LAPORAN PENDAHULUAN
1
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
2
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan
bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan
proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara
genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam
genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-
beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti
berputar, dia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor dua
terpanjang setelah bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi,
meskipun hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan
tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA
atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-
menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel
menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory), mutasi yang
berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang
mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses
metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu
yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi
dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori radikal
bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh, karena adanya proses
metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak
berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain yang
menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya
3
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat
bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bias menghambat
pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang
menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan bahwa menua
disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen)
bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan padamembran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku,
kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, terdiri
atas teori oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan
stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia
untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial
berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial exchange theory antara
lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya
masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
4
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor mengeluarkan
biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini
dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak
berubah, walaupun ia telah lanjut usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori ini membahas
putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu
dengan individu lainnya. Pokok-pokok disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun. Pada wanita,
terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak
menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena lanjut usia
dapat merasakan tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh
kesempatan kerja yang lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan:
Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
Proses tersebut tidak dapat dihindari
Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.
5
Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961) Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan
adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri
pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari
penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang
memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat diperlambat.
Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:
6
4. Masalah psikologik pada lansia
Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali mengenai
sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain
kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini
dikenal apa yang disebut disengagement theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari
masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat
mensukseskan proses menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat
sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut
hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang
pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan
intelegensi dan memperluas wawasannya (Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-
negara industri maju bahkan didirikan apa yang disebut university of the thrird age.
Pemisahan diri (disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai
pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang
telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang baru terjadi. Pada lansia
yang masih produktif justru banyak yang menggunakan waktu menulis buku ilmiah,
maupun memorinya sendiri. Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai
dengan pembawaanya pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai
berikut:
7
3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan tak
stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat di
kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif. Anehnya
mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa pensiun.
8
1) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga
dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat
kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan,
atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih
dan sehat ini sesuai dengan visipromosi kesehatan dan dapat di praktekan pada
masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak
merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur
kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang
seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi
kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang
adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh contohnya sayuran dan
buah.
9
b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di
lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut
ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan
seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila
sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih
lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun
upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.
10
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (Menghormati hak
orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang
sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan mendorong
kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta mengurangi
risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk pertumbuhan
selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan dan
harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan
restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic maner
(Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu
dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each other
(Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
11
3. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan
pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen
(mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
12
B. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan
kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam
tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi
tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah
tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan
pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular (Price,
2006).
13
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun
3. Klasifikasi Hipertensi
14
a. Hipertensi primer (esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin
dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90
mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambah-nya umur
seseorang. Ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding
pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat
karena kelenturan pem-buluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat sam-pai dekade kelima dan keenam kemudian
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa peruba-han fisiologis. Pada usia lanjut terjadi peningkatan
resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang.
Sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun.
b. Jenis Kelamin
15
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan.
Sedangkan pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman dengan
pekerjaan dan pengangguran.
c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium. Individu yang memiliki orang tua dengan
hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah
kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak.
Otak akan bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat
ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon
monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini
akan mengakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa memompa
untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan
tubuh (Astawan, 2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan
tekanan darah (Basha, 2004).
16
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi. Garam mempunyai sifat menahan air. Mengonsumsi
garam lebih atau makan makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan
menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau
makanan yang diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian
garam sama sekali dalan makanan, sebaliknya dengan membatasi jumlah
garam yang dikonsumsi (Wijayakusuma, 2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari
beberapa penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya
lemak pada perut berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Semakin
besar massa tubuh maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi
oleh faktor risiko lain.
d. Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam
juga bertambah maka akan memu-dahkan terjadinya hipertensi.
e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
17
Yang menjadi masalah adalah jika stres bersifat permanen, maka
seseorang akan mengalami hipertensi terus-menerus sehingga stres
menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan
tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh kelenjar
adrenal yang terus-menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun
4) 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
6) Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi.
7) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
5. Patofisiologi Hipertensi
18
Hipertensi
Perubahan Struktur
Vasokontriksi
Gangguan Sirkulasi
Nyeri akut
(kepala)
Penurunan curah
jantung
Deprivasi Tidur
Intoleransi
aktifitas
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
19
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
ginjal
jantung hipertensi
pembesaran jantung
7. Komplikasi Hipertensi
a) Miokard infark
b) Stroke
c) Cerebral vaskular accident
d) Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.
e) Gagal ginjal
f) Left ventricular failure
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-
nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
20
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau,
latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan.
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik
7) Olah raga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam risiko
tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95
mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :
1) Golongan Diuretic
Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon,
hydroklorotiazid.
Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
2) Golongan Penghambat Simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-motor
otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf perifer,
seperti golongan reserpin dan goanetidin.
3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
curah jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-lol,
propanolol, timolol.
4) Golongan Vasodilator
21
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,
diazoksid dan sodium nitrofusid.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-
hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-miu.
9. Discharge Planning
a. Berhenti merokok.
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.
d. Batasi konsumsi alkohol.
e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara
rutin.
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.
h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur.
22
C. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat,
alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur)
gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
23
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
a. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.
b. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
c. Neurosensori
i. Keluhan pusing.
ii. Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
d. Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-
steron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-
katkan hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
24
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang
timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area
katup ; deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang program terapeutik
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
O2 ke otak menurun.
3. Rencana Keperawatan
25
1 Ketidakefektifan NOC: NIC :
manajemen Manajemen Diri : Hipertensi Pengajaran : Proses Penyakit
kesehatan
Kriteria Hasil: 1. Kaji tingkat pengetahuan klien
berhubungan
tentang proses penyakit.
dengan kurang - Memantau tekanan darah (3 – 5)
2. Berikan penyuluhan tentang
pengetahuan - Menggunakan obat-obatan sesuai
penyakit klien.
tentang program resep (3 – 5)
3. Jelaskan tentang program terapi.
terapeutik - Berpartisipasi dalam olahraga
yang direkomendasikan (1 – 3) 4. Edukasi klien tentang tindakan
mencegah komplikasi penyakit
-Mengikuti diit yang
dengan senam anti hipertensi.
direkomendasikan (2 – 4)
5. Diskusikan tentang perubahan
- Membatasi asupan garam (2 – 4)
gaya hidup.
-Menggunakan teknik relaksasi
(1 – 4)
2 Gangguan pola Domain I : Fungsi Kesehatan Domain I : Fisiologis Dasar
tidur
NOC: NIC :
berhubungan
dengan pola tidur - Tidur Relaksasi Otot Progresif
26
jam. Pasien tidak mengalami c. Bantu pasien dan keluarga untuk
nyeri, dengan : mrncari dan menemukan
Kriteria Hasil dukungan
a. Mampu mengontrol nyeri d. Kontrol lingkungan yang dapat
(tahu penyebab nyer, mempengaruhi nyeri seperti
mampu menggunakan suhu rungan, pencahayaan dan
teknik nonfarmakologi kebisingan
untuk mengurangi nyeri, e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
b. Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi
berkurang dnegan g. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan manajemen farmakologi : napas dala,
nyeri relaksasi, distraksi, kompres
c. Mampu mengenali nyeri hangat/dingin
(skala, intensitas, frekuensi h. Berikan informasi tentang nyeri
dan tanda nyeri) seperti penyebab nyeri, berapa
d. Menyatakan rasa nyaman lama nyeri akan berkurang dan
setelah nyeri berkurang antisipasi ketidaknyamanan dari
e. Tanda vital dalam rentang prosedur
normal a. Monitor vital sign sebelum
f. Tidak mengalami gangguan dan sesudah pemberian
tidur analgesik
a.
4. Risiko NOC : NIC :
ketidakefektifan - Circulation status Peripheral Sensation Management
perfusi jaringan - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
otak cerebral - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil : tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk
Tidak ada ortostatik proteksi
hipertensi - Batasi gerakan pada kepala,
27
Tidak ada tanda- leher, dan punggung
tanda peningkatan - Monitor kemampuan BAB
tekanan intracarnial - Kolaborasi pemberian
(tidak lebih dari 15 analgetik
mmHg) - Monitor adanya
- Mendemonstrasikan tromboplebitis
kemampuan kognitif - Diskusikan mengenai
yang ditandai dengan : penyebab perubahan sensasi
Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
Memproses
informasi
Membuat keputusan
yang benar
Menunjukkan fungsi
sensori motorik
kranial yang utuh :
Tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunteer.
1. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
28
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA
29
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia
Lanjut
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Lippincorl Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
Volume 2. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2.
Jakarta : MediAction
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Sist
em_Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Selasa, 06 Oktober
2015 pukul 20.00 WITA
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut
Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-
Denyut-Jantung. Diakses pada Selasa, 06 Oktober 2015 pukul 19.15 WITA
Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIK
UM_ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Selasa, 06 Oktober
2015 pukul 19.00 WITA
30