Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA NY.R DENGAN FRAKTUR TIBIA PROKSIMAL


DIRUANG SAAD BIN ABI WAQQASH RSI SUNAN KUDUS

DI SUSUN OLEH :
NAMA : EKA PUSPA MARLENA
NIM : 72020040373
PRODI : PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Jln. Ganesha I, Purwosari, Kudus 59316, Telp/Fax. +62 291 437 218
Website: www.umkudus.ac.id Email: sekretariat@umkudus.ac.id

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa, setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung akibat trauma
pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang
langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka
terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka (Sjamsuhidajat & Jong, 2015).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah,
dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya
(Smeltzer, 2015).
Fraktur tibia (bumper fracture/fracture tibia plateau) adalah fraktur yang terjadi akibat
trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah.
Mansjoer (2015:356)
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan maupun kiri
akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. Fraktur ini sering terjadi
pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporosis dan tulang lemah yang
tak mampu menahan energi akibat jatuh atau benturan benda keras (Henderson,
2008).

B. ETIOLOGI
Etiologi fraktur tibia berupa trauma akibat kecelakaan dengan berkecepatan
sangat tinggi. Di daerah diamana orang-orang mengendarai mobil dengan kecepatan
tinggi dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan dengan potensi tinggi untuk trauma kaki
(misalnya pemain sepak bola). Jumlah fraktur tibia pada keadaan gawat darurat tergolong
tinggi. Sementara trauma langsung pada tibia merupakan penyebab paling umum, tidak
ada etiologi lain yang yang dijumpai untuk fraktur tibia shaft. Dua yang paling umum

2
adalah jatuh atau melompat dari ketinggian yang signifikan dan luka terbuka pada kaki
bagian bawah.
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui menurut (Doenges, 2016:627) adalah sebagai
berikut :
1. Fraktur akibat trauma
Terjadi akibat benturan dan cidera yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan.
2. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti
pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda keras oleh
kekuatan langsung.
3. Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih disebabkan oleh
adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya seperti pada
olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu
beban badannya.
4. Fraktur kelelahan
Terjadi akibat tekanan berulang- ulang sering ditemukan pada tibia, fibula, metatarsal,
terutama pada atlet dan penari.
5. Trauma pathologis
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekananan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor atau tulang itu sangat rapuh atau osteoporosis.

C. TANDA DAN GEJALA


a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang dimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur yang merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
b. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Deformitas (terlihat maupun teraba)

3
d. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
e. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan anatara fragmen satu dengan yang lainnya.
f. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

D. PATHOFISIOLOGI
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinadapat terjadi infeksi dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah
patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang
terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak
yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnyasampai sembuh (Henderson, 1989).

4
D. PATHWAY

5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.


b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan
penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah sel
darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati.
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, trauma otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
 Penatalaksanan medis
Terapi yang diberikan antara lain : inf. Metro 500/8 jam, inj. Ranitidine 1amp/12 jam,
fasmicyn 2 gr/12 jam,clindamycin HCL 300 mg, gas
G. Pertukaran inf. Ecosol nacl 100 ml, inf.RL 20 tpm
 Penatalaksanaan keperawatan
G. Pola tidur/

Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan


Insomnia untuk menangani fraktur, yaitu:
a. Rekoknisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kecelakaan dan
selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat kecelakaan,
derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada pristiwa yang terjadi serta
menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan keluhan dari klien

6
b. Reduksi fraktur (pengembalian posisi tulang ke posisi anatomis)
1. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (missal pen,
kawat, sekrup, plat, paku dan batang logam)
2. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gip, traksi, brace, bidai dan
fiksator eksterna
3. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi
dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna
4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:
1) Mengontrol kecemasan dan nyeri
2) Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
3) Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan
4) Memantau status neuromuskuler
5) Latihan isometric dan setting otot
6) Kembali ke aktivitas semula secara bertahap

H. PENGKAJIAN
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

7
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap.
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).
 Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.

8
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan mobilitas
3. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan tekanan pada
tonjolan tulang
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan O= Kaji tingkat nyeri
keperwatan selama 3x24 jam yang komprehensif :
agen cidera fisik
nyeri berkurangdengan lokasi, durasi,
kriteria hasi : karakteristik, frekuensi,
1.Melaporkan gejala nyeri intensitas, factor
terkontrol pencetus, sesuai dengan
2.Melaporkan kenyamanan usia dan tingkat
fisik dan psikologis perkembangan dan
3.Tanda – tanda vital dalam Tanda tanda vital sign.
rentang yang diharapkan N= Kontrol faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
klien terhadap
ketidaknyamanan : suhu
ruangan, cahaya,
kegaduhan.
E= Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
atau teknik relaksasi

9
lainnya
C= Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian obat anti
nyeri
2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan O= monitor lokasi, dan
keperwatan selama 3x24 jam kecenderungan adanya
berhubungan dengan
klien meunjukkan dapat nyeri dan
penurunan mobilitas bergerak secara normal ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil : N=-bantu pasien
1.Mampu ADLs secara mendapatkan posisi
mandiri tubuh optimal untuk
2.Dapat ambulasi dengan pergerakkan sendi pasif
membutuhkan alat bantu maupun aktif
3.Pasien mulai nyaman - lakukan latihan ROM
dengan mobilisasi pasif dan ROM aktif
E=-Ajarkan teknik
Ambulasi &
perpindahan yang aman
kepada klien dan
keluarga.Sediakan alat
bantu untuk klien seperti
kruk, kursi roda, dan
walker
-Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh
yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera. 
C=kolaborasikan
dengan ahli terapi fisik
dalam mengembangkan
dan menerapkan sebuah
program latihan.
3. Resiko tinggi kerusakan Setelah dilakukan asuhan O= Monitor tanda-tanda
keperwatan selama 3x24 jam vital sign
integritas jaringan berhubungan
integritas kulit eratasi dengan -Identifikasi keadaan
dengan tekanan pada tonjolan kriteria hasil : umum dan kulit pasien
1.Pertahankan perfungsi - Kaji factor resiko
tulang
jaringan dan mukosa baik kerusakan integritas
( sensasi kulit
,elastisitas,temperaure,hidrasi) N= -Melindungi kulit
2.tidak ada lesi,iritasi dan mempertahankan
kulit/dekubitus kelembapan kulit
3.Proses penyembuhan luka -.berikan teknik

10
baik perawatan luka yang
tepat jika ada luka
-.Perawatan Klien
dengan tirah baring
total 
C= Kolaborasikan
dengna tim medis dalam
pemberian obat
4. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan asuhan O=-Observasi tanda-
keperwatan selama 3x24 jam tanda vital fdan tanda-
berhubungan dengan prosedur
infeksi dapat tertangani tanda peradangan lokal
invasif dengan kriteria hasil : pada luka
1.Klien terbebas dari tanda N=-Lakukan perawatan
dan gejala infeksi pen steril dan perawatan
2.Klien mampu luka sesuai SOP
mendiskripsikan proses N= -Ajarkan pada klien
penularan penyakit, factor & keluarga cara
yang mempengaruhi menjaga personal
penularan serta hygiene untuk
penatalaksanaannya melindungi tubuh dari
3.Klien mempunyai infeksi : cara mencuci
kemampuan untuk mencegah tangan yang benar.
timbulnya infeksi - Anjurkan kepada
keluarga/ pengunjung
untuk mencuci tangan
sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang
klien
-Jelaskan kepada klien
dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
-Ajarkan klien untuk
mempertahankan
insersi pen
C= Kolaborasikan
pemberian antibiotik
dan toksoid tetanus
sesuai indikasi

11
K. PENGGUNAAN REFERENSI

 Sjamsuhidajat and Wim de jong.Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed.; 2015:95-98.
 Mansjoer,A.2015. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media acsukpus.
 Smeltzer,S.C, (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
 Doenges, Marylinn E.(2016). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
 Hudak and Gallo.2008. Keperawatan Krisis 6. Jakarta : EGC.
 Wijaya , A.S dan putri , Y,M.2013 Keperawatan medical bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh askep. Yogyakarta : Nuha Medika
 Padila. 2012. Buku ajar : Keperawatan medical bedah . Yogyakarta : Nuha Medika
 Brunner&Suddarth. 2016. Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah. Edisi 8 Vol 3.
Jakarta: EGC
 NANDA NOC NIC 2015-2017

12

Anda mungkin juga menyukai