Anda di halaman 1dari 8

FRAKTUR PATELLA

DEFINISI
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Carpenito, 1999).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur patella adalah suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan
rusak atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang karena adanya tekanan yang
berlebihan di tempurung lutut (Fatmawati, 2014).

KLASIFIKASI
Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
1. Fraktur tertutup (closed)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi
2. Fraktur terbuka (open / compound)
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit. Fraktur jenis ini dibagi menjadi:
a. Grade 1: robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
b. Grade 2: seperti grade 1, dengan memar kulit dan otot
c. Grade 3: luka sebesar 6 – 8 cm dengan kerusakan pembuluh darah
dan saraf otot dan kulit
Berdasarkan luas dan garis
a. Fraktur komplit
Bila garis patah menyeberang dari satu sisi ke sisi lain dan mengenai
seluruh korteks
b. Fraktur inkomplit
Bila garis patah tidak menyeberang sehingga masih ada korteks yang utuh
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma
a. Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi
b. Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung
c. Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain
d. Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi
e. Fraktur avulsi
Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang

ETIOLOGI
1. Trauma langsung
Kekerasan atau pukulan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya.
2. Trauma tidak langsung
Fraktur yang diakibatkan karena trauma tidak langsung terjadi jika titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan. Contoh dari fraktur trauma tidak
langsung adalah patahnya tulang karena jatuh terpeleset di kamar mandi pada
orangtua.
3. Patologik
Fraktur patologik merupakan fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal
atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses penyakit. Fraktur
patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
4. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.

MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri
Nyeri akan terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi.
b. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pemendekan tulang
Pemendekan tulang sebenarnya diakibatkan karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Pemendekan tulang biasanya
terlihat pada tulang panjang
d. Krepitus
Krepitus atau derik tulang akan teraba saat ekstremitas diperiksa dengan
tangan. Krepitus terjadi akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal
Beberapa jam atau hari setelah terjadinya fraktur akan timbul
pembengkakan dan peruabahan warna lokal. Hal tersebut timbul akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur
(Setyarini, 2013)

EPIDEMIOLOGI
Menurut World Health Organization (WHO), kasus fraktur terjadi di dunia kurang
lebih 13 juta orang pada tahun 2008, dengan angka prevalensi sebesar 2,7%.
Sementara pada tahun 2009 terdapat kurang lebih 18 juta orang mengalami fraktur
dengan angka prevalensi 4,2%. Tahun 2010 meningkat menjadi 21 juta orang
dengan angka prevalensi sebesar 3,5%. Terjadinya fraktur tersebut termasuk
didalamnya insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana
alam dan lain sebagainya (Mardiono, 2010).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 angka kejadian cidera mengalami
peningkatan dibandingkan pada hasil tahun 2007. Di Indonesia terjadi kasus
fraktu yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma benda tajam atau tumpul. Kecenderungan prevalensi cedera
menunjukkan sedikit kenaikan dari 7,5 % (RKD 2007) menjadi 8,2 % (RKD
2013). Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775
orang (58%) turun menjadi 40,9%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (25,9%) meningkat menjadi 47,7%, dari
14.125 trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236
orang (20,6%) turun menjadi 7,3% (Riskesdas Depkes RI, 2013; Riskesdas
Depkes RI, 2007).

PENATALAKSANAAN
Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan
rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi
tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
1) Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali
keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah
dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan solid terjadi.
3) Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth
(2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk
meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta mengurangi
deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi:
a) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction
b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan
menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi skeletal
7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek traksi.
Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Fiksasi eksterna dapat
menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin dan teknik gips.
Fiksator interna dengan implant logam.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan peredaran
darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologis
Dilakukan pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two
yang terdiri dari:
Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior dan lateral
Memuat dua sendi antara fraktur, yaitu bagian proksimal dan distal
Memuat dua ekstremitas (terutama pada anak-anak) baik yang
cedera maupun tidak (untuk membandingkan dengan yang
normal)
Dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah tindakan
Pemeriksaan laboratorium
Hb dan Ht mungkin rendah akibat perdarahan
LED meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas
Ca dan P dalam darah meningkat pada masa penyembuhan
Pemeriksaan arteriografi
Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskular akibat fraktur
Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara
periodic

KOMPLIKASI
Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik
PATOFISIOLOGI

Trauma langsung, trauma tidak langsung, patologik, kelebihan beban



FRAKTUR

Tindakan bedah

Pre Op Intra op Post Op

Resiko Perdarahan
Defisit Luka Insisi
Pengetahuan ↓ Efek anastesi
Defisit Volume Cairan
Cemas Mual muntah Resiko
inflamasi
bakteri
Nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh
Resiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan.


Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Fatmawati, E. A. 2014. Penatalaksanaan Terapi Latihan pada Kondisi Post
Operatif Fracture Patella Sinistra di Rs PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Diakses dari http://eprints.ums.ac.id/
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Medika
Aesculapius FKUI
Setyarini, L. 2013. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (Kkmp) Pada Pasien Fraktur Multiple Di Rsup Fatmawati.
Karya Ilmiah Akhir. Diakses dari http://lib.ui.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai