Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN I DENGAN

EPILEPSIDIRUANG GARUDA RUMAH SAKIT


BHAYANGKARA MAKASSAR

DISUSUN OLEH
NAMA

: SEPTY SAPUTRI EKAWATI, S.

Kep
NIM
PRESEPTOR LAHAN

: 144 2015 0079


PRESEPTOR

INSTITUSI

( )
( ..)

PRAKTIK KLINIK PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN
EPILEPSI
1. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. DEFENISI
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti
serangan. Dahulu masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh
roh jahat dan dipercaya juga bahwa epilepsi merupakan penyakit yang
bersifat suci. Latar belakang munculnya mitos dan rasa takut terhadap
epilepsi berasal hal tersebut. Mitos tersebut mempengaruhi sikap
masyarakat dan menyulitkan upaya penanganan penderita epilepsi dalam
kehidupan normal.Penyakit tersebut sebenarnya sudah dikenal sejak
tahun 2000 sebelum Masehi. Orang pertama yang berhasil mengenal
epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi
merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah
Hipokrates. Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi
pada setiap orang di seluruh dunia.
Epilepsi ialah Gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejalagejala yang datang dalam serangan-serangan(gejala timbul dan hilang
secara tiba-tiba), berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik
abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversible dengan berbagai
etiologi. (Mansjoer, 2000)
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan
bersivat reversibel (Tarwoto, 2007)
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejalagejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang

disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai
manifestasi klinik dan laboratorik. (Dychan, 2008)
B. KLASIFIKASI

Klasifikasi Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE)


1981 untuk kejang epilepsi :
1) Kejang parsial
a) Kejang parsial sederhana
Kejang parsial sederhana dengan gejala motorik
Kejang parsial sederhana dengan gejala somatosensorik
atau sensorik khusus
Kejang parsial sederhana dengan gejala psikis
b) Kejang parsial kompleks
Kejang parsial kompleks dengan onset parsial sederhana

diikuti gangguan kesadaran.


Kejang parsial kompleks dengan gangguan kesadaran saat

onset.
c) Kejang parsial yang menjadi kejang generalisata sekunder
Kejang parsial sederhana menjadi kejang umum.
Kejang parsial kompleks menjadi kejang umum.
Kejang parsial sederhana menjadi kejang parsial kompleks
dan kemudian menjadi kejang umum.
2) Kejang umum.
Kejang absans
Absans atipikal
Kejang mioklonik
Kejang klonik
Kejang tonik-klonik
Kejang atonik
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1989
untuk sindroma epilepsi :
1) Berkaitan dengan letak fokus
a) Idiopatik

Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di

sentrotemporal (Rolandik 14 benigna).


Epilepsi anak dengan paroksimal oksipital.
b) Simtomatik
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
Lobus oksipitalis
Kronik progresif parsialis kontinu Kriptogenik
2) Epilepsi umum
a) Idiopatik
Kejang neonates familial benigna
Kejang neonates benigna
Epilepsi mioklonik benigna pada bayi
Epilepsi absans pada anak (pyknolepsy)
Epilepsi absans pada remaja
Epilepsi mioklonik pada remaja
Epilepsi dengan serangan tonik-klonik saat terjaga
b) Kriptogenik atau simtomatik
Sindroma West (spasme bayi)
Sindroma Lennox-Gastaut
Epilepsi dengan kejang mioklonik-astatik
Epilepsi dengan mioklonik absans
c) Simtomatik
Etiologi non spesifik
Ensefalopati mioklonik neonatal
Epilepsi ensefalopati pada bayi
Gejala epilepsi umum lain yang tidak dapat
didefinisikan
Sindrom spesifik
Malformasi serebral
Gangguan metabolisme
3) Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan fokal atau
generalisata
a) Serangan fokal dan umum
Kejang neonatal
Kejang neonatal
b) Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
Epilepsi mioklonik berat pada bayi

Epilepsi dengan gelombang

paku kontinu selama

gelombang rendah tidur (Sindroma Taissinare)


Sindroma Landau-Kleffner
4) Sindrom khusus
a) Kejang demam
b) Status epileptikus
c) Kejang berkaitan dengan gejala metabolik atau toksik akut
C.

ETIOLOGI
1) Idiopatik: Epilepsi pada anak sebagian besar merupakan epilepsi
idiopatik
2) Faktor herediter: ada beberapa penyakit yang bersifat herediter
yang

disertai

bangkitan

kejang

seperti

sklerosis

tuberosa,

neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria,


hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3) Faktor genetik; pada kejang demam & breath holding spells.
4) Kelainan konginetal otak; atrofi, porensefali, agenesis korpus
kalosum.
5) Gangguan metabolik; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia,
hipernatremia.
6) Infeksi; radang yang disebabkan oleh bakteri/virus pada otak dan
selaputnya, toksoplasmosis.
7) Trauma; kontusio serebri, hematoma subarakhnoid, hematoma
subdural.
8) Neoplasma otak dan selaputnya.
9) Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
10)Keracunan; Timbal(Pb), kamper(kapur barus), fenotiazin, air
11) Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon,
degenerasi serebral,dll.
Faktor Presipitasi: Faktor yg mempermudah terjadinya serangan
1) Faktor sensoris: cahaya yg berkedip-kedip, buny-bunyian yg
mengejutkan, air panas.
2) Faktor sistemis: demam, penyakit infeksi, obat-obat tertentu(gol
fenotiazin, klorpromid, hipoglikemia, kelelahan fisik)
3) Faktor mental: stress, gangguan emosi
Dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara
berlebihan, spontan, dan sinkronsehingga menyebabkan aktivasi

fungsi

motorik(kejang),

sensorik(kesan

sensorik),

otonom(ex:salivasi), /fungsi kompleks(kognitif, emosional) secara


lokal/umum.(Tarwoto, 2007).
D. Manifestasi Klinis
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran
atau gangguan penginderaan
b) Kelainan gambaran EEG
c) Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
d) Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang
epileptik (Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,
mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap
sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
E.

Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan

sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah


rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan

neurotransmiter.

Asetilkolin

dan

norepinerprine

ialah

neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-aminobutiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi
dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya
listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di
sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer
otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer
yang

mengalami

depolarisasi,

aktivitas

listrik

dapat

merangsang

substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan


menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi
karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium yang
seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran
sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari
sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat
suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada
lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan
korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan
lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di
tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa
fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :
a) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan.
b) Neuron-neuron

hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan

muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan


menurun secara berlebihan.
c) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang

waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin


atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
d) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa

atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron


sehingga

terjadi

kelainan

depolarisasi

neuron.

Gangguan

keseimbangan

ini

menyebabkan

peningkatan

berlebihan

neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.


Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera
setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan
energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik
secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian
juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat
mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah
dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh
kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi.
Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat
neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara
konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan
asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat
peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus
tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi
pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic
resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas.
2) Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
3) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
a) mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah

b) menilai fungsi hati dan ginjal


c) menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat

menunjukkan adanya infeksi).


d) Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

G.

Penatalaksanaan
1) Manajemen Epilepsi;
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi
etiologi dari epilepsi
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat

sasaran pengobatan yang dicapai, yakni:


Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas

serangan.
Pengobatan

susunan syaraf pusat yang normal.


Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.

hendaknya

tidak

mengganggu

fungsi

Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini:


fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan
asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan
salah satu dari obat tersebut di atas.
2) Cara menanggulangi kejang epilepsi :
a) Selama Kejang
Berikan privasi dan perlindungan

pada pasien dari

penonton yang ingin tahu


Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari
bendar keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat /
benda berbahaya.

Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya


kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan

pernapasan.
Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda
keras diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi
patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat
diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan

sampai menutupi jalan pernapasannya.


Ajarkan penderita untuk mengenali

tanda2

awal

munculnya epilepsi atau yg biasa disebut "aura". Aura ini


bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan
bingung,

melayang2,

tidak

fokus

pada

aktivitas,

mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di


telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka
sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat

itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.


Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau
penyandang terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah

sakit terdekat.
3) Setelah Kejang
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang

terjadi.
Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah

aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas paten.


Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand

mal
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara

tiba- tiba setelah kejang


Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap

lingkungan
Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg

hilang selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.


Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang
(postiktal),

coba

untuk

menangani

situasi

dengan

pendekatan yang lembut dan member restrein yang

lembut
Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini

penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.


Penanganan terhadap penyakit ini bukan

saja

menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan


belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit
ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi
H.

ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
a) Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan,

pekerjaan, dan penanggung jawabnya


b) Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
c) Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga
biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang
mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut
berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau
keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
berhenti mendadak bila diajak bicara.
d) Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak
sadarkan diri.
e) Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
Ganguan
metabolik
(
hipoglikemia,

hiponatremia)
Tumor Otak
Kelainan pembuluh darah
Demam
Stroke
gangguan tidur
penggunaan obat

hipokalsemia,

hiperventilasi
stress emosional
f) Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan

penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak


semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8%
penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.
Riwayat psikososial Intrapersonal : klien merasa cemas

dengan kondisi penyakit yang diderita.


Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan
interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit epilepsi

(atau ayan yang lebih umum di masyarakat).


g) Pemeriksaan fisik
2) Diagnosa
a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan

berhubungan
I.

dengan

kurang

pemanjaan,

kesalahan

interprestasi, kurang mengingat


ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
b. Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
c. Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali
menimbulkan stress dapat memicu terjadinya epilepsi.
d. Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
e. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga
biasanya ketempat pelayanan kesehatan karena klien yang
mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut
berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau
keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering
berhenti mendadak bila diajak bicara.

Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak

sadarkan diri
Riwayat penyakit dahulu:
Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,

d.

hiponatremia)
Tumor otak
Kelainan pembuluh darah
Demam
Stroke
gangguan tidur
penggunaan obat
hiperventilasi
stress emosional
Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan
penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak
semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8%

penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.


e. Riwayat psikososial
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi

penyakit yang diderita.


Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan
interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit

epilepsi (atau ayan yang lebih umum di masyarakat).


f. Pemeriksaan fisik (ROS)
B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau

dapat terjadi apnea, aspirasi


B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
B3 (brain): penurunan kesadaran
B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia

urine
B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun,

inkontinensia alfi
B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat
menggerakkan anggota tubuh, mengeluh meriang

2. Analisis Data

Data
DS:

Etiologi
Masalah Keperawatan
Perubahan aktivitas listrik di Resiko cedera

DO: pasien kejang (kaki


menendang- nendang,
ekstrimitas atas fleksi), gigi

otak
Keseimbangan terganggu
gerakan tidak terkontrol

gangguan nervus V, IX, X


lidah melemah menutup

saluran trakea
Adanya obstruksi

Terjadi depolarisasi berlebih Gangguan persepsi sensori


Bangkitan listrik di bagian

otak serebrum
Menyebar ke nervus- nervus
Mempengaruhi aktivitas

geligi terkunci, lidah


menjulur
DS: sesak,
DO: apnea, cianosis

DS: terjadi aura


(mendengar bunyi yang
melengking di telinga, baubauan, melihat sesuatu),
halusinasi, perasaan
bingung, melayang2

Bersihan jalan napas tidak


efektif

organ sensori persepsi

DO: penurunan respon


terhadap stimulus, terjadi
salah persepsi
DS: klien terlihat rendah

Stigma masyarakat yang Isolasi sosial

diri saat berinteraksi

buruk tentang penyakit

dengan orang lain

epilepsi atau ayan


Klien merasa rendah diri
Menarik diri

Terjadi kejang epilepsi


Kurang pengetahuan

tentang kondisi penyakit


Bingung

DO:menarik diri
DS: klien terlihat cemas,
gelisah.
DO: takikardi, frekuensi
napas cepat atau tidak
teratur

Ansietas

DS: pasien mengeluh

Terjadi bangkitan listrik di Ketidakefektifan pola napas

otak
Menyebar ke daerah

medula oblongata
Mengganggu pusat

respiratori
Mempengaruhi pola

napas
terjadi bangkitan listrik di

otak
menyebar ke MO

sesak
DO: RR meningkat dan
tidak teratur,

DS: klien merasa lemas,


klien mengeluh cepat lelah
saat melakukan aktivitas

Intoleransi aktivitas

mengganggu pusat
kardiovaskular

DO:takikardi, takipnea,

DS: pasien menunjukkan


kelelahan, diam, tidak
banyak bergerak
DO: penurunan

takikardi
CO menurun
Suplai darah (O2) ke

jaringan menurun
metabolisme aerob

menjadi anaerob
ATP dari 38 menjadi 2
Kelelahan
intoleransi aktifitas

CO menurun
Suplai darah ke otak

berkurang
Iskemia jaringan serebral

Resiko penurunan perfusi


serebral

(O2 tidak adekuat)

kesadaran, penurunan
kemampuan persepsi
sensori, tidak ada reflek
3. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3) Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan
stigma buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
4) Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea
5) Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia
6) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ
sensori persepsi
7) Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
8) Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan suplai
oksigen ke otak
4. Intervensi dan rasional
a. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol
(gangguan keseimbangan).
Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan
dan dapat meminimalkan/menghindarinya, menciptakan
keadaan yang aman untuk klien, menghindari adanya cedera
fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam
kondisi aman, tidak ada memar, tidak jatuh
Intervensi
Observasi:

Identivikasi factor lingkungan

Rasional

Barang- barang di sekitar pasien

yang memungkinkan resiko


terjadinya cedera
Pantau status neurologis

dapat membahayakan saat


terjadi kejang
Mengidentifikasi

setiap 8 jam

perkembangan atau
penyimpangan hasil yang
diharapkan

Mandiri

Jauhkan benda- benda yang

Mengurangi terjadinya cedera

dapat mengakibatkan

seperti akibat aktivitas kejang

terjadinya cedera pada pasien

yang tidak terkontrol

saat terjadi kejang


Pasang penghalang tempat

Penjagaan untuk keamanan,

tidur pasien

untuk mencegah cidera atau

Letakkan pasien di tempat

jatuh
Area yang rendah dan datar

yang rendah dan datar

dapat mencegah terjadinya

Tinggal bersama pasien

cedera pada pasien


Memberi penjagaan untuk

dalam waktu beberapa lama

keamanan pasien untuk

setelah kejang

kemungkinan terjadi kejang

Menyiapkan kain lunak untuk

kembali
Lidah berpotensi tergigit saat

mencegah terjadinya

kejang karena menjulur keluar

tergigitnya lidah saat terjadi

kejang
Tanyakan pasien bila ada

Untuk mengidentifikasi

perasaan yang tidak biasa

manifestasi awal sebelum

yang dialami beberapa saat

terjadinya kejang pada pasien

sebelum kejang
Kolaborasi:

Berikan obat anti konvulsan

sesuai advice dokter

Mengurangi aktivitas kejang


yang berkepanjangan, yang
dapat mengurangi suplai
oksigen ke otak

Edukasi:

Anjurkan pasien untuk


memberi tahu jika merasa ada

Sebagai informasi pada

sesuatu yang tidak nyaman,

perawat untuk segera

atau mengalami sesuatu yang

melakukan tindakan sebelum

tidak biasa sebagai

terjadinya kejang

permulaan terjadinya kejang.

berkelanjutan

Berikan informasi pada

keluarga tentang tindakan

Melibatkan keluarga untuk


mengurangi resiko cedera

yang harus dilakukan selama


pasien kejang
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan
lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva
Tujuan : jalan nafas menjadi efektif
Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi,
tidak ada dispnea
Intervensi
Mandiri

Anjurkan klien untuk mengosongkan

Rasional

menurunkan resiko aspirasi atau

mulut dari benda / zat tertentu / gigi

masuknya sesuatu benda asing ke

palsu atau alat yang lain jika fase

faring.

aura terjadi dan untuk menghindari


rahang mengatup jika kejang terjadi

tanpa ditandai gejala awal.


Letakkan pasien dalam posisi miring,
permukaan datar

meningkatkan aliran (drainase) sekret,


mencegah lidah jatuh dan menyumbat

jalan nafas

Tanggalkan pakaian pada daerah


leher / dada dan abdomen

Melakukan suction sesuai indikasi

Kolaborasi :Berikan oksigen sesuai

untuk memfasilitasi usaha bernafas /


ekspansi dada

Mengeluarkan mukus yang berlebih,


menurunkan resiko aspirasi atau

program terapi

asfiksia.

Membantu memenuhi kebutuhan

oksigen agar tetap adekuat, dapat


menurunkan hipoksia serebral
sebagai akibat dari sirkulasi yang
menurun atau oksigen sekunder
terhadap spasme vaskuler selama
serangan kejang.

c. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat
Tujuan: mengurangi rendah diri pasien
Kriteria hasil:
adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar
menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan
masyarakat
Intervensi
Observasi:

Identifikasi dengan pasien, factor-

Rasional

factor yang berpengaruh pada

tentang factor yang menyebabkan

perasaan isolasi sosial pasien


Mandiri

Memberikan dukungan psikologis

Memberi informasi pada perawat


isolasi sosial pasien

dan motivasi pada pasien

Dukungan psikologis dan motivasi


dapat membuat pasien lebih percaya
diri

Kolaborasi:

Kolaborasi dengan tim psikiater

Konseling dapat membantu mengatasi


perasaan terhadap kesadaran diri

Rujuk pasien/ orang terdekat pada

sendiri.
Memberikan kesempatan untuk

kelompok penyokong, seperti

mendapatkan informasi, dukungan

yayasan epilepsi dan sebagainya.

ide-ide untuk mengatasi masalah dari


orang lain yang telah mempunyai

pengalaman yang sama.


Edukasi:

Anjurkan keluarga untuk memberi

motivasi kepada pasien

Keluarga sebagai orang terdekat


pasien, sangat mempunyai pengaruh
besar dalam keadaan psikologis
pasien

Memberi informasi pada keluarga

Menghilangkan stigma buruk

dan teman dekat pasien bahwa

terhadap penderita epilepsi (bahwa

penyakit epilepsi tidak menular

penyakit epilepsi dapat menular).

5. Evaluasi
a. Pasien tidak mengalami cedera, tidak jatuh, tidak ada memar
b. Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak mengalami apnea dan
aspirasi
c. Pasien dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan sekitar,
pasien tidak menarik diri (minder)
d. Pola napas normal, TTV dalam batas normal
e. Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan
aktifitas sehari- hari secara normal
f. Organ sensori dapat menerima stimulus dan menginterpretasikan
dengan normal
g. Ansietas pasien dan keluarga berkurang, pasien tampak tenang
h. Status kesadaran pasien membaik

DAFTAR PUSTAKA
Diagnosis Keperawatan NANDA 20122014
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius
Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action
Smeltzer,

S.C. &

Bare, B.G.(2002). BukuAjar

Keperawatan

Medical

Bedah. volume II. Jakarta : ECG


Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of
Desease Process, Second Ed, St Louis, New York

Anda mungkin juga menyukai