Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI


DI PUSKESMAS AMBACANG PADANG

Oleh :

NUR AZIZAH
NIM. 19112248

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Aida Minropa, SKM.,M.KES) (Ns.Sastrawati,S.Kep)

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2021

BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Gerontik

1. Defenisi lansia

Menurut Setianto (2004) lansia adalah seseorang yang berusia lebih

dari 65 tahun. Menurut Pudjiastuti (2003), lanjut usia artinya bukanlah

penyakit, tetapi proses lanjutan dari kehidupan yang akan terjadi

penurunan segala kemampuan untuk beradaptasi dengan stress

lingkungan.Berbeda lagi dengan Hawari (2001), lanjut usia adalah

keadaan dimanamengalami kegagalan dalam mempertahankan

keseimbangan tubuhseseorang terhadap stress fisiologisnya. Kegagalan

disini diartikan sebagaipenurunan pada daya kemampuan dalam hidup

dan meningkatkankepekaan seseorang (Muhith dan Siyoto, 2016).

Maryam, dkk (2008)mengatakan lanjut usia adalah perkembangan

dari perputaran rodakehidupan manusia bagian akhirt (Budi Anna Keliat,

1999). Pasal 1 ayat 23, 4 UU No.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan

dikatakan lanjut usia jika seseorang berusia 60 tahun keatas (Maryam,

dkk, 2008)

2. Tipe lansia

Menurut Maryam dkk,2008 (dalam Ratnawati, 2021) mengelompokkans

tipe lansia dalam beberapa poin, antara lain :

1) Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah

hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi

panutan.

2) Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3) Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,

dan banyak menuntut.

4) Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agaman, dan

melakukan pekerjaan apa saja.

5) Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh tak acuh.

3. karakteristik lansia

Lansia mempunyai karakteristik menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam

Maryam, dkk (2008) sebagai berikut:

a) Seseorang dengan usia 60 tahun keatas (pada Pasal 1 ayat 2, 3, 4 UU

No 13 tentang Kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

4. Proses menua

Menurut Wahyudi Nugroho (2006), Proses menua adalah proses

alami yang diawali sejak lahir secara berkelanjutan dan terus menerus

yang akan dialami semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu

pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Terkadang orang yang belum

lansia (muda) tetapi sudah mengalami kekurangan-kekurangan yang

menyoloh atau diskrepansi (Muhith dan Siyoto,2016)

5. Teori proses menua

a. Teori Biologi

1) Teori genetik

a) Teori genetik clock

Teori ini merupakan teori instrinsik yang menjelaskan bahwa

ada jam biologis didalam tubuh yang berfungsi untuk

mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Proses menua

ini telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies

tertentu. Umumnya, didalam inti sel setiap spesies memiliki

suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap dari mereka


mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar

menurut replika tertentu.

b) Teori mutasi somatik

Teori ini meyakini bahwa penuaan terjadi karena adanya

mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk.

Nugroho, mengamini pendapat suhana (1994) dan

Constantinides (1994) bahwa telah terjadi kesalahan dalam

proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi

RNA protein/enzim. Kesalahan yang terjadi terus menerus

akhirnya menimbulkan penurunan fungsi organ atau

perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel

tersebut kemudian akan mengalami mutasi, seperti mutasi sel

kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional.

2) Teori nongenetik

a) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory)

Pengulangan mutasi dapat menyebabkan penurunan

kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya

sendiri (self-recognition). Seperti dikatakan Goldsten (1989)

bahwa mutasi yang merusak membran sel akan menyebabkan

sistem imun tidak mengenalinya. Jika tidak mengenalinya,

sistem imun akan merusaknya. Hal inilah yang mendasari

peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia.

b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)


Teori ini terbentuk karena adanya proses metabolisme atau

proses pernapasan didalam mitokondria. Radikal bebas ini

tidak stabil mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,

yang kemudian membuat sel tidak dapat beregenerasi. Radikal

bebas ini dianggap sebagai penyebab penting terjadinya

kerusakan fungsi sel. Adapun radikal bebas yang terdapat di

lingkungan antara lain:

(1) Asap kendaraan bermotor

(2) Asap rokok

(3) Zat pengawet makanan

(4) Radiasi

(5) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan

pigmen dan kolagen pada proses menua.

c) Teori menua akibat metabolisme

Teori mejelaskan bahwa metabolisme dapat mempengaruhi

prose penuaan. Hal ini dibuktikan dalam penelitian-penelitian

yang menguji coba hewan, di mana pengurangan asupan kalori

ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang

umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan

kegemukan dapat memperpendek umur.

d) Teori rantai silang (cross link theory)

Teori ini menjelaskan bahwa lemak, protein, karbohidrat, dan

asam nukleat (molekul kolagen) yang bereaksi dengan zat


kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan. Hal tersebut

menyebabkan adanya perubahan pada membran plasma yang

mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis,

dan hilangnya fungsi pada proses menua.

e) Teori fisiologis

Teori ini terdiri atas teori oksidasi stres dan teori dipakai-aus

(wear and tear theory), dimana terjadinya kelebihan usaha

pada stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai.

b. Teori sosiologis

1) Teori interaksi sosial

Kemampuan lansia dalam mempertahankan interaksi sosial

merupakan kunsi mempertahankan status sosialnya. Teori ini

menjelaskan mengapa lansia bertindak pada situasi tertentu.

Pokok-pokok social exchange theory antara lain :

(a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai

tujuannya masing-masing

(b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang

memerlukan biaya dan waktu.

(c) Untuk mencapai tujuan yang henddak dicapai, seoran aktor

mengeluarkan biaya.

2) Teori aktivitas atau kegiatan

Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yan sukses adalah mereka

yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial. Para lansia
akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan

mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Padahal

secara alamiah, mereka akan mengalami penurunan jumlah

kekuatan secara langsung.

3) Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)

Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada seoran

lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya.

Ada kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia, dimana

dimungkinkan pengalaman hidup seorang pada suatu saat

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lansia.

4) Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement)

Bertambah lanjutnya usia, seseorang berangsur-angsur akan mulai

melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari

pergaulan sekitarnya. Dengan demikian, kondisi ini akan

berdampak pada penurunan interaksi sosial lansia, baik secara

kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami

kehilangan ganda (triple loss) :

(a) Kehilangan peran (loss of role)

(b) Hambatan kontak sosial (restriction of contact anda

reltionship)

(c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social

mores and values).

6. faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua


Menurut Siti Bandiyah (2009) dalam Muhith dan Siyoto (2016)

penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Penuaan yang terjadi

esuai dnegan kronologis usia. Fakor yang mempengaruhi yaitu hereditas

atau genetik, nutrisi atau makanan, status kesehatan, pengalaman hidup,

lingkungan, dan stres.

1) Hereditas atau genetik

Kematian sel merupakan seluruh program kehidupan yang

dikaitkan dengan peran DNA yang penting dalam mekanisme

pengendalian fungsi sel. Secara genetik, perempuan ditentukan oleh

sepasang kromosom X sedangkan laki-laki oleh satu kromosom X.

Kromosom X ini ternyata membawa unsur kehidupan sehingga

perempuan berumur lebih panjang daripada laki-laki.

2) Nutrisi/makanan

Berlebihan atau kekurangan mengganggu keseimbangan reaksi

kekebalan.

3) Status kesehatan

Penyakit yang selama ini selalu dikaitkan dengan proses penuaan,

sebenarnya bukan disebabkan oleh proses menuanya sendiri, tetapi

lebih disebabkan oleh faktor luas yang merugikan yang berlangsung

tetap dan berkepanjangan.

4) Pengalaman hidup

a. Terpapar sinar matahari: kulit yang tidak terlindungi sinar

matahari akan mudah ternoda oleh flek, kerutan, dan menjadi

kusam.
b. Kurang olahrga: olahraga membantu pembentukan otot dan

melancarkan sirkulasi darah.

c. Mengkonsumsi alkohol: alkohol mengakibatkan pembesaran

pembuluh darah kecil pada kulit dan meningkatkan aliran darah

dekat permukaan kulit.

5) Lingkungan

Proses menua secara biologik berlangsung secara alami dan tidak

dapat dihindari, tetapi seharusnya dapat tetap dipertahankan dalam

status sehat.

6) Stres

Tekanan kehidupan sehari-hari dalam lingkungan rumah, pekerjaan,

ataupun masyarakat yang tercemin dalam bentuk gaya hidup akan

berpengaruh terhadap poses penuaan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Lansia dengan Masalah Hipertensi


1. Defenisi Hipertensi

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka

morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg

menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase

diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung

(Triyanto,2014).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi

juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh

darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (Sylvia A.

Price, 2015).

Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan

hipertensi ini merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam

arteri atau tekanan systole > 140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90

mmHg. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,

di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan

jantung dan kerusakan ginjal

2. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2000) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2,

yaitu :
a. Hipertensi Esensial atau Primer

Menurut Lewis (2000) hipertensi primer adalah suatu kondisi

hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan.

Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial

sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder. Onset hipertensi

primer terjadi pada usia 30-50 tahun. Pada hipertensi primer tidak

ditemukan penyakit renovakuler, aldosteronism, pheochro-mocytoma,

gagal ginjal, dan penyakit lainnya. Genetik dan ras merupakan bagian

yang menjadi penyebab timbulnya hipertensi primer, termasuk

faktor lain yang diantaranya adalah faktor stress, intake alkohol

moderat, merokok, lingkungan, demografi dan gaya hidup.

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat

diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan

kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal

(hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari penderita

hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan

pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan-perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku


3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kekmampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

3. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut Joint

National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High

Bloods Preassure (JNC) ke-VIII dalam Smeltzer & Bare (2010) yaitu

<130 mmHg untuk tekanan darah systole dan <85 mmHg untuk tekanan

darah diastole.

Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas tidak

sedang memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi
140-159 90-99
ringan)
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi
160-179 100-109
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi
≥ 180 ≥ 110
berat)
Sumber : Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Preassure (JNC) ke VIII


4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dankeluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis

di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke

ganglia simpatis. Pada titik ini, neuronpre-ganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke

pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah

terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat

sensitive terhadap orepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga

terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula

adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks

adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.


Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I

yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,

yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.

Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini

cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan

gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh

perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,

aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi

volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup),

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan

perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

5. WOC

6. Manifestasi Klinis
a. Tidak ada gejala

Tanda dan gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan

peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh

dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan

pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi

meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini

merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang

mencari pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita

hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah

5) Mual

6) Muntah

7) Epitaksis

8) Kesadaran menurun

Menurut Crowin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar

gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun

berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah, akibat peningkatan tekanan sdarah intracranial. Pada


pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada

retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan),

penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil

(edema pada diskus optikus). Gejala lain yang umumnya terjadi

pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah,

sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk

terasa pegal sdan lain-lain.

7. Komplikasi

Komplikasi penyakit hipertensi primer dan sekunder terdapat perbedaan

yaitu penyakit pembuluh darah otak seperti:

1) Stroke

2) Pendarahan otak

3) Penyakit jantung

4) Gagal ginjal

5) Mata

8. Penatalaksanaan

Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-

nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis


1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-

kau, latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus

dilakukan.

2) Perubahan cara hidup

3) Mengurangi intake garam dan lemak

4) Mengurangi intake alkohol

5) Mengurangi BB untuk yang obesitas

6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik

7) Olah raga teratur

8) Menghindari ketegangan

9) Istirahat cukup

b. Penatalaksanaan Farmakologi

Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam

risiko tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85

atau 95 mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.

Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :

1) Golongan Diuretic

 Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon,

hydroklorotiazid.

 Diuretik Loop, Misalnya furosemid.

2) Golongan Penghambat Simpatis


Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-

motor otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf

perifer, seperti golongan reserpin dan goanetidin.

3) Golongan Betabloker

Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan

curah jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-

lol, propanolol, timolol.

4) Golongan Vasodilator

Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,

diazoksid dan sodium nitrofusid.

5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin

Misalnya : captropil.

6) Antagonis Kalsium

Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-


hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-
miu.

9. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

Pemeriksaan penunjang penderita hipertensi meliputi pemeriksaan

laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan

menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari

penyebab hipertensi.

Pemeriksaan yang dilakukan biasanya analisa, urine, darah perifer

lengkap, kimia darah (kalium, nutrium, kreatinin, gula darah puasa,


kolesterol total, HDL, LDL, dan pemerikasaan EKG, sebagai tambahan

dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti kliren triatinin, protein, asam

urat, TSH dan ekordiografi.

Pemeriksaan diagnostic meliputi BUN / Creatinin (fungsi ginjal),

glukosa (DM), Calium cerum (meningkat menunjukkan aldosteron yang

meningkat), kalsium cerum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi :

kolesterol dan trigliserit(indikasi pencetus hipertensi), pemerikasaan tiroid

(menyebabkan vasokontriksi), urinnalisa protein, gula (menunjukkan

difungsi ginjal) asam urat (faktor penyebab hipertensi), EKG (pembesaran

jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis

I. Pengkajian

a. Data umum

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa atau

latar belakang kebudayaan, status sipil, pendidikan, pekerjaan dan

alamat.

b. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Pada hipertensi primer biasanya klien suka mengonsumsi makanan

yang mengandung garam yang tinggi, kegemukan atau makan yang

berlebihan, stress, merokok, dan mengonsumsi alcohol, dan pada

hiprtensi sekunder biasanya klien mempunyai riwayat penyakit


ginjal, vascular, kelainan endokrin dan penyakit saraf. Biasanya

klien memiliki riwayat penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi),

biasanya klien merokok, memiliki riwayat diabetes mellitus,

penyakit kardiovaskuler (jantung) misalnya emblisme serebral,

riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan

meningkatnya kadar estrogen, riwayat konsumsi alkohol, biasanya

peningkatan kolesterol, kegemukan pada klien, terjadinya infeksi,

TIA, peningkatan kadar fibrinogen.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya penyakit hipertensi primer dan sekunder mengeluhkan

tanda dan gejala yang sama klien mengeluh kepala terasa sakit,

vertilago atau sensasi diri sendiri atau sekeliling terasa berputar,

pandangan kabur, nafas terasa sesak, nyeri pada dada, pendarahan

pada hidung, mual dan muntah, kesemutan pada kaki dan tangan,

dan kesadaran menurun, dilakukan pemeriksaan tekanan darah

pada lansia di dapatkan hasil melebihi 160 mmHg/90 mmHg. dan

Biasanya serangan stroke terjadi sering kali berulang dan

mendadak. Biasanya terjadi nyeri dikepala sangat hebat, mual dan

muntah, kelumpuhan wajah dan anggota badan timbul mendadak,

adanya gangguan sensibilitas pada salah satu anggota badan, afasia,

vertig disantria, ataksia anggota badan, disfasia, kehilangan

sensorik, gangguan penglihatan.


3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya penyakit hipertensi primer dan hipertensi sekunder ini

penyakit keturunan, keluarga klien ada mengalami penyakit yang

sama atau penyakit keturunan lainnya.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Data klinik

Tinggi Badan :.......cm

Berat Badan :......Kg

Temperatur :......c

Nadi :........(kuat/ lemah, teratur/ tidak)

Tekanan darah :.....mmHg

2) Kepala

Biasanya kepala klien tanpak simetris kiri dan kanan, biasanya

terdapat codem/hematom, perlukaan kepala, kulit kepala berketombe

dan bau.

a) Rambut

Biasanya rambut lansia beruban, kusam, mudah rontok dan kotor.

b) Wajah

Biasanya wajah lansia terdapat oedem, tanpak keriput, dan pipi

mulai turun dan kendor.

c) Mata
biasanya mata simetris kiri dan kanan, mata lansia berair,

lingkaran mata menghitam disebabkan kurang tidur karena

gangguan rasa nyaman, biasanya sclera ikterik dan konjungtiva

anemis, penglihatan pada lansia mulai kabur.

d) Hidung

Biasanya hidung simeteris kiri dan kanan, tidak ada luka atau

peradangan, tidak ada cuping hidung tidak terdapat polip dan

sekret, penciuman baik dapat mencium aroma makanan, warna

kulit sama dengan warna kulit sekitar.

e) Bibir

Biasanya mukosa bibir kering dan pecah-pecah, warna bibir

pucat.tidak terdapat kelainan pada bibir.

f) Gigi

Biasanya gigi lansia ompong, gigi kotor, warna gigi kuning,

terdapat caries pada gigi.

g) Lidah

Biasanya lidah kotor dan berawarna putih, tidak ada lesi, fungsi

pengecapan baik.

h) Telinga

Biasanya telinga simeteris kiri dan kanan, tidak ada luka, tidak

ada peradangan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, warna

kulit sama dengan warna sekitar, pada lansia biasanya


pendengaran kurang baik karna penurunan fungsi organ, dan

telinga tanpak kotor karna pada lansia perawatan diri kurang.

3) Leher

Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan vena jugularis,

tidak ada luka, biasanya klien mengeluh leher bagian terasa berat dan

nyeri (kaku kuduk)

4) Dada/thorak

a. Auskultasi : Biasanya vesikuler

b. Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan

c. Palpasi : Biasanya frekmitus kiri dan kanan

d. Perkusi : Biasanya sonor

5) Jantung

a. Inspeksi

Biasanya ictus cordis (denyut aspek jantung) terlihat pada lansia

yang kurus, sedangkan pada lansia yang gemuk ictus cordis

tidak dapat terlihat, biasanya gerakan cepat dan tidak teratur

b. Palpasi

Biasanya ictus cordis tidak teraba

c. Perkusi

Biasanya batas jantung normal

d. Auskultasi

Biasanya bunyi jantung tidak beraturan atau berirama, biasanya

terdapat perubahan irama jantung dan ada bunyi tambahan


7) Perut/ abdomen

a. Inspeksi

Biasanya abdomen membusung atau membuncit, tidak terdapat

benjolan-benjolan atau masa, biasanya pada perempuan terdapat

bekas luka pada abdomen pasca operasi melahirkan, biasanya

turgor kulit keriput warna kulit abdomen sama dengan warna

kulit sekitar.

b. Auskultasi

Biasanya akan terdengar bising usus 5-30 kali/menit.

c. Palpasi

Biasanya hepar tidak teraba, tidak terdapat pembesaran linen,

tidak ada nyeri tekan.

d. Perkusi

Biasanya tympani (bunyi usus normal)

8) Genitaurinaria

Biasanya lansia dengan hipertensi genetalia bersih, biasanya system

reproduksi sudah menopause.

9) Ekstremitas

Biasanya tidak ada lesi atau pun luka,pergerakan terbatas bahkan

tidak bisa digerakkan tidak ada ke cacatan.

10) System intergumen

Biasanya kulit tanpak keriput.warna kulit sama dengan warna kulit

sekitar.
11) System neurologi

Biasanya daya ingat lansia berkurang dan pikiran pendek, pelupa,

disertai mudah marah.(Sarif, 2012)

e. Aktivitas sehari-hari

No Pola kebiasaan Sehat Sakit

Sehari-hari
1 Nutrisi Biasanya tidak ada Biasanya klien

gangguan pada selera mengalami

makanan klien, menu penurunan nafsu

makan yang dimakan makan, jenis makan

sesuai dengan porsi tergantung diit yang

makan sehari-hari, dan dimakan biasanya

frekuensi makan teratur diit rendah ggaram,

dengan porsi sedang kolesterol dan lemak


2 Eliminasi BAK : biasanya normal BAK dan BAB

(4-5 kali sehari) biasanya terjadi

BAB : biasanya normal perubahan dan

(1 kali sehari) penurunan


3 Istirahat dan Biasanya klien Biasanya klien sulit

tidur gampang tidur dan tidur tidur dan kurang

selama 8 jam/hari tidur karena

gangguan rasa
nyaman dikarenakan

nyeri pada kepala

sdan kuduk

1. Psikologis

Biasanya klien mengalami stress, klien merasa sedih dirawat karena

klien ingin pulang dan berkumpul dengan keluarga

2. Dukungan sosial

Biasanya keluarga kurang memberikan dukungan dan jarang

mengunjungi klien karena kesubukannya

3. Spritual

Biasanya klien taat beribadah dan selalu berdoa atas kesembuhannya

agar dapat berkumpul dengan keluargnya

4. Rekreasi

Biasanya menghilangkan stress klien selalu berkumpul dan bercerita

bersama teman sebayanya.

f. Status kognitif/afektif/sosial

1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

2. Mini Mental State Exam (MMSE)

3. Inventaris Depresi Beck

g. Pemeriksaan Diagnostik
Catat semua pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dan hasil yang

diperoleh berdasarkan tanggal pemeriksaannya dan cantumkan nilai

normal sebagai pembanding lengkap dengan satuannya.

h. Program Therapis

Catat semua program terapi yang diinstruksikan oleh tim kesehatan

(dokter, ahli gizi, fisioterapi, dll) sertakan tanggal instruksi diberikan.

II. Diagnosa Keperawatan

Merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau

masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan

yang aktual atau potensial.

Ada beberapa tipe diagnosa keperawatan, diantaranya:

1. Diagnosa keperawatan actual

Syarat menegakkan diagnosa aktual harus ada unsur PES.

2. Diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi

Syarat untuk menegakkan diagnosa risiko atau risiko tinggi harus ada

PE.

3. Diagnosa keperawatan kemungkinan

Syarat menegakkan diagnosa kemungkinan adanya unsur respon

(problem) dan faktor yang mungkin dapat menimbulkan masalah

tetapi belum ada

4. Diagnosa keperawatan sehat-sejahtera (wellness)


Merupakan ketentuan klinis mengenai individu, kelompok, atau

masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat

kesehatan yang lebih baik.

5. Diagnosa keperawatan sindrom

Diagnosa keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosa

keperawatan actual atau risiko tinggi yang diduga akan tampak karena

suatu kejadian situasi.

III. Rencana Keperawatan

Merupakan proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan

yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi etiologi

dan masalah-masalah klien.

IV. Implementasi

Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan

melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang

telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan

V. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai