Anda di halaman 1dari 19

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN HIPERTENSI

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RS. JIWA PROF. HB. SAANIN PADANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan resiko morbiditas dan mortilitas prematur yang
meningkat sesuai dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.
Kedaruratan hipertensi terjadi apabila peningkatan tekanan darah harus
diturunkan sesegera mungkin. Peningkatan tekanan darah akut yang
mengancam jiwa ini memerlukan penanganan segera dalam perawatan intensif
karena dapat menimbulkan kerusakan serius pada organ lain di tubuh.
Kedaruratan hipertensi terjadi pada penderita dengan hipertensi yang
tidak terkontrol atau mereka yang tiba-tiba menghentikan pengobatan. Adanya
komplikasi serius yang bisa diakibatkan oleh hipertensi yang tidak ditangani
dengan baik menunjukkan perlunya penanganan segera dan kesiapsiagaan
perawat dalam menangani perawatannya.

B. TUJUAN
1. Untuk mendapatkan pemahaman tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan Hipertensi dengan benar
2. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien Hipertensi
3. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien
Hipertensi
4. Dapat menyusun perencanaan keperawatan yang tepat pada klien
Hipertensi
5. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Hipertensi
6. Dapat melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien
Hipertensi
7. Dapat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan dengan benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan konsisten diatas 140/90 mmHg.

B. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
1) Hipertensi Esensial (idiopatik/primer)
90% penderita hipertensi adalah penderita hipertensi esensial
(primer). Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas. Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinya hipertensi esensial yaitu faktor genetik,
stres, usia, jenis kelamin, merokok, dan diet (peningkatan penggunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium).
2) Hipertensi Sekunder
Prevalensi hipertensi ini hanya 6-8% dari seluruh penderita
hipertensi. Disebabkan oleh penyakit lain, obat, dll. Penyebab
hipertensi sekunder yaitu kelainan ginjal, obesitas, retensi insulin,
hipertiroidisme, pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral,
kortikosteroid, anti depresan.
b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi
Klasifikasi derajat hipertensi berdasarkan JNC-VII adalah :

Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥100
C. ETIOLOGI
1. Primer apabila tidak diketahui penyebabnya, namun banyak faktor yang
mempengaruhi yaitu genetik, stres, usia, jenis kelamin, merokok, dan
diet (peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium
atau kalsium).
2. Sekunder apabila penyebanya diketahui, yaitu akibat menderita penyakit
tertentu atau penggunaan obat tertentu. Beberapa penyebannya yaitu :
a. Penyakit ginjal, seperti stenosis arteri renalis, pielonefritis,
glomerulonefritis, tumor-tumor ginjal, trauma pada ginjal
b. Trauma hormonal, seperti hiperaldosteronisme, sindroma Cushing.
c. Obat-obatan, seperti pil KB, kortikosteroid, siklosporin,
eritroprotein, kokain, penyalahgunaan narkoba.
d. Penyebab lain, yaitu koartasio aorta, preeklamsia pada kehamilan,
keracunan timbal akut.

D. FAKTOR RESIKO

Faktor Resiko Yang Dapat Faktor Resiko Yang Tidak Dapat


Dikendalikan Dikendalikan
Obesitas Usia (mulai terjadi di usia 35
tahun)
Kurang olahraga Ras (ras kulit hitam > ras kulit
putih)
Konsumsi tembakau Riwayat keluarga (genetik)
Diet yang tidak sehat Jenis Kelamin (pria > wanita)
Konsumsi alkohol berlebihan
Stres berkepanjangan
Diabetes Mellitus
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi hipertensi sangat kompleks. Walaupun belum diketahui
secara pasti, pada hipertensi essensial, faktor genetik, lingkungan serta gaya
hidup dapat mempengaruhi fungsi dan struktur sistem kardiovaskular, ginjal,
dan neurohormonal hingga menimbulkan peningkatan tekanan darah kronik.
Terkait faktor genetik, polimorfisme lokus-lokus gen yang terlibat dalam
regulasi reseptor angiotensin I dan aldosterone synthase berisiko menimbulkan
hipertensi.Dalam suatu studi, pada pasien hipertensi dengan partisipan etnis
Cina didapatkan mutasi gen α-adducin yang berperan dalam aktivitas
enzimatik pompa ion Na+/K+/ATPase terkait absorpsi sodium di ginjal
mengakibatkan peningkatan sensitivitas terhadap garam.
Perubahan sistem kardiovaskular, neurohormonal dan ginjal sangat
berperan. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat memicu peningkatan
kerja jantung yang berakibat peningkatan curah jantung. Kelainan pada
pembuluh darah berperan terhadap total resistensi perifer. Vasokonstriksi
dapat disebakan peningkatan akitivitas saraf simpatis, gangguan regulasi
faktor lokal (nitrit oxide, faktor natriuretik, dan endothelin) yang berperan
dalam pengaturan tonus vaskular. Kelainan pada ginjal berupa defek kanal ion
Na+/K+/ATPase, abnormalitas regulasi hormon renin-angiotensin-aldosteron
serta gangguan aliran darah ke ginjal. Gangguan pada tekanan natriuresis juga
dapat mengganggu pengaturan eksresi sodium hingga mengakibatkan retensi
garam dan cairan. Peningkatan kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II
atau endotelin berhubungan dengan peningkatan total resistensi perifer dan
tekanan darah.
Pola diet tinggi garam terutama pada pasien dengan sensitivitas garam
yang tinggi berkontribusi dalam menimbulkan tekanan darah tinggi. Pola
hidup yang tidak sehat seperti inaktivitas fisik dan pola diet yang salah dapat
menimbulkan obesitas. Obesitas juga berperan dalam meningkatkan risiko
hipertensi esensial sebagaimana suatu studi menunjukkan penurunan berat
badan diikuti penurunan tekanan darah. Obesitas dapat memicu hipertensi
melalui beberapa mekanisme di antaranya kompresi ginjal oleh lemak
retroperitoneal dan visceral. Peningkatan lemak visceral terutama lemak
retroperitoneal dapat memberikan efek kompresi pada vena dan parenkim
renal sehingga meningkatkan tekanan intrarenal, mengganggu natriuresis
tekanan hingga mengakibatkan hipertensi.
Selain itu peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat dipicu oleh leptin.
Studi menunjukkan ikatan leptin pada reseptornya terutama pada neuron
proopiomelanocortin (POMC) di hipotalamus dan batang otak berperan dalam
peningkatan tersebut. Perangsangan saraf simpatis menyebabkan peningkatan
kadar angiotensin II dan aldosterone. Pada obesitas, peningkatan jaringan
lemak dan laju metabolik meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk
memenuhi kebutuhan aliran darah. Tak hanya itu, obesitas juga berkaitan
dengan sindroma metabolik.
Peningkatan tekanan darah dalam jangka waktu lama akan
mengakibatkan perubahan struktural pembuluh darah. Perubahan struktur
meliputi perubahan struktur makro dan mikrovaskular. Perubahan
makrovaskular berupa arteri menjadi kaku serta perubahan amplifikasi
tekanan sentral ke perifer. Perubahan mikrovaskular berupa perubahan rasio
dinding pembuluh darah dan lumen pada arteriol besar, abnormalitas tonus
vasomotor serta ‘structural rarefaction’ (hilangnya mikrovaskular akibat
aliran darah tidak mengalir di semua mikrovaskular demi mempertahankan
perfusi ke kapiler tertentu). Perubahan struktur tersebut akan mengganggu
perfusi jaringan. Oleh karena tu dalam jangka waktu lama dapat timbul
kerusakan organ target. Walaupun autoregulasi tubuh terhadap tekanan darah
akan berusaha mempertahankan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolik, kemampuan regulasi tersebut menurun pada pasien hipertensi.
Organ target yang dapat  rusak meliputi jantung, ginjal, mata serta otak
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan selain tekanan darah
yang tinggi. Dapat ditemukan kelainan pada retina seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, edema pupil
(pada kasus berat)
2. Hipertensi primer tidak memiliki keluhan atau tanda klinis khusus.
Kadang terdapat keluhan pusing, sakit kepala, migrain, rasa berat
ditengkuk, susah tidur, mata berkunang, mudah marah, rasa lelah,
palpitasi, nokturia, epistaksis, gelisah, muka merah, jantung
berdebar.
3. Keluhan lain sesuai organ yang terkena atau komplikasi yang
menimbulkan gejala, Adanya kerusakan vaskular, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh
pembuluh darah yang bersangkutan.
a. perubahan patologis pada ginjal seperti nokturia (peningkatan
urin malam hari), azetoma (peningkatan BUN dan kreatinin)
b. keterlibatan pembuluh darah otak mungkin terjadi stroke dengan
gejala seperti alterasi penglihatan dan penuturan, pusing, lemah,
jatuh mendadak, hemiplegi transien atau permanen.
c. penyakit arteri koroner dengan angina atau infark miokard

G. PENATALAKSANAAN HIPERTENSI
1. Non Medikamentosa
Pengendalian faktor resiko, promosi kesehatan untuk mengendalikan
faktor resiko, diantaranya :
a. Turunkan berat badan pada obesitas
b. Pembatasan konsumsi garam dapur
c. Diet rendah lemak jenuh
d. Hentikan konsumsi alkohol
e. Hentikan kebiasaan merokok
f. Olahraga teratur
g. Pola makan yang sehat
h. Istirahat yang cukup dan hindari stres
i. Pemberian kalium dalam bentuk makanan (sayur dan buah)
j. Diet hipertensi (hindari makanan yang diolah dengan kadar garam
dapur yang tinggi, hindari makanan berkolesterol tinggi)
2. Medikamentosa
a. Hipertensi ringan sampai sedang, diatasi dengan pengobatan non
medikamentosa selama 2-4 minggu. Medika mentosa hipertensi stage
1 mulai salah satu obat berikut :
 Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi
hari
 Propanolol 2x20-40 mg sehari
 Methyldopa
 MgSO4
 Captopril 2-3 x 12,5 mg sehari
 Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1x20-60
mg
 Tensigard 3x1 tablet
 Amlodipin 1 x 5-10 mg
 Diltiazem (3x30-60 mg sehari)

Dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi berkala


dinaikkan sampai tercapai respon yang diinginkan.

b. Hipertensi sedang sampai berat dapat diobati dengan kombinasi HCT


+ propanolol, atau HCT + captopril, bila obat tunggal tidak efektif.
c. Pada hipertensi berat yang tidak sembuh dengan kombinasi di atas,
ditambahkan metildopa 2 x 125-250 mg. Penderita hipertensi dengan
asma bronchial jangan diberi beta bloker.
H. KOMPLIKASI HIPERTENSI
Kemungkinan komplikasi hipertensi adalah :
1. Otak : TIA atau stroke
2. Mata : Retinopathy
3. Jantung : Hipertrofi ventrikel kiri, angina atau Acute Miocard Infark
(AMI), gagal jantung
4. Ginjal : Gagal Ginjal Kronik (GGK)
BAB II

LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
1) Identitas Pasien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien, yang meliputi : nama, jenis
kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian, tanggal dan jam MRS, nomor MR, diagnosa medis.
2) Identitas Penanggungjawab
Lakukan pengkajian pada identitas penanggungjawab, yang meliputi
nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan: nyeri kepala,
pusing, mata berkunang, tengkuk terasa berat, susah tidur, jantung
berdebar, dll.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mata berkunang, tengkuk terasa berat,
hasil pengukuran tekanan darah berada di atas nilai normal.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, merokok,
kebiasaan minum alkohol, pola diet tidak sehat (peningkatan
penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium),
menderita penyakit tertentu atau penggunaan obat tertentu dalam
waktu yang lama (pil KB, kortikosteroid, siklosporin, eritroprotein,
kokain, penyalahgunaan narkoba).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah
mengalami hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung, penyakit
ginjal.

3. Pola Fungsional Gordon


1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi pasien dan manajemen dalam
mempertahankan kesehatan/keejahteraan.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, nafsu makan, pola makan selama
ini, kondisi (kulit, rambut, kuku, gigi), fluktuasi BB dalam 6 bulan
terakhir, BB sebelum sakit dan saat sakit, kaji adanya kesulitan dalam
menelan, pemberian suplemen. Pada klien Hipertensi, biasanya
makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol tinggi, kaji adanya mual dan muntah.
3) Pola Eliminasi
Pola ini menggambarkan karakteristik dan masalah saat BAK/
BAB sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu
eliminasi saat pasien di rawat di RS. Pasien dengan Hipertensi jarang
ditemui mengalami gangguan eliminasi BAB dan BAK. Kaji adanya
gangguan ginjal saat ini atau riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.
4) Pola Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Baisanya pada klien Hipertensi terdpat gejala kelemahan,
letih, nafas pendek, frekuensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung, takipnea yang akan mempengaruhi kekuatan klien dalam
melaksakan aktivitasnya.
5) Pola Tidur-Istirahan
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi
meliputi lama tidur di malam hari, waktu mulai tidur dan bangun,
ada/tidak gangguan dalam tidur sebelum dan sesudah sakit.
6) Pola Kognitif-Persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori, dan pengambilan
keputusan.
7) Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan, harga diri, gambaran diri, dan perasaan terhadap diri
sendiri.
8) Pola Peran-Hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga
lainnya. Apakah ada perubahan hubungan dan peran dalam tanggung
jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran.
9) Pola Seksualitas-Reproduksi
Menggambarkan kemampuan pasien untuk melaksanakan peran
seksual sesuai dengan jenis kelamin.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan
menggunakan sistem pendukung. Mekanisme pertahanan diri yang
biasa digunakan oleh pasien adalah dengan meminta pertolongan orang
lain.
11) Pola Nilai-Kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan
dalam hidup. Agama yang dianut oleh pasien dan ketaatan pasien
dalam melaksanakan ajaran agama, biasanya pasien tidak mengalami
gangguan dalam sistem nilai dan kepercayaan. Kaji apakah klien masih
dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran klien (menilai GCS), kesakitan dan
keadaan penyakit, tanda-tanda vital klien.
b) Pemeriksaan Head to Toe
1. Kepala
Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit
kepala,kekuatan rambut, lesi, hematoma, nyeri tekan; Palpasi: ada
edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
2. Mata
Inspeksi: kesimetrisan mata, pemeriksaan konjungtiva, sklera,
ada/tidaknya sekret, refleks cahaya, ukuran pupil; Palpasi:
pemeriksaan edema/hematoma di palpebral.
3. Hidung
Inspeksi: simetris/tidak, adanya sekret/tidak, terpasang NGT/ tidak;
Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan/massa di dalam hidung.
4. Telinga
Inspeksi: simetris/ tidak, adanya sekret/tidak, ada atau tidaknya
pengeluaran darah atau cairan dari telinga; Palpasi: Pemeriksaan
adanya edema dibagian telinga; Perkusi: pemeriksaan fungsi
pendengaran telinga.
5. Mulut
Inspeksi: simetris/ tidak, pemeriksaan mukosa bibir, lidah, adanya
gigi berlubang/ tidak, caries/ tidak, pemeriksaan tonsil, kesulitan
menelan atau tidak.
6. Leher
Pemeriksaan adanya pembengkakan kelenjar getah bening atau
pembesaran kelenjar thyroid.
7. Paru-paru
Inspeksi: Kaji adanya penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.
Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh”. Pada
palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
jika tidak ada permasalahan pada paru-paru klien.
Perkusi: menilai paru-paru dengan cara mengetuk. Apakah suara
paru normal atau tidak. Ada atau tidak suara tambahan lainnya.
Auskultasi: Suara nafasa normal/tidak, ada wheezing atau tidak,
ada/tidak suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
8. Jantung
Inspeksi: melihat denyut ictus kordis terlihat atau tidak; Palpasi:
meraba denyut ictus kordis terlihat atau tidak; Perkusi: menentukan
batas jantung; Auskultasi: mendengarkan suara jantung, apakah ada
bunyi tambahan.
9. Abdomen
Inspeksi: melihat keadaan perut, distensi/tidak; Palpasi: meraba
hepar dan linfe apakah mengalami pembesaran atau tidak; Perkusi:
mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen; Auskultasi:
mendengarkan bising usus pasien.
10. Ekstremitas
Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan bawah.
11. Kulit
Mengobservasi keadaan kulit seperti turgor, penilaian pengisian
kapila refil. Kaji adanya permukaan kulit yang kasar, kering,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim,
dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan tujuan untuk melihat
target organ yang terkena dan untuk mencari kausa.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera, seperti :
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas,
anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
c. Glukosa darah: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah
pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
e. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
f. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
h. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab)
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
j. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
k. Steroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.

2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil


pemeriksaan yang pertama ) :
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal
d. USG untuk melihat struktur gunjal, dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN SDKI, SLKI dan SIKI


Diagnosa yang ada biasanya berdasarkan data dan pengkajian yang
didapatkan sehingga ada kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat
diangkat pada pasien dengan Hipertensi adalah nyeri akut, resiko perfusi
serebral tidak efektif, resiko penurunan curah jantung, gangguan pola tidur,
intoleransi aktivitas, risiko intoleransi aktivitas

Tabel Rencana Asuhan Keperawatan SDKI, SLKI dan SIKI

No SDKI SLKI SIKI


1 Resiko Penurunan Curah Luaran Utama Intervensi Utama
Jantung  Curah Jantung  Perawatan Jantung
 Perawatan Jantung Akut
Definisi : Luaran Tambahan
Berisiko mengalami  Perfusi miokard Intervensi Pendukung
pemompaan jantung yang tidak  Status cairan  Pemberian Obat
adekuat untuk memenuhi  Status sirkulasi  Terapi Intravena
kebutuhan metabolisme tubuh  Status Neurologia  Terapi Oksigen
 Keletihan  Pemantauan Tanda
Faktor Risiko Vital
 Perubahan afterload  Manajemen Cairan
 Perubahan frekuensi  Manajemen Elektrolit
jantung  Pemantauan Cairan
 Perubahan irama jantung  Pemantauan Elektrolit
 Perubahan kontraktilitas
 Perubahan preload

2 Nyeri Akut Luaran Utama Intervensi Utama


 Tingkat Nyeri  Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensori  Pemberian Analgesik
atau emosional yang berkaitan Luaran Tambahan
dengan kerusakan jaringan  Kontrol Nyeri Intervensi Pendukung
aktual atau fungsional, dengan  Perfusi miokard  Pemberian Obat
onset mendadak atau lambat  Pola Tidur  Pemantauan Nyeri
dan benintensitas ringan hingga  Pemberian Obat Oral
berat yang berlangsung kurang  Pemeberian Obat
dari 3 bulan. Intravena
 Latihan Pernapasan
 Terapi Distraksi
Penyebab  Terapi Relaksasi
 Agen cedera fisiologis
(mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
 Agen cedera kimiawi (mis.
Luka bakar, bahan kimia
iritan)
 Agen cedera fisik (mis.
abses, amputasi, terbakar,
terpotong, prosedur
operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


 Mengeluh nyeri
 Tampak meringis
 Bersikap Protektif (misal.
waspada, posisi
menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma

3 Risiko Perfusi Serebral Tidak Luaran Utama Intervensi Utama


Efektif  Perfusi Serebral  Manajemen
Peningkatan Tekanan
Definisi : Luaran Tambahan Intrakarnial
Berisiko mengalami penurunan  Kontrol Resiko  Pemantauan Tekanan
sirkulasi darah ke otak.  Status Neurologis Intrakarnial

Faktor Risiko
 Keabnormalan masa Intervensi Pendukung
protrombin dan/atau masa  Edukasi Diet
tromboplastin parsial  Edukasi Program
 Penurunan kinerja ventrikel Pengobatam
kiri  Pemantauan Tanda
 Aterosklerosis aorta Vital
 Fibrilasi Atrium  Pemantauan Neurologis
 Hipertensi
 Embolisme
 Hiperkolesteronemia
 Stenosis Mitral
 Infark Miokard akut

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke
 Cidera kepala
 Aterosklerotik aortik
 Infark miokard akut
 Diseksi arteri
 Embolisme
 Endokarditis infektif
 Fibrilasi Atrium
 Hiperkolestronemia
 Hipertensi
DAFTAR PUSTAKA

Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta: CV BUDI


UTAMA

Majid, A. ( 2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Nurhidayat, Syaiful. (2015). Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipertensi


dengan Pendekatan Riset. Ponorogo: UNMUH Ponorogo Press

Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai