Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN DIAGNOSA MEDIS

CLOSE FRAKTUR TIBIA FIBULA SINISTRA

Studi Kasus Ini Dibuat Untuk Menyelesaikan Serta Memenuhi

Tugas Kegiatan Pkk Kmb 2 Semester V

DI SUSUN OLEH :

ADHITYA TRIAS PERMANA

P00320018001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

D III KEPERAWATAN

TAHUN 2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. DEFENISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas sebuah tulang sebagai
akibat dari cedera. Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh
tulang/bahkan tulang rawan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,
baik yang bersifat total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur
secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha .
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat mengalami fraktur akibat trauma
langsung, puntiran, atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika
kecelakaan lalu lintas.
B. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk, penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
tiga yaitu :
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet,
tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh
karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio
dan orang yang bertugas di kemiliteran.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain:
1. Nyeri.
2. Kehilangan fungsi
3. Deformitas.
4. Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot
5. Krepitasi
6. Pembengkakan.
7. Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur.
Menurut Smeltzer & Bare, anifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan
warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai

3
menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. ( uji
kripitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebebrapa jam
atau hari setelah cedera.

D. PATOFISIOLOGI
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur pada
orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan
kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami
multipel trauma yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya  kerusakan
neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi   peningkatan resiko syok, baik syok
hipovolemik karena  kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur diprediksi
akan hilangnya darah 500 cc dari  sistem  vaskular), maupun  syok  neurologik disebabkan
rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah
tulang  femur.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah  menggunakan sinar
rontgen (X-ray).
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa kondisi fraktur yang
mana pemeriksaan radiografi tidak  mencapai kebutuhan diagnosis.
2. Pemeriksaan  Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih jauh
kelainan yang terjadi seperti berikut :

4
a. Alkalin  fosfat  meningkat  pada  kerusakan  tulang  dan menunjukan kegiatan
osteoblastik dalam  membentuk  tulang.
b. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat  Dehidrogenase (LDH -5), Asparat
Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada tahap  penyembuhan  tulang.
3. Pemeriksaan  lainnya
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan pada kondisi
fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak  atau  sobek karena trauma yang
berlebihan.
e. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan  adanya infeksi.
f. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (Doenges dalam Jitowiyono,
2010:21).
F. TINDAKAN UMUM YANG DILAKUKAN
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila dicurigai
adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien
dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ektremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi dan angulasi. Gerakan angulasi patahan
tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Pada cedera
ekstremitas atas lengan dapat dibebat dengan dada, atau lengan yang cedera dibebat
dengan sling.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
2. Prinsip penanganan fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengambilan fungsi

5
dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
1) Reduksi tertutup : pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya ( ujung-ujungnya saling
berhubungan ) dengan manipulasin atau traksi manual.
2) Traksi : dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3) Redusi terbuka : pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dapat berupa
pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi.
b. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi : segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan.
d. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur: diperlukan berminggu-minggu
sampai berbulan–bulan untuk kebanyakan fraktur untuk mengalami penyembuhan.
Adapun faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah:
1) Imobilisasi fragmen tulang
2) Kontak fragmen tulang maksimal
3) Asupan darah yang memadai
4) Nutrisi yang baik
5) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
6) Hormon– hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik
7) Potensial listrik pada patahan tulang

6
Faktor – faktor yang memperhambat penyembuhan tulang
1) Trauma lokal ekstensif
2) Kehilangan tulang
3) Imobilisasi tak memadai
4) Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
5) Infeksi
6) Penyakit tulang metabolik
7) Nekrosis avaskuler
8) Usia (lansia sembuh lebih lama) (Smeltzer & Bare, 2002 : 2359)
G. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama :
Usia :
Agama :
Alamat :
Tanggal Masuk :
No. MR :
Diagnosa Medis :
b. Primary survey
1) Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
c. Secondary survey
1) Keluhan Utama
Pada saat dikaji klien mengalami fraktur dan memobilisasikan alasannya

7
yaitu mengeluh tidak dapat melakukan pergerakan nyeri: lemah dan tidak dapat
melakukan sebagian aktivitas sehari-hari
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami fraktur dimana dan bagaimana
terjadinya sehingga mengalami fraktur, klien yang mengalami fraktur akan
mengeluh nyeri pada daerah tulang yang luka sehingga dengan adanya nyeri klien
tidak dapat menggerakan anggota badannya yang terkena fraktur nyeri dirasakan
bisa pada saat bergerak saja atau terus menerus akibat tidak bisa bergerak yang
disebabkan karena nyeri akan menyebabkan klien tidak dapat memenuhi ADL-
nya secara maksimal.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah klien pernah mengalami sesuatu
penyakit yang berat atau penyakit tertentu yang memungkinkan akan berpengaruh
pada kesehatan sekarang.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui untuki menentukan apakah dalam keluarga terdapat
penyakit keturunan/penyakit karena lingkungan yang kurangt sehat yang
berdampak negatif pada seluruh anggota keluarga termasuk pada klien sehingga
memungkinkan untuk memperbesar penyakitnya.
5) Data dasar
Data dasar pengkajian klien dengan Fraktur menurut Doenges (2000)
adalah:
- Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera, fraktur itu sendiri, terjadi secara sekunder dari pembengkakan 
jaringan,  nyeri).
- Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardi (respon stres,
hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal  yang cedera;
pengisian kapiler lambat, pucat  pada  bagian  yang  terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa  hematoma pada sisi  cedera.
- Neurosensori

8
Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, parestesis.
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal dan pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit), spasme  otot, terlihat kelemahan  atau hilang fungsi. Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri  ansietas atau trauma lain).

- Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera. (mungkin terlokalisasi pada
area  jaringan atau kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak
ada nyeri akibat  kerusakan saraf. Spasme/kram  otot  (setelah  imobilisasi)
- Keamanan
Tanda : Laserasi  kulit, avulsi  jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/tiba-tiba).
- Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera.
Pertimbangkan rencana pemulangan : DRG  menunjukan rerata lama dirawat:
femur 7,8 hari;  panggul/pelvis, 6,7 hari; lainnya 4,4 hari bila  memerlukan 
perawatan  di rumah  sakit.
Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri dan tugas
pemeliharaan/perawatan rumah.
6) Pemeriksaan fisik
Kaji kronologi dari mekanisme trauma pada paha. Sering didapatkan

keluhan nyeri pada luka terbuka.

- Look : pada fraktur femur terbuka terlihat adanya luka terbuka pada paha

dengan deformitas yang jelas. Kaji seberapa luas kerusakan jaringan lunak

yang terlibat. Kaji apakah pada luka terbuka ada fragmen tulang yang keluar

dan apakah terdapatnya kerusakan pada jaringan beresiko meningkat respon

syok hipovolemik. Pada fase awal trauma kecelakaan lalu lintas darat yang

mengantarkan pada resiko tinggi infeks. Pada fraktur femur tertutup sering

ditemukan kehilangan fungsi,deformitas, pemendekan ekstremitas atas karena

9
kontraksi otot, kripitasi, pembengkakan, dan perubahan warna lokal pada kulit

terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini dapat

terjadi setelah beberapa jam atau beberapa setelah cedera

- Feel : adanya keluhan nyeri tekan dan adanya kripitasi

- Move : daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan

memberika respon trauma pada jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang

yang patah (Muttaqin, 2009: 303).

7) Pemeriksaan diagnostik

- Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

- Skan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan

untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

- Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

- Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada

sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.

- Kreatinin : trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.

- Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi

multipel, atau cidera hati

10
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
Jl.. Jend.A.H Nasution No. G.14 Anduonohu Kota Kendari 93232
Telp. (0401) 3190492 Fax. (0401) 3193339 e-mail poltekkeskendari@yahoo.com

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal pengkajian :18 november 2020 No. Register ………………….


Diagnosa medis : Close fraktur tibia fibula sinistra

I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama Lengkap : Ny.N
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Umur/Tanggal Lahir : 66 tahun/ 12 agustus 1954
4. Status perkawinan : Menikah
5. Agama : Kristen Protestan
6. Suku Bangsa : Manado
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
9. Pendapatan : tidak ada
10. Tanggal MRS : 18 november 2020

B. Identitas Penanggung
1. Nama Lengkap : Ny. S
2. Jenis kelamin : Perempuan
3. Pekerjaan : swasta
4. Hubungan dengan klien : Keponakan
5. Alamat : Jl. Imam bonjol

II. Riwayat Kesehatan


11
A. Keluhan Utama : Klien mengeluh nyeri
B. Riwayat keluhan : Klien mengatakan sangat kesakitan dan
dirasakan sejak kakinya patah
1. Penyebab/faktor pencetus : kecelakaan lalulintas
2. Sifat keluhan : terasa seperti remuk
3. Lokasi dan penyebarannya : daerah betis sebelah kiri sampai ke paha
4. Skala keluhan : skala nyeri 8 (berat)
5. Mulai dan lamanya keluhan : sejak ± 1 jam yang lalu
6. Hal-hal yang meringankan/memperberat : apabila mobilisasi

III. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a. Apakah menderita penyakit yang sama : tidak pernah
b. Bila pernah dirawat di RS, sakit apa : tidak pernah
c. Pernah mengalami pembedahan : ya/ tidak, penyakit: tidak ada
d. Riwayat alergi : ya/tidak, terhadap zat/ obat/
minuman/ makanan : tidak ada
e. Kebiasaan/ketergantungan terhadap zat:
1. Merokok (berapa batang sehari) : tidak ada
2. Minum alkohol : tidak ada Lamanya:
3. Minum kopi : tidak ada Lamanya:
4. Minum obat-obatan : tidak ada Lamanya:

IV. Riwayat Keluarga/ Genogram (diagram 3 generasi)


a. Buat genogram 3 generasi ( lembaran sendiri )
b. Riwayat kesehatan anggota keluarga
1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa: tidak ada
2. Apakah ada keluarga yang mempunyai penyakit menular atau menurun :
tidak ada

V. Pemeriksaan Fisik
0. Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah : 120/90 mmHg
12
2. Pernapasan : 30 kali / menit, Irama : irreguler
3. Nadi : 140 kali / menit, regular/ireguler
4. Suhu badan : 360C
1. Berat badan dan tinggi badan
1. Berat badan : 50 Kg
2. Tinggi badan : 167 Cm
3. IMT : 17,98
2. Kepala :
1. Bentuk kepala : simetris
2. Keadaan kulit kepala: bersih
3. Nyeri kepala / pusing: tidak ada
4. Distribusi rambut: tebal
5. Rambut mudah tercabut : tidak mudah tercabut
6. Alopesia : tidak ada
7. Lain-lain : tidak ada
3. Mata
1. Kesimetrisan : normal (simetris kanan dan kiri)
2. Edema kelopak mata : tidak ada
3. Ptosis : tidak ada
4. Sklera : normal (putih)
5. Konjungtiva : normal (tidak pucat)
6. Ukuran pupil : normal (tidak ada dilatasi pupil)
7. Ketajaman penglihatan : normal (mampu melihat dengan jelas)
8. Pergerakan bola mata : normal (tidak ada nistagmus)
9. Lapang pandang : normal (mampu melihat ke sisi samping)
10. Diplopia : tidak ada
11. Photohobia : tidak ada (penglihatan ganda)
12. Nistagmus : tidak ada (bola mata bergerak cepat)
13. Reflex kornea : normal
14. Nyeri : tidak ada
15. Lain – lain : tidak ada
4. Telinga
1. Kesimetrisan : simetris kiti dan kanan

13
2. Sekret : tidak ada
3. Serumen : tidak ada
4. Ketajaman pendengaran : normal (dapat mengulang kata yang
dibisikkan)
5. Tinnitus : tidak ada
6. Nyeri : tidak ada
7. Lain – lain : tidak ada
5. Hidung
1. Kesimetrisan : normal (simetris)
2. Perdarahan : tidak ada
3. Sekresi : tidak ada
4. Fungsi penciuman : normal
5. Nyeri : tidak ada
6. Lain – lain : tidak ada
6. Mulut
1. Fungsi berbicara : normal
2. Kelembaban bibir : normal
3. Posisi uvula : normal (simetris tengah)
4. Mukosa : normal (lembab)
5. Keadaan tonsil : normal (tidak ada peradangan)
6. Stomatitis : normal (tidak ada sariawan)
7. Warna lidah : normal (berwarna merah muda)
8. Tremor pada lidah : tidak ada tremor
9. Kebersihan lidah : bersih
10. Bau mulut : tidak berbau
11. Kelengkapan gigi : lengkap
12. Kebersihan gigi : bersih
13. Karies : tidak ada karies
14. Suara parau : tidak ada suara parau
15. Kesulitan menelan : tidak ada
16. Nyeri menelan : tidak ada
17. Kemampuan mengunyah : normal (mampu mengunyah)
18. Fungsi mengecap : normal (mampu membedakan rasa)

14
19. Lain – lain : tidak ada

7. Leher
1. Mobilitas leher : normal
2. Pembesaran kel. Tiroid : normal (tidak ada pembesaran)
3. Pembesaran kel. limfe : normal (tidak ada pembesaran)
4. Pelebaran vena jugularis : normal (tidak ada pembesaran)
5. Trakhaea :-
6. Lain-lain : tidak ada
8. Thoraks
Paru – paru
1. Bentuk dada : normal
2. Pengembangan dada : penurunan ekspansi dada (otot bantu napas)
3. Retraksi dinding dada : ada retraksi dinding dada (penarikan)
4. Tanda jejas : tidak ada jejas
5. Taktil fremitus : normal
6. Massa : normal (tidak ada massa)
7. Dispnea : tidak ada
8. Ortopnea : tidak ada
9. Perkusi thoraks : resonan
10. Suara nafas : bronchial
11. Bunyi nafas tambahan : tidak ada
12. Nyeri dada : tidak ada nyeri dada
13. Lain-lain : tidak ada
Jantung
1. Iktus kordis : normal (tonjolan kecil yang bersifat normal)
2. Ukuran jantung :
3. Nyeri dada : tidak ada nyeri dada
4. Palpitasi : tidak ada palpitasi
5. Bunyi jantung : normal (tidak ada bunyi jantung tambahan)
6. Lain-lain : tidak ada

9. Abdomen

15
1. Warna kulit : sawo matang
2. Distensi abdomen : normal (tidak ada)
3. Ostomy : normal (tidak ada ostomy)
4. Tanda jejas : tidak ada tanda jejas
5. Peristaltik : normal (7x/menit)
6. Perkusi abdomen :
7. Massa : tidak ada Lokasi : tidak ada
8. Nyeri tekan : tidak ada Lokasi : tidak ada
9. Lain - lain : tidak ada

10. Payudara
1. Kesimetrisan : simetris kanan dan kiri
2. Keadaan puting susu : normal
3. Pengeluaran dari putting susu : tidak ada
4. Massa : tidak ada massa
5. Kulit paeu d’orange : tidak ada
6. Nyeri : tidak ada nyeri
7. Lesi : tidak ada nyeri
8. Lain – lain : tidak ada

11. Genitalia
Pria
1. Keadaan meatus uretra eksterna :
2. Lesi pada genital :
3. Scrotum :
4. Pembesaran prostat :
5. Pendarahan :
6. Lain – lain :
Wanita
1. Keadaan meatus uretra eksterna :
2. Leukorrhea :
3. Perdarahan :
4. Lesi pada genital :

16
5. Lain - lain :

12. Pengkajian sistem saraf


1. Tingkat kesadaran : compoc mentis (14)
2. Koordinasi : kordinasi system saraf dan system indra
3. Memori : normal (mampu mengingat)
4. Orientasi : mampu menjawab pertanyaan
5. Konfusi : tidak ada gangguan konfusi (kesadaran)
6. Keseimbangan : tidak ada gangguan keseimbangan
7. Kelumpuhan : tidak ada kelumpuhan
8. Gangguan sensasi : normal (mampu merasakan sensasi)
9. Kejang-kejang : tidak ada kejang-kejang
10. Lain – lain : tidak ada
11. Reflex :
a. Refleks tendon
1. Biseps : normal (kontraksi otot biseps)
2. Trisep : normal (kontraksi otot trisep)
3. Lutut : lutut ekstensi saat diberikan refleks
4. Achiles : gerakan plantar fleksi
b. Refleks patologis
Babinski : reflex babinski negative
Lain - lain : tidak ada
c. Tanda meningeal :
1. Kaku kuduk/kernig sign: dagu menempel di dada (-)
2. Brudzinski I : kedua tungkai tidak fleksi (-)
3. Brubzinski II : negatif
4. Lain - lain : tidak ada

13. Anus dan perianal


1. Hemorrhoid : tidak ada hemoroid

17
2. Lesi perianal : tidak ada lessi
3. Nyeri : tidak ada nyeri
4. Lain – lain : tidak ada

14. Ekstremitas
1. Warna kulit : sawo matang
2. Purpura / ekimosis : tidak ada Lokasi :
3. Atropi : tidak ada atrofi
4. Hipertropi : tidak ada hipertrofi
5. Lesi : tidak ada
6. Pigmentasi : normal
7. Luka : ada Lokasi: betis kiri Ukuran :
8. Deformitas sendi : ada pergeseran sendi
9. Deformitas tulang : ada pergeseran tulang
10. Tremor : tidak ada
11. Varises : tidak ada
12. Edema : tidak ada
13. Turgor kulit : kembali dalam waktu kurang dari 1 detik(normal)
14. Kelembaban kulit : kulit lembab(Normal)………………
15. Capillary Tefilling Time (CRT) : kurang dari 3 detik(Normal)
16. Pergerakan : menurun (tidak mampu beraktiftas)
17. Kekakuan sendi : menggerakan sendi menurun
18. Kekuatan otot : gerakan pasif (abnormal)
19. Tonus otot : ada masalah pada otot betis kiri
20. Kekuatan sendi : ada kelemahan
21. Nyeri : ada nyeri saat beraktifitas
22. Diaphoresis : tidak ada pengeluaran keringat berlebihan
23. Lain – lain : klien mengalami fraktur tibia fibula sinistra

a. Kebutuhan Keamanan
1. Riwayat paparan terhadap kontaminan :-
18
2. Riwayat perdarahan : klien mengalami perdarahan
saat dibawa kerumah sakit setelah mengalami kecelakaan
3. Riwayat pemeriksaan dengan media kontras : tidak ada
4. Pemasangan kateter IV dalam waktu lama : tidak ada
5. Penggunaan larutan IV yang mengiritasi : tidak ada
6. Penggunaan larutan IV dengan aliran yang cepat : tidak ada
7. Pemasangan kateter urine dalam waktu lama : tidak ada
8. Imobilisasi : menurun
9. Luka pada kulit / jaringan : terdapat luka fraktur tertutup
pada betis kiri klien
10. Benda asing pada luka : tidak ada
11. Riwayat jatuh : tidak pernah
12. Penyebab jatuh : kecelakaan
13. Kelemahan umum : ………………………….
14. Lain – lain : tidak ada

b. Kebutuhan Kenyamanan :
1. Keluhan nyeri : klien mengalami nyeri pada kaki yang
patah lokasi : betis kiri
2. Pencetus nyeri : nyeri yang timbul akibat kaki yang patah
3. Upaya yang meringankan nyeri : tidak melakukan pergerakan dan hanya
berbaring
4. Karakteristik nyeri : klien mengatakan nyerinya seperti
tertusuk-tusuk
5. Intensitas nyeri : nyerinya hilang timbul
6. Durasi nyeri : klien mengatakan nyeri hanya sebentar
namun hilang timbul
7. Dampak nyeri terhadap aktivitas : klien mengatakan nyeri saat melakukan
pergerakan

19
8. Lain – lain : tidak ada

VII Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang :
Hasil X-Ray terdapat fraktur tibia fibula sinistra

A. Studi diagnostic :

VIII. Tindakan medik/pengobatan


Pemasangan traksi pada kaki kiri yang mengalami fraktur
Infuse Rl 20 tts/menit
Ketorolac 10 mg/4 jam

Kendari,
Mahasiswa

Adhitya Trias Permana

20
Klasifikasi Data
DS :
1. Klien mengeluh nyeri pada bagian betis kiri
2. Klien mengatakan nyerinya seperti tertusuk-tusuk
3. Klien mengatakan skala nyerinya di angka 8 (berat)
4. Klien mengatakan nyerinnya menjalar sampai ke paha
5. Klien mengatakan nyerinya bertambah saat melakukan pergerakan
6. Klien mengatakan dengan berbaring dapat mengurangi nyeri
7. Klien mengatakan sulit menggerakan ekstremitas

DO :
1. Klien Nampak meringis akibat nyeri yang dirasakan
2. Terdapat deformitas tulang pada betis kiri
3. Nampak kaki kiri terpasang traksi
4. Nampak klien melindungi kakinya yang patah
5. Nampak terpasang infuse 20 tts/menit
6. Pemberian obat analgetik ketorolac 10 mg/4jam
7. Klien Nampak gelisah
8. Kekuatan otot menurun
9. Kekuatan sendi menurun
10. TTV :
- TD : 120/90 mmHg
- N : 140x/menit
- RR : 30x/menit
- S : 38,5 0C
Pemeriksaan penunjang :
Hasil X-Ray terdapat fraktur tibia fibula sinistra

21
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS : Trauma
1. Klien mengeluh nye
ri pada bagian betis Nyeri akut
kiri
2. Klien mengatakan n
yerinya seperti tertu
suk-tusuk Fraktur pada tibia fibula
3. Klien mengatakan s sinistra
kala nyerinya di ang
ka 8 (berat)
4. Klien mengatakan n
yerinnya menjalar s
ampai ke paha pergeseran fragmen
5. Klien mengatakan n
tulang
yerinya bertambah s
aat melakukan perg
erakan
6. Klien mengatakan d
engan berbaring da
pat mengurangi nye Nyeri akut
ri

DO :
1. Klien Nampak merin
gis akibat nyeri yan
g dirasakan
2. Terdapat deformitas
tulang pada betis kir
i
3. Nampak kaki kiri ter
pasang traksi
4. Nampak klien melin
dungi kakinya yang
patah
5. Nampak terpasang i
nfuse 20 tts/menit
6. Pemberian obat ana
lgetik ketorolac 10
mg/4jam
7. Klien Nampak gelis
ah
8. Kekuatan otot menu
run
9. Kekuatan sendi me
nurun
10. TTV :
- TD : 130/90
22
mmHg
- N : 110x/meni
t
- RR : 16x/men
it
- S : 38,5 0C
Pemeriksaan penun
jang :
Hasil X-Ray terdapa
t fraktur tibia fibula s
inistra

2. DS : Trauma
1. Klien mengatakan s
ulit menggerakan ek Gangguan mobilitas fisik
stremitas
2. Klien mengatakan n Fraktur tibia fibula
yerinya bertambah s sinistra
aat melakukan perg
erakan
DO :
1. Kekuatan otot menu ROM menurun
run
2. Kekuatan sendi me
nurun
3. TTV :
- TD : 130/90 Gangguan mobilitas
mmHg fisik
- N : 110x/meni
t
- RR : 16x/men
it
- S : 38,5 0C
Pemeriksaan penun
jang :
Hasil X-Ray terdapa
t fraktur tibia fibula s
inistra

23
PERENCANAAN KEPERAWATAN

N Diagnosa Luaran keperawatan Intervensi keperawatan


O Keperawatan

1 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri


pencedera fisik keperawatan selama 3 X 24
Jam maka tingkat nyeri Observasi
menurun dengan kriteria hasil 1) Identifikasi lokasi,
1. Keluhan nyeri dari karakteristik,durasi,frekuensi,ku
meningkat menjadi alitas,intensitas nyeri
cukup menurun 2) Identifikasi skala nyeri
2. Sikap protektif dari 3) Identifikasi respon nyeri non
meningkat menjadi verbal
ckup menurun 4) Identifikasi faktor yang
3. Kesulitan tidur dari memperberat dan memperingan
meningkat menjadi nyeri
ckup menurun Terapeutik
4. Frekuensi nadi dari
memburuk menjadi 1) Berikan teknik nonfarmakologis
membaik untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. terapi music)
2) Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan,kebisingan)
3) Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi

1) Jelaskan penyebab,periode dan


pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgetik
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 3 X 24
2. integritas struktur Jam maka Mobilitas fisik Observasi :
tulang ditandai meningkat dengan criteria 1. Identifikasi adanya nyeri
dengan : hasil : atau keluhan fisik lainnya
24
Data subjektif : 1.Peregerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi
dari menurun menjadi melakukan pergerakan
1.Mengeluh sulit meningkat
menggerakan Terapeutik :
ekstremitas 2.Kekuatan otot dari
menurun menjadi 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
Data obejktif : meningkat dengan alat bantu (mis pagar
tempat tidur)
1.kekuatan otot 3.Rentang gerak (ROM)
menurun dari menurun menjadi 2. Fasilitasi melakukan
meningkat pergerakan, jika perlu
2.Rentang gerak
(ROM) 4.Nyeri dari meningkat Edukasi :
menurun menjadi menurun 1. Jelaskan tujuan melakukan
5.Kelemahan fisik dari mobilsasi
meningkat menjadi 2. Anjurkan melakukan
menurun mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis duduk di
tempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TERAPI MUSIK
25
A. DEFINISI
Terapi musik adalah suatu kegiatan yang memanfaatkan music dan elemen music
yang dapat mengubah perilaku,perasaan atau fisiologi tubuh

B. TUJUAN
Sebagai acuan untuk memberikan terapi musik pada pasien rawat inap dan
mengurangi rasa nyeri,rasa cemas menjadikan hati tentram.

C. KEBIJAKAN
Ada tenaga perawat dan alat serta bahan terapi music

D. PROSEDUR
Persiapan Alat dan bahan :

1) Tape music/radio
2) CD music atau
3) Headset
Penatalaksanaan:

1. Menyapa pasien dengan sopan dan ramah.


2. Menjelaskan secara singkat tujuan dilakukannya terapi musik pada klien.
3. Memastikan bahwa klien sudah memahami manfaat terapi musik dan sudah
mengerti prosedur yang akan dilakukan.
4. Menetapkan ketertarikan klien terhadap music
5. Mengidentifikasi pilihan music klien
6. Memilih pilihan music yang mewakili pilahan music klien
7. Membantu klien untuk memilih posisi yang nyaman
8. Membantu stimulasi eksternal seperti cahaya,suara pengunjung atau panggilan
telepon selama terapi music
9. Mendekatkan tape music/CD dan perlengkapan keklien
10. Mendukung dengan headphone,jika diperlukan
11. Menyalakan music dan lakukan terapi music
12. pastikan volume music sesuai dan tidak keras
13. Selanjutnya melakukan evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)

E. ASPEK KESELAMATAN DALAM TERAPI MUSIC

1) Hindari menyalakan music dan meninggalkannya dalam waktu yang lama,sebaiknya


menentukan lamanya waktu terapi music
2) Hindari menyalakan music dengan volume terlalu keras
3) Tidak mendengarkan music melalui earphone hingga tertidur
4) Jangan melakukan terapi music pada pasien luka kepala akut

DAFTAR PUSTAKA

26
Doenges, Marilynn., et.all. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC Jakarta
Suddarth Brunner, 2018, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, EGC
Jakarta

Musliha. 2019. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC

Suzanne, Smeltzer C dan Brenda G. Bare. 2002. Fundamental Keperawatan. Jakarta:

EGC

27

Anda mungkin juga menyukai