Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN (KONSEP PENYAKIT)

HERPES ZOSTER

NAMA : SITI AZIZAH


NIM : 19020084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL

2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg
menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah
infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster adalah radang kulit akut yang
bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
(persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2010)

1.2 Klasifikasi

Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2010 adalah sebagai berikut:


1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra


2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

2
Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.
3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra


4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis


3
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.


1.3 Etiologi
Penyebab herpes zoster adalah virus varicella-zoster, virus yang juga
menyebabkan cacar air. Infeksi awal oleh virus varicella-zoster (yang bisa berupa
cacar air) berakhir dengan masuknya virus ke dalam ganglia (badan syaraf) pada
syaraf spinalis maupun syaraf kranialis dan virus menetap di sna dalam keadaan tidak
aktif. Herpes zoster selalu terbatas pada penyebaran akar syaraf yang terlibat di kulit
(dermatom).
Virus herpes zoster bisa tidak pernah menimbulkan gejala lagi atau bisa
kembali aktif beberapa tahun kemudian. Herpes zoster terjadi jika virus kembali aktif.
Kadang pengaktifan kembali virus ini terjadi jika terdapat gangguan pada system
kekebalan akibat suatu penyakit atau obat-obatan yang mempengaruhi system
kekebalan. Yang sering terjadi adalah penyebab dari pengaktifan kembali virus ini
tidak diketahui. (Harahap,Marwali. 2000)

4
1.4 Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal lokal
(nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta.
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zosrter of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zosrter servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zosrter torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zosrter lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zosrter sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zosrter atikum : menyerang telinga.
(Prof.dr.Adhi Juwanda, 2012)

1.5 Patofisiologi
Virus varisella zoster diakibatkan oleh infeksi virus alfa menetap dalam bentuk laten
neuron ganglion, virus ini menetap dalam tubuh manusia yang pernah menderita cacar
air sebelumnya, Invasi virus tersebut menyerang susunan saraf tepi dan menyerang
ganglion anterior masuk melalui aliran darah dan menetap di ganglion sensorik ketika
sistem imun dalam tubuh manusia mulai turun, maka akan mengakibatkan atau
membangkitkan virus varisella tersebut. Reaktivasi virus tersebut menyebabkan
kelainan/lesi pada kulit daerah ganglion sehingga menyebabkan penyakit herpes zoster.
Herpes zoster ini merangsang pelepasan mediator nyeri seperti bradikinin, serotonin,
histamine yang akan merangsang nosiseptor sehinggga muncul nyeri pada kulit, terasa
panas dan dapat diambil masalah keperawatan nyeri akut. Virus Herpes Zoster ini juga
merangsang dan melepaskan zat progen endogen yang akan menyebabkan peningkatan
suhu tubuh dan menyebabkan demam pada penderita sehingga dapat diambil masalah
keperawatan hipertermi.

Pada saat infeksi virus herpes ini bereplikasi di saraf tepi tepatnya dipintu masuk virus
dan beredar didalam limfe regional, kemudian invasi kedalam menempatkan diri dan
bereproduksi didalam kulit, selaput lender sehinga muncul eritrema dan vesikel yang
5
bergerombol/ berkelompok sehingga muncul lesi pada kulit dan bisa diambil masalah
keperawatan kerusakan integritas kulit. Apabila terdapat lesi pada kulit kemudian tidak
tau perawatan dan pengobatan menyebabkan vesikel pecah dan menyebar ke bagian lain
kemudian terpapar oleh lingkungan luar (kuman/ bakteri) bisa muncul masalah
keperawatan resiko infeksi.

6
1.6 Pathway
Invasi virus varisella
zoster

Susunan saraf tepi

Menyerang ganglion
anterior

Masuk melalui aliran


darah

Menetap diganglion
sensorik

Sistem imun manusia


turun

Reaktifasi virus
varisella zoster

Kelainan/ lesi pada


kulit daerah ganglion

HERPER ZOSTER

Proses infeksi
Merangsang pelepasan
mediator kimiawi
Terjadi replikasi virus
ditempat pintu masuk virus

Pelepasan zat Pelepasan zat


bradikinin serotonin & progen endogen Beredar didalam
histamine limfe regional

Merangsang Merangsang
nosiseptor peningkatan suhu Invasi kedalam
tubuh

7
Muncul Demam Menempatkan diri dan
gejala lokal bereproduksi didalam kulit,
selaput lendir

Hipertermi
Nyeri, rasa Timbul eritrema dan vesikel
terbakar didaerah berkelompok
luka

Nyeri Akut Muncul lesi

Tidak tau cara Kerusakan


perawatan dan integritas kulit
pengobatan

Vesikel pecah dan


menyebar ke bagian
lain

Terpapar lingkungan
luar (kuman/ bakteri)

Resiko
infeksi

8
1.7 Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :

1. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus

2. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

3. Pemerikasaan mikroskop electron

4. Kultur virus

5. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ

6. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

7. Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan


degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2010 )

1.8 Penatalaksanaan

A. Medis

Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan


analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada herpes zoster
oftalmikus mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau
imunostimulator. Obat-obat ini juga dapat diberikan pada penderita dengan
defisiensi imunitas.Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk Sindrom
Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya
parasialis. ( Judith M. Wilkinson. 2010)

Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis


ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium
vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka.
Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.( Judith M. Wilkinson.
2010)

9
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
mengendalikan gejala dan me nurunkan pengeluaran virus. Obat
antivirus analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan
ini bekerja dengan menyebabkan deaktivasi atau mengantag onisasi DNA
polymerase HSV yang pada gilirannya menghentikan sintesis DNA dan
replikasi virus.( Judith M. Wilkinson. 2010).

Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak
asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak
awal tanda kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala.
Apabila obat tertunda sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya
memendek 1 hari. Pasien yang mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih
setahun sebaiknya ditawari terapi supresif setiap hari yang dapat
mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi topical dengan
krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau
profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan
keharusan melakukan seksioses area pada wanita yang positif HSV.
Vaksin untuk mencegah infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.

B. Penatalaksanaan terapi komplementer herpes dengan Akupuntur

Berdasarkan patofisiolginya nyeri dapat dibedakan menjadi, pertama, nyeri


inflamasi/nosiseptif,  yaitu nyeri yang disebabkan oleh karena kerusakan jaringan,
misalnya nyeri akibat patah tulang, cedera otot.  Kedua, nyeri neuropatik, yaitu nyeri
yang disebabkan oleh karena kerusakan saraf baik sentral maupun perifer. Contoh yang
paling sering adalah nyeri neuralgia pasca herpetika, neuropati diabetes, nyeri pasca
stroke. Ketiga, nyeri idiopatik/psikogenik, yaitu nyeri yang letak anatomi dan lokasinya
tidak jelas atau yang berkaitan dengan faktor psikologis.
Belakangan ini terapi akupunktur medik mulai banyak dikembangkan, di
antaranya akupunktur analgesia untuk penatalaksanaan nyeri. Akupunktur medik
merupakan bagian dari ilmu kedokteran fisik yaitu suatu modalitas terapi dengan jarum
halus untuk merangsang titik-titik tertentu di tubuh (titik  akupunktur)  yang merupakan
adaptasi dari akupunktur tradisional China dengan menggunakan pengetahuan anatomi,
fisiologi, dan patologi serta berpedoman kepada pemanfaatan bukti mutakhir dari
penelitian yang sahih (Evidence-Based Medicine)  dalam tata laksana pasien.

10
Akupunktur   telah   terbukti   secara  ilmiah  efektif   mengatasi  nyeri. Misalnya,
nyeri wajah pada neuralgia trigeminal,  nyeri punggung  bawah, nyeri leher, nyeri haid,
nyeri pasca-infeksi herpes, maupun nyeri kronik pada kasus keganasan. Mekanisme
kerja akupunktur dalam mengatasi nyeri adalah melalui  penglepasan berbagai senyawa
kimiawi  dalam tubuh  di  tingkat lokal yang selanjutnya akan menstimulasi
penglepasan neurotransmiter di tingkat segmental di medula spinalis dan sistem saraf
pusat di otak untuk mengeluarkan zat opioid  endogen, yaitu beta endorfin  yang
merupakan senyawa kimiawi yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan berperan penting
dalam mengurangi rasa nyeri.
Beberapa intervensi dalam terapi akupunktur, di antaranya akupunktur manual
(perangsangan menggunakan jarum pada titik  akupunktur), elektroakupunktur
(perangsangan listrik pada titik akupunktur), akupunktur termal (perangsangan panas
pada titik  akupunktur), sonopunktur (perangsangan menggunakan gelombang
ultrasound pada titik akupunktur), akuapunktur (perangsangan dengan menyuntikkan
cairan pada titik akupunktur), laserpunktur (perangsangan menggunakan sinar LASER
pada titik akupunktur), cat-gut embedding/akupunktur tanam benang (menanamkan
benang cat-gut pada titik akupunktur).
Akupunktur umumnya dilakukan 2–3 kali per minggu tergantung keadaan
penyakitnya sampai mencapai hasil yang diharapkan. Satu seri pengobatan terdiri  atas
10–12 kali dan bila diperlukan dapat dilanjutkan dengan seri berikutnya dengan interval
antarseri berkisar 1–2 minggu.
C. Penatalaksanaan terapi komplementer herpes dengan Bekam
Bekam telah banyak dipakai untuk meredakan nyeri pada beberapa gangguan
seperti: nyeri muskuloskeletal (termasuk sprain, strain traumatik dan pasca - fraktur),
gejala terkait herpes zoster, nyeri punggung bawah dan nyeri lumbal (lumbago) seperti
herniasi diskus lumbal, nyeri skeletal, nyeri leher yang salah satunya spondilosis
servikal, nyeri bahu, migren dan nyeri kepala lain, dismenorea, atralgia sederhana, gout
arthritis, rheumatoid arthritis, chronic fatigue syndrome, fibromialgia, osteoartritis lutut,
carpal tunnel syndrome (CTS), plantar fasciitis, brachialgia paraesthetica nocturna,
trigeminal neuralgia, fatigue pada atlet, dan sebagainya.
Nyeri masih merupakan masalah dunia. Pengobatan nyeri saat ini masih belum
sampai tahap yang memuaskan terkait kronisitas dan efek samping obat yang ada.
Akibat ketidakpuasan dengan pengobatan yang ada, banyak pasien yang memilih terapi
tradisional untuk pengobatan nyerinya. Terapi bekam merupakan salah satu terapi
tradisional yang banyak dipakai untuk meredakan keluhan nyeri. Terapi bekam telah
11
dipakai di banyak negara di dunia. Bekam menurunkan nyeri melalui efek
antinosiseptifnya, dengan cara stimulasi sistem saraf perifer dan menurunkan stres
oksidatif.

1.9 Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2012 adalah sebagai berikut:
1) Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.
3) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.
4) Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.
5) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis
ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat
terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus. Umumnya akan sembuh spontan.

1.10 Pengkajian
1. Biodata

12
A. Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai
dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan
dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan
persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
A. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada
fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.
B. Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
C. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini.
D. Riwayat penyakit dahulu
diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini
E. Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam keluarga dan
masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.

3. Pola Kehidupan

A. Aktivitas dan Istirahat


Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
B. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu makan ,
karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa nyeri
C. Pola Aktifitas dan Latihan

13
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola saat
aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas .
D. Pola Hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh.

4. Pengkajian fisik
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran
b. TTV
2) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran : merata
dengan kulit )
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak
terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
 Inspeksi
 Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
 Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.
 Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
f. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat
perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
 Inspeksi
 Bentuk : normal simetris
 Benjolan : tidak terdapat lesi

14
 Palpasi
 Tidak terdapat nyeri tekan
 Tidak terdapat massa / benjolan
 Tidak terdapat tanda tanda asites
 Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
- Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,
- edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
- akral hangat
- turgor kulit normal/ kembali <1 detik
- terdapat lesi pada permukaan kulit wajah

15
1.12 Diagnosa keperawatan herpes zooster.

1. Nyeri akut b/d agen cidera biologis (00132)


2. Kerusakan integritas kulit b/d lesi, vesikel berkelompok pada kulit (0046)
3. Hipertermi b/d proses peradangan (00007)
4. Resiko infeksi b/d terpapar lingkungan luar (bakteri/ kuman) (00004)

1.13 Rencana keperawatan/intervensi

DIAGNOSA NOC DAN INDIKATOR UKURAN AKTIVITAS


N
KEPERAWA SERTA SKOR AWAL DAN RENCANA TINDAKAN
O
TAN SKOR TARGET
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan  Manajemen nyeri (1400)
b/d agen keperawatan selama 45 menit O: lakukan pengkajian nyeri
cidera biologis diharapkan masalah nyeri akut komprehensif meliputi lokasi,
(00132) teratasi dengan kriteria hasil : karakteristik, onset/ durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas
 Tingkat Nyeri (2102) atau bertanya nyeri, faktor
           pencetus
Indikator S S
Kode A T N: pilih dan implementasikan
210201 Nyeri yang 2 5 tindakan non farmakologi
dilaporkan seperti terapi komplementer
210204 Panjangnya 2 5 (akupuntur/ bekam) untuk
episode meringankan nyeri
nyeri
210206 Ekspresi 2 5 E: edukasi pasien mengenai
nyeri wajah nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan prosedur
Keterangan:
C: kolaborasi pemberian
1= Berat analgesic

2= Cukup berat

3= Sedang

4= Ringan

5 = Tidak ada
2 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan  Perawatan kulit: pengobatan
integritas kulit keperawatan diharapkan topikal (3584)
b/d lesi, masalah Kerusakan integritas
vesikel kulit teratasi dengan kriteria O: observasi luka pada kulit
berkelompok hasil : pasien
pada kulit
(00046):  Penyembuhan luka : N: berikan lingkungan yang
16
sekunder (1163) bersih untuk meminimalisir
resiko infeksi pada luka
Indikator S S
Kode A T E: Edukasi pasien untuk
110320 pembentuka 3 1 membersihkan dengan sabun
n bekas luka antibakteri dan tidak
110311 kulit 2 5 menggaruk luka untuk
maserasi meminimalisir bekas luka dan
infeksi
keterangan :110320 C: Kolaborasi pemberian
1= Tidak ada antibiotic topikal untuk daerah
yang terkena dengan tepat
2= Terbatas
3= Sedang
4= Besar
5= sangat besar

keterangan: 110311
1= Sangat besar
2= Besar
3= Sedang
4= Terbatas
5= Tidak ada

17
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddart. 2012. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC


Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua. Jakarta : FKUI
Hanik Badriyah Hidayati et.all.(2019). Bekam Sebagai Terapi Alternatif Untuk Nyeri.
Neurona Vol. 36 No. 2
Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Jelly Permatasari, Hasina, Septa Pratama.2020. Studi Penggunaan Complementary and
Alternatif Medicine (CAM) di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi. E-ISSN - 2477-
6521 Vol 5(1).
Judith M. Wilkinson. 2010. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi Nic dan
Noc. Jakarta : EGC
NANDA.(2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
NOC.(2013).Nursing Outcomes Clasification Edisi Bahasa Indonesia Edisi ke 5.Jakarta:
Mocomedia
NIC.(2013).Nursing Intervention Clasification Edisi Bahasa Indonesia Edisi ke 6.Jakarta:
Mocomedia
Price, Sylvia Anderson. 2010. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Smeitzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth.
EGC: Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai