Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN FRAKTUR

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RS. JIWA PROF. HB. SAANIN PADANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau rudapaksa, seringkali terjadi
akibat kecelakaan. Mekanisme trauma dan besaran energi trauma akan
mempengaruhi keparahan fraktur.
Penatalaksanaan yang tepat bertujuan untuk menghindari cidera yang
lebih parah, menunjang kesembuhan yang lebih cepat, meminimalkan
komplikasi dan mengembalikan fungsi gerak normal semaksimal mungkin.
Sehingga diperlukan penatalaksanaan asuhan keperawatan yang optimal untuk
memaksimalkan upaya kesembuhan pasien.

B. TUJUAN
1. Untuk mendapatkan pemahaman tentang pelaksanaan Asuhan
Keperawatan pada klien Fraktur dengan benar
2. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien Fraktur
3. Dapat merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat pada klien Fraktur
4. Dapat menyusun perencanaan keperawatan yang tepat pada klien
Fraktur
5. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien Fraktur
6. Dapat melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien Fraktur
7. Dapat mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada klien Fraktur
dengan benar
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya
tulang yang utuh, yang disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik
dan ditentukan oleh jenis dan luasnya trauma.

B. KLASIFIKASI
1) Berdasarkan sifat fraktur
a. Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi
fragmen frakturnya tidak menembus jaringan kulit.
1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya
2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan
3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan
4. Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartemen
b. Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat
fraktur (Fragmen frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar
bisa menimbulkan infeksi pada tempat fraktur (terkontaminasi oleh
benda asing)
1. Grade I : Luka bersih, panjang
2. Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif
3. Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif, merupakan yang paling berat.
2) Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur
a. Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya mengalami pergeseran dari posisi normal.
b. Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
3) Jenis khusus fraktur
a. Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
b. Oblik : Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
c. Spiral : Fraktur memuntir seputar batang tulang.
d. Kompresi : Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).
e. Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon
pada perlekatannya.
f. Kominutif : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
dan saling berhubungan
g. Segmental : Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
tapi tidak saling berhubungan
h. Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
i. Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi
lainnya membengkok.
j. Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, penyakit pegel, tumor).
k. Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.

C. ETIOLOGI
a. Trauma/ruda paksa
1) Trauma langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat
tersebut. Pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan atau pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker
tulang dan lain-lain. Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses
penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri yaitu usia lanjut.
Fraktur cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi
dibawah umur 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga,
pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Sedangkan pada orangtua, perempuan lebih sering
mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan
meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan
hormon pada menopause.
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.

D. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang yang mengalami nekrosisakan menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel- sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini di namakan sindrom compartment.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah
tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan
prawatan diri. Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
2. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Deformitas (terlihat maupun teraba).
4. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
5. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penatalaksanaan konservatif.
Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada
patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama
untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling
(mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya
menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam
bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang
perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan
melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi
merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction
internal Fixation)
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah
fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates
dan protesa pada tulang yang patah.

G. KOMPLIKASI ASMA
1) Komplikasi awal fraktur
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
b. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi
stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan
terjasinya globula lemak pada aliran darah.
c. Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan
yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena
edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah
(misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
d. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
f. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali
dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).
2) Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur
a. Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupakan
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
b. Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.

H. WOC (Web of Cause)


(terlampir)
BAB II

LANDASAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Biodata Pasien
1) Identitas Pasien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien, yang meliputi : nama, jenis
kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian, tanggal dan jam MRS, nomor MR, diagnosa medis
2) Identitas Penanggungjawab
Lakukan pengkajian pada identitas penanggungjawab, yang meliputi
nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri,
nyeri akut ataupun kronik. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan :
- Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut atau
menusuk-nusuk.
- Region : radiational, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
3. Pola Fungsional Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi pasien dan manajemen dalam
mempertahankan kesehatan/keejahteraan.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan intake makanan, nafsu makan, pola makan selama
ini, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi (kulit, rambut, kuku,
gigi), fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, BB sebelum sakit dan saat
sakit, kaji adanya kesulitan dalam menelan, masalah dalam
penyembuhan kulit, pemberian suplemen. Perbandingan bagaimana
pola nutrisi klien sebelum dan sesudah sakit.
3) Pola Eliminasi
Pola ini menggambarkan karakteristik dan masalah saat BAK/
BAB sebelum dan saat dirawat di RS serta penggunaan alat bantu
eliminasi saat pasien di rawat di RS. Pasien dengan fraktur jarang
ditemui mengalami gangguan eliminasi BAB dan BAK.
4) Pola Aktivitas-Latihan
Menggambarkan pola aktivitas dan latihan, fungsi pernafasan dan
sirkulasi sebelum dan sesudah sakit. Pada klien fraktur, karena
timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien memjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain.
5) Pola Tidur-Istirahat
Menggambarkan pola tidur-istirahat dan persepsi pada level energi
meliputi lama tidur di malam hari, waktu mulai tidur dan bangun,
ada/tidak gangguan dalam tidur sebelum dan sesudah sakit. Pada klien
fraktur, rasa nyeri akan mengakibatkan keterbatasan gerak, sehingga
akan mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Lakukan juga
pengkajian pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
6) Pola Kognitif-Persepsi
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain dan kognitifnya tidak
timbul gangguan. Selain itu, juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
7) Pola Persepsi Diri-Konsep Diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap
kemampuan, harga diri, gambaran diri, dan perasaan terhadap diri
sendiri. Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Pada
klien fraktur, timbul ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image).
8) Pola Peran-Hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga
dan yang lainnya. Biasanya, klien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat selama dalam proses pengobatan dan
penyembuhan.
9) Pola Seksualitas-Reproduksi
Menggambarkan kemampuan pasien untuk melaksanakan peran
seksualitas sesuai dengan jenis kelamin. Pada klien fraktur, klien tidak
bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Perlu dikaji
juga status perkawinan termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10) Pola Koping-Toleransi Stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan
menggunakan sistem pendukung. Pada klien fraktur timbul rasa cemas
tentang keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbulnya kecacatan diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
11) Pola Nilai-Kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan
dalam hidup. Keyakinan klien terhadap Tuhan merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif. Untuk klien fraktur, tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran klien (menilai GCS), kesakitan dan
keadaan penyakit (akut, kronik, ringan, sedang, atau berat) tanda-tanda
vital klien.
b) Pemeriksaan Head to Toe
1. Kepala
Inspeksi: kesimetrisan kepala, kebersihan rambut dan kulit
kepala,kekuatan rambut, lesi, hematoma, nyeri tekan; Palpasi: ada
edema atau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
2. Mata
Inspeksi: kesimetrisan mata, pemeriksaan konjungtiva, sklera,
ada/tidaknya sekret, refleks cahaya, ukuran pupil; Palpasi:
pemeriksaan edema/hematoma di palpebral.
3. Hidung
Inspeksi: simetris/tidak, adanya sekret/tidak, terpasang NGT/ tidak;
Palpasi: pemeriksaan adanya benjolan/massa di dalam hidung.
4. Telinga
Inspeksi: simetris/ tidak, adanya sekret/tidak, ada atau tidaknya
pengeluaran darah atau cairan dari telinga; Palpasi: Pemeriksaan
adanya edema dibagian telinga; Perkusi: pemeriksaan fungsi
pendengaran telinga.
5. Mulut
Inspeksi: simetris/ tidak, pemeriksaan mukosa bibir, lidah, adanya
gigi berlubang/ tidak, caries/ tidak, pemeriksaan tonsil, kesulitan
menelan atau tidak.
6. Leher
Pemeriksaan adanya pembengkakan kelenjar getah bening atau
pembesaran kelenjar thyroid.
7. Paru-paru
Inspeksi: terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan. Kaji adanya penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, dan frekuensi
pernapasan.
Palpasi: menilai getaran paru saat mengucapkan “tujuh”. Pada
palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
jika tidak ada permasalahan pada paru-paru klien.
Perkusi: menilai paru-paru dengan cara mengetuk. Apakah suara
paru normal atau tidak. Ada atau tidak suara tambahan lainnya.
Auskultasi: Suara nafasa normal/tidak, ada wheezing atau tidak,
ada/tidak suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
8. Jantung
Inspeksi: melihat denyut ictus kordis terlihat atau tidak; Palpasi:
meraba denyut ictus kordis terlihat atau tidak, nadi meningkat atau
tidak; Perkusi: menentukan batas jantung; Auskultasi:
mendengarkan suara jantung, apakah ada bunyi tambahan.
9. Abdomen
Inspeksi: melihat keadaan perut, distensi/tidak, simetris/tidak;
Palpasi: meraba hepar dan linfe apakah mengalami pembesaran atau
tidak; Perkusi: mengetuk di seluruh kuadran permukaan abdomen;
Auskultasi: mendengarkan bising usus pasien.
10. Ekstremitas
Mengobservasi keadaan kedua ekstremitas atas dan bawah. Kaji
adanya edema ekstremitas, tremor, hematome, nyeri tekan,
perubahan suhu di sekitar trauma, keluhan nyeri pada saat
pergerakan, amati posisi dan bentuk dari ekstremitas, posisi jalan
dan untuk mengetahui permasalahan pada ekstremitas dan
kemungkinan cidera lainnya.
11. Kulit
Mengobservasi keadaan kulit seperti turgor, penilaian pengisian
kapila refil. Perlu dikaji adanya eritema, suhu sekitar daerah trauma,
bengkak, edema, nyeri tekan.
5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Selain foto polos x-ray (plane x-
ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
 Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
 Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
 Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
 Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang
yang rusak.
2) Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
 Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
 Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
 Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
 Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
 MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

B. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN SDKI, SLKI, SIKI


Diagnosa yang ada biasanya berdasarkan data dan pengkajian yang
didapatkan sehingga ada kemungkinan diagnosa keperawatan yang dapat
diangkat pada pasien dengan Fraktur adalah nyeri akut, resiko perfusi serebral
tidak efektif, resiko penurunan curah jantung, gangguan pola tidur, intoleransi
aktivitas, risiko intoleransi aktivitas

Tabel Rencana Asuhan Keperawatan SDKI, SLKI dan SIKI

No SDKI SLKI SIKI


1 Resiko Penurunan Curah Luaran Utama Intervensi Utama
Jantung  Curah Jantung  Perawatan Jantung
 Perawatan Jantung Akut
Definisi : Luaran Tambahan
Berisiko mengalami  Perfusi miokard Intervensi Pendukung
pemompaan jantung yang tidak  Status cairan  Pemberian Obat
adekuat untuk memenuhi  Status sirkulasi  Terapi Intravena
kebutuhan metabolisme tubuh  Status Neurologia  Terapi Oksigen
 Keletihan  Pemantauan Tanda
Faktor Risiko Vital
 Perubahan afterload  Manajemen Cairan
 Perubahan frekuensi  Manajemen Elektrolit
jantung  Pemantauan Cairan
 Perubahan irama jantung  Pemantauan Elektrolit
 Perubahan kontraktilitas
 Perubahan preload

2 Nyeri Akut Luaran Utama Intervensi Utama


 Tingkat Nyeri  Manajemen Nyeri
Definisi : Pengalaman sensori  Pemberian Analgesik
atau emosional yang berkaitan Luaran Tambahan
dengan kerusakan jaringan  Kontrol Nyeri Intervensi Pendukung
aktual atau fungsional, dengan  Perfusi miokard  Pemberian Obat
onset mendadak atau lambat  Pola Tidur  Pemantauan Nyeri
dan benintensitas ringan hingga  Pemberian Obat Oral
berat yang berlangsung kurang  Pemeberian Obat
dari 3 bulan. Intravena
 Latihan Pernapasan
 Terapi Distraksi
Penyebab  Terapi Relaksasi
 Agen cedera fisiologis
(mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
 Agen cedera kimiawi (mis.
Luka bakar, bahan kimia
iritan)
 Agen cedera fisik (mis.
abses, amputasi, terbakar,
terpotong, prosedur
operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor


 Mengeluh nyeri
 Tampak meringis
 Bersikap Protektif (misal.
waspada, posisi
menghindari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


 Tekanan darah meningkat
 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait


 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma

3 Risiko Perfusi Serebral Tidak Luaran Utama Intervensi Utama


Efektif  Perfusi Serebral  Manajemen
Peningkatan Tekanan
Definisi : Luaran Tambahan Intrakarnial
Berisiko mengalami penurunan  Kontrol Resiko  Pemantauan Tekanan
sirkulasi darah ke otak.  Status Neurologis Intrakarnial

Faktor Risiko
 Keabnormalan masa Intervensi Pendukung
protrombin dan/atau masa  Edukasi Diet
tromboplastin parsial  Edukasi Program
 Penurunan kinerja ventrikel Pengobatam
kiri  Pemantauan Tanda
 Aterosklerosis aorta Vital
 Fibrilasi Atrium  Pemantauan Neurologis
 Hipertensi
 Embolisme
 Hiperkolesteronemia
 Stenosis Mitral
 Infark Miokard akut

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke
 Cidera kepala
 Aterosklerotik aortik
 Infark miokard akut
 Diseksi arteri
 Embolisme
 Endokarditis infektif
 Fibrilasi Atrium
 Hiperkolestronemia
 Hipertensi
DAFTAR PUSTAKA

Padila. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

Anda mungkin juga menyukai