Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HERPES

Kelompok 3
Anggota :

1. Ega Meliana Asiska D (106117006)


2. Lintang Retno R (106117007)
3. Dewi Purnama Sari (106117011)
4. Sekar Dwi Setyo U (106117016)
5. Fitri Wulandari (106117025)
6. Devi Pramesta (106117027)

STIKES AL IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
A. Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg
menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah
infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster adalah radang kulit akut
yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
(persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella
dalam bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2001)
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit yang
disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa infeksi ini
merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-kadang infeksi
berlangsung sub kronis.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh virus
Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.
Kesimpulannya Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus
yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster disebut juga shingles. Dikalangan
awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”.

B. Klasifikasi
Klasifikasi herpes zoster menurut (Harahap,Marwali. 2000) adalah sebagai
berikut:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali
dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti
lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan
kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka.

2
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra

3
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

4
Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.

C. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik
dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi. (Harahap,Marwali. 2000)

D. Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal
lokal (nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh
(berwarna abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta. (Prof. dr. Adhi Juwanda,
199:107).
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.

5
E. Patofisiologi

VIRUS VARISELA ZOESTER

Infeksi primer ,infeksi virus alfa menetap


dalam bentuk laten neuron dari ganglion

Presdisposisi pada klien pernah menderita cacar air,


sistem imun yang lemah dan yang menderita kelainan maglinitas

Reaksi virus varisela zoester

Vesikula tersebar

Respon inflamasirespon inflamasi kondisikerusakanGanggilion posterior ,ganggilion anterior


lokal sistemik integritas kulitsusunan saraf tepi dan bagian motorik
ganggion kranilas kranialis

kerusakan saraf perifer gangguan respon psikologis gejala prodomal


NYERI gastroinstestinal sistemik
nyeri terjadi lesi pada kulit nyeri otot
AKUT

GANGGUAN demam,
GANGGUAN mual,anoreksia pusing
POLA TIDUR KERUSAKAN dan malesie CITRA TUBUH
GANGGUAN
INTEGRITAS
KULIT RASA
KETIKDAKSE reaksi inflamasi
NYAMAN
IMBANGAN
NUTRISI : HIPERTERMI
KURANG
Kurangnya pengetahuan
DARI
KEBUTUHAN
Terjadinya garukan pada lesi
TUBUH

Port de entree kuman

RISIKO INFEKSI 6
F. Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps
simplex :
1. Tzanck Smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s,
toluidine blue ataupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya
akan dijumpai multinucleated giant cells
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus

2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemerikasaan mikroskop electron
5. Kultur virus
6. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
7. Deteksi antibody terhadap infeksi virus
8. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai
adanya lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

G. Penatalaksanaan medis
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada herpes zoster
oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator.
Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.Indikasi
pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-
dininya untuk mencegah terjadinya parasialis. ( Judith M. Wilkinson. 2006)

7
Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis
ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi
dapat diberikan salep antibiotik.( Judith M. Wilkinson. 2006)
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan
untuk mengendalikan gejal a dan menurunkan pengel uaran vi rus. Obat
antivirus analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini
bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA
polymerase HSV yang pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi
virus.( Judith M. Wilkinson. 2006)
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak
asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal
tanda kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat
tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien
yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi
supresif setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%.
Terapi topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi
supresif atau profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal
dan keharusan melakukan seksioses area pada wanita yang positif HSV. Vaksin
untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.

H. Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:
1. Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan

8
jaringan nekrotik.
3. Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
4. Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan
pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang
berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi.
Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh,
ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri
dan biasanya sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda
dan sehat sangat baik karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk terjadinya komplikasi herpes zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi
sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai
komplikasi prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak
imunokompromais, angka morbiditas dan mortalitasnya signifikan. (Blackwell
Science, 2000)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
A.Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai
dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan

9
dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan
persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada
fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.
b. Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat
yang terinfeksi virus ini.
d. Riwayat penyakit dahulu
diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek
atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
e. Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam keluarga
dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.

3. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu makan ,
karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa nyeri
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola saat
aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas .
d. Pola Hubungan dan peran

10
Pasienakan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh.
4. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
b. TTV
2) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran : merata
dengan kulit )
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak
terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
 Inspeksi
 Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
 Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
 Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan mastoidius.
f. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat
perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
 Inspeksi
 Bentuk : normal simetris
 Benjolan : tidak terdapat lesi
 Palpasi
 Tidak terdapat nyeri tekan
 Tidak terdapat massa / benjolan
 Tidak terdapat tanda tanda asites

11
 Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
- Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
- edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
- akral hangat
- turgor kulit normal/ kembali <1 detik
- terdapat lesi pada permukaan kulit wajah

B. Diagnosa keperawatan herpes zooster.


1. Gangguan nyeri b.d agen cidera biologis
2. Gangguan integritas kulit b/d proses peradangan

C. Rencana keperawatan/intervensi.

Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan NIC : Pengecekan kulit


berhubungan dengan proses keperawatan masalah kerusakan 1. Monitor infeksi, terutama dari
peradangan integritas kulit dapat teratasi. daerah edema
NOC : Integritas 2. Monitor warna dan suhu kulit
Jaringan: Kulit Membran 3. Amati warna, kehangatan,
Mukosa bengkak,pulsasi, tekstur, edema
Indicator IR ER dan ulseri pda ekstermitas
Suhu kulit NIC : Perawatan luka
Sensasi 1. Ukur luas luka
Perfusi jaringan 2. Periksa luka setiap kali
Lesi pada kulit perubahan balutan
Eritema 3. Bandingkan dan catat setiap

Jaringan parut perubahan luka

Nekrosis
Keterangan :

1 = Berat

2 = Cukup berat

12
3 = Sedang

4 = Ringan

5 = Tidak ada
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen Nyeri
agen cidera biologis keperawatan masalah nyeri akut dapat
1. Lakukan pengkajian nyeri
teratasi.
komprehensif yang meliputi
NOC : Tingkat Nyeri lokasi, karateristik, onset /
durasi, frekuensi, kualitas,
Indicator IR ER
intensitas atau beratnya nyeri
Nyeri yang dan faktor pencetus
dilaporkan 2. Ajarkan penggunana teknik non
Panjang episode farmakologi
nyeri 3. Pastikan perawatan analgesic
Mengerang atau bagi pasien dilakukan dengan
menangis pemantauan yang ketat
Ekspresi wajah NIC : Pemberian
Mengernyit Analgesik
1. Tentukan lokasi,karateristik, dan
keparahan nyeri sebelum

Keterangan : mengobati pasien


2. Cek adanya riwayat alergi obat
1 = Berat 3. Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
2 = Cukup berat
yang berat

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = Tidak ada

13
Risiko infeksi Setelah dilakuka tindakan keperawatan NIC : Kontrol Infeksi
berhubungan masalah risiko infeski dapat teratasi.
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
dengan Penyakit
NOC : Keparahan Infeksi sistemik dan local
2. Monitor hitung granulosit, WBC
Indikator IR ER
3. Pertahankan teknik aspesis pada
Kemerahan pasien yang berisiko
Nyeri 4. Intrusikan oasien untuk minum
Hilang nafsu makan antibiotic sesuai resep
Peningkatan jumlah 5. Batasi pengunjung
sel darah merah 6. Ajarkan cara menghindari
Malaise infeksi
7. Ajarkan pasien dan kelurga
Keterangan :
tanda dan gejala infeksi.

1 = Berat

2 = Cukup Berat

3 = Sedang

4 = Ringan

5 = Tidak Ada

14
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddart. 2002. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC


Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi Nic dan
Noc. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua. Jakarta : FKUI
Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth.
EGC: Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai