Anda di halaman 1dari 27

A.

Konsep Teori Lanjut Usia

1. Definisi Lansia

Pengertian lansia ( lanjut usia ) adalah fase menurunnya kemampuan


akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Sebagai mana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia
mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi
hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
memasuki selanjutnnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru
dalam setiap fase hidupnnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungannya ( Darmojo, 2004 dalam Psychologymania, 2013 )

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk


mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis.
kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup
serta peningkatan kepekaan secara individu ( Efendi, 2009 )

Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks


kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan tersebut
dihubungkan secara biologis, sosial dan ekonomi dan dikatakan usia lanjut
dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai
kehidupan dewasa (Depkes RI, 2009).

2. Klasifikasi Lansia

Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (Nugroho, 2016) ada empat


tahap seseorang disebut lanjut usia yakni :

a. Usia pertengahan (middle age) Antara usia 45 sampai 59 tahun


b. Usia pertengahan (ederly) berusia antara 60 dan 74 tahun
c. Lanjut usia (old) berusia antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

3. Tipe Lansia

1
a. Tipe arif bijaksana
Mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, bersikap
ramah, sederhana, rendah hati, dermawan, dan mampu menjadi
panutan
b. Tipe mandiri
Mampu mengganti kegiatan yang sudah tidak ada dengan kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaaan
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar dan sering merasa tersinggung
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu dengan nasib yang baik, dan melakukan
kegiatan apa saja
e. Tipe bingung
Mengasingkan diri, kehilangan keperibadian, sering minder,
menyesal dan bersifat pasif

4. Proses Penuaan
Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan
pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur
panjang( Nugroho, 2007 ).
WHO dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa
usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit,
tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian (Nugroho, 2016)
Dalam Buku Ajar Geriatri, Darmojo dan Martono (2000) mengatakan
bahwa “Menua” (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan lunak untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehigga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides. 1994). Proses menua merupakan proses yang terus
menerus (berlanjut) secara ilmiah dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho, 2016).

5. Teori Proses Penuaan

2
Ada beberapa teori tentang penuaan, sebagaimana dikemukaan oleh
Maryan dkk, 2008 dalam Sunaryo et al, 2016 yaitu :
a. Teori Biologis
Teori ini terfokus pada proses fisologis dalam kehidupan seseorang
dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara
independen atau dapat dipengaruhi oleh factor luar yang bersifat
psikologis. Sebagaimana dikemukakan oleh Zairt (1980), bahwa
teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa
proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur
dan fungsi tubuh selama masa hidup. Teori ini lebih menekankan
pada perubahan kondisi tingkat struktural sel / organ tubuh,
termasuk didalamnya adalah pengaruh agen patologis Teori
biologis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :teori
Stokastik/Stocftoft’ Theories dan Teori Nonstokasik/Nonstochatic
Theories.
a) Teori Stokastik/Stochastic Theories
Teori ini mengatakan bahwa penuaan merupakan suatu kejadian
yang terjadi secara acak atau random dan akumulasi setiap waktu.
Termasuk teori menua dalam lingkup proses menua biologi dan
bagian dari teori teori stochastic/ Stochastic Theories Adalah Teori
Kesalahan (Eror Theory), Teori Keterbatasan Hayflick (Hayflick
Limi Theory), Teori Pakai Dan Usang (Wear And Tear Theory), Teori
Imunitas (Immunity Theory), Teori Radikal Bebas (Free Radical
Theory), Dan Teori Ikatan Silang(Cross Linkage Theory).
(1) Teori kesalahan (Eror Theory)
Eror Theory atau teori kesalahan dikemukakan oleh Goldteris
dan Brocklehurs (1989) dalam Darmojo dan Martono (1999)
dan Kane (1994) dalam Tamber S. dat Noorkasini (2009), yaitu
didasarkan pada gagasan manakala kesalahan dapat terjadi
dalam rekaman sistesis DNA. Kesalahan ini diabaikan dan
secepatnya didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di
tingkatkan yang optimal
(2) Teori Keterbatasan Hayflick (Hayflick Limi Theory)
Teori ini dikemukankan oleh Haiflick (1987) dalam Darmojo
dan Martono (1999) dalam teori ini, protein mengalami

3
metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi sampah
dalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien.
(3) Teori Keterbatasan Hayflick (Hayflick Limi Theory)
Dalam teori ini di nyatakan bahwa sel-sel tetap ada sepanjang
hidup manakala sel-sel tersebut digunakan secara terus-
menerus. Teori ini dikenalkan oleh Weisman (1891). Hayflick
menyatakan bahwa kematian merupakan akibat dari tidak
digunakannya sel-sel karena dianggap tidak diperlukan dan
tidak dapat meremajakan lagi sel-sel tersebut secara mandiri.
(4) Teori Imunitas (Immunity Theory)
Dalam teori ini, penuan dianggap disebabkan oleh adanya
penuruanan fungsi sistem imun.
(5) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Teori ini kemukakan oleh Cristiasen dan Grzybowsky (1993)
yang menyatakan bahwa penuaan disebabkan oleh akumulasi
kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidan.
(6) Teori Ikatan Silang(Cross Linkage Theory).
Teori ini dikemukakan oleh Oen (1993) yang dikutip dari
Darmojo dan Martono (1999). Teori ini mengatakan bahwa
manusia diibaratkan seperti mesin sehingga perlu adanya
perawatan. Penuaan merupakan hasil dari penggunaan.
b) Teori Nonstokasik/Nonstochatic Theories.
Teori ini kemukakan oleh John Wiley and Sons dalam Ross (1996).
Dalam teori ini dikatakan bahwa proses penuaan disesuaikan
menurut waktu tertentu (Cristiasen dan Grzybowsky, 1993).
Termasuk teori menua lingkup proses menua biologis dan bagian
dari teori Nonstokasik/Nonstochatic Theories adalah Programmed
Theory dan Immunity Theory.
(1) Programmed Theory dikemukakan oleh Baratawidjaya K.G.
(1993).
Teori ini mengemukakan bahwa pembelahan sel dibatasi oleh
waktu sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali.
(2) Immunity Theory
Teori ini mengemukakan bahwa mutasi yang berulang atau
perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri. Mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada
antigen permukaan sel. Hal ini dapat menyebabkan sistem imun

4
tubuh mengalami perubahan dan dapat dianggap sebagai sel
asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Di lain pihak, daya pertahanan sistem imun.
6. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Patricia Gonce Morton dkk 2011, Tugas perkembangan lansia
yaitu:
a. Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama
sisa umurnya mempertahankan kehidupan yang memuaskan
b. Beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik
c. Menerima diri sebagai individu yang menua
d. Mempertahankan kehidupan yang memuaskan
e. Menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa
f. Menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
g. Menemukan arti hidup dan setelah pension dan saat menghadapi
penyakit diri dan pasangan hidup dan kematian pasangan hidup
dan orang yang disayangi
7. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu :
a. Perubahan organik
1) Perubahan jaringan ikat dan kolagen meningkat
2) Jumlah sel yang berfungsi normal menurun
3) Jumlah lemak meningkat
4) Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit
5) Lumen arteri menebal
6) Aktifitas sensori dan persepsi menurun
7) Penggunaan oksigen menurun
8) Selama istirahat jumlah darah yang dipompakan menurun
9) Penyerapan lemak protein dan karbohidrat menurun
Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya
menghilang
b. Sistem Persyarafan
Tanda :
1) Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel
neuroglial
2) Penurunan syaraf dan serabut syaraf
3) Penebalan leptomeninges di medulla spinalis
Gejala
1) Peningkatan resiko masalah neurologis, cidera serebrovaskuler,
parkinsonisme
2) Penurunan ingatan jangka – pendek derajat sedang
3) Gangguan pola gaya berjalan, kaki dilebarkan, langkah pendek,
dan menekuk ke depan
c. Sistem Pendengaran
Tanda :
1) Hilangnya neuron auditorius

5
2) Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke rendah
3) Peningkatan serumen
Gejala :
1) Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social ( khususnya
penurunan kemampuan pendengaran konsonan )
2) Sulit mendengar ( khususnya bila ada suara latar belakang yang
mengganggu, atau bila percakapan cepat
d. Sistem Penglihatan
Tanda :
1) Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
2) Penumpukan kecepatan gerakan mata
3) Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
Gejala :
1) Penurunan ketajaman penglihatan, lapang penglihatan, dan adaptasi
terhadap gelap/terang
2) Peningkatan terhadap kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
3) Peningkatan kekeringan iritasi mata
e. Sistem Kardiovaskuler
Tanda :
1) Atropi serat otot yang melapisi endokardium
2) Peningkatan tekanan darah sistolik
3) Aterosklerosis pembuluh darah
4) Penurunan komplian ventrikel kiri
Gejala :
1) Peningkatan tekanan darah
2) Peningkatan penekanan pada kontraksi atrium dengan S4 terdengar
3) Peningkatan aritmia
4) Peningkatan resiko hipotensi pada perubahan posisi
f. Sistem Respirasi
Tanda :
1) Penurunan elastisitas jaringan paru
2) Klasifikasi dinding dada
3) Atropi silia
4) Penurunan kekuatan otot pernafasan
Gejala :
1) Penurunan efisiensi pertukaran ventilasi
2) Peningkatan resiko aspirasi
3) Penurunan respons ventilasi terhadap hiposia dan hiperkapnia
g. Sistem Gastrointestinal
Tanda :
1) Penurunan ukuran hati
2) Penurunan tonus otot pada usus
3) Penurunan sekresi asam lambung
4) Atropi lapisan mukosa

Gejala :
1) Perubahan asupan akibat penurunan nafsu makan

6
2) Ketidaknyamanan setelah makan karena jalannnya makanan
melambat
3) Penurunan penyerapan kalsium dan besi

h. Sistem Reproduksi
Tanda :
1) Atropi dan fibrosis dinding serviksz dan uterus
2) Penurunan elastisitas vagina dan lubrikasi
3) Penurunan hormone dan oosit
4) Poliferasi jaringan stroma dan glandular
5) Involusi jaringankelenjar mamae
Gejala :
1) Kekeringan vagina dan rasa terbakar dan nyeri saat koitus
2) Hipertrofi prostat
3) Penurunan volume cairan semina dan kekuatan ejakulasi
4) Penurunan elevasi testis

i. Sistem Perkemihan
Tanda :
1) Penurunan masa ginjal
2) Penurunan jumlah nefron yang berfungsi
3) Penurunan tonus otot kandung kemih
4) Perubahan dinding pembuluh darah kecil
Gejala :
1) Penurunan kemampuan penghematannatrium
2) Penurunan GFR
3) Peningkatan BUN
4) Peburunan aliran darah ginjal
j. Sistem Endokrin
Tanda :
1) Penurunan termoregulasi
2) Penurunan respon demam
3) Penurunan laju metabolik basal
4) Peningkatan nodularis dan fibrosis pada tiroid

Gejala :
1) Penurunan kemampuan untuk menoleransi stressor seperti
pembedahan
2) Penurunan respons insulin, toleransi glukosa
3) Penurunan berkeringat dan menggigil dan pengaturan suhu
4) Penurunan kepekaan tubulus ginjal terhadap hormone antidiuretik

k. Sistem Kulit Integumen


Tanda :
1) Hilangnnya ketebalan dermis dan epidermis
2) Atropi kelenjar keringat
3) Penurunan vaskularisasi
4) Tidak adanya lemak subkutan
5) Penurunan melanosit

7
Gejala :
1) Penipisan kulit dan rentan sekali robek
2) Penuruna keringat dan kemampuan mengatur panas tubuh
3) Peningkatan kerutan dan kelemahan kulit
4) Penyembuhan luka makin lama
l. Sistem muskuloskletal
Tanda :
1) Penurunan masa otot
2) Penurunan aktivitas myosin adenosine tripospat
3) Penurunan massa tulang dan aktivitas osteoblast
Gejala :
1) Penurunan kekuatan otot
2) Penurunan densitas tulang
3) Nyeri dan kekakuan pada sendi
4) Peningkatan resiko fraktur

8. Permasalahan Pada Lansia


Menurut Robert Kane dan Joseph Ouslander, penulis buku “ Essentials of
Clinical Geriatrics “ permasalahan pada lansia sering disebut dengan
istilah 14 I, dimana ke empat I tersebut yaitu :
a. Immobility ( kurang bergerak ) : gangguan fisik, jiwa dan faktor
lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang bergerak , penyebab
yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot,
gangguan saraf, penyakit jantung dan pembuluh darah.
b. Instability ( berdiri dan berjalan tidak stabil dan mudah jatuh ).
Akibat jatuh pada lansia pada umurnnya adalah kerusakan bagian
tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, seperti patah
tulang, cidera pada kepala penyebab instabilitas dapat berupa
faktor intrinsic, yaitu hal – hal yang berkaitan dengan keadaan fisik
tubuh penderita karena proses menua dan factor ekstrinsik yang
berasal dari luar tubuh seperti obat obatan tertentu dan faktor
lingkungan
c. Incontinence ( beser buang air seni ). Keluarnnya air seni tanpa
disadari, semakin banyak dan semakin sering. Mengakibatkan
masalah kesehatan dan masalah lingkungan, khususnya lingkungan
keluarga. Untuk menghindari ini lansia sering menghindari minum.
Upaya ini justru akan menyebabkan lansia kekurangan cairan tubuh

8
dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih dalam
menjalankan fungsinya.
d. Intellectual impairment ( gangguan intelektual / demensia ).
Gangguan intelektual merupakan kumpulan gejala klinik yang
meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat.
Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 – 85 tahun
keatas atau lebih , yaitu kurang dari 5% lansia yang berusia 60 – 74
tahun mengalami dementia ( kepikunan berat ), sedangkan pada
usia lebih dari 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50%.
Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan intelektual
adalah depresi.
e. Infection ( infeksi ). Kurangnnya gizi, kekebalan tubuh yang
menurun adalah penyebab utama lansia mudah mendapat penyakit
infeksi. Selain itu berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh,
terdapatnnya beberapa penyakit sekaligus ( komorbiditas ) yang
menyebabkan daya tahan tubuh semakin berkurang, faktor
lingkungan, dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
untuk mengalami infeksi.
f. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalescence, skin integrity ( gangguan panca indra, komunikasi,
daya pulih, dan kulit ). Akibat dari proses menua semua fungsi
panca indra dan otak berkurang. Demikian juga gangguan pada
saraf dan otot – otot yang digunakan untuk berbicara dapat
menyebabkan terganggunya komunikasi, daya pulih terhadap
penyakit pun berkurang sedangkan kulit menjadi lebih kering,
rapuh dan mudah menjadi rusak.
g. Impaction ( sulit buang air besar ). Beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya ini adalah kurangnnya gerakan fisik,
makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum akibat,
akibat dari obat – obat tertentu dan lain sebagainnnya. Akibatnnya,
pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi, atau isi usus menjadi
tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan
kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih
berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah
perut

9
h. Isolation ( depresi ). Perubahan status social, bertambahnnya
penyakit dan berkurangnnya kemandirian social serta perubahan –
perubahan akibat dari proses menua menjadi salah satu pemicu
munculnnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali
gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit – penyakit
gangguan fisik yang tidak dapat diketahui ataupun terfikirkan
sebelumnnya, karena gejala – gejala depresi yang muncul
seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang
normal ataupun tidak khas. Gejala depresi dapat berupa perasaan
sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur
terganggu, pikiran dan gerakan tubuh melambat, cepat lelah dan
menurunnya aktifitas, tidak ada selera makan, berat badan
berkurang, daya ingatan berkurang, sulit untuk memusatkan fikiran
dan perhatian, kurangnnya minat, hilangnnya kesenangan yang
biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri.
i. Inanition ( kurang gizi ). Kekurangan gizi dapat disebabkan
ketidaktahuan dalam memilih makanan yang bergizi, terutama
karena isolasi social, ( terasing dari masyarakat ), gangguan panca
indra, kemiskinan, dan hidup seorang diri.
j. Impecunity (tidak punya uang ). Dengan semakin bertambahnnya
usia maka kemampuan fisik dan mental akan berkurang secara
perlahan – lahan yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaiakan pekerjaannya sehingga tidak
dapat memperoleh penghasilan. untuk dapat menikmati masa tua
yang bahagia kelak yang diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu
memiliki uang yang diperlukann paling sedikit dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari – hari, memiliki tempat tinggal yang layak,
mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuannya.
k. Latrogenetis ( menderita penyakit akibat obat – obatan ). Masalah
yang sering terjadi adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis
sehingga membutuhkan obat yang banyak, apalagi penggunaan
obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter. Hal
ini dapat menyebabkan timbulnnya suatu penyakit akibat
penggunaan berbagai macam obat.

10
l. Insomnia ( gangguan tidur ). Berbagai keluhan gangguan tidur,
yang sering dilaporkan para lansia, yaitu sulit tidur, tidur tidak
nyenyak, tidurnnya banyak mimpi dan mudah terbangun, jika
terbangun sulit untuk tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah
bangun tidur.
m. Immune deficience ( daya tahan tubuh yang menurun ). Daya tahan
tubuh yang menurun selain dusebabkan karena proses menua,
tetapi dapat pula karena berbagai keadaan seperti penyakit yang
sudah lama atau baru diderita. Selain itu dapat juga disebabkan
penggunaan berbagai obat , keadaan gizi yang kurang , penurunan
fungsi organ – organ tubuh dan lain – lain.
n. Impotence ( impotensi ). Merupakan ketidakmampuan untuk
mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk
melakukan senggama yang memuaskan. Penyebab disfungsi ereksi
pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin
sebagai adanya kekakukan pada dinding pembuluh darah
( arterioklerosis ) baik karena proses menua maupun penyakit, dan
juga berkurangnnya sel – sel otot polos yang terdapat pada alat
kelamin, serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria
terhadap rangsangan.

9. Masalah Kesehatan Yang Sering Terjadi Pada Lansia


a. Penyakit persendian dan tulang
Misalnnya rheumatik, osteoporosis, osteoarthritis
b. Penyakit kardiovaskular
Misalnnya hipertensi, kolestrollemia, angina, kardia attack, stroke,
trigleserida tinggi, anemia, PJK
c. Penyakit Pencernaan
Misalnnnya gastritis, ulkus peptikum
d. Penyakit urogenital
Misalnnya infeksi saluran kemih ( ISK ), gagal ginjal akut/ kronis,
benigna prostat, hiperplasia
e. Penyakit metabolik/ endokrin
Misalnnya Diabetes Melitus, obesitas
f. Penyakit pernafasan
Misalnnya asma, TB Paru
g. Penyakit keganasan
Misalnnya karsinoma/ kanker
h. Penyakit lainnya

11
Misalnnnya senilis/ pikun/ dimensia/ alzeimer, parkinson, dan
sebagainya

B. Tinjauan Teori Kasus Artritis Reumatoid


1. Definisi
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).
Arthritis rheumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
system organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-
sebabnya. Adapun pendapat oleh beberapa ahli mengenai artritis rheumatoid
diantarnya:
a. Engram (1998) mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan
penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran
sinovial dari sendi diartroidial.Artritis
b. Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun sistemik
(Symmons, 2006).
c. RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum diketahui
secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008).
d. Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan
keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008).
e. Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi
yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis)
(Pradana, 2012).
f. Arthritis rheumatoid adalah sebuah penyakit kronis, sistemik, inflamasiyang
menyebabkan kerusakan sendi dan perubahan bentuk dan mengakibatkan
kelumpuhan (Lueckenotte, 2000).
g. Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ
tubuh.Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah (Corwin, 2001).

12
2. Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
a. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
b. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
c. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu
d. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan

3. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),
faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai factor predisposisi
artritisreumatoid, yaitu:
1) Usia
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah
yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat
penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan
eprubahan pada osteoartritis.

2) Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki
lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama
antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahun (setelah

13
menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria.
Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.

3) Genetik
Genetik berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
4) Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata
tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban
berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau
sternoklavikula). Oleh karena itu disamping faktor mekanis yang berperan
(karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolit)
yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut.

5) Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang
sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis
yang lebih tinggi.

6) Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya
oateoartritis paha pada usia muda.

7) Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya
osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras)
tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan
sendi.

8) Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental


Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2)
dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih

14
dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan
terhadap perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
9) Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009).
10) Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan
sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).

b. Proses terjadi
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologis persendian
diartrodial atau sinovial merupakan kunci untuk memahami patofisiologi penyakit
rheumatik. Fungsi persendian sinovial adalah gerakan. Setiap sendisinovial
memiliki kisaran gerak tertentu kendati masing-masing orang tidak mempunyai
kisaran gerak yang sama pada sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal. Kartilago artikuler membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin. Membran sinovial
melapisi dinding dalam kapsula fibrosa danmensekresikan cairan kedalam ruang
antara-tulang. Cairan sinovial iniberfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber)
dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah
yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan
degenerasi yang terlihat pada penyakit rheumatik. Pada rheumatoid arthritis,
reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah
kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi
yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot
akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang

15
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan
sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).

c. Manifestasi Klinis
Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada
tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif.
Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi
secara spontan atau dengan pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa
bulan atau tahun. Selama remisi, gejala penyakit hilang dan orang-orang pada
umumnya merasa sehat ketika penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala
kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
1) Tanda dan gejala setempat
a) Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness)
dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan
dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda
dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
b) Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c) Poli artritis simetris sendi perifer
Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku,
rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki,
pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar seringkali terkena
juga
d) Artritis erosive
Sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan
erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar

e) Deformitas
Pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea,
deformitas dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang
yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi
mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak
yang total.

f) Rematoid nodul
Merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini
sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang
permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.

2) Gejala sistemik

16
Gejala siskemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu,
takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).

Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:

a) Stadium synovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun
saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
b) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain
tanda dan gejala tersebut diatas terjadi pula perubahan bentuk pada tangan
yaitu bentuk jari swan-neck.
c) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi
diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis
fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.

d. Komplikasi
Beberapa kondisi yang mungkin dapat diderita oleh penderita rheumatoid
arthritis adalah sebagai berikut:
1) Peradangan menyebar luas
Peradangan dapat menjangkiti jaringan tubuh lain, seperti hati, pembuluh
darah, paru-paru, dan mata. Kondisi ini jarang terjadi berkat perawatan dini.
2) Cervical myelopathy
Saraf tulang belakang tertekan akibat dislokasi persendian tulang belakang
bagian atas. Walau jarang terjadi, jika tidak segera dioperasi, kondisi ini bisa
menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang permanen dan akan berdampak
kepada aktivitas sehari-hari.
3) Sindrom lorong karpal
Kondisi ini terjadi karena saraf median, yaitu saraf yang mengendalikan
gerakan dan sensasi di pergelangan tangan tertekan dan menimbulkan gejala
kesemutan, nyeri, dan mati rasa. Kondisi ini bisa diringankan dengan suntikan
steroid atau menggunakan bebat untuk pergelangan tangan. Namun, umumnya
operasi diperlukan untuk melepaskan tekanan pada saraf median.
4) Penyakit kardiovaskular

17
Penyakit seperti stroke dan serangan jantung bisa terjadi akibat dampak
rheumatoid arthritis yang memengaruhi pembuluh darah atau jantung. Risiko
terkena penyakit ini bisa dikurangi dengan mengonsumsi makanan sehat,
berolahraga secara teratur dan berhenti merokok.
5) Kerusakan sendi
Kerusakan sendi akibat radang bisa menjadi permanen jika tidak ditangani
dengan baik. Ada beberapa masalah yang dapat memengaruhi persendian,
seperti kelainan bentuk persendian, kerusakan pada tulang dan tulang rawan,
serta tendon di area sekitar terjadinya peradangan.

4. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa faktor yang turut dalam memberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis rheumatoid arthritis, yaitu nodul rheumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan
laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor rheumatoid yang
positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan
komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C reaktifprotein (CRP) dan antibody
antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan
memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap
dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer &
Bare, 2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang
yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit
tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

5. Penatalaksanaan
RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa
penyakit ini tidak dapat disembuhkan (Sjamsuhidajat, 2010). Terapi RA harus dimulai
sedini mungkin agar menurunkan angka perburukan penyakit. Penderita harus dirujuk
dalam 3 bulan sejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) (surjana, 2009). Terapi RA
bertujuan untuk :

18
a. Untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien
b. Mempertahakan status fungsionalnya
c. Mengurangi inflamasi
d. Mengendalikan keterlibatan sistemik
e. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular
f. Mengendalikan progresivitas penyakit
g. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai


tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :

a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa
saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi
pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan
perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan
termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi
penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim
kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa
dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi
waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa
istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan
sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak
mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur
serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan
termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah
mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan
yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah
lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi

19
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara
pemberian diet dengan variasi (salah satunya dengan suplementasi minyak ikan
cod) yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya.
Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi
nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan
penyakit.Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year
2000”, Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu
(Symmons, 2006) :
1) NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri
dan kekakuan sendi.
2) Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok
obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi
respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor
dengan hati-hati.
3) Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis
dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka
panjang yang serius.
4) Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil
untuk pasien dengan penyakit sistemik.
5) Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi.
Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA.

C. Tinjauan Teori Askep Kasus


1. Pengkajian Keperawawatan
a. Data Subjektif
Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur karena nyeri, sering mengubah
posisi dan menghindari tekanan nyeri.
b. Data Objektif
Pasien terlihat meringis, pasien tampak memegangi area yang nyeri.
c. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri b/d agen cedera biologis
2) Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal,
kaku sendi, gangguan sensori perseptual
3) Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang.

20
4) Perubahan pola tidur b/d Pola tidur tidak menyehatkan karena
menjadi orang tua dan nyeri
5) Defisit perawatan diri b/d nyeri
6) Gangguan body image berhubungan dengan perubahan
penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
7) Kurang pengetahuan, ketidaktahuan tentang penyakit b.d Kurang
informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi,
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

2. Perencanaan keperawatan
a. Diagnosa 1: Nyeri b/d agen cedera bioli
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol
Rencana Tindakan dan rasional
1) Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10).
Catat factor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit
non verbal.
Rasional : membantu dalam menentukan kebutuhan managemen
nyeri dan keefektifan program
2) Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen
tempat tidur sesuai kebutuhan.
Rasional : matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi /
nyeri.
3) Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur
atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai
indikasi.
Rasional : pada penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan
untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
4) Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk
bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di
bawah, hindari gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada
sendi
5) Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran
pada waktu bangun. Sediakan waslap hangat untuk mengompres

21
sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi.
Rasional : panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas,
menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.
Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat
disembuhkan.
6) Berikan masase yang lembut
Rasional ; meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot
7) Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk seperti asetil salisilat (aspirin)
Rasional : meningkatkan relaksasi, mengurangi, tegangan otot,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.

b. Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus


skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual
Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan.
Rencana tindakan dan rasional:
1) Perahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.
Rasional : untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan
kekuatan.
2) Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin.
Rasional : meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum.
3) Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri
dan berjalan.
Rasional : memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan
mobilitas.
4) Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk
menggunakan alat bantu.
Rasional : menghindari cedera akibat kecelakaan seperti jatuh.
5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid.
Rasional : untuk menekan inflamasi sistemik akut.

c. Diagnosa 3 : Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang.


Kriteria Hasil : mpertahankan keselamatan Klien dapat me fisik.
Rencana tindakan dan rasional :
1) Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang
tampak jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika
tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur, usahakan
posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan
lampu panggil.

22
Rasional : lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi
resiko cidera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang
konstan.
2) Memantau regimen medikasi
Rasional : mempercepat proses penyembuhan.
3) Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan
memberikan kebebasan dalam lingkungan yang aman, hindari
penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan
perhatiannya daripada mengagetkannya.
Rasional : hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi,
restrain dapat meningkatkan agitasi, mengegetkan pasien akan
meningkatkan ansietas.

d. Diagnosa 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri


Kriteria Hasil : Klien dapat me atau tidurmenuhi kebutuhan istirahat
Rencana tindakan dan rasional :
1) Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi.
Rasional : mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi
yang tepat.
2) Berikan tempat tidur yang nyaman.
Rasioanl : meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan
fisiologis/psikologis.
3) Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru.
Rasional : bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak
kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat
berkurang, membantu menginduksi tidur.
4) Instruksikan tindakan relaksasi
Rasional : meningkatkan efek relaksasi.
5) Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi
hangat dan massage.
Rasional : meningkatkan efek relaksasi
6) Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi (rendahkan tempat
tidur bila memungkinkan.
Rasional : dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran
dan tinggi tempat tidur, pagar tempat tidur membei keamanan
untuk membantu mengubah posisi.

23
7) Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan
untuk obat atau terapi.
Rasional : tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar
dan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun.
8) Kolaborasi pemberian sedative, hipnotik sesuai indikasi.
Rasional : mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau
istirahat.

e. Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri


Kriteria hasil : klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri
secara mandiri.
Rencana tindakan dan rasional :
1) Kaji tingkat fungsi fisik
Rasional : mengidentifikasi tingkat bantuan / dukungan yang
diperlukan.
2) Pertahankan mobilitas, control terhadap nyeri dan program
latihan.
Rasional : mendukung kemandirian fisik/emosional.
3) Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri,
identifikasi untuk modifikasi lingkungan.
Rasional : menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang
akan meningkatkan harga diri.
4) Identifikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya : lift,
peninggian dudukan toilet, kursi roda.
Rasional : memberikan kesempatan untuk dapat melakukan
aktivitas secara mandiri.

f. Diagnosa 6 : Gangguan body image berhubungan dengan perubahan


penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya hidup dan
kemungkinan keterbatasan.
Rencana tindakan dan rasional :
1) Dorong pengungkapan mengenai masalah mengenai proses
penyakt, harapan masa depan.
Rasional : beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa
takut/kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung.

24
2) Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang
terdekat. Memastikan bagaimana pandangan pribadi pasien
dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-
aspek seksual.
Rasional : mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi
persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan
kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut.
3) Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaimana orang terdekat
menerima keterbatasan.
Rasional : isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat
mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang
dirinya sendiri.
4) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
Rasional : nyeri kosntan akan melelahkan dan perasaan marah,
bermusuhan umum terjadi.
5) Perhatikan perilaku menarik diri, menyangkal atau terlalu
memperhatikan tubuh/perubahan.
Rasional : dapat menunjukkan emosional atau metode koping
maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan
psikologis.
6) Susun batasan pada perilaku maladaptive. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping
Rasional : membantu pasien untuk mempertahankan control diri
yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7) Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan
membuat jadwal aktivitas.
Rasional : meningkatkan perasaan kompetensi/ harga diri,
mendorong kemandirian dan mendorong partisipasi dan terapi.
8) Rujuk pada konseling psikiatri
Rasional : pasien/ orang terdekat mungkin membutuhkan
dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/
ketidakmampuan.
9) Kolaborasi obat sesuai terapi
Rasional : mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi
hebat sampai pasien mengembangkan kemampuan ,koping yang
lebih efektif.

2. Pelaksanaan

25
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).

3. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan


dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.

Evaluasi juga diartika sebagai tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi, dan implementasinya (Nursalam, 2011), maka hasil yng diharapkan sesuai
dengan rencana tujuan

DAFTAR PUSTAKA

26
Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
kardiovaskuler. (Edisi 2). Malang: UMM Press.

Evelyn C.pearce (1999), AnatomidanFisiologiUntukParamedis, Penerbit PT Gramedia,


Jakarta.

Fatimah.,2010.Merawat manusia Lanjut usia.Trans Info media.Jakarta

Gallo, J.J (1998). BukuSakuGerontologiEdisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: FisiologiKedokteran, PenerbitBukuKedokteran EGC,


Jakarta.

Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,


Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Smart, Aqila. 2010. Rematik dan Asam Urat. Yogyakarta: A+ Book.

http://askep-askeb.cz.cc/2010/08/asuhan-keperawatan-rematik.html.
http://www.google.co.id/search?
hl=id&q=asuhan+keperawatan+rematik&btnG=Telusuri&aq=f&aqi=&aql=&oq=&gs_rfai=

http://www.membuatblog.web.id/2010/03/penyakit-rematik.html.

Hudak and Gallo (1996), KeperawatanKritis: PendekatanHolistik, PenerbitBukuKedokteran


EGC, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai