Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Nn. N DENGAN POLIOMELYTHIS DI RUANG PARANG SELING


RSO PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA JAWA TENGAH

A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Poliomelitis adalah penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus ultramikroskop
yang bersifat neutrofik yang awalnya menyerang saluran pencernaan dan pernapasan
yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Penyakit ini
menyebabkan kelemahan motorik yang asimetris dengan adanya gangguan bulbar
dan pernapasan dalam korteks. (Nanda, 2015).
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motoric
batang otak dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan serta atrofi. ( Doengoes 2002).
Poliomelyhis atau polio adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan
oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan polio virus
(PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginveksi saluran usus. Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya
otot dan kadang kelumpuhan (paralysis). (Smeltzer, 2000).

2. ETIOLOGI
Poliomelitis dapat disebabkan oleh virus tipe 1 (Brunchilde), tipe II (Lansing) dan
tipe III (Leon): dapat hidup berbulan-bulan di dalam air, mati dengan pengeringan
atau oksidan. Virus ini hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan saraf tertentu.
Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan
sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul
gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomelythis adalah:
a. Medula spinalis terutama kornu anterior

LP POLIO | 1
b. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta
formasio retikularis yang mengandung pusat vital
c. Serebrum terutama inti-inti virmis
d. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra
e. Talamus dan hipotalamus
f. Palidum
g. Korteks serebri hanya daerah motoric.
Klasifikasi infeksi virus polio:
1) Minor illness (penyakit dengan gejala ringan)
2) Mayor illness (termasuk jenis non paralitik dan paralitik)
Dari segi klinis dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a) Tipe bulbar: tipe ini di temukan pada batang otak
b) Bentuk spinal: kelainan tipe ini memberikan komplikasi
orthopedic
3. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini paling banyak pada anak-anak dibawah 5 tahun dan juga bisa pada
remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomyelitis pada anak adalah panas
disertai gejala sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher, dan punggung,
kekakuan otot yang diperjelas dengan tanda head drop, tanda tripod saat duduk,
tanda-tanda spinal, tanda brudzinskiy atau kering.
Penyakit ini berkembang melalui beberapa tahap yaitu:
a. Fase inkubasi: 3-6 hari dan kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21 hari
b. Fase gejala umum: seperti influenza, nyeri kepala, nyeri tulang belakang
dan anggota gerak, malaise, dan mungkin gejala mencret kurang lebih 3
hari.
c. Fase paralisis mendadak: berlangsung 3 hari sampai 2 bulan
d. Fase penyembuhan
e. Fase menahun atau fase paralisis redusi
Menurut klasifikasinya:
1) Minor illness (penyakit dengan gejala ringan)

LP POLIO | 2
a) Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala
b) Nyeri tenggorokan dan perasaan tak enak di perut,
gangguan gastrointestinal, demam ringan, perasaan lemas,
dan nyeri kepala.
c) Terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang dan jarang
lebih dari 6 hari.
Selama waktu itu virus bereplikasi pada nasofaring dan
saluran cerna bagian bawah.
2) Major illness (termasuk jenis non-paralitik dan paralitik)
a) Terjadi selama 3-35 hari termasuk gejala minor illnes
dengan rata-rata 17 hari
b) Demam, kelemahan cepat dalam beberapa jam, nyeri
kepala dan muntah
c) Demam 24 jam terlihat kekakuan leher dan punggung
d) Terlihat mengantuk, iritabel dan cemas
e) Pada kasus tanpa paralisis sangat sukar dibedakan dengan
meningitis aseptik
f) Bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik
sampai 5 hari sesudah keluhan nyeri kepala
g) Pada anak stadium pre paralisis lebih singkat dan
kelemahan otot terjadi pada waktu penurunan suhu
h) Pada dewasa stadium preparalitik berlangsung lebih hebat
dan lama, terlihat sakit berat, tremor, agitasi, kemerahan di
daerah muka, otot menjadi sensitive dan kaku, pada otot
ekstensor ditemukan reflek tendon meninggi dan fasikulasi

LP POLIO | 3
4. PATHWAY

Polio virus

Melalui fekal-oral (makanan Deficit pengetahuan


yang terkontaminasi)

Bermultiplikasi

Orofaring

Masuk ke system Menyebar ke organ target


limfatik/pembuluh darah

Fase viremia

hipertermi Peningkatan suhu tubuh System syaraf pusat

Nyeri Infeksi Menyerang sel-sel yang


mengendalikan otot

Melemahnya otot

paralysis

Ansietas Otot tungkai

Hambatan mobilitas fisik

LP POLIO | 4
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah tepi perifer
- Cairan serebrospinal
- Pemeriksaan serologic
- Isolasi virus polio
b. Pemeriksaan radiologi
c. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior
d. Pemeriksaaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan kimia (kadar gula
dan protein).
e. Pemeriksaan histologic corda spinalis dan batang otak untuk menentukan
kerusakan yang terjadi pada sel neuron.

6. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis. Antibiotika gama
globulin dan vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatif
dan suportif.
a. Infeksi tanpa gejala: istirahat total
b. Infeksi abortif: istirahat sampai beberapa hari setelah temperature normal,
kalau perlu dapat memberikan analgetik, sedative. Jangan lakukan aktivitas
selama 2 minggu, 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan
neuromuskuloskeletal untuk mengetahui adanya kelainan.
c. Non-paralitik: sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif
bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit setisp
2-4 jam dan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya
diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki
terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4
hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang
timbul sebagai akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi
deformitas yang terjadi.

LP POLIO | 5
d. Paralitik: Harus dirawat dirumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila
rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan
kaki atau tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih akan diberikan stimulan
parasimpatik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2,5-5mg/SK.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita poliomelithis antara lain:
a. Melena cukup berat sehingga membutuhkan tranfusi, yang mungkin
diakibatkanerosi usus superfisial
b. Dilatasi lambung akut dapat terjadi mendadak selama stadium akutatau
konvaselen (dalam keadaan pemulihan kesehatan stadium menuju
kesembuhan setelah serangan penyakit/ masa penyembuhan),
menyebabkan gangguan respirasi lebih lanjut.
c. Hipertensi ringan yang lamanya beberapa hari atau beberapa minggu,
biasanya terjadi pada stadium akut, mungkin akibat lesi pusat
vasoregulator dalam medulla.
d. Ulkus decubitus dan emboli paru, dapat terjadi akibat berbaring yang lama
di tempat tidur, sehingga terjadi pembusukan pada daerah yang tidak
terjadi pergerakan (atrofi otot) sehingga terjadi kematian sel jaringan.
e. Hiperkalsuria yaitu terjadinya dekalsifikasi (kehilangan zat kapur dari
tulang atau gigi) akibat penderita tidak bergerak.
f. Kontraktur sendi, yang sering terkena kontraktur antara lain sendi paha,
lutut dan pergelangan kaki
g. Pemendekan anggota gerak bawah, biasanya akan tampak salah satu
tungkai lebih pendek dibandingkan tungkai lainnya, disebabkan karena
tungkai yang pendek mengalami antropi otot.
h. Skoliosis, tulang belakang melengkung ke salah satu sisi, disebabkan
kelumpuhan sebagian otot punggung dan juga kebiasaan duduk atau
berdiri yang salah.

LP POLIO | 6
i. Kelainan telapak kaki, dapat berupa kaki membengkok keluar dank e
dalam.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Identitas pasien: Nama pasien, nomor rekam medis, tempat tanggal lahir, umur,
agama, status perkawinan, pendidikan, alamat, pekerjaan, jenis kelamin, suku,
diagnose medis, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, sumber informasi.

Identitas penanggungjawab: Nama, tempat tanggal lahir, umur, agama, alamat,


pekerjaan, jenis kelamin, hubungan dengan pasien, nomor telepon.

Riwayat kesehatan: riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas

Pemeriksaan fisik: nyeri kepala, paralisis, reflek tendon berkurang, kaku kuduk,
brudzinky

Mendeteksi lumpuh layuh:


a. Bayi
- Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk
pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai
lemas dan lutut menyentuh tempat tidur
- Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung
pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi
kelumpuhan
- Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan
gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.
b. Anak besar
- Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak
- Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami
kelumpuhan tidak bisa melakukannya

LP POLIO | 7
- Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa
melakukannya.
- Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali.
Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan
berpegangan merambat pada tungkainya
- Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih mengecil.
Pemeriksaan fisik:
a. B1 (breath): RR normal, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan,
Suhu (38,9)
b. B2 (blood): normal
c. B3 (brain): gelisah (rewel) dan pusing
d. B4 (bladder): normal
e. B5 (bowel): mual muntah, anorexia, konstipasi
f. B6 (bone): letargi atau kelemahan, tungkai mengalami kemlumpuhan,
pasien tidak mampu berdiri.
Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan laboratorium
a) Viral isolation
Polio virus dapat dideteksi secara biakan jaringan, dari
bahan yang diperoleh pada tenggorokan satu minggu
sebelum dan sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6
bahkan 12 minggu setelah kejadian klinis.
b) Uji serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah
dari penderita, jika pada darah ditemukan zat antibody
polio maka diagnosis orang tersebut terkena polio benar.
Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan antibody immunoglobulin M
(IgM) apabila terkena folio akan didapatkan hasil yang
positif.
c) Cerebrospinal fluid

LP POLIO | 8
Cerebrospinal fluid pada infeksi poliovirus terdapat
peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3
terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein
sebanyak 40-50 mg/100ml. (Paul, 2004).
b. Pemeriksaan radologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomyelitis lanjut.
Pada anak yang sedang tumbuh, didapati tulang yang pendek,
osteoporosis dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang
relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise, sublaksio dan
dislokasi dari sendi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi yang menyerang saraf
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan melemahnya otot-otot
ekstremitas
c. Resiko infeksi berhubungan dengan makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri dan virus, tindakan pembedahan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan a. Observasi TTV dan a. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan keadaan pasien keadaan pasien
selama 3x24 jam b. Kaji PQRST b. Untuk mengetahui
diharapkan masalah nyeri c. Berikan posisi yang dan mengontrol
dapat teratasi dengan KH : nyaman (berbaring) nyeri
a. Nyeri terkontrol d. Ajarkan teknik c. Pasien merasa
b. Penurunan skala nyeri relaksasi napas dalam nyaman
c. Pasien tidak mengeluh e. Kolaborasi dengan d. Mengurangi nyeri
kesakitan dokter dalam e. Membantu proses
d. TTV dalam rentang pemberian terapi penyembuhan
normal : analgetik

LP POLIO | 9
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/m
RR : 16-20 x/m
S : 36.5-37.5 °C
2 Setelah dilakukan a. Observasi keadaan a. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan pasien dan TTV keadaan pasien
selama 3x24 jam b. Kaji mobilitas pasien b. Untuk mengetahui
diharapkan masalah ADL peningkatan
gangguan mobilitas fisik c. Ajarkan pasien miring mobilitas pasien
dapat teratasi dengan KH : kanan dan kiri ADL
a. Pasien dapat d. Kolaborasi dengan c. Untuk mencegah
melakukan mobilisasi fisioterapi dengan dekubitus
secara optimal melakukan ROM d. Untuk mencegah
b. Pasien dapat kekakuan sendi /
melakukan ADLS kontraktur
secara mandiri
c. Pasien dapat ambulasi
d. TTV dalam rentang
normal :
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/m
RR : 16-20 x/m
S : 36.5-37.5 °C
3 Setelah dilakukan a. Observasi tanda-tanda a. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan infeksi dan TTV adanya infeksi
selama 3x24 jam b. Jaga kebersihan b. Untuk mengurangi
diharapkan masalah risiko lingkungan pasien risiko
infeksi dapat teratasi c. Hand hygine sebelum c. Untuk memutus
dengan KH : dan sesudah ke pasien mata rantai
a. Tidak terdapat tanda- d. Kolaborasi dengan d. Untuk
tanda infeksi dokter dalam mempercepat

LP POLIO | 10
b. AL dbn 38.00-10600 pemberian antibiotik. penyembuhan
/uL pasien
c. Lingkungan pasien
bersih
d. TTV dalam rentang
normal :
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/m
RR : 16-20 x/m
S : 36.5-37.5 °C

LP POLIO | 11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman. (2005). Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Infomedika

Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aeskulapius

Nur Arif, Amin Huda. (2015). Aplikasi Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

LP POLIO | 12

Anda mungkin juga menyukai