Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit
I.1 Definisi
Herpes  zoster  merupakan  penyakit  kulit  yang  bercirikan 
timbulnya ruam  kulit  dengan  distribusi  dermatomal  dan  disertai 
rasa  nyeri  yang  hebat. (http://www.e-jurnal.com/2015/05/herpes-
zoster-pada-geriatri.html)
Herpes adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,
selaput lender, dan system saraf ( Nurarif, Amin.Huda,dkk,2015)
Herpes merupakan virus yang menyebabkan infeksi, dan dapat juga
menetap hidup dan dapat menghasilkan infeksi laten yang pada suatu
saat dapat mengalami reaktivitas.
I.2 Etiologi
Virus yang disangka sejenis dengan virus penyebab varisella. Virus
tersebut menyebabkan radang ganglion radiks posterior.
I.3 Tanda dan gejala

a. Gejala prodomal

1. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang


berlangsung selama 1 – 4 hari.

Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige,


malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan
kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan. 

2. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus menerus


atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
3. Gejala yang mempengaruhi mata :  Berupa kemerahan, sensitive
terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata,
pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
b. Timbul erupsi kulit

1. Kadang terjadi limfadenopati regional


2. Erupsi kulit hampir selalu unilateraldan biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat
terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion
torakalis.
3. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk
papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang
menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang
akan mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat
bertahan sampai 2–3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat
ini nyeri segmental juga menghilang
4. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–
kadang sampai hari ke 7
5. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula
hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar)
6. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan
mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.

I.4 Patofisiologi

HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae,


sebuah grup virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan
secara luas pada infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus
varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus
alpha-herpesviridae.
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar
melalui droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan
saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan
dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan
kelainan pada kulit.

Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik.
Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang
luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui
serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana
serta bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi
laten di ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2
menimbulkan infeksi laten di ganglion sakral.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan
mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah
infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi
spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer.

Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam,
stres fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan
dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik
genito genital, ano genital maupun oro genital.

Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok
ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan
HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks,
konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel
epidermis daan dermis menyebabkan destruksi seluler dan keradangan.
I.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster

Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis


dan herps simplex :
 Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak
dapat membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
 Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan
untuk membedakan diagnosis herpes virus
 Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
 Pemeriksaan histopatologik
 Pemerikasaan mikroskop electron
 Kultur virus
 Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
 Deteksi antibody terhadap infeksi virus
I.6 Komplikasi
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster

Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak


dermatitis dan herps simplex :

 Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat


membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
 Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
 Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
 Pemeriksaan histopatologik
 Pemerikasaan mikroskop electron
 Kultur virus
 Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
 Deteksi antibody terhadap infeksi virus

I.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Herpes zoster


a.  Pengobatan
1. Pengobatan topical

 Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok


kalamin untuk mencegah vesikel pecah
 Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x
sehari selama 20 menit
 Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3 x sehari

2. Pengobatan sistemik
Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat mengintervensi
sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak menyembuhkan
infeksi herpes namun dapat menurunkan keparahan penyakit dan
nyeri. Dapat diberikan secara oral, topical atau parenteral.
Pemberian lebih efektif pada hari pertama dan kedua pasca
kemunculan vesikel. Namun hanya memiliki efek yang kecil
terhadap postherpetic neuralgia.
Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A, Vira –
A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep mata.
Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon
inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi
karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon
immune.
Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk manajemen
nyeri dan antihistamin diberikan untuk menyembuhkan priritus.
b. Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan
hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus
ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan
salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat
diberikan
c. Neuralgia Pasca Herpes zoster

 Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir pada


fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik ( misalnya :
amitriptilin 10 – 75 mg/hari)
 Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan
emosional merupakan bagian terpenting perawatan
 Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada
neuralgi berat yang tidak teratasi.
I.8 Pathway

Organ telah terkena infeksi


varicela

Virus aktif(reaktivitas virus) Faktor pencetus

Virus aktif(reaktivitas virus) Sel pointer


meningkatkan suhu

Resiko infeksi Herpes Zozter hipertensi

Kerusakan jaringan Nyeri otot pada tulang Perubahan fisik


kulit(erupsi kulit)

Gangguan citra tubuh

nyeri Hambatan mobilitas fisik


II. Rencana asuhan keperawatan klien
II.1Pengkajian
II.1.1 Riwayat Keperawatan
 Riwayat menderita penyakit cacar
 Riwayat immunocompromised (HIV/AIDS,
leukimia)
 Riwayat terapi radiasi
 Diet
II.1.2 Pemeriksaan fisik : data fokus
- Keluhan utama

• Nyeri
• Sensasi gatal
• Lesi kulit
• Kemerahan
• Fatige
- Riwayat psikososial

• Kondisi psikologis pasien


• Kecemasan
• Respon pasien terhadap penyakit
- Pemeriksaan fisik

• Tanda vital
• Tes diagnostik
II.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster

Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak


dermatitis dan herps simplex :
 Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak
dapat membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
 Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan
untuk membedakan diagnosis herpes virus
 Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
 Pemeriksaan histopatologik
 Pemerikasaan mikroskop electron
 Kultur virus
 Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
 Deteksi antibody terhadap infeksi virus
II.2Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1 Hipertermia berhubungan dengan penyakitnya

2.2.1 Definisi : Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal


2.2.2 Batasan karakteristik : Kulit merah, suhu tubuh meningkat diatas
rentang normal, frekuensi nafas meningkat, kejang atau konvulsi,
kulit teraba hangat, takikardi, takipnea.
2.2.3Faktor yang berhubungan : dehidrasi, penyakit atau trauma,
ketidak mampuan atau penurunan kemampuan untuk
berkeringat, pakaian yang tidak tepat, peningkatan laju
metabolism, obat atau anastesia, terpajan pada lingkungan yang
panas (jangka panjang), aktifitas yang berlebihan.

Diagnosa 2 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan


2.2.4 Definisi :

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan


yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian
rupa : awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dap[at diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung < 6 bln.
2.2.5 Batasan karakteristik
 Perubahan tekanan darah
 Perubahan frekuensi jantung
 Perubahan frekuensi pernapasan
 Mengekspresikan perilaku
 Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
 Melaporkan nyeri secara verbal
 Gangguan tidur
2.2.6 Faktor yang berhubungan
- Agen cedera ( mis. Biologis, zat kimia, fisik,
psikologis)
II.3Perencanaan
II.3.1 Tujuan dan criteria hasil
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1-2 jam
suhu tubuh dalam rentang normal.
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal 36,5 – 37,5 0C
    Kulit tidak teraba hangat
 Nadi dan pernafasan dalam rentang normal
II.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Monitor suhu tubuh
R : memantau peningkatan dan penurunan suhu tubuh
2. Monitor warna dan suhu kulit
R : memonitor tanda –tanda dehidrasi
3. Berikan antipiretik
R : terapi dalam penurunan suhu tubuh
4. Kolaborasi pemberian cairan intravena
R : terapi dalam pemenuhan cairan
5. Monitor TTV
R : Mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskuler,
pernafasan, dan suhu tubuh untuk menetukan serta
mencegah komplikasi

Diagnosa 2 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan


II.3.3 Tujuan dan criteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit-1
jam,maka diharapkan nyeri berkurang/hilang dengan criteria
hasil :
- Klien mampu mengontrol nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenali skala nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
II.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Kaji skala nyeri,lokasi,karakteristik,durasi, frekuensi,kualitas
dan faktor presipitasi
R : Memudahkan pilihan intervensi yang sesuai
2. kaji Pantau tanda-tanda vital
R : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan
3. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan atur posisi
senyaman mungkin
R : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri posisi yang
tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan
otot serta mengurangi nyeri.
4. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
R :Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman
5. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan
R : membantu klien menghadapi/mengatasi dengan
kondisinya

6. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.


R : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga
pasien menjadi lebih nyaman

III. Daftar Pustaka

Nurarif, Amin Huda,dkk. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Mediaction. Yogyakarta
http://www.e-jurnal.com/2015/05/herpes-zoster-pada-geriatri.html)
https://obstetriginekologi.woodpress.com/2012/04/13/patofiologi_herpes_
genitalia
http://perawat psikiatri.blogspot.co.id/2009/04/herpes_zoster

Anda mungkin juga menyukai