darah nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air seperti biasa. Jika
ibu benar- benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk
berendam dalma larutan antiseptic selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran
berupa sisa air seni dan feses juga akan hilang.
5) Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi salep
antibiotik.
1. Definisi Infeksi
Infeksi adalah invasi jaringan oleh mikroorganisme patogen hingga menyebabkan
kondisi sakit karena virulensi dan jumlah patogen tersebut. Infeksi nifas atau
puerperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama
persalinan atau puerperium. Infeksi puerperalis adalah infeksi luka jalan lahir post
partum yang biasanya dari endometrium atau bekas insersi plasenta. (Astuti, 2015)
2. Etiologi Infeksi
Menurut Astuti (2015) penyebab infeksi post partum :
a. Penolong
Kemungkinan terbesar adalah bahwa penolong itu sendiri membawa kuman
kedalam Rahim ibu dengan membawa kuman yang telah ada didalam vagina.
Kadang infeksi datang dari penolong itu sendiri, misalnya ada luka pada tangannya
yang kotor.
b. Alat-alat persalinan
Mungkin juga tangan penolong atau alat- alatnya masuk membawa kuman dari luar,
misalnya infeksi tetes.
c. Infeksi Puerpuralis seperti luka operasi yang meradang dengan karsinoma uteri atau
bayi dengan infeksi tali pusat.
d. Koitus pada bulan terkhir yang menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Bakteri penyebab sepsis puerperalis diantaranya :
1) Streptococcus
2) Staphylococcus
3) E. Coli
4) Clostridium tetani
5) Clostridium welchii
6) Chlamydia dan gonokokus.
3. Faktor Presdisposisi Infeksi
Menurut Astuti (2015) faktor yang menyebabkan adanya infeksi adalah:
b. Pemeriksaan Fisik
Menurut Bahiyatun (2009), Sebelum dipulangkan ibu harus dipastikan
bahwa ibu dalam kondisi stabil. Komponen -komponen pemeriksaan fisik
dan penilaian
1) Keadaan umum ibu: bagaimana perasaan ibu
2) Suhu dan respirasi Dalam 24 jam pertama meningkat ≤ 38 oC, hal ini
disebabkan oleh efek dehidrasi pesalinan. Setelah 24 jam suhu ibu
tidak boleh > 38oC.Sedangkan pernapasan kembali pada rentang normal
selama jam pertama pasca partum.
3) Kepala, wajah dan leher
a) Periksa ekspresi wajah, apakah adanya edema.
b) Bagaimana kondisi sclera dan konjungtiva mata, mukosa bibir.
c) Periksa apak terdapat pembesaran limfe, pembesaran kelenjar
tiroid dan bendungan vena jugularis.
4) Payudara
Melakukan pemeriksaan payudara. Periksa apakah setelah melahirkan
kolostrum ibu sudah keluar, bagaimana kondisi kolostrum, apakah
terjadi pembengkakan payudara akibat bendungan ASI dan ibu
sudah bisa memberikan ASI.( DEPKES.2008)
5) Abdomen dan Uterusa)
a) Periksa adanya hiperpigmentasi pada linea nigra
b) Periksa tinggifundus apakah sesuai dengan involusi uteri
c) Apakah kontraksi uterus baik atau tidak
Kontraksi uterus akan berlanjut sampai plasenta dilahirkan, terus
berkontraksi untuk mengontrol perdarahan dan penurunan volume
intrauteri. Pada primipara, tonus uterus meningkat dan kontraksi jelas
(teraba fundus kencang). Pada multipara, kontraksi periodik dan
relaksasi sering disebabkan afterpains.Apakah konsistensi lunak atau
keras. Bila kontraksi baik maka saat dipalpasi tidak akan tampak
peningkatan pengeluaran aliran lokia. Konsentrasi uterus tidak baik
dan konsistensinya lunak, palpasi akan menyebabkan kontraksi yang
akan mengeluarkan bekuan darah yang terakumulasi. Aliran ini
menyebabkan keadaan normal berkurang dan uterus menjadi keras.
d) Diastasis Recti Abdominalis (DRA) Tujuan untuk mengetahui
apakah pelebaran otot perut normal atau tidak dengan cara
memasukkan kedua jari yaitu jari telunjuk dan jari tengah ke bagian dari
diafragma perut ibu. Jika dua jari masuk, menandakan DRA ibu normal
dan jika lebih dari dua jari DRA ibu abnormal. (Vivian Nanny. 2011)
6) Kandung Kemih
Jika kandung kemih penuh maka kontraksi uterus akan terganggu.
Jika uterus naik di dalam abdomen dan tergeser ke samping
merupakan tanda bahwa kandung kemih penuh.Sebaiknya
kandung kemih dalam keadaan kosong. (Vivian Nanny. 2011)
7) Ektremitas Pemeriksaan terhadap adanya edema, nyeri tekan, atau panas
pada betis merupakan tanda human refleks.Tanda ini didapatkan
dengan meletakkan satu tangan pada lutut ibu dan lakukan tekanan
ringan untuk menjaga tungkai tetap lurus.Dorso fleksikan kaki, jika
terdapat nyeri pada betis maka tanda human positif. (Vivian Nanny. 2011)
8) Genetalia
Periksa pengeluaran lokia, warna, bau dan jumlahnya.
a) Vagina
Dinding vagina edema, memerah dan sedikit lecet. Rugae akan
kembali pada 4 minggu. Labia mayor dan minor sedikit renggang
dan kurang licin.
b) Servik
Servik : edema, tipis, terbuka beberapa hari setelah melahirkan.
Sedangkan portio : lunak kemerahan, laserasi bisa terjadi. Setelah 18
jam post partumservik memendek, konsistensi keras, bentuk akan
kembali pada akhir minggu pertama. Servik berbentuk “Fish
Mouth”(Vivian Nanny. 2011)
c) Lihatlah kebersihan genetalia ibu
d) Perineum
Kaji luka episiotomi, apakah disertai laserasi, bengkak dan memar.
9) Anus
Kaji adanya hemoroid atau tidak. Jikaada, apakah disertai gatal, tidak
nyaman, perdarahan warna merah terang waktu defekasi.
2. Diagnosis
a. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan.
a) Faktor Risiko
(a) Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
(b) Malnutrisi
(c) Obesitas
(d) Penyakit kronis (mis., diabetes melitus)
(e) Prosedur invasive
b) Pertahanan Tubuh Primer Tidak Adekuat
(a) Gangguan integritas kulit
(b) Gangguan periistaltis
(c) Merokok
(d) Ketuban pecah dini
(e) Pecah ketuban lambat
(f) Penurunan kerja siliaris
(g) Perubahan pH sekresi
(h) Statis cairan tubuh
c) Pertahanan Sekunder Tidak Adekuat
(a) Imunosupresi
(b) Leukopenia
(c) Penurunan Hemoglobin
(d) Supresi respons inflamasi (mis., interlukin 6 [IL-6], C-reactive protein
[CRP]
d) Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan Terhadap Patogen Lingkungan Meningkat
(a) Terpajan pada wabah
(NANDA, 2015)
3. Perencanaan
a. Risiko Infeksi
Tujuan dan kriteria hasil (NOC)
Masalah risiko infeksi teratasi .......... Jam/hari dengan outcome:
1) 0703: Keparahan Infeksi
070301 Kemerahan 12345
070303 Cairan (luka) yang berbau busuk 12345
070306 Piuria nanah dalam urin 12345
070307 Demam 12345
070330 Ketidakstabilan suhu 12345
070333 Nyeri 1 2 3 4 5 070334
Jaringan lunak 1 2 3 4 5 070312
Menggigil 1 2 3 4 5 070311
Malaise 1 2 3 4 5 070326
Peningkatan jumlah sel darah putih 1 2 3 4 5 070327
Depresi jumlah sel darah putih 1 2 3 4 5 Keterangan :
1: Berat, 2: Cukup Berat, 3: Sedang, 4: Ringan, 5: Tidak ada
2) 2511: Status Maternal:Postpartum
251102 Kenyamanan 1 2 3 4 5 251103
Tekanan darah 1 2 3 4 5 251105
Sirkulasi perifer 1 2 3 4 5 251106 Tinggi
fundus uteri 1 2 3 4 5 251107 Jumlah lokia
1 2 3 4 5 251124 Warna lokia
1 2 3 4 5 251110 Penyembuhan perineum 1234
5 251112 Suhu tubuh 1 2 3 4 5
251111 Penyembuhan insisi 1 2 3 4 5 251114
Eliminasi kemih 1 2 3 4 5 251116
Asupan makanan dan cairan 12345
251117 Aktivitas fisik 1 2 3 4 5 251118
Daya tahan 1 2 3 4 5 251120
Hemoglobin 1 2 3 4 5 251121 Jumlah
darah putih 1 2 3 4 5 Keterangan:
1: Devisiasi berat dari kisaran normal, 2: Devisiasi yang cukup besar dari
kisaran normal, 3: Devisiasi sedang dari kisaran normal, 4: Devisiasi
ringan dari kisaran normal, 5: Tidak ada devisiasi dari kisaran normal.
BAB III
KASUS
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN PENANGGUNG/ SUAMI
Nama : Ny.A Nama : Tn. R
Umur : 19 th Umur : 40 th
Suku : Bali
Alamat : Gianyar
No. CM : 000/000
B. ALASAN DIRAWAT
1. Alasan MRS : Sakit perut hilang timbul
Keluhan saat dikaji : Klien mengatakan nyeri pada jahitan perinium, nyeri dirasakan
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan perih, nyeri dibagian perinium, skala nyeri 3-4, nyeri
dirasakan saat berpindah posisi.
J
Umur e Jenis
N Peny Penol Peny Laser Infe Pedar
Tahun kehami n kelam BB PJ
o ulit ong ulit asi ksi ahan
lan i in
s
1 Hamil
ini
Makan/ minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi ROM √
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat,
4: tergantung total.
Pola Tidur dan istrahat : Klien mengatakan istirahat tidur siang ±1jam, untuk tidur
malam ±6jam/hari.
Pola kognitif dan perseptual : Klien mengatakan tidak tahu cara perawatan setelah
melahirkan dan perawatan bayi.
Pola persepsi diri : Klien mengatakan mengetahui dirinya hamil namun tidak menerima
kehamilannya.
Pola seksual dan reproduksi : Klien mengatakan melakukan hubungan seksual terakhir
kali ± 9 bulan yang lalu.
Pola peran-hubungan : Klien mengatakan hubungan antara dirinya dan laki – laki yang
mengahamilinya tidak baik.
Pola manajemen koping stress : Klien mengatakan bingung dan takut terhadap kondisi
hamil dan kondisi setelah melahirkan.
Sistem nilai dan keyakinan : Klien mengatakan yakin dan percaya dengan Agama yang
dianutnya.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
- GCS : E4V5M6
- Tingkat kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda Vital : TD:110/70 mmHg N: 78x/menit RR: 20x/ment T: 360C
- BB : 67kg TB : 151cm LILA : 23,5cm
Head to toe
Kepala Wajah
Bawah
F. DATA PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
DL : Hb : 11,3
PLT : 307
WBC : 21.75
Neu : 18.27
H. PENGOBATAN
1. Cefadroxil 2x 1 tab
2. Metil Ergometrin 3x1 tab
3. Paracetamol 3x500mg
4. Onoake 2x1 tab
II. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DO : Pasien tampak
merintih kesakitan, pasien Kontraksi Uterus
tampak berbaring ditempat
tidur dan memegang
perutnya, skala nyeri pasien
Kuat
3-4. Keadaan umum stabil.
Kesadaran composmentis.
HR : 76x/menit.
Tax : 360C
SpO2 : 98%
HR : 76x/menit.
Rr : 22x/menit. Kuat
Tax : 360C
Nyeri Akut
Takut berkemih
Distensi kandung
kemih
Gangguan Eliminasi
Risiko Infeksi
1. Nyeri akut b.d persalinan d.d pasien mengeluh nyeri, pasien tampak merintih
kesakitan.
2. Risiko Infeksi b.d trauma jaringan atau kerusakan kulit
2. 24 – 09 – Risiko
Infection Control
2021 Infeksi b.d
(Kontrol infeksi) Infection Control
trauma
01.40 (Kontrol infeksi)
jaringan 1. Bersihkan
atau Setelah
lingkungan 1. Untuk
kerusakan dilakukan setelah dipakai mengurangi
kulit tindakan
pasien lain risiko penularan
keperawatan
2. Pertahankan 2. Untuk tidak
selama 1x24
teknik isolasi memperluas
jam
infeksi
diharapkan :
3. Batasi 3. Mencegah
pengunjung bila penularan
perlu
1. Klien bebas 4. Instruksikan pada 4. Memutus rantai
dari tanda dan pengunjung untuk penularan
gejala infeksi mencuci tangan infeksi
saat berkunjung
2.Mendeskrip dan setelah
sikan proses berkunjung
penularan meninggalkan
penyakit, pasien
factor yang
mempengaru 5. Gunakan sabun 5. Memutus rantai
hi penularan antimikrobia penularan
serta untuk cuci tangan infeksi
penatalaksana
annya 6. Cuci tangan
3. setiap sebelum 6. Memutus rantai
Menunjukkan dan sesudah penularan
kemampuan tindakan infeksi
untuk keperawatan
mencegah
timbulnya 7. Gunakan baju,
infeksi sarung tangan 7. Untuk
sebagai alat mrlindungi diri
4. Jumlah pelindung dari penularan
WBC dalam infeksi
batas normal 8. Pertahankan
lingkungan 8. Memutus rantai
5.
aseptik selama penularan
Menunjukkan
pemasangan alat infeksi
perilaku
hidup sehat
9. Ganti letak IV
perifer dan line 9. Untuk
central dan mengurangi
dressing sesuai risiko infeksi
dengan petunjuk
umum
10. Gunakan
kateter intermiten 10. Untuk
untuk mengurangi
menurunkan risiko infeksi
infeksi kandung
kencing
Infection Infection
Protection Protection
(proteksi (proteksi
terhadap infeksi) terhadap infeksi)
1. Monitor 1. Untuk
tanda dan gejala mengetahui tanda
infeksi sistemik dan gejala infeksi
dan lokal pada pasien
2. Monitor 2. Untuk
hitung granulosit, mengatahui
WBC tingkat infeksi
yang dialami
3. Monitor pasien
kerentanan 3. Untuk
mengantisifasi
terhadap infeksi
infeksi yang
dialami pasien
4. Batasi 4. Mencegah
pengunjung penularan
TD : 110/70 mmHg.
HR : 76x/menit.
Rr : 22x/menit.
Tax : 360C
SpO2 : 98%
TD : 110/60 mmHg.
HR : 74x/menit.
Rr : 20x/menit.
Tax : 36,10C
SpO2 : 98%
Melakukan
13.00 1,2 S : Klien mengatakan nyeri pada jahitan TTD
pengkajian
perinium membaik, nyeri dirasakan
dan TTV, serta NERS
dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri
memberikan
dibagian perinium, skala nyeri 1, nyeri
edukasi
dirasakan saat berjalan, klien mengatakan
tentang
tidak takut unutk kencing.
personal
hygiene O : Klien tampak belajar berjalan, skala
nyeri klien 1. Genetalia klien tampak
bersih. Keadaan umum stabil. Kesadaran
composmentis.
TD : 120/60 mmHg.
HR : 88x/menit.
Rr : 20x/menit.
Tax : 36,50C
SpO2 : 98%
Bab ini merupakan simpulan dari pengelolaan asuhan keperawatan risiko infeksi
dilaksanakan berdasarkan teori yang disusun dan mengacu pada tujuan yang ingin di
capai oleh penulis. Perencanaan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi risiko
infeksi tersebut sesuai dengan intervensi yang telah di tuliskan dimana fokus rencana
tindakan pada peningkatan status gizi dan personal hygiene untuk perawatan luka
episiotomi secara mandiri agar penyembuhan lukanya tidak terhambat.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Irene M. Lowdermik, Deitra Leonard dkk.(2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Edisi 4. Jakarta : EGC
Bobak, I M. (2005) Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Terjemahan Oleh: Maria A
Wijayarmi. Jakarta: EGC
Cahyono J.B. Suharjo, 2010. Vaksinasi Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta :
Kanisius.
Depkes RI. (2008) Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial, Pencegahan Dan
Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan Dan Bayi Baru Lahir. Jakarta:
JPNKR-KP
_________.(2005).Pedoman Penyelenggaraan Pekan Imunisasi Nasional (PIN).Jakarta.
Depkes RI (2015) Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. (online).
(http://www.depkes.go.id) diakses 2 November 2016.
LAMPIRAN 1
Resiko Konstipasi
infeksi Perdarahan