Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.L.L DENGAN

FRAKTUR DI RUANG BEDAH A ATAS DI

RSU Prof.R.D.KANDOU

OLEH:

VONNIE MIEKE EMOR

NIM: 05061143

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SARIPUTRA INDONESIA TOMOHON

2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Maha Besar Tuhan atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus Medikal bedah dari praktek profesi keperawatan Medikal bedah dengan
fraktur di ruang Bedah A Atas di RSU Prof R.D.Kandou Manado Januari 2010.

Maksud dan tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas praktek profesi
keperawatan medical bedah dimana klien yang di kaji adalah yang mengalami fraktur

Dalam laporan ini akan membahas lebih lanjut mengenai cedera kepala sampai dengan asuhan
keperawatan(pengkajian,diagnose,intervensi,implementasi dan evaluasi).

Makalah ini tersusun atas prakarsa dari clinical instruktur dan clinical teacher instruktur yang
selalu membimbing dan banyak memberikan masukan kepada penulis sehingga laporan ini bisa selesai
dan semoga dapat dipakai demi peningkatan mutu Ilmu Keperawatan.Dalam penyelesaian laporan ini
tidak lepas berkat kerjasama rekan-rekan kelompok yang turut membantu baik secara moril maupun
material.

Penulisan laporan ini masih sangat banyak kekurangannya,untuk itu diharapkan kritik dan saran
sangatlah kami harapkan demi perbaikan,baik dari cara penulisan,penyusunan maupun kurangnya
referensi kepustakaan serta keterbatasan-keterbatasan lainnya.

Atas perhatian diucapkan terima kasih.

Manado, Januari 2010

Penulis

VONNIe MIEKE EMOR


BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
1.1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari,2000:144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkanolehrudapaksa.(Mansjoer,2000:42)

1.2. Penyebab
penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
 Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
 Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
 Patah karena letih
 Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.
1.3.Pathofisiologi/Pathway
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak
langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh
karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer,
2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi
proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi.
Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan
kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah,
imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat
(Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi
antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).

2. TUJUAN PENULISAN
a). Tujuan Umum klinis

Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur

b). Tujuan khusus

 Mampu melakukan pengkajian


 Mampu membuat diagnosa keperawatan
 Mampu membuat intervensi keperawatan
 Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat
 Mengevaluasi hasil asuahan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
 Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR FRAKTUR


1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan.(Oswari,2000:144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkanolehrudapaksa.(Mansjoer,2000:42)

2. Penyebab
penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
c. Patah karena letih
d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.
3. Pathofisiologi/Pathway
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak
langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh
karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer,
2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi
proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi.
Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan
kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah,
imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat
(Price & Willsen, 1995 : 1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi
antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
hilangnya otot (Long, 1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi (Price & Willson, 1995 : 1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat
4. Klasifikasi
Klasifikasi patah tulang menurut bentuk patah tulang
a. Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen
b. Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fraktura, tulang patah, kulit utuh
d. Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah.
g. Communited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
h. Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang
lainnya.

Klasifikasi Menurut Garis Patah Tulang


a. Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang
lembek)
b. Transverse, patah menyilang
c. Obligue, garis patah miring
d. Spiral, patah tulang melingkari tulang
5. Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunjang
Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya sungsi deformitas, pemendekan ekstremitas
krepitus, pembekakan lokal dan perubahan warna.
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen tulang diimobilisasi spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada faktur lengan atau tungkai menyebabkan defromitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm.
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya (uji
krepitus dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera. ( Brunner dan Suddarth, 2001 : 2358 )
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang sering dilaksanakan pada keadaan patah tulang
adalah :
1). Pemerikasaan rontgen, menentukan luasnya fraktur, trauma
2). Scan tulang, tomogram, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jaringan lunak
3). Arteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler
4). Hitung darah lengkap
5). Hematokrit mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna
pada sisi fraktur / organ jauh pada trauma multiple).
Kreatmin, trauma otot meningkat beban creatrain untuk klirens ginjal.( Doenges, 2000 : 762 )
7. Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
 Proteksi saja
Misal mitella untuk fraktur collum chirorgicom homeri dengan kedudukan baik.
 Imobilisasi saja tanpa reposisi
Misal pemasangan gips pada fraktur incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik.
 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misal pada fraktur supracondillus, fraktur collest, fraktur smith, reposisi dapat dalam anestesi
umum / lokal.
 Traksi untuk reposisi secara perlahan
Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dengan beban kurang
dari 5 kg.

Terapi Operatif

 Reposisi terbuka, fiksasi interna


Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna terapi operatif dengan
reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation), artoplasti
eksisional, eksisi fragmen dan pemasangan endoprostesus. ( Mansjoer, 2000 : 348 )

8. Komplikasi
 Deformitas ekstremitas
 Perbedaan panjang ekstremitas
 Keganjilan pada sendi
 Keterbatasan gerak
 Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa
 Perburukan sirkulasi
 Ganggren
 Kontraksi iskemik Volkmann
 Sindrom kompartemen

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR


Didalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan
yang dalam pelaksanaanya dibagi menjadi 5 tahap,yaitu pengkajian,diagnose
keperawatan,perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,untuk itu
diperlikan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantung pada tahap ini,yang terbagi atas :
a. Pengumpulan data
1).anamnesa
 Identitas klien
Meliputi nama,jenis kelamin,umur,alamat,agama,bahasa yang dipakai,status
perkawinan,pendidikan,pekerjaan,no register,tanggal MRS dan diagnose medis
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri,nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung lamanya serangan.untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi factor presipitasi nyeri
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien.apakah separti terbakar,berdenyut,atau menusuk.
3) Region: radiation,relief:apakah rasa sakit bisa,apakah rasa sakit menjalar atau
menjalar dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity(scale) of pain:seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan sebarapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya,
5) Time:berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada siang
hari atu siang hari
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,yang nantinya
membantu dan membuat rencana tindakan terhadap klien,ini bisa berupa kronologis
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkena
d. Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
ber apa lama tulang tersebut menyambung.penyakit-penyakit tersebut seperti kanker
tulang dan penyakit pagets yang menpenyakit meyebabkan fraktur patologis yang
sering untuk menyambung.selain itu penyakit diabetes dengan luka dikaki sangat
beresiko terjadinya osteomiolitis akut maupun kronik dan juga diabetes,menghambat
proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan suatu
penyakit dengan penyakit tulang merupakan suatu factor predisposisi yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kangkere tulang yang cenderung diturunkan
secara genetic
f. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

g. Pola fungsi kesehatan


1. Pola perepsesi dan manejemen kesehatan
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinnya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penata laksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulangnya,selain itu pengkajian juga meliputi kebiasaan klien meliputi kebiasaan
hidup klien seperti pengunaan obat steroid yang dapat menganggu metabolisme
kalsium pengkonsumsian alcohol yang bisa menganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olaraga atau tidak.

2. Pola nutrisi dan metabolisme


Pada klien fraktur harus mengkonsumsi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium,zat besi,protein,vit C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang.evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab
masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang harus
kurang merupakan predisposisi masalah musculoskeletal terutama lansia selain itu
juga obessitas menghambat regenarasi dan mobilitas klien
3. Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi,tetepi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi,konsistensi,warna serta bau feases pada pola eliminasi
alvi.sedangkan pola eliminasi uri dikaji an frekuensi,kepekatan,bau,dan jumlah pada
kedua pola ini dikaji ada kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri,keterbatasan nyeri,keterbatasan
gerak,sehingga hal ini dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur klien.selain itu
juga,pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur,suasana lingkungan,kebiasaan
tidur dan kesulitan tidur dan penggunaan tidur.

5. Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri,keterbatasan gerak,maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurangperlu banyak dibantu oleh klien,hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien kerena ada be berapa bentuk
pekerjaan klien yang beresiko terjadinya fraktur disbanding pekerjaan yang lain.

6. Pola hubungan dan peran


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat,karena klien harus
menjalani rawat inap
7. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan
akibat frakturnya rasa cemas,rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas
secara optimal,dan pandangan terhadap dirinya yang salah(gangguan body image)
8. Pola sensorik dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur
sedang pada indra yang lain tidak timbul gangguan begitu juga kognitifnya tidak
mengalami gangguan selain itu juga,timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak dapat melakukan hubungan seksual
kerena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang
dialami klien selain juga perlu dikaji status perkawinan termasuk jumlah anak,lama
perkawinannya .
10. Pola mekanisme koping dan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketakutan
timbulnya kecacatan pada dirinya dan fungsinya,mekanisme koping yang ditempuh
klien bisa tidak efektif.
11. Pola keyakinan dan keagamaan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi.hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan
pada klien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran umum
1). Keadaan umum :baik buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti:
o Kesadaran penderita :apatis,spoor,koma,gelisah,komposmentis tergantung pada
keadadaan klien.
o Kesakitan,keadaan penyakit:akut,kronik,ringan,sedang,berat dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
o Tanda-tanda vital tidak normal karena ada ganguan baik fungsi atau bentuk.
2). Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
o System integument
Terdapat system erytema suhu sekitar daerah,trauma meningkat,bengkat,edema
dan nyeri tekan.
o Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalic,simetris tidak ada penonjolan,tidak
ada nyeri kepala.
o Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris,tidak ada penonjolan,reflex menelan ada.
o Muka
Wajah terlihat menahan sakit,lain-lain tidak ada perubahan fungsi atau
bentuk,tak ada lesi,simetris dan tak udema.
o Mata
Tidak ada gangguan seperti kongjutiva tidak anemis
o Telingga
Tes biisik atau weber masih dalam keadaan normal,tak ada lesi atau nyeri tekan.
o Hidung
Tidak ada deformitas,tak ada pernapasan cuping hidung
o Mulut dan farings
Tak ada pembesaran tonsil,gusi tak ada perdarahan ,mukosa mulut tidak pucat
o Thoraks
Tak ada gerakan otot intercostae gerakan dada simetris
o Paru
Inspeksi
Pernapasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris ,fermitus raba sama.
Perkusi
Suara ketok sonor,tak ada redup atau suara tambahan lainya
Auskultasi
Suara napas normal,tak ada wheezing atau suara tambahan lainya seperti stridor
dan ronchi.
o Jantung
Inspeksi
Tak tampak iktus jantung
Palpasi
Nadi meningkat,iktus tidak teraba
Auskultasi
Suara s1 dan s2 tunggal tadak ada mur-mur
o Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar,simetris tidak ada hernia
Palpasi
Turgor baik,tidak ada defans muskuler,hepar tidak teraba
Perkusi
Suara tympani,ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi
Peristaltic usus normal ± 20 x/m
o Inguinal –genetalia –anus
Tak ada hernia,tak ada pembesaran lymphe,tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan local
1. Look (Inspeksi)
o Cictriks (jaringan parut baik yang alami ataupun yang buatan seperti bekas
operasi)
o Cape aulait spot(tanda lahir)
o fistulae
o warna kemerahan atau kebiruan(livide)atau hiperpigmentasi
o benjolan pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
o posisi dan bentuk dari ekstremitas(deformitas)
o posisi jalan (gait waktu masuk kekemar periksa)
2. feel (palpasi)
o perubahan suhu disekitar trauma(hangat) dan kelembaban kulit)
o apabila ada pembengkakan apakah terjadi fluktuasi atau udema terutama
disekitar persendihan.
o Nyeri tekan (tenderness)krepitasi,catat letak kelainan(1/3 proksimal,tengah atau
distal)
Otot:tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi benjolan yang terdapat
dipermukaan atau melekat pada tulang.selain itu juga diperiksa status
neurovaskuler.apabila ada benjolan perlu dideskripsikan
permukaanya,konsistensinya,pergerakan terhadap dasar atau permukaan,nyeri
atau tidak dan ukuranya.
o Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feelkemudian diteruskan dengan mengerakan
ekstremitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan
.pencatatan lingkup gerak ini perlu,agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum
dan sesudahnya.gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,dan tiap arah
gerakan dimulai dari nol atau dalam ukuran metric.pemeriksaan ini menunjukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas)atau tidak .pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.
3. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan
sinar rotgen.untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit maka diperlukan dua proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral.dalam keadaan tertentu ditentukan proyeksi tambahan adalah indikasi
untuk memperlihatkan patologi karena ada superposisi.perlu disadari bahwa
permintaan X-Ray atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan menunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.hal yang harus di baca pada X-Ray:
 Bayangan jaringan lunak
 Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau
rotasi
 Trobukulasi adalah tidaknya rare fraction
 Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-Ray mungkin perlu teknik khususnya seperti:
 Tomografi :mengambarkan tidak satu struktur saja tetapi struktur yang lain
tertutup yang sulit difisualisasi.pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya
 Mielografi : mengambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembulu darah
diruang tulang vertebraeyang mengalami kerusakan akibat trauma
 Artrografi : mengambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
rudapaksa
 Computed tomografi scanning : mengambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak .
b. Pemeriksaan laboratorium
 Kalsium serum dan fosfor serum meningkatkan pada tahap penyembuhan
tulang
 Alkalin fosfat meningkatkan pada kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti kreatinin kinase,laktat dehidrogenasi(LDH-5),aspartat
amino transferase(AST),Aldolase yang meningkatkan pada tahap penyembuhan
tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
 Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan TEST sensitivitas: dadapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
 Biopsy tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
 Elektromiografi : terdapat kerusakan kondisi saraf yang diakibatkan fraktur
 Artroskopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
 Indium imaging:pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang
 MRI : mengambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

4. Dagnosa keperawatan
Merupakan kenyataan yang menjelaskan status kesehatan baik actual maupun
potensial.perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan
mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk
mengurangi,menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang menjadi
tanggung jawab.
a. Nyeri ikut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363)
Intervensi :
 Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips,
pembebat, traksi.
 Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
 Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.
 Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10)
 Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
 Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
 Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
 Kolaborasi
 Beri obat sesuai indikasi
 akukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan
Rasional:
 Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan
jaringan yang cedera
 Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri
 Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas
dalam gips yang kering
 Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi
persepsi/ reaksi terhadap nyeri.
 Membantu menghilangkan astetas
 Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri
 Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot
 Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
b. Kerusakana mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Intervensi :
 Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
 Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
 Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
 Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodic
 Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
 Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air
asam, jus.
Rasional :
 Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang
keterbatasan fisik actual
 Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji
 Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan
membantu mempertahankan kekuatan dengan masa otot
 Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul
 Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
 Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius,
pembentukan batu dan konstipasi.
c. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka
Intervensi :
 Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan,
perubahan warna
 Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan
bebas kerutan
 Ubah posisi dengan sering
 Traksi tulang dan perawatan kulit.
Rasional :
 Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat / pemasangan gips, edema
 Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
 Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
 Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Intervensi :
 Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
 Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
 Berikan perawatan pen / kawat steril
 Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak
enak
 Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
 Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema local
 Berikan obat sesuai indikasi
Rasional:
 Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan
abrasi
 Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi local
 Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
 Menghindari infeksi
 Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
 Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis.

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.L.L DENGAN

FRAKTUR DI RUANGAN BEDAH A ATAS RSU PROF KANDOU MANADO


I. IDENTITAS

A.KLIEN

Nama Initial : Tn.L.L

Umur : 28 tahun.

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah Anak : 1

Agama / Suku : Kr.Protestan/ Minahasa

Warga Negara : Indonesia

Bahasa yang digunakan : Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Tukang

Tanggal Masuk : 21-12-2009

Tanggal Pengkajian : 19 Januari 2010

Alamat Rumah : Leilem jaga I

Diagnosa Medis : fraktur Tibia 1/3 Distal terbuka.

Diagnosa keperawatan : fraktur Tibia.

B. PENANGGUNG JAWAB

Nama : Ny.J S.
Alamat : Leilem jaga I

Hubungan dengan klien : orang tua

Pekerjaan : IRT

II. RIWAYAT PENYAKIT

1. Keluhan utama saat masuk RS : Penurunan kesadaran akibat kecelakaan lalu lintas.
2. Riwayat penyakit sekarang : Penurunan kesadaran akibat KLL dialami penderita sejak 2 jam
SMRS.Saat kecelakaan, penderita sedang di bonceng motor,tiba-tiba motor selit dan masuk
got.Riwayat kejadian selanjutnya tidak di ketahui lagi karena penderita pingsan 5 menit.muntah
(-),Alkohol (+).Penderita di bawah ke RS Bethesda kemudian dirujuk kerumah sakit Prof R.D.
Kandou
3. Riwayat penyakit dahulu : Sebelumnya Klien tidak pernah menderita penyakit yang sama
atau jenis penyakit lainnya yang menyebabkan klien masuk rumah sakit.
4. Diagnosa medik saat masuk rumah sakit.
Klien dikirim oleh IR DB,Diagnosa medik masuk rumah sakit : fraktur Tibia 1/3 Distal terbuka

Diagnosa keperawatan : fraktur Tibia.

5. Keadaan umum : Saat dikaji keadaan klien lemah,terdapat nyeri tungkai bagian kiri.
6. Tanda-tanda Vital :
Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7 Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB: 57 Kg,T:163 cm.

7. Genogram
Keterangan:

= Meninggal

= Laki-laki

= klien

= Laki-laki

= perempuan

Klien adalah anak ke -1dari 2 bersaudara,didalam keluarga hanya klien yang perna mengalami
kejadian seperti yang dialami sekarang.

III. POLA KEGIATAN SEHARI-HARI(GORDON)

1. Pola Persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Riwayat penyakit yang dialami :
Penderita sedang di bonceng motor,tiba-tiba motor selit dan masuk got.Riwayat kejadian
selanjutnya tidak di ketahui lagi karena penderita pingsan 5 menit.muntah (-),Alkohol
(+).Penderita di bawah ke RS Bethesda kemudian dirujuk kerumah sakit Prof R.D. Kandou
Data subjektif :

a. Keadaan sebelum sakit: klien termasuk orang yang rajin bekerja,Klien bekerja di Papua dan
hanya pulang untuk berlibur,bertanggung jawab,jika sakit langsung pergi kedokter atau
rumah sakit
b. Keadaan sejak sakit : Klien terbaring lemah ditempat tidur.
Data objektif :

- Klien tampak nyeri,wajah meringis .

- Kebersihan rambut : cukup


- Kulit kepala : cukup

- Kebersihan kulit : cukup

- Mulut : bersih tidak terdapat caries dan Candidiasis

Pemeriksaan laboratorium tanggal 17 Januari 2010:

- Leokosit : 16.400 gr/dl

- Hemoglobin : 9,8 gr/dl

- Trombosit : 170.000 ribu/ul

Pemeriksaan EKG :-

2. Pola nutrisi/metabolik
Data Subjektif :

a. Keadaan sebelum sakit : Klien makan nasi,ikan,sayur dan buah,porsi makan dihabiskan
dan makan tiga kali sehari serta minum 7 -8 gelas sehari.

b. Keadaan sejak sakit : Nafsu makan klien tidak menurun kalau makan porsi makan
dihabiskan.

Data Objektif :

- Tidak terdapat Mual dan muntah


- Hidrasi kulit cukup
- Kongjungtiva tidak anemis
- Sklera tidak anemis
- Pharing tidak ada peradangan
- Kelenjar getah bening tidak ada pembesaran
- Terdapat nyeri abdomen.
- Wajah meringis
3. Pola Eliminasi
Data Subjektif :
a. Keadaan sebelum sakit : Klien BAB lancar 1-2x/hari,feases lembek berwarna kuning
tua.BAK lancar,malam hari 1 kali terbangun untuk BAK dan tidak merasa nyeri berwarna
putih keruh.
b. Keadaan sejak sakit : KLien BAB 1-2 x/hari dengan bantuan alat(pot)BAK dengan
bantuan alat (urinal) tidak nyeri volume 750-1300 cc,berbau amoniak dan warna kadang
orange kadang putih jernih.
Data objektif :

- Selama sakit Klien dibantu saat BAB dan BAK.


- Terdapat nyeri tungkai kanan akibat kecelakaan
4. Pola aktivitas dan latihan
Data Subjektif :

a. Keadaan sebelum sakit : Klien adalah orang yang suka bekerja

b. Keadaan sejak sakit : Klien terbaring lemah ditempat tidur

Data objektif :

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makanan / minum / ROM 

Mandi 

Toileting 

Berpakaian 

Mobilitas di tempat tidur 

Berpindah 

Ambulasi 

Keterangan : 0: Mandiri, 1:alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3:dibantu orang lain dan alat,
4:tergantung total

5. Pola tidur dan istirahat


Data Subjektif :
a. Keadaan sebelum sakit : Klien mengatakan jam tidur cukup,tidur jam 21.00 dan
terbangun jam 6 pagi.
b. Keadaan sejak sakit : Klien mengatakan jam tidur cukup
6. Pola kognitif perceptual
Data subjektif :

a. Keadaan sebelum sakit : klien mengatakan tidak ada gangguan dengan panca indra
dan tidak memakai alat Bantu
b. Keadaan sesudah sakit : klien tidak mengalami gangguan pada panca indra.
Data objektif :

- Klien sadar GCS: E4 V6 M6,keadaan umum cukup ,klien tampak nyeri


- Wajah meringis
- Terdapat nyeri Tungkai bagian kanan
Diberi terapi obat : B complex 3x1 tab,Transamin 500 mg 3x1 tab,Metronidazol 500 mg 3x1
tab,Mefentan 500 mg 3x1 tab,Antrain 500 mg 3x1 tab

7. Pola persepsi dan konsep diri


Data subjektif :

a. Keadaan sebelum sakit : klien adalah orang yang suka bergaul dan berinteraksi dengan orang
sekitar.

b. Keadaan sejak sakit : klien terbaring lemah ditempat tidur

Data objektif : Klien gelisah,lemah dan selalu mendapat perhatian dari keluarga.

8. Pola seksualitas dan reproduksi


Data subjektif :

Keadaan sebelum sakit : Tidak terganggu

Keadaan saat sakit : terganggu

9. Pola peran-hubungan
Data subjektif :

Keadaan sebelum sakit : Klien dapat melakukan perannya dengan baik dan berinteraksi
dengan orang sekitar.

Keadaan sejak sakit : klien terbaring lemah ditempat tidur

Kepala : Tidak terdapat pembengkakan

Leher : tidak Terdapat kelainan.

Thorak : Simetris, Suara napas melemah.

Abdomen : Datar,lemas

Ekstremitas : Hangat, kekuatan otot lemah,tidak terdapat varises dan terdapat fraktur
terbuka akibat kecelakaan.

10. Pola managemen koping-stress

Klien tidak mengalami perubahan,klien tampak tahu dan menerima penyakat yang ia terima

11. Sistem nilai dan keyakinan

Klien beragama Kristen dan rajin berdoa klien dan keluarga mempunyai keyakinan untuk
sembuh.
IV. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan tanda-tanda Vital:


Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB:57Kg,T:163cm.

Terapi : B complex 3x1 tab,Transamin 500 mg 3x1 tab,Metronidazol 500 mg 3x1 tab,Mefentan
500 mg 3x1 tab,Antrain 500 mg 3x1 tab.

VI. RENCANA PERAWATAN

No Diagnosa Tindakan Rasional


1. Nyeri tungkai b/d Mengenali factor-factor Mengetahui tingkat
trauma pada tungkai penyebab nyeri,skala nyeri,durasi dan
Menggunakan teknik regio
pencegahan atau distraksi
Menggunakan analgesic
Mengenali gejala-gejala
nyeri.

2. Resiko tinggi infeksi Membatasi jumlah Tidak terjadi infeksi


b/d respon inflamasi pengunjung
Mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
Mengajarkan klien teknik
mencuci tangan.
Mempertahankan teknik
isolasi

VII. KRITERIA MENURUT NANDA,NIC DAN NOC

1. Nyeri tungkai b/d trauma pada tungkai


Pengertian : Pengalaman emosional yang sensori yang tidak menyenangkan yang muncul
dari kerusakan jaringan secara actual atau potensial atau menunjukan adanya kerusakan,durasi
nyeri kurang dari 6 bulan.

Data penunjang :

o Klien mengeluh nyeri


o Wajah tampak mengiris
Client Outcome

o klien melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol ditandai dengan wajah tidak tampak
meringis
Batasan karakteristik:

Melaporkan nyeri secara verval dan non verbal


Ganguan tidur(mata sayu,tampak capek,sulit atau gerakan kacau,menyeringai)
Focus pada diri sendiri
Kerusakan proses berpikir
Penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan
Tingkah laku diatraksi
Tingkah laku ekspresif
Perubahan dalam nafsu makan

Nursing Outcome (NOC)

Tingkat kenyamanan (2100)

Domain : perceived health (V)

Class : symptom status (V)

Scale : none to extensive (i)

210001 : Melaporkan kenyamanan fisik

210002 : Melaporkan kepuasan terhadap pegawasan nyeri

210003 : Melaporkan kenyamanan psikologis

210007 : Melaporkan Kepuasaan terhadap tingkat kemandirian

210008 : Ekspresi puas terhadap pengawasa nyeri

Pengawasan Nyeri (1605)

Domain : Health knowledge (IV)

Class : Health behavior (Q)

Scale : Never demonstrated to consistently demonstrated (m)

160501 : Mengenali factor-factor penyebab

160502 : Mengenali serangan nyeri


160503 : Menggunakan teknik pencegahan

160504 : Menggunakan teknik non analgesic

160507 : Melaporkan gejala-gejala pada petugas

160509 : Mengenali gejala-gejala nyeri

160510 : Menggunakan catatan harian nyeri

160511 : Melaporkan pengawasan nyeri

NIC :

Pengaturan Nyeri (1400)

 Melakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri termasuk


lokasi,karakteristik,serangan/durasi,frekuensi,kualitas,intensitas atau pembayaran dan factor-
faktor pencetusnya.
 Mengobservasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan.
 Memastikan klien mendapatkan perawatan analgesic.
 Mengunakan teknik komunikasi terapeutik.
 Mengetahui pengalaman nyeri dan respon klien terhadap nyeri.
 Menyediakan informasi tentang nyeri seperti penyebab.
 Mengontrol factor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien.
 Mengurangi atau menghilangkan factor-faktor pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.
 Menggunakan teknik control nyeri sebelum nyeri menyebar.
 Mendorong klien untuk dapat berbicara tentang pengalaman nyeri.
 Mementau kepuasan klien terhadap manejemen nyeri.

2. Resiko infeksi b/d respon inflamasi

Pengertian : Peningkatan resiko untuk terinvasi oleh organism pathogen.

Batasan karakteristik :
 Prosedur invasive
 Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen.
 Trauma
 Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
 Imunitas tidak adekuat
 Pertahanan primer tak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan,
penurunan gerak silia, cairan statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltic
 NOC :
Imobility concequences :Physiological (0204)

Domain : Fungsi kesehatan (I)

Kelas : Mobility (C)

Scale : (n)Extremely compromised to not compromised(a)

020401 : Tekanan pada luka

020402 : Konstipasi

020404 : Penurunan status nutrisi

020411 : Penurunan kekuatan otot

Status Nutrisi (1004)

Domain : Kesehatan Fisiologis

Kelas : Nutrisi(K)

Skala : (a)

100401 : Masukan nutrisi

100402 : Intake makanan dan minuman


100403 : Energi

100404 : Massa Tubuh

100405 : Berat badan

Integritas Jaringan: Kulit dan membrane mukosa (1101)

Domain : Kesehatan Fisiologis (II)

Kelas : Integritas kulit (L)

Skala :Extremely compromised to not compromised (a)

110101 : Temperatur jaringan dalam hasil yang diharapkan

110102 : Sensasi dalam hasil yang diharapkan

110103 : Elastitas dalam hasil yang diharapkan

110104 : Hidrasi dalam hasil yang diharapkan

110105 : Pigmentasi dalam hasil yang diharapkan

110106 : Perspirasi dalam hasil yang diharapakan

110107 : Warna dalam hasil yang diharapkan

110108 : Tektur dalam hasil yang diharapkan

NIC :

Kontrol Infeksi (6450)

Membatasi jumlah pengunjung


Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

Mengajarkan klien teknik mencuci tangan

Menggunakan sabun antimikroba bila mencuci tangan

Mengunakan sarung tangan steril

Menginstruksikan pengunjung untuk cuci tangan saat masuk dan keluar ruangan

Mempertahankan teknik isolasi

Mengisolasi klien yang terinfeksi

VIII. Tindakan dan evaluasi keperawatan.

Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi


Nyeri - Melakukan pengkajian
19 Januari S:
kepala b/d terhadap nyeri termasuk
2010
trauma lokasi,karakteristik, - Klien mengatakan nyeri saat
kepala durasi,frekuensi,kualitas, melakukan ADL
intensitas.
- Mengobservasi tanda- - Klien mengatakan Nyeri

tanda non verbal dari seperti di iris-iris

ketidaknyamanan.
O:
- Mengurangi atau
- Wajah tampak meringis.
menghilangkan factor-faktor
pencetus yang dapat - Nyeri Abdomen
meningkatkan nyeri.
A:
- Mengontrol factor-faktor
160501 : Mengenali factor-
lingkungan yang dapat
factor penyebab
mempengaruhi respon
160502: Mengenali serangan
ketidaknyamanan klien.
nyeri
160503 : Menggunakan teknik
pencegahan
160504 : Menggunakan teknik
non analgesic
160507 : Melaporkan gejala-
gejala pada petugas
160509 : Mengenali gejala-
gejala nyeri
160510: Menggunakan catatan
harian nyeri

P:

- Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan.
- Mengurangi atau
menghilangkan factor-faktor
pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.
Resiko
20 Januari Membatasi jumlah S:
infeksi b/d
2010 pengunjung
respon - Klien mengatakan terdapat
inflamasi Mencuci tangan sebelum nyeri abdomen
dan sesudah melakukan
- Klien mengatakan luka post
tindakan
operasi masih agak memerah
Mengajarkan klien teknik
O:
mencuci tangan

- Luka post operasi tampak


Menggunakan sabun
belum kering
antimikroba bila mencuci
tangan - Wajah meringis

Mengunakan sarung -Terdapat banyak pengunjung


tangan steril
A:
Menginstruksikan
pengunjung untuk cuci 110101 : Temperatur jaringan

tangan saat masuk dan dalam hasil yang diharapkan

keluar ruangan
110102 : Sensasi dalam hasil
yang diharapkan

110103 : Elastitas dalam hasil


yang diharapkan

110104 : Hidrasi dalam hasil


yang diharapkan

110105 : Pigmentasi dalam


hasil yang diharapkan

110106 : Perspirasi dalam hasil


yang diharapakan
110107 : Warna dalam hasil
yang diharapkan

110108 : Tektur dalam hasil


yang diharapkan

P : Lanjutkan intervensi

- Monitor respon infeksi

Tanggal Diagnosa Tindakan Evaluasi


Nyeri - Melakukan pengkajian
21 Januari S:
kepala b/d terhadap nyeri termasuk
2010
trauma lokasi,karakteristik, - Klien mengatakan nyeri saat
kepala durasi,frekuensi,kualitas, melakukan ADL
intensitas.
- Mengobservasi tanda- - Klien mengatakan Nyeri

tanda non verbal dari seperti di iris-iris

ketidaknyamanan.
O:
- Mengurangi atau
menghilangkan factor-faktor - Wajah tampak meringis.
pencetus yang dapat
- Nyeri Abdomen
meningkatkan nyeri.
- Mengontrol factor-faktor A:
lingkungan yang dapat
160501 : Mengenali factor-
mempengaruhi respon
factor penyebab
ketidaknyamanan klien.
160502: Mengenali serangan
nyeri
160503 : Menggunakan teknik
pencegahan
160504 : Menggunakan teknik
non analgesic
160507 : Melaporkan gejala-
gejala pada petugas
160509 : Mengenali gejala-
gejala nyeri
160510: Menggunakan catatan
harian nyeri
P:
- Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan.
- Mengurangi atau
menghilangkan factor-faktor
pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.

BAB IV

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Tn.L.L dengan Fraktur di
ruang bedah A Atas RSU Prof. Dr. R. D. Kandou, selama 3 hari, mulai tanggal 19-21 Januari 2010 maka
pada bab ini akan dibahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang diperoleh dari kasus ini.

Dalam penerapan Asuhan keperawatan pada klien Tn.L.L. ,kami melakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang mempunyai 5 tahap, yakni : pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan selanjutnya.
Pengkajian keperawatan adalah tindakan yang sistematik, pengumpulan data yang terorganisasi,
yang mencakup tidak hanya data fisiologis, tetapi juga data psikologis, sosial dan kultural.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan pengkajian pada klien Tn.L.L yang dirawat di ruang Bedah
A ataS RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari tanggal 19-21 Januari 2010. Pada saat pengkajian
didapatkan gambaran umum keadaan klien, sebagai berikut : Saat dikaji keadaan klien cukup,Saat
dikaji keadaan klien lemah,terdapat nyeri tungkai bagian kiri.
Tanda-tanda Vital :
Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7 Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB: 57 Kg,T:163 cm

Menurut teori (Bruner & Suddart, 2002) data yang ditemukan pada Tn.R.W. menunjukkan apa yang
dirasakan/dialami klien sebagian besar sesuai dengan teori.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari
tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkanolehrudapaksa.

penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :

 Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)


 Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
 Patah karena letih
 Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.
Pathofisiologi/Pathway

Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu
karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak
langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh
karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel
tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan
yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut
saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner &
Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi
proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi.
Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan
kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah,
imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi
antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan,
hilangnya otot .
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan
berkurangnya kemampuan perawatan diri .
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan
pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi .
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang
hebat.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Criteria NANDA,NOC dan NIC, pada kasus Tn.L.L.dengan FRAKTUR.

terdapat 2 diagnosa :

1. Nyeri perut b/d Luka post operasi


2. Resiko infeksi berhubungan dengan respon inflamasi
Dari data yang didapat, teori dan kasus saling menunjang walapun terdapat sedikit kesenjangan
namun dengan dilakukannya observasi selama 3 hari dari tanggal 19-21 Januari 2010, respon
klien menunjukkan tanda-tanda untuk berkembang kearah yang Lebih baik.

1. Nyeri tungkai berhubungan dengan trauma pada tIbia.


Pengertian : Pengalaman emosional yang sensori yang tidak menyenangkan yang muncul
dari kerusakan jaringan secara actual atau potensial atau menunjukan adanya kerusakan,durasi
nyeri kurang dari 6 bulan.

Data penunjang : muncul dari kerusakan jaringan

o Klien mengeluh nyeri


o Wajah tampak mengiris
o Client Outcome
o klien melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol ditandai dengan wajah tidak tampak
meringis
Batasan karakteristik:

Melaporkan nyeri secara verval dan non verbal


Ganguan tidur(mata sayu,tampak capek,sulit atau gerakan kacau,menyeringai)
Focus pada diri sendiri
Kerusakan proses berpikir
Penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan
Tingkah laku diatraksi
Tingkah laku ekspresif
Perubahan dalam nafsu makan
Nursing Outcome (NOC)

Tingkat kenyamanan (2100)

Domain : perceived health (V)

Class : symptom status (V)

Scale : none to extensive (i)

210001 : Melaporkan kenyamanan fisik

210002 : Melaporkan kepuasan terhadap pegawasan nyeri

210003 : Melaporkan kenyamanan psikologis

210007 : Melaporkan Kepuasaan terhadap tingkat kemandirian

210008 : Ekspresi puas terhadap pengawasa nyeri

Pengawasan Nyeri (1605)

Domain : Health knowledge (IV)

Class : Health behavior (Q)

Scale : Never demonstrated to consistently demonstrated (m)


160501 : Mengenali factor-factor penyebab

160502 : Mengenali serangan nyeri

160503 : Menggunakan teknik pencegahan

160504 : Menggunakan teknik non analgesic

160507 : Melaporkan gejala-gejala pada petugas

160509 : Mengenali gejala-gejala nyeri

160510 : Menggunakan catatan harian nyeri

160511 : Melaporkan pengawasan nyeri

NIC :

Pengaturan Nyeri (1400)

 Melakukan pengkajian yang komprehensif dari nyeri termasuk


lokasi,karakteristik,serangan/durasi,frekuensi,kualitas,intensitas atau pembayaran dan factor-
faktor pencetusnya.
 Mengobservasi tanda-tanda non verbal dari ketidaknyamanan.
 Memastikan klien mendapatkan perawatan analgesic.
 Mengunakan teknik komunikasi terapeutik.
 Mengetahui pengalaman nyeri dan respon klien terhadap nyeri.
 Menyediakan informasi tentang nyeri seperti penyebab.
 Mengontrol factor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien.
 Mengurangi atau menghilangkan factor-faktor pencetus yang dapat
meningkatkan nyeri.
 Menggunakan teknik control nyeri sebelum nyeri menyebar.
 Mendorong klien untuk dapat berbicara tentang pengalaman nyeri.
 Mementau kepuasan klien terhadap manejemen nyeri.
o Kesenjangan teori, diagnosa dan kasus yang didapat adalah :
1. Menurut kriteria NANDA terdapat 14 batasan karakteristik didapat pada kasus 8 batasan
karakteristik
2. Menurut kriteria Nursing Outcomes terdapat 28 indikator yang terdiri dari 16 indikator
tingkat kenyamanan didapati pada kasus 5 indikator sedangkan pada pengawasan nyeri
terindikator didapati pada kasus adalah 8 indikator
3. Menurut kriteria Nursing interventions terdapat 24 aktivitas/kegiatan sedangkan pada kasus
yang di lakukan adaliriah 11 aktivitas/kegiatan.

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada klien Tn.L.L yang dirawat di ruang Bedah A
ataS RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dari tanggal 19-21 Januari 2010. Pada saat
pengkajian didapatkan gambaran umum keadaan klien, sebagai berikut : Saat dikaji keadaan
klien cukup,Saat dikaji keadaan klien lemah,terdapat nyeri tungkai bagian kanan.
Tanda-tanda Vital :
Kesadaran: compos mentis,TD:110/60 mmHg,SB:36,7 Oc -Axilar,N:80x/menit,R:24x/m irama
teratur.BB: 57 Kg,T:163 cm

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut
dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap.
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkanoleh kekerasan.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkanolehrudapaksa.
penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :

 Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)


 Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
 Patah karena letih
 Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.

B. Saran
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan,dapat menambah pengetahun bagi masyarakat umum agar mereka dapat
mengetahui penyebab,gejalah,tanda dan pengobatan serta pencegahan penyakit terhadap
fraktur.
ASKEP FRAKTUR

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak lengkap. (Arice, 1995 : 1183)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh
kekerasan.(Oswari, 2000 : 144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000 : 42)
Mandibula membentuk rahang bawah. Mandibula merupakan satu-satunya tulang pada tengkorak yang
dapat bergerak. (Pearce, 2000 : 50)
Mandibula adalah rahang bawah (Laksman, 2000 : 210)
Fraktur Mandibula adalah terputusnya kontinuitas tulang rahang bawah yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.

B. Penyebab
Penyebab fraktur / patah tulang menurut (Long, 1996 : 367) adalah :
a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteophorosis)
c. Patah karena letih
d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu jauh.

C. Pathofisiologi/Pathway
Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu karena
trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak langsung ,
misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat
tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin,
2000 : 299).
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287).
Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi proteksi
saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan
operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis
diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348).
Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah, imobilisasi
dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 :
1192).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara
lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long,
1996 : 378).
Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya
kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346).
Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan pen,
sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera
mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 :
1192).
Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat
(Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).

D.
Trauma Langsung
Tak terdapat hub. Dg dunia luar
Tertutup
Pendarahan lokal dan
Kerusakan jar. lunak
Reaksi peradangan hebat
Sel drh putih dan sel mart berakumulasi
Peningkatan tekanan aliran drh ke tempat tsb
Fagositesis & pembersihan sisa sel mati
Terbentuk bekuan
Fibrin
Jala melekat sel-sel
Baru
Osteoblast segera terangsang
Sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati
Trauma tidak langsung
Fraktur
Trauma akibat tarikan otot
Nyeri
Kerusakan
Interitas jaringan
Terbuka
Kr perlukaan di kulit dan jaringan sekitar
Terdapat hubungan
dg dunia luar
Edema
Peningk. tekanan jaringan, oklisi drh total anoksia serabut saraf & otot rusak
Resti Infexi
Terapi operatif
Pembedahan
Pen, sekrup, paku
Resiko infeksi
Terapi
konservatif
Terapi Bidai
gips
Imobilisasi
Kekuatan otot berkuang
Kerusakan mobilitas fisik
Sindrom
Kompartemen Pathway dan Masalah Keperawatan
D. Klasifikasi
1. Klasifikasi patah tulang menurut bentuk patah tulang
a. Fraktura complet, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen
b. Fraktura incomplet, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c. Simple atau closed fraktura, tulang patah, kulit utuh
d. Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang terlihat
e. Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.
f. Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah.
g. Communited fraktura, tulang patah menjadi beberapa fragmen.
h. Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah menancap pada yang lainnya.
2. Klasifikasi Menurut Garis Patah Tulang
a. Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada anak dengan tulang yang lembek)
b. Transverse, patah menyilang
c. Obligue, garis patah miring
d. Spiral, patah tulang melingkari tulang
( Long, 1996 ; 358 )

D. Manifestasi Klinik dan Pemeriksaan Penunjang


Manifestasi Klinis Fraktur adalah nyeri, hilangnya sungsi deformitas, pemendekan ekstremitas krepitus,
pembekakan lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai frogmen tulang diimobilisasi spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak
alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap menjadi seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada faktur
lengan atau tungkai menyebabkan defromitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembekakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan
yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
( Brunner dan Suddarth, 2001 : 2358 )
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang sering dilaksanakan pada keadaan patah tulang adalah :
1. Pemerikasaan rontgen, menentukan luasnya fraktur, trauma
2. Scan tulang, tomogram, memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jaringan
lunak
3. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap
5. Ht mungkin meningkat (Hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur /
organ jauh pada trauma multiple).
Kreatmin, trauma otot meningkat beban creatrain untuk klirens ginjal.
( Doenges, 2000 : 762 )
E. Penatalaksanaan
Terapi Konservatif
- Proteksi saja
Misal mitella untuk fraktur collum chirorgicom homeri dengan kedudukan baik.
- Imobilisasi saja tanpa reposisi
Misal pemasangan gips pada fraktur incomplete dan fraktur dengan kedudukan baik.
- Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Misal pada fraktur supracondillus, fraktur collest, fraktur smith, reposisi dapat dalam anestesi umum /
lokal.
- Traksi untuk reposisi secara perlahan
Pada anak-anak dipakai traksi kulit. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dengan beban kurang dari 5 kg.
Terapi Operatif
- Reposisi terbuka, fiksasi interna
Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna terapi operatif dengan reposisi
anatomis diikuti dengan fiksasi interna (open reduction and internal fixation), artoplasti eksisional, eksisi
fragmen dan pemasangan endoprostesus. ( Mansjoer, 2000 : 348 )

F. Komplikasi
1. Deformitas ekstremitas
2. Perbedaan panjang ekstremitas
3. Keganjilan pada sendi
4. Keterbatasan gerak
5. Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa
6. Perburukan sirkulasi
7. Ganggren
8. Kontraksi iskemik volkmann
9. Sindrom kompartemen

G. Fokus Pengkajian
Menurut Doenges, 2000 :761, Gejala-gejala fraktur tergantung pada sisi, beratnya, dan jumlah kerusakan
pada struktur lain.
- Aktivitas / istirahat
Tanda : Keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri
atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)
- Sirkulasi
Tanda : Hipertensi (kadang-kadang sebagai respons terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan
darah), takikardi (respon stress, hipovelemia) penurunan / tak ada nadi pada bagian distal yang cedera :
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian distal yang terkena pembekakan jaringan atau hematoma
pada sisi cedera.
- Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan / sensasi, spasme otot, eksemutan
Tanda : Deformitas lokal : angutasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, terlihat
kelemahan / hilang fungsi agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietes atau trauma lain).
- Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terkolalisasi pada area jaringan) kerusakan
tulang : dapat berkurang pada imobilisasi) ; tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
- Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, ovulasi jaringam pendarahan, perubahan warna pembengkakan lokal (dapat
meningkat secara bertahap atau tiba-tiba).
- Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cedera.

H. Fokus Intervensi
1. Nyeri ikut berhubungan dengan fraktur (Brunner & Suddarth, 2002 ; 2363)
Intervensi :
a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring gips, pembebat, traksi.
b. Ringgikan dan dukung ekstremitas yang terkena
c. Hindari menggunakan sprei / bantal plastik di bawah ekstremitas dalm gips.
d. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi karakteristik, intensitas (0-10)
e. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sampai dengan cedera.
f. Dorong menggunakan teknik managemen stress / nyeri
g. Berikan alternatif tindakan kenyamanan : pijatan, alih baring
h. Kolaborasi
- Beri obat sesuai indikasi
- Lakukan kompres dingin / es 24 – 28 jam pertama sesuai keperluan
Rasional
a. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang / tegangan jaringan yang cedera
b. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema, menurunkan nyeri
c. Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi panas dalam gips yang kering
d. Meningkatkan keefektifan intevensi, tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap
nyeri.
e. Membantu menghilangkan astetas
f. Meningkatkan kemampuan keping dalam manajemen nyeri
g. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot
h. Diberikan untuk menurunkan nyeri / spasme otot
Menurun edema, pembentukan hematoom dan mengurangi sensi nyeri.
2. Kerusakana mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Intervensi :
a. Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera
b. Instruksikan ps untuk / bantu dalam rentang gerak pasien / aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang
tidak sakit.
c. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tersakit
d. Tempatkan dalam posisi terlentang secara periodik
e. Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan (mandi keramas)
f. Dorong peningkatan masukan sampai 2000 – 3000 mliter / hr termasuk air asam, jus.
Rasional :
a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri / persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual
b. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tunas otot, mempertahankan
gerak sendi, mencegah kontraktur / afroji
c. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi / menggerakkan tungkai dan membantu
mempertahankan kekuatan dengan masa otot
d. Menurunkan resiko kontraktur heksi pangul
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, perawatan diri langsung
f. Mempertahankan hidrasi tubuh menurunkan resiko infexi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
3. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka
Intervensi :
a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, pendarahan, perubahan warna
b. Massase kulit dan penonjolan tulang pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
c. Ubah posisi dengan sering
d. Traksi tulang dan perawatan kulit.
Rasional :
a. Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan mungkin masalah yang mungkin disebabkan oleh
alat / pemasangan gips, edema
b. Menurukan tekanan pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
c. Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimal
d. Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Intervensi :
a. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan kontinuitas
b. Kaji sisi pen / kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri
c. Berikan perawatan pen / kawat steril
d. Observasi luka untuk pembentukan buta, krepitasi, bau drainase yang tidak enak
e. Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan berbicara
f. Selidiki nyeri tiba-tiba / keterbatasan gerakan dengan edema lokal
g. Berikan obat sesuai indikasi
Rasional
a. Pen / kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi kemerahan abrasi
b. Dapat mengindentifikasi timbulnya infeksi lokal
c. Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
d. Menghindari infeksi
e. Kekuatan otot, spasme tonik rahang, mengindikasi tetanus
f. Dapat mengindikasikan adanya osteomrelitis.
( Doenges, 2000 )

Anda mungkin juga menyukai