Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang
berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,
dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan
semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak
proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60
tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan
kumulatif, merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai
sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho
Wahyudi, 2000).

1
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau
65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang
baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
3. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.

2
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki
suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar
menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar,
dia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor
dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur
mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan
pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan
tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus- menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel
menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi
sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self

3
recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses
metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai
contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori
radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam
tubuh, karena adanya proses metabolisme atau proses
pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai
kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan
organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting terjadinya
kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat
dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses menua.

4
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori
ternyata bias menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan
kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan padamembran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya
fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan
sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara
lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial exchange theory
antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.

5
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam
kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya.
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan
dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi
lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut
usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori ini
membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat

6
dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok
disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun.
Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena
lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang,
sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang
lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan:
Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
Proses tersebut tidak dapat dihindari
Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia,
apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami
kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values)

7
Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami
proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan
terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari penyebab
terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang
memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat
diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen)
tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya
hidup yang salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses menua
(menjadi tua), antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status
kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang
meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias meniggal dan
bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang
sering merugikan atau bernada negatif, tetapi sangat berbeda
dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi,
antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
8
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru
menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang
dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal
ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang
pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk
menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya (Broklehurst dan allen,
1987). Di negara-negara industri maju bahkan didirikan apa yang disebut
university of the thrird age. Pemisahan diri (disengagement) baru
dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Para lansia
yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa
sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-
peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang baru
terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang menggunakan
waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri. Biasanya sifat-sifat
streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya pada waktu muda.
Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati


hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel (luwes) dan
tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat
menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun dengan tenang,
juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima


ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak
mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini
dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak
makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.

9
3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan
tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat
di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif.
Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa
pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang


menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya
tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda,
senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk
menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini bersifat


kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi,
mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai
perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa menjadi
korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta pada proses menua,
tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai
apa yang ada. Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh diri
menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya pada golongan lansia
pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian
(Darmojo, 2009).

5. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia


a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun


masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku
hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak,

10
presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani,
pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan


atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya
dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan,
perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visipromosi
kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya
hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok,
melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur
kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran
pada tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi


lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit
kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan
tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif
di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang
mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti
beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.

11
b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan
dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan
dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan


mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ
tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya


penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di
kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan
dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia.
Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu,
Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit yang diderita
lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif


maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

12
6. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte
(2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

7. Fungsi Perawat Gerontik


Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).

13
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan
tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan
dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
8. Lingkup Keperawatan Gerontik
Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia
dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah
independen (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.

14
A. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan
kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam
tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi
tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah
tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan
pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular (Price,
2006).
2. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:

1) Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan pening-
katan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter ter-
diagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

a. Mengeluh sakit kepala, pusing


b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah

15
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun

3. Klasifikasi Hipertensi

Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi, yaitu :


Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tingkat 4 (sangat berat) ≥210 ≥120

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :


a. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang mempengaruhinya, yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktivitas
saraf simpatis sistem renin, angiotensin, dan peningkatan Na + Ca
intraseluler. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko adalah obesitas,
merokok, alkohol, dan polisitemia.
a. Hipertensi Sekunder
Penyebab, yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing,
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
16
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

4. Etiologi dari Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial)


Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui
penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu: genetik,
lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin. Angiotensin
dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder
Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing
dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.

Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90
mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambah-nya umur
seseorang. Ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding
pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-
17
angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat
karena kelenturan pem-buluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat sam-pai dekade kelima dan keenam kemudian
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa peruba-han fisiologis. Pada usia lanjut terjadi peningkatan
resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang.
Sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan.
Sedangkan pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman dengan
pekerjaan dan pengangguran.
c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium. Individu yang memiliki orang tua dengan
hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah
kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak.

18
Otak akan bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida
dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan
mengakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk
memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh
(Astawan, 2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan
tekanan darah (Basha, 2004). Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormal-kannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Garam mempunyai
sifat menahan air. Mengonsumsi garam lebih atau makan makanan yang
diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari
pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini
tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan,
sebaliknya dengan membatasi jumlah garam yang dikonsumsi
(Wijayakusuma, 2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari
beberapa penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya
lemak pada perut berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Semakin
besar massa tubuh maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk

19
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi
oleh faktor risiko lain.
d. Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam
juga bertambah maka akan memu-dahkan terjadinya hipertensi.
e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Meskipun dapat dikatakan bahwa stres emosional benar-benar
meninggikan tekanan darah untuk jangka waktu yang sing-kat, reaksi
tersebut lenyap kembali seiring dengan menghilangnya penyebab stres.
Yang menjadi masalah adalah jika stres bersifat permanen, maka
seseorang akan mengalami hipertensi terus-menerus sehingga stres
menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan
tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh kelenjar
adrenal yang terus-menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun

20
4) 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
6) Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi.
7) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

21
5. Patofisiologi Hipertensi

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu


masalahkesehatan

Nyeri akut Defisiensi


(kepala) Afterload pengetahun

Penurunan curah
jantung
Deprivasi Tidur

Intoleransi
aktifitas
22
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume

cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko

seperti hipokoagulabilitas dan anemia

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi

ginjal

3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

4) Uranalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi

ginjal dan ada DM

5) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

6) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas,

peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit

jantung hipertensi

7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu

ginjal, perbaikan ginjal

8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup,

pembesaran jantung

7. Komplikasi Hipertensi
a) Miokard infark
b) Stroke
c) Cerebral vaskular accident
d) Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.
23
e) Gagal ginjal
f) Left ventricular failure

8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-
nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau,
latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan.
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik
7) Olah raga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam risiko
tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95
mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :
1) Golongan Diuretic
 Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon,
hydroklorotiazid.
 Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
2) Golongan Penghambat Simpatis

24
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-motor
otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf perifer,
seperti golongan reserpin dan goanetidin.
3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
curah jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-lol,
propanolol, timolol.
4) Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,
diazoksid dan sodium nitrofusid.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-
hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-miu.

9. Discharge Planning
a. Berhenti merokok.
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.
d. Batasi konsumsi alkohol.
e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara
rutin.
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.
h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur.

25
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat,
alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur)
gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan

26
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan
hipertensi).

27
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-
steron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-
katkan hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-
striksi dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang
timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area
katup ; deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.

28
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan cairan intra-
vaskuler, edema.
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
O2 ke otak menurun.

3. Rencana Keperawatan

1 Penurunan NOC: NIC :


Curah Jantung - Cardiac Pump Cardiac Care
b/d effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan - Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
afterload, - Vital sign status - Catat adanya distrimia jantung
vasokontriksi, Kriteria hasil : - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigidi - Tanda vital dalam penurunan cardiac output
tas ventrikuler, rentan normal - Monitor status kardiovaskuler
iskemia (tekanan darah, nadi, - Monitor status pernafasan
miokard. respirasi) yang menandakan gagal
- Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada - Monitor abdomen sebagai

29
kelelahan indikator penurunan fungsi
- Tidak ada edema - Monitor balance cairan
paru, perifer, dan - Monitor adanya perubahan
tidak ada ascites tekanan darah
- Tidak ada penurunan - Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan anti
aritmia
- Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan
stres
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, setelah
aktivitas

30
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus
alterans
- Monitor jumlah dan irama
jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor syanosis perifer
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
b/d a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan b. Pain control secara komprehensif termasuk
tekanan c. Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
vaskuler frekuensi, kualitas dan faktor
cerebral dan Setelah dilakukan tindakan presipitasi
iskemia keperawatan selama ... x 24 b. Observasi reaksi nonverbal dari
jam. Pasien tidak

31
mengalami nyeri, dengan : ketidaknyamanan
Kriteria Hasil c. Bantu pasien dan keluarga untuk
a. Mampu mengontrol mrncari dan menemukan
nyeri (tahu penyebab dukungan
nyer, mampu d. Kontrol lingkungan yang dapat
menggunakan teknik mempengaruhi nyeri seperti
nonfarmakologi untuk suhu rungan, pencahayaan dan
mengurangi nyeri, kebisingan
mencari bantuan) e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
b. Melaporkan bahwa f. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri berkurang dnegan untuk menentukan intervensi
menggunakan g. Ajarkan tentang teknik non
manajemen nyeri farmakologi : napas dala,
c. Mampu mengenali nyeri relaksasi, distraksi, kompres
(skala, intensitas, hangat/dingin
frekuensi dan tanda h. Berikan informasi tentang nyeri
nyeri) seperti penyebab nyeri, berapa
d. Menyatakan rasa lama nyeri akan berkurang dan
nyaman setelah nyeri antisipasi ketidaknyamanan dari
berkurang prosedur
e. Tanda vital dalam i. Monitor vital sign sebelum dan
rentang normal sesudah pemberian analgesik
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

3 Kelebihan NOC NIC


volume cairan
1. Electrolit and acid base Fluid Management
b/d
balance
peningkatan a. Timbang popok/pembalut,
2. Fluid balance
cairan intra- jika diperlukan

32
vaskuler, edema 3. Hydration b. Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil dan output yang akurat
c. Pasang urine kateter, jika
a. Terbebas dari
diperlukan
edema, efusi,
d. Monitor hasil Hb yang sesuai
anaskara
dengan retensi cairan (BUN,
b. Bunyi nafas bersih,
Hmt, osmolalitas urine)
tidak ada
e. Monitor status hemodinamik
dyspneu/ortopneu
termasuk CVP, MAP, PAP,
c. Terbebas dari
dan PCWP
distensi vena
f. Monitor vital sign
jugularis, reflek
g. Monitor indikasi
hepatojugular (+)
retensi/kelebihan cairan
d. Memelihara tekanan
h. Kaji lokasi dan luas edema
vena sentral, tekanan
i. Monitor masukan
kapiler paru, output
makanan/cairan dan hitung
jantung dan vital
intake kalori
sign dalam batas
j. Monitor status nutrisi
normal
k. Kolaborasi pemberian
e. Terbebas dari
diuretik sesuai instruksi
kelelahan,
Fluid Monitoring
kecemasan atau
kebingungan a. Tentukan riwayat jumlah dan
f. Menjelaskan tipe intake cairan dan
indikator kelebihan eliminasi
cairan b. Tentukan kemungkinan
faktor risiko dari
ketidakseimbangnn cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit

33
urine
e. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
f. Monitor adanya distensi
leher, eodem perifer,
penambahan BB
g. Monitor tanda dan gejala dari
odema
4 Intoleransi NOC NIC
aktivitas b/d
a. Energy conservation a. Activity therapy
kelemahan,
b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga
ketidakseimban
c. Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
gan suplai dan
merencanakan program therapy
kebutuhan
yang tepat
oksigen Setelah 3x24 jam interaksi
c. Bantu klien untuk
diharapkan:
mengidentifikasi aktivitas yang
Kriteria Hasil mampu dilakukan

a. Berpartisipasi dalam d. Bantu untuk memilih aktivitas

aktvitas fisik tanpa konsisten yang sesuai dengan

disertai peningkatan kemampuan fisik, psikologi, dan

tekanan darah, nadi, social

dan RR e. Bantu untuk mengidentifikas dan

b. Mampu melakukan mendapatkan sumber daya yang

aktivitas seharihar diperlukan untuk aktofitas yang

ADLs secara mandiri diiginkan

c. Anda tanda vital f. Bantu untk mendapatkan alat

normal bantuan aktivitas seperti kursi

d. Energy psikomotor roda dan krek

34
e. Level kelemahan g. Bantu untuk mengidentifikasi
f. Mampu berpindah: aktifitas yang disukai
dengan atau tanpa h. Bantu klien untuk membuat
bantuan alat jadwal latihan dalam waktu
g. Status kardiopulmonari luang
adekuat i. Bantu klien/keluarag untuk
h. Sirkualasi status baik mengidentifikasi kekurangan
i. Tatus respirasi: dalam beraktifitas
pertukaran gas da j. Sediakan penguatan positif bagi
ventilasi adekuat yang aktif beraktifitas
k. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
l. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

6 Risiko NOC : NIC :


ketidakefektifa - Circulation status Peripheral Sensation Management
n perfusi - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
jaringan otak cerebral - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil : tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
 Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada proteksi
ortostatik - Batasi gerakan pada kepala,

35
hipertensi leher, dan punggung
 Tidak ada tanda- - Monitor kemampuan BAB
tanda - Kolaborasi pemberian
peningkatan analgetik
tekanan - Monitor adanya
intracarnial tromboplebitis
(tidak lebih dari - Diskusikan mengenai
15 mmHg) penyebab perubahan sensasi
- Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai
dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan yang
benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik kranial
yang utuh :

36
Tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunteer.

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :

a. Monitor tanda-tanda vital


b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:

1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi

37
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia
Lanjut
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Lippincorl Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
Volume 2. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2.
Jakarta : MediAction
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Sist
em_Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Selasa, 06 Oktober
2015 pukul 20.00 WITA

38
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut
Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-
Denyut-Jantung. Diakses pada Selasa, 06 Oktober 2015 pukul 19.15 WITA
Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIK
UM_ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Selasa, 06 Oktober
2015 pukul 19.00 WITA

39

Anda mungkin juga menyukai