DENGAN POLIOMEYLITIS
Disusun oleh:
AKADEMIKESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat serta hidayahnya
saya dapat menyelesaikan makalah “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Anak
Dengan Penyakit Poliomeylitis” Dalam penyusunan makalah ini saya juga berterima kasih
kepada :
1. Ibu Haswita S.Kp., M.Kes. selaku direktur Direktur Akademi Kesehatan Rustida
Krikilan
2. Ibu Ns, Roshinta S.A., M.Kep selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Anak Akademi Kesehatan Rustida Krikilan
3. Ibu Ns. Nantiya Pupuh, M.Kep selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Anak Akademi Kesehatan Rustida Krikilan
4. Ibu Ns, Linda, S.Kep selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Anak
Akademi Kesehatan Rustida Krikilan
5. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan doa dan dukungan baik secara materi
atau spiritual
6. Dan teman-teman yang selalu memberikan saran dan kritiknya.
Makalah ini telah saya buat semaksimal mungkin, walaupun kami menyadari bahwa
masih banyak kesalahan dan kekurangan yang harus diperbaiki. Maka dari itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu
kesempurnaan suatu makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun kami.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Batasan Masalah
Batasan masalah pada poliomelitis adalah mulai dari pengertian hingga sampai
konsep asuhan keperawatan dari poliomelitis.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana laporan pendahuluan dari poliomelitis?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan poliomelitis?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami dan menambah pengetahuan atau wawasan
tentang asuhan keperawatan pada pasien poliomelitis.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui laporan pendahuluan dari poliomelitis
b. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan untuk poliomelitis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Poliomielitis adalah suatu pernyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dan dapat
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. Sebagian besar kasus polio terjadi pada
balita berusia antara 3-5 tahun.Virus berkembang di dalam dinding faring atau
saluran cerna bagian bawah, menyebar ke jaringan getah bening dan menyebar
masuk ke dalam aliran pembuluh darah sebelum menembus dan hari).(Ranuh
I.G.N, 2008),(Soedarmo,2008).
Poliomielitis merupakan penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus
ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran
pencernaan dan pernapasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat
melalui peredaran darah (Chiruddin). Penyakit ini menyebabkan kelemahan
motorik yang asimetris dengan adanya gangguan bulbar dan pernapasan dalam
korteks (Patirckdavey)[CITATION Ami15 \p 75 \l 1057 ].
Poliomielitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti
motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan saraf tersebut akan
terjadi kelumpuhan serta atrofi otot[CITATION Nga14 \p 357 \l 1057 ].
Kesimpulnnya Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh
virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang
dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut
akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
2. Etiologi
Penyakit polio disebabkan oleh virus polio. Virus tersebut masuk melalui rongga
mulut atau hidung, kemudian menyebar di dalam tubuh melalui aliran darah.
Penyebaran virus polio dapat terjadi melalui kontak langsung dengan tinja
penderita polio, atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi virus polio. Virus ini juga dapat menyebar melalui percikan air liur
ketika penderita batuk atau bersin, namun lebih jarang terjadi.
Tinggal di daerah dengan sanitasi buruk atau akses air bersih yang terbatas.
Sedang hamil.
Memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, misalnya penderita AIDS.
Merawat anggota keluarga yang terinfeksi virus polio.
Pernah menjalani pengangkatan amandel.
Menjalani aktivitas berat atau mengalami stres setelah terpapar virus polio.
Bekerja sebagai petugas kesehatan yang menangani pasien polio.
Melakukan perjalanan ke daerah yang pernah mengalami wabah polio.
3. Manifestasi Klinis
Penyakit ini paling banyak pada anak-anak dibawah 5 tahun dan juga bisa pada
remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomylis pada anak adalah panas
disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan
punggung, kekuatan otot lemah yang diperjelas dengan tanda head drop, tanda
tripod saat duduk, tanda-tanda spinal, tanda brudzinsky atau kerning[CITATION
Ami15 \p 76 \l 1057 ].
Tanda dan gejala poliomylitis menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Minor Ilness (penyakit dengan gejala ringan)
a. Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala
b. Nyeri tenggorokan dan perasaan tidak nyaman diperut, gangguan
gastroentestinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala.
2) Major Illness (termasuk jenis paralitik dan non-paralitik)
a. Terjadi selama 3-35 hari termasuk gejala minor illness dengan rata-rata 17
hari
b. Demam kelemahan cepat dalam beberapajam, nyeri kepala, dan muntah
c. Dalam 24 jam terlihat kekakuan leher dan punggung
d. Terlihat mengantuk, iritabel, dan cemas
e. Pada kasus tanpa paralisis sangat sukar dibedakan dengan meningitis
aseptic
f. Bila terjadi paralisis biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5 hari
sesudah keluhan nyeri kepala
g. Pada anak, stadium pra-paralisis lebih singkat dan kelemahan otot terjadi
pada waktu penurunan suhu
h. Pada dewasa, stadium pra-paralisis berlansung lebih hebat dan lama,
terlihat sakit berat, tremor, agitasi, kemerahan didaerah muka, otot menjadi
sensitif dan kaku, pada otot ekstensor ditemukan reflex tendon meninggi
dan fasikulasi[CITATION Ami15 \p 76 \l 1057 ].
Sebagian besar penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka telah
terinfeksi polio, sebab virus polio pada awalnya hanya menimbulkan sedikit
gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali. Meskipun
demikian, penderita polio tetap dapat menyebarkan virus dan menyebabkan
infeksi pada orang lain.
4. Patofisiologi
Virus polio biasanya memasuki tubuh melalui rongga orafaring, berkembang biak
dalam traktus digestivirus, kelenjar getah bening regional dan sistem
retikuloendotelial. Dalam keadaan ini timbul:
1) Perkembangan virus. Tubuh bereaksi dengan membentuk tipe antibodi
spesifik.
2) Bila pembentukan zat anti dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasikan sehingga timbul gejala klinik yang ringan, atau tidak terdapat
sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut.
3) Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti, maka
akan timbul viremia dan gejala klinik, kemudian virus akan terdapat dalam
feses untuk beberapa minggu lamanya.
[CITATION Nga14 \p 358 \l 1057 ]
Berlainan dengan virus lain yang menyerang susunan saraf, maka neuropatologi
poliomielitis biasanya patognomonik. Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah
susunan saraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan
yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam
3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomielitis
adalah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nukleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio
retikularis yang mengandung pusat vital
3. Otak tengah (midbrain) terutama massa kelabu, substansia nigra dan kadang-
kadang nukleus rubra
4. Serebrum terutama inti-inti vermis
5. Talamus dan hipotalamus
6. Polidum
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik
[CITATION Nga14 \p 359 \l 1057 ]
Pathway
Polio Virus
Faktor resiko :
Kelelahan
Mk : Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lab : Pemeriksaan darah tepi perifer, Cairan serebrospinal,
pemeriksaan serologik, isolasi virus polio
b. Pemeriksaan radiology
c. Pemriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan didaerah kolumna anterior
d. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia (kadar gula
dan protein).
e. Pemeriksaan histologic korda spinalis dan batang otak untuk menentukan
kerusakan yang terjadi pada sel neuron
[CITATION Ami15 \p 77 \l 1057 ]
6. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomielitis. Antibiotika, y-globulin dan
vitamin tidak mempunyai efek. Penatalaksanaan adalah simptomatis dan suportif.
a) Infeksi tanpa gejala : istirahat total
b) Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur ormal kalau
perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan lakukan aktivitas selama 2
minggu, 2bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuromuskuloskeletal untuk
mengetahui adanya kelainan.
c) Non paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif
bila diberikan secara bersamaan dengan pembalut hangat selama 15-30 menit
setiap 2-4 jam dan kadang-kadang mandi air panas juga dapat membantu.
Sebaiknya diberikan foot board papan penahan telapak kaki, yaitu agar kaki
terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4
hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul
sebagai akibat denervasi sel kornu anterior,tetapi dapat mengurangi deformitas
yang terjadi.
d) Paralitik : harus dirawat dirumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi
paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan melalui pernapasan
mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan
menggerakkan kaki atau tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka
dapat diberikan stimulan para simpatetik seperti bethanechol (urecholine) 5-10
mg oral atau 2.5-5 mg/SK[ CITATION Ami15 \l 1057 ].
7.KLASIFIKASI
a) Polio paralitik
Denervasi jaringan otot skelet sekunder oleh infeksi poliovirus dapat menimbulkan
kelumpuhan.Tanda-tanda awal polio paralitik ialah panas tinggi, sakit kepala,
kelemahan pada punggung dan leher, kelemahan asimetris pada berbagai otot, peka
dengan sentuhan, susah menelan, nyeri otot, hilangnya refleks superfisial dan dalam,
parestesia, iritabilitas, konstipasi, atau sukar buang air kecil. Kelumpuhan umumnya
berkembang 1-10 hari setelah gejala awal mulai timbul Prosesnya berlangsung selama
2-3 hari, dan biasanya komplit seiring dengan turunnya panas.(Angliadi,2015)
b) Polio spinal
Polio spinal adalah tipe poliomielitis paralisis yang paling sering akibat invasi virus
pada motor neuron di kornu anterior medula spinalis yang bertanggung jawab pada
pergerakan otot-otot, termasuk otot- otot interkostal, trunkus, dan tungkai. Kelumpuhan
maksimal terjadi cukup cepat (2-4 hari), dan biasanya timbul demam serta nyeri
otot.Virus dapat merusak otot- otot pada kedua sisi tubuh, tetapi kelumpuhannya paling
sering asimetris. Kelumpuhan seringkali lebih berat di daerah proksimal dari pada
distal.(Angliadi,2015)
c) Polio bulbar
Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik. Polio bulbar terjadi ketika poliovirus
menginvasi dan merusak saraf- saraf di daerah bulbar batang otak. Destruksi saraf-saraf
ini melemahkan otot- otot yang dipersarafi nervus kranialis, menimbulkan gejala
ensefalitis, dan menyebabkan susah bernafas, berbicara, dan menelan. Akibat gangguan
menelan, sekresi mukus pada saluran napas meningkat, yang dapat menyebabkan
kematian.(Angliadi,2015)
d) Polio bulbospinal
Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang memberikan gejala bulbar dan
spinal; subtipe ini dikenal dengan polio respiratori atau polio bulbospinal. Poliovirus
menyerang nervus frenikus, yang mengontrol diafragma untuk mengembangkan paru-
paru dan mengontrol otot-otot yang dibutuhkan untuk menelan.(Angliadi,2015)
8.Komplikasi
Kecacatan.
Kelainan bentuk tungkai dan pinggul.
Kelumpuhan, baik sementara atau permanen.
Dalam kondisi ini, alat bantu berjalan diperlukan untuk membantu penderita
beraktivitas sehari-hari. Pada kondisi yang lebih serius, virus polio yang menyerang
otot saluran pernapasan dapat mengakibatkan kelumpuhan otot pernapasan hingga
menyebabkan kematian.Selain itu, gejala polio berulang dapat dialami oleh orang
yang pernah terkena polio. Kondisi ini dikenal sebagai sindrom pascapolio. Gejala
sindrom pascapolio baru muncul 30 tahun atau lebih sejak penderita terinfeksi
pertama kali.Gejala sindrom pascapolio meliputi:
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi
1) Definisi: suhu tubuh meningkat diatas rentan normal tubuh.(PPNI,
2017, hal. 284)
2) Penyebab
(a) Dehidrasi
(b) Terpapar lingkungan panas
(c) Proses penyakit (misalnya infeksi dan kanker)
(d) Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
(e) Peningkatan laju metabolisme
(f) Respon trauma
(g) Aktivitas berlebihan
(h) Penggunaan inkubator
3)Batasan karakteristik
Subjek tidak tersedia
Objek suhu tubuh diatas nilai norma, kulit merah, kejang, takikardi,
takipnea, dan kulit terasa hangat(PPNI, 2017, hal. 284)
4) Faktor yang berhubungan
proses infeksi, hipertiroid, stroke, dehidrasi, trauma, prematuritas (PPNI,
2017, hal. 284)
c. Nyeri Akut
Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang actual dan pontensial awitan yang tiba tiba
atau perlahan dengan intesitas ringan atau berat yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan .
Batasan karakteristik :
Subjektif :
1) Melaporkan nyeri dengan isyarat
2) Melaporkan nyeri
Objektif :
1) Respon otonom (perubahan tekanan darah ,pernapasan,denyut jantung
dan dilatasi pupil)
2) Perilaku distraki (mondar mandir,aktivitas berulang )
3) Perilaku ekspresif (gelisah,merintih,menangis,kewaspadaan
berlebihan,peka terhadap rangsang dan menghela nafas panjang)
4) Bukti nyeri yang dapat diamati
5) Gangguan pola tidur
6) Posisi untuk menghindari nyeri (wilkinsson2016)
Faktor yang berhubungan :
agen-agen penyebab cedera (biologis,kimia,fisik,dan psikologis.
(wilkinson,2016)
e. Intoleransi aktivitas
Definisi
Ketidakcukupan energi dalam tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab
1. Ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Imobilitas
4. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Mengeluh mudah lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/stelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
Kondisi klinis terkait
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolik
8. Gangguan muskuloskletal[CITATION Placeholder3 \p 128 \l 1057 ]
3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi
1) Tujuan : Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktika oleh
indicator gangguan sebagai berikut (gangguan ekstrim, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan).
2) Kriteria hasil
a) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
b) Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
c) Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
Bayi akan :
3) Intervensi
Aktifitas Keperawatan
a. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
c. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin, dan
elektrolit
d. Menejemen nutrisi (NIC) :
e. Ketahui makanan kesukaan pasien
f. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
g. Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan Untuk Pasien Atau Keluarga
a. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b. Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
c. Menejemen nutrisi (NIC) : berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
Aktifitas Kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein
pasien yang mengalami ketidakadekuatan asupan protein atau
kehilangan protein (mis., pasien anoreksia nervosa, penyakit
glomerular atau dialysis peritoneal)
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
lengkap, pemberian makanan melalui selang, atau nutrisi parental
total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d. Rujuk ke program gizi dikomunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat
membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
Aktifitas Lain
a. Buat perencanaan makanan dengan pasien yang masuk dalam jadwal
makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien serta
suhu makanan
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
dari rumah
c. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik
di lokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
d. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk latihan
fisik dan asupan makanan
e. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
f. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (mis.
Pindahkan barang-barang yang tidak sedap dipandang)
g. Hindari prosedur invasif sebelum makan
h. Suapi pasien jika perlu
[CITATION Wil16 \p 282-285 \l 1033 ]
c. Nyeri Akut
1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri (mengenali awitan nyeri,
menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat
dikendalikan), menunjukkan tingkat nyeri.
2) kriteria hasil :
Klien memperlihatkan, teknik relaksasi secara efektif untuk mencapai
kenyamanan, klien mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang
(dengan skala0-10), klien mampu melaporkan kesejahteraan fisik dan
psikologis, klien mengenali untuk memodifikasi tindakan tersebut, klien
melaporkan nyeri kepada penyedia pelayanan kesehatan, klien
menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dengan
nolanalgesik secara tepat, tidak mengalami gangguan dalam frekuensi
pernapasan, frekuensi jantung/tekanan darah, mempertahankan selera
makan yang baik, melaporkan pola tidur yag baik, melaporkan kemampuan
untuk mempertahankan perfoma peran dan hubungan inter personal.
(wilkinson,2016)
Altivitas Lain
e.Intoleransi Aktivitas
Tujuan
1) Menolerensi aktivitas yang sering dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktifitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik, energy
psikomotorik, dan perawatan diri.
2) Menunjukan toleransi aktivitas, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut
a. Saturasi pksigan saat beraktifitas.
b. Frekuensi pernafasan saat beraktifitas
c. Kemampuan bebicara saat beraktifitas fisik
3) Mendemonstrasikan penghematan energi, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut.
a. Menyadari keterbatasan energy
b. Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat
c. Mengatur jadwal aktifitas untuk menghemat energI
Kriteria Hasil
1) Mengindentifikasikan aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dpat mengakibatkan intoleransi aktivitas.
2) Berpatisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan penigkatan
normal denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta
memantau pola dalam batas normal.
3) Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada sasaran penggunaan).
4) Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
obat dan atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi aktivitas.
5) Menampilkan aktivitas kehidupan sehari hari (AKS) dengan beberapa
bantuan (eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk ke kamar mandi)
6) Menampilkan manajemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan
(membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu).
Intervensi NIC
Aktvitas Keperawatan
Pengkajian
1) Kaji tingkat kemampuan pasian untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI.
2) Kaji respon emosi, social, dan spiritual terhadap aktifitas.
3) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktifitas
4) Manejemen energi NIC :
a) Tentukan penyebab keletihan
b) Pantau respon kardiorespiatori terhadap aktifitas
c) Pantau respon oksigen pasien
d) Pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat
e) Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur
dalam jam
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
Instruksikan kepada pasien dan keluarga dalam:
1) Penggunaan tehnik napas terkontrol selam aktivitas, jika perlu
2) Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi yang
perlu di laporkan pada dokter.
3) Pentingnya nutrisi yang baik.
4) Penggunan peralatan seperti oksigen, selama aktivitas.
5) Penggunaan teknik relasasi
6) Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam
kehidupan dn tempat.
7) Tindakan untuk menghemat energi, sebagai contoh : menyimpan alat atau
benda yang sering digunakan di tempat yang mudah dijangkau.
8) Manejemen energi (NIC)
Ajarkan kepada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan diri
yang akan menimalkan konsumsi oksigen (pemantauan mandiri dan tehnik
langkah untuk melakukan AKS), ajarkan tantang pengturan aktivitas dan
tehnik manajemen waku untuk mencegah kelelahan.
Aktivitas Kolaboratif
1) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri
merupakan salah satu faktor penyebab
2) Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi fisik atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau progam aktivitas
3) Untuk pasien ang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan
kesehatan jiwa di rumah.
4) Rujuk pasien ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawatan rumah, jika perlu.
5) Rujuk pasien ke ahli gizi untuk perencanaan diet guna
meningkatkan asupan makanan yang kaya energy.
6) Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi jantung jika
keletihanberhubugan dengan penyakit jantung.
Aktivitas Lain
1) Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama
periode istirahat.
2) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,
berduduk, berdiri dengan ambulasi, sesuai toleransi
3) Pantau tanda tanda vital sebelim selama dan setelah aktivitas,
hentikan jika ada tanda-tanda vital tidak dalam rentang normal
bagi pasien atau jika ada tanda tanda bahwa aktivitas tidak dapat
(nyeri, pucat, vertigo)
4) Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang
meningkatkan kemandirian dan ketahanan sebagai contoh:
anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian
buat tujuan yang sederhana, realistis, dan mudah di capai oleh
pasien sehinga dapat meningkatkan kemandirian dan harga diri.
5) Manejemen energi (NIC)
Bantu pasien untuk mengindentifikasi pilihan aktivitas, rencanakan
aktivitas pada periode saat pasien memiliki energy paling banyak, bantu
dengan aktifitas fisik teratur (ambulasi, berpindah, mengubah posisi dan
prawatan personal), batasi rangsangan lingkungan (cahaya, dan
kebisingan) untuk mefasilitasi relaksasi. Bantu pasien untuk melakukan
pemantauan mandiri dengan membuat dan menggunakan dokumentasi
tertulis yang mencatat asupan kalori dan energi jika perlu
(Wilkinson,2015;25)
Tujuan/kriteria hasil
1) Menunjukan pola nafas efektif, yang di buktikan oleh status pernapasan yang
tidak terganggu, ventilasi dan stattus pernapasan.
Kriteria hasil
1) Menunjukan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
2) Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
3) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
4) Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktivitas keperawatan
1) Pantau kecepatan, irama, dan kedalaman, serta upaya pernapasan
2) Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan penggunaan otot-otot
aksesoris, serta reaksi otot supraklavikular.
Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1) Informasikan kepada pasien dan keluarga pasien tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan
2) Diskusikan perencanan untuk keperawatan dirumah meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber-sumber komunitas
3) Ajarkan kepada keluarga pasien maupun pasien tehnik batuk efektif
4) Informasikan kepada pasien dan kelurga bahwa meroko tidak boleh didalam
ruangan.
Aktivitas kolaboratif
1) konsultasikan dengan ahli terapi pernapasan guna untuk memastikan
keadekuatan fungsi kerja ventilator mekanis
2) laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum,
dan sebagainya, jika perlu sesuai protokol
3) berikan obat (misalnya, bronkodilator)
4) berikan terapi nelbulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang dilembapkan
sesuai progam.
[ CITATION Jud16 \l 1033 ]
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, A. (2012). Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Jogja.