DISUSUN OLEH
KELOMPOK : 1
1. APRILIIA DHEANA P
2. ANJELA NOVEREN
3. CHINTYA DWI R
4. FADILLAH ELHUSNA
5. KING PERSON H
6. RANI PUTRI A
7. TIKA YULASNI
DOSEN PEMBIMBING :
NS.ULFA SURIANI,S.Kep,M.Kep.SP J
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Bullying adalah suatu bentuk agresi dimana terdapat kekuatan yang tidak
seimbang antara pelaku dan korban. Pelaku selalu mempunyai kekuatan yang
lebih dari pada korbannya. Bullying dapat berupa tindakan fisik, verbal dan
psikologis. Bullying dapat terjadi secara langsung (tatap muka) atau tidak
langsung (bersembunyi dibalik orang lain). Contoh tindakan bullying secara
langsung adalah memukul dan memaki orang. Sedangkan contoh tindakan
bullying secara tidak langsung adalah pengucilan dan gossip (Papler &
Craig.2000). Jika selama ini kita hanya tahu banyak terjadinya kasus bullying
pada remaja, bukan tidak mungkin semua itu berawal dari masa kanak-kanak.
Salah satu hal yang perlu diteliti lebih lanjut juga adalah latar belakang keluarga.
Penting untuk dilihat dari mana anak-anak tersebut belajar bullying tersebut.
Harus dilihat apakah keluarga mereka harmonis, atau sering bertengkar, kemudian
juga penting untuk dilihat anak tersebut merupakan anak ke berapa dari berapa
bersaudara, bagaimana interaksi anak-anak tersebut dengan kakak atau adiknya
dan sifat anak itu sendiri.
Kekerasan pada anak tergantung pada pola asuh dan pola perlakuan orang
tua terhadap anak. Pola asuh anak juga sangat mempengaruhi kepribadian anak.
Pola asuh ini menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orang tuanya.
Hurlock (2012), membagi pola asuh menjadi tiga: yaitu pola asuh otoriter, pola
asuh demokrasi, dan pola asuh permisif. Perlakuan orang tua ataupun pengasuh
kepada anak sangat mempengaruhi kepribadian anak. Masa kanak-kanak adalah
masa dimana anak menunjukkan ekspresi dan eksistensinya sebagai seorang
manusia yang utuh. Kegagalan dalam masa ini, menurut Freud (Sumadi,2011),
akan terpendam dan menjadi pengalaman bawah sadar anak, yang menjadikan
pengalaman anak sebagai referensi dalam menjalani hidupnya. KPAI mencatat
dalam kurun waktu 9 tahun (2011-2019) ada 37.381 pengaduan kekerasan
terhadap anak. Untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media mencapai
2.473 laporan dan terus meningkat. Data pengaduan anak kepada KPAI bagai
fenomena gunung es, sebagaimana pernyataan Presiden pada ratas (9/1/2020)
melalui data SIMFONI PPA, “Kita setip hari membaca dan melihat berita tentang
kekerasan pada anak, tentunya ini sangat kita sadari dan menjadi keprihatinan
bersama”.
B.Rumusan Masalah
2.Faktor apa yang memicu perilaku bullying terhadap saudara atau sibling
bullying di rumah?
C.Tujuan
1. Defenisi
Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja
terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang
lemah, mudah dihina dan tidak bisa membela diri sendiri (SEJIWA, 2008).
Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka
panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok, terhadap seseorang
yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi di mana ada
hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan
(Wicaksana, 2008).
a) Keluarga
b) Sekolah
3. Karakteristik Bullying
Menurut Ribgy (2002, dalam Astuti 2008) tindakan bullying mempunyai tiga
karakteristik terintegrasi, yaitu:
a. Secara akademis, korban terlihat lebih tidak cerdas dari orang yang
tidak menjadi korban atau sebaliknya.
b. Secara sosial, korban terlihat lebih memiliki hubungan yang erat
dengan orang tua mereka
c. Secara mental atau perasaan, korban melihat diri mereka sendiri sebagai
orang yang bodoh dan tidak berharga. Kepercayaan diri mereka rendah,
dan tingkat kecemasan sosial mereka tinggi.
d. Secara fisik, korban adalah orang yang lemah, korban laki-laki lebih
sering mendapat siksaan secara langsung, misalnya bullying fisik.
Dibandingkan korban laki-laki, korban perempuan lebih sering mendapat
siksaan secara tidak langsung misalnya melalui kata-kata atau bullying
verbal.
e. Secara antar perorangan, walaupun korban sangat menginginkan
penerimaan secara sosial, mereka jarang sekali untuk memulai
kegiatan-kegiatan yang menjurus ke arah sosial. Anak korban bullying
kurang diperhatikan oleh pembina, karena korban tidak bersikap aktif
dalam sebuah aktifitas.
1. Jenis – jenis Bullying
Ada beberapa jenis bullying menurut SEJIWA (2008) :
a. Bullying fisik
b. Bullying verbal
Jenis bullying yang juga bisa terdeteksi karena bisa terungkap indra
pendengaran kita. Contoh - contoh bullying verbal antara lain :
membentak, meledek, mencela, memaki - maki, menghina, menjuluki,
meneriaki, mempermalukan didepan umum, menyoraki, menebar
gosip, memfitnah.
c. Bullying mental atau psikologis. Jenis bullying yang paling berbahaya
karena tidak tertangkap oleh mata atau telinga kita apabila tidak
cukup awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam - diam
dan diluar jangkauan pemantauan kita. Contoh - contohnya: mencibir,
mengucilkan, memandang sinis, memelototi, memandang penuh
ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, meneror
lewat pesan pendek, telepon genggem atau email, memandang yang
merendahkan.
5. Dampak Bullying
Dari segi tingkah laku anak-anak yang menjadi korban bullying sering
menujukkan: penarikan diri, ketakutan, atau mungkin juga tingkah laku
agresif, emosi yang labil. Mereka juga sering menunjukan gejala
depresi, jati diri yang rendah, kecemasan, adanya gangguan tidur,
phobia, kelak bisa tumbuh menjadi penganiaya, menjadi bersifat keras,
gangguan stres pascatrauma, dan terlibat dalam penggunaan zat adiktif.
Mereka mungkin juga berupaya menutupi luka yang dideritanya dan
tetap bungkam merahasiakan pelakunya karena ketakutan akan
mendapatkan pembalasan dendam. Mungkin juga akan mengalami
kelambatan dalam tahap perkembangannya, sering mengalami kesulitan
dalam hubungannya dengan teman sebayanya dan menunjukan tingkah
laku menyakiti diri sendiri, dan bahkan perilaku bunuh diri (Suyatno,
2010)
Berikut adalah hal-hal yang bisa dilakukan oleh kita sebagai pekerja
sosial dengan remaja yang berperan sebagai konselor bagi remaja pelaku
bullying (Lee, 2010).
A. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004), pengkajian keluarga tediri dari sebagai berikut ini:
1. Data Umum
Data ini mencangkup kepala keluarga (KK), alamat dan telepon, pekerjaan
KK, pendidikan KK, dan komposisi keluarga. Selanjutnya komposisi
keluarga dibuat genorgramnya.
Pengkajian Fokus
Pengkajian data focus keluarga dengan anak usia remaja (Suprajitno, 2004)
meliputi:
a. Bagaimana karakteristik teman di sekolah atau di lingkungan rumah
b. Bagaimana kebiasaan anak menggunakan waktu luang.
c. Bagaimana perilaku anak selama di rumah.
d. Bagaimana hubungan antara anak remaja dengan adiknya, dengan teman
sekolah atau bemain.
e. Siapa saja yang berada dirumah selama anak remaja di rumah.
f. Bagaimana prestasi anak disekolah dan prestasi apa yang pernah diperoleh
anak.
g. Apa kegiatan diluar rumah selain disekolah, berapa kali, berapa lama. Dan
dimana.
h. Apa kebiasaan anak di rumah.
i. Apa fasilitas yang digunakan anak secara bersamaan atau sendiri.
j. Berapalama waktu yang disediakan orang tua untuk anak.
k. Siapa yang menjadi figure untuk anak.
l. Seberapa baik peran figure bagi anak.
m. Bagaimana pelaksanaan tugas dan fungsi keluarga.
2. Penentuan Masalah
Penjajakan Tahap 1
Menurut Zaidin (2009), penjajakan tahap 1 terdiri dari sebagai berikut.
1. Ancaman Kesehatan
Ancaman kesehatan adalah keadaan yang dapat menyebabkan
tejadinya penyakit, kecelakaan atau kegagalan dalam pencapaian
potensi kesehatan.
2. Kurang/Tidak Sehat
Kurang/tidak sehata dalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan
yang meliputi keadaan sakit apakah telah tediagnosa atau belum dan
kegagalan tumbuh-kembang sesuai dengan kecepatan yang normal.
3. Krisis
Krisis adalah kondisi yang telalu menuntut individu atau keluarga
dalam hal penyusuaian dan sumber daya luar batas kemampuan
mereka. Kondisi krisis antara laian pernikahan, kehamilan, persalinan,
masa nifas, masa menjadi orang tua, penambahan anggota baru seperti
bayi baru lahir dan orang kost, abortus, masa anak masuk sekolah,
masa remaja, kondisi kehilangan pekerjaan kematian anggota keluarga,
pindah rumah, kelahiran diluar pernikahan.
Penjajakan Tahap 2
Menurut Zaidin (2009) penjajakan tahap 2 berisi tentang
pertanyaan tentang ketidakmampuan keluarga melaksanakan tugas
keluarga seperti berikut ini.
1. Ketidaksanggupan mengenal masalah disebabkan oleh:
a. Ketidaktahuan tentang fakta
b. Rasa takut tehadap akibat jika masalah diketahui
a) Sosial: dibenci oleh masyarakat, hilangnya penghargaan kawan
dan tetangga.
b) Ekonomi yang kurang: dianggap orang miskin.
c) Fisik/Psikologis: kurang dipercaya bila ada kelemahan
fisik/psikologis
c. Sikap dan falsafah hidup yang betentangan/tidak sesuai.
2. Ketidaksanggupan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yang tepat karena:
a. Tidak mengerti tentang sifat, berat, dan luasnya masalah
b. Masalah tidak begitu menonjol
c. Rasa takut dan menyerahakibat tidak dapat memecahkan masalah
sehingga ditangani sedikit demi sedikit.
d. Kurang pengetahuan mengenai berbagai jalan keluar yang dapat
digunakan.
e. Tidak sanggup memilih tindakan di antara beberapa pilihan.
f. Pertentangan pendapat antar anggota keluarga tentang pemilihan,
masalah dan tindakan.
g. Tidka tahu tentang fasilitas kesehtan yang tesedia.
h. Rasa takut akibat tindakan yang bekaitan dengan sosial, ekonomi,
fisik, dan psikologis.
i. Sikap negative terhadap masalah kesehatan sehingga tidak sanggu
menggunakan akal untuk mengambil keputusan.
j. Fasilitas kesehatan tidak tejangkau dalam hal fisik (lokasi) dan
biaya.
k. Kurang kepercayaan/keyakinan tehadap tenaga/institusi kesehatan.
l. Kesalahan persepsi akibat pemberian informasi yang salah.
3. Ketidakmampuan merawat/menolong anggota keluarga karena :
a. Tidak mengetahui keadaan penyakit (sifat, penyebaran, komplikasi,
prognosis, dan perawatan), pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan.
c. Tidak ada fasilitas yang diperlukan untuk perawatan.
d. Kurang pengetahuan dan keteampilan dalam melakukan prosedur
perawatan/pengobatan.
e. Ketidakseimbangan sumber-sumber yang ada pada keluarga untuk
perawatan dalam hal:
a) Anggota keluarga yang bertanggung jawab
b) Sumbe keuangan/finansial
c) Fasilitas fisik (ruang untuk orang sakit)
f. Sikap negatif kepada yanag sakit
g. Adanya konflik individu
h. Sikap/pandangan hidup.
i. Peilaku mementingkan diri sendiri
4. Ketidakmampuan memelihara lingkungan rumah bisa mempengaruhi
kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga karena:
a. Sumbe-sumber keluarga tidak seimbang/tidak cukup.
a) Keuangan
b) Tanggungjawab/wewenag anggota keluarga
c) Fisik (isi rumah yang tidak teatur)-sempit
b. Kurang dapat memelihara keuntungan/manfaat memelihara
lingkungan di masa yang akan datang.
c. Ketidaktahuan tentang pentingnya higine sanitasi
d. Adanya konflik personal/psikologis
a) Krisis identitas, ketidaktepatan eran
b) Rasa iri
c) Rasa bersalah/tersiksa
e. Ketidak tahuan tentang usaha pengcegahan penyakit
f. Pandangan hidup
g. Ketidak kompakan keluarga
a) Sifat mementingkan diri sendiri
b) Tidak ada kesepakatan
c) Acuh terhadap anggota keluarga yang mengalami krisis
5. Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat untuk
memelihara kesehatan, karena:
a. Tidak tahu atau tidak sadar bahwa fasilitas kesehtan tesedia
b. Tidak memahami keuntungan yang dapat dipeoleh dari fasilitas
kesehatan
c. Kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehtan
d. Pengalaman yang kurang baik tentang petugas kesehatan.
e. Rasa takut tehadap akibat tindakan (tindkan pencegahan,
diagnostik, pengobatan, rehabilitasi)
a) Fisik/psikologis
b) Keuangan
c) Sosial, seperti hilangnya penghargaan dari kawan dan orang
lain.
f. Fasilitas yang diperlukan tidak tejangkau dalam hal ongkos dan
lokasi.
g. Tidak ada fasilitas yang diperlukan
h. Tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga
a) Tenaga seperti penjaga anak
b) Uang untuk ongkos obat
i. Rasa asing atau adanya sokongan dari tipologi masalah
keperawatan.
j. Sikap/falsafah hidup.
Cara Memprioritaskan Masalah
Menurut Zaidin (2009), perioritas masalah dapat di susun dengan
cara menggunakan kriteria-kriteria penyusunan skala prioritas sebagai
berikut.
1. Sifat masalah
Skala yang digunakan adalah ancaman kesehatan, ketidak/kuran sehat,
dan krisis yang dapt diketahui. Faktor yang mempengaruhi adalah
faktor kebudayaan.
2. Kemungkinan masalah tersebut dapat diubah/tidak
Bila masalah ini dapat diatasai dengan sumber daya yang ada (tenaga,
dana, dll), masalah akan berkurang atau mencegah lebih meluas. Skala
yang digunakan adalah mudah, hanya sebagian dan tidak dapat.
Dipengaruhi oleh:
a. Pengetahuan yang ada, teknologi, dan tindakan untuk mengatasi
masalah.
b. Sumberdaya keluarga dalam hal fisik, keuangan, tenaga dan waktu.
c. Sumber daya perawatan dalam bentuk fasilitas organisasi dalam
masyarakat dan dukungan masyarakat.
3. Potensi masalah untuk dicegah
Sifat dan beratnya masalah akan timbul dapat dikurangi atau dicegah.
Skala yang digunakan adalah tinggi, cukup, dan rendah. Dipengaruhi
oleh faktor:
a. Lamanya masalah (semakin lama, masalah semakin kompleks).
b. Kerumitan masalah. Hal ini berhubungan dengan beratnya penyakit
atau masalah. Pad umumnya, semakin berat masalah, semakin
sedikit kemungkinan dabat diubah/dicegah.
c. Tidakan yang sedang dijalankan adalh tindakan yang tepat dalam
memperbaiki masalah. Tindakan yang tepat akan meningkatkan
kemungkinan untuk mevegah masalah.
d. Adanya kelompok “resiko tinggi” atau kelompok yang sangat peka
meningkatkan potensi untuk mencegah masalah.
4. Menonjolnya masalah
Cara keluarga melihat dan menilai masalah dalam hal beratnya dan
mendesaknya masalah. Skala yang digunakan adalah masalah berat
harus ditangani, masalah tidak perlu ditangani, masalah tidak
dirasakan.
Prioritas masalah
1. Harga diri rendah
Sifat masalah :
a. Kemungkinan masalah dapat diubah : sebagian
b. Potensial masalah dapat di cegah : sebegaian
c. Menonjolnya masalah : masalah harus segera ditangani karena akan
berdapak buruk pada mental dan psikis anak yang berujung pada
keputusasaan yang berisiko melukai atau resiko bunuh diri
Ancaman kesehatan
a. Merupakan ancaman karena bila hal tersebut dibiarkan terus dapat
mengancam kesehatan mental dan psikisnya.
b. Dengan diberikan pengarahan pada salah satu anggota keluarga, masalah
dapat diubah tetapi memerlukan proses.
c. Dengan memperhatikan pengarahan,potensial masalah akan sulit dicegah
karena butuh proses yang cukup lama untuk membangun percaya
diriterhadap anak.
d. Keluarga yang dengan anak bullying perlu didampingi guna menggali hal
yang menyebabkan,penghambat serta menanganan yang cocok untuk
diberikan
Diagnosa prioritas
E. Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Hari/Tgl Implementasi TTD
1 Harga diri Senin, 6 Nov 1. Meningkatan harga diri
rendah 2017 pukul
08.00
A. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
P : intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Perilaku bullying ialah penyalahgunaan kuasa yang dilakukan individu
baik dalam konteks psikologis maupun fisik yang terjadi berulang-ulang terhadap
individu yang memiliki daya tahan atau proses adaptasi yang lemah terhadap suatu
kelompok (Yusuf & Fahrudin, 2012).
Perilaku atau perbuatan bullying yang terjadi di kalangan remaja memiliki
bentuk yang beragam antara lain bullying fisik, bullying verbal, bullying relasional
dan bullying elektronik. Bullying fisik adalah perilaku yang dengan sengaja
menyakiti atau melukai fisik orang lain, bullying verbal adalah perilaku yang
dilakukan dengan mengucapkan perkataan yang menyakiti atau menghina orang
lain, bullying relasional adalah perilaku yang mengucilkan atau mengintimidasi
orang lain dalam pergaulan, sedangkan bullying elektronik adalah perilaku yang
menyakiti orang lain dengan menggunakan jejaring sosial (Budiarti, 2013).
Berdasarkan analisis asuhan keperawan dapat didiagnosa beberapa alasan
seseorang terkena bullying antara lain :
1) Harga diri rendah berhubungan dengan riwayat penolakan
2) Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental
3) Resiko bunuh diri berhubungan dengan kekerasan psikis
Berdasarkan hal tersebut maka hal-hal yang harus dilakukan antara lain :
1) Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
2) Dukung (melakukan) kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
3) Dukung pasien untuk terlibat dalam memberikan afirmasi positif melalui
pembicaraan pada diri sendiri dan secara verbal terhadap diri setiap hari
4) Berikan pengalaman yang akan meningkatkan otonomi pasien dengan tepat
5) Sampaikan/ungkapkan kepercayaan diri pasien dalam mengatasi situasi
6) Bantu untuk mengatur tujuan yang realistik dalam rangka mencapai harga diri
yang lebih tinggi
7) Berikan hadiah atau pujian terkait dengan kemajuan pasien dalam mencapai
tujuan
8) Fasilitasi lingkungan dan aktivitas-aktivitas yang akan meningkatkan harga diri
9) Monitor tingkat harga diri dari waktu ke waktu dengan tepat
B. Saran
Dari berbagai kasus yang terjadi maka, diperlukan penanggulangan
maupun pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku bullying dengan menghimbau
para orang tua atau wali dari anak untuk mengembangkan kecerdasaan emosional
anak sejak kecil. Pendidikan untuk memiliki rasa empati, menghargai orang lain
dan memberikan penyadaran pada anak tentang peran dirinya sebagai mahluk
sosial yang memerlukan orang lain dalam kehidupannya.
Dalam mengatasi dan mencegah bullying diperlukan aturan yang bersifat
menyeluruh yang mengikat antara guru dan muridnya, dari kepala sekolah hingga
wali murid/orang tua, kerjasama antara guru, orang tua dan masyarakat atau pihak
yang berwenang seperti polisi, apparat hukum dan sebagainya sangan dibutuhkan
untuk mengatasi persoalan bullying di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Carroll, A., Houghton, S., Durkin, K., & Hattie, J. A. (2009). Adolescent Reputations
and Risk. New York: Springer.
Coloroso, B. (2007). The Bully, The Bullied, and The Bystander. New York:
HarperCollins.
Depresi Gara-gara Dibully, Remaja Ini Pilih Bunuh Diri. (2016, Desember 4). Retrieved
Juni 12, 2017, from Tribun Jogja: http://jogja.tribunnews.com/2016/12/04
/depresi-gara-gara-dibully-remaja-ini- pilih-bunuh-diri
Raharjo, ST. 2015. Assessment untuk Praktik Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial.
Bandung: Unpad Press , 2015. Dasar Pengetahuan Pekerjaan Sosial.
Bandung: Unpad Press. , 2015. Keterampilan Pekerjaan Sosial:
Dasar-dasar. Bandung, Unpad Press.
Sukiswanti, P. (2015, November 2). Remaja di Bali Nekat Bunuh Temannya karena Sering
Dibully. Retrieved Juni 12, 2017, from sindonews.com:
https://daerah.sindonews.com/read/105 8287/174/remaja-di-bali-nekat-bunuh-
temannya-karena-sering-dibully-
Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik.
Jakarta: EGC.