Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


MASALAH OSTEOARTRITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Gerontik
UPT Panti Sosial Tresna Werdha Blitar

Disusun Oleh:

Yenne Purnamaning Tyas


P17212195047

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TA. 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. Pengertian Lanjut Usia


Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua  atau  menjadi  tua  adalah  suatu  keadaaan  yang  terjadi didalam 
kehidupan  manusia.  Proses  menua  merupakan  proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai  sejak 
permulaan  kehidupan.  Menjadi  tua  merupakan  proses alamiah,  yang 
berarti  seseorang  telah  melalui  tiga  tahap kehidupannya,  yaitu  anak, 
dewasa  dan  tua.  Tiga  tahap  ini  berbeda, baik  secara  biologis 
maupun  psikologis.  Memasuki  usia  tua  berarti mengalami 
kemunduran,  misalnya  kemunduran  fisik  yang  ditandai dengan  kulit 
yang  mengendur,  rambut  memutih,  gigi  mulai  ompong, pendengaran 
kurang  jelas,  pengelihatan  semakin  memburuk,  gerakan lambat dan
figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan 
lanjut  usia  pada  Bab  1  Pasal  1  Ayat  2  menyebutkan bahwa  usia  60 
tahun  adalah  usia  permulaan  tua.  Menua  bukanlah suatu  penyakit, 
tetapi  merupakan  proses  yang  berangsur-angsur mengakibatkan 
perubahan  kumulatif,  merupakan  proses  menurunya daya  tahan  tubuh 
dalam  menghadapi  rangsangan  dari  dalam  dan  luar tubuh.

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia
dikelompokkan menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun
atau 65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang
baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari
70 tahun.

3. Teori Proses Menua


Proses menua bersifat individual:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua.
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya
memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap
spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah
diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini
berhenti berputar, dia akan mati. Manusia mempunyai umur
harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara
teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun
hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan
pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi
somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi
kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam
proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi
terus- menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan
fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau sel
menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin
sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan
penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Proses metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan
terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi
lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus
yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi
kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory),
teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di
dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas
merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil
karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain
yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik,
misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang
terdapat dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan
kalori ternyata bias menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori
yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur
(Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat,
dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang
menyebabkan perubahan padamembran plasma, yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang
elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini
antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang
dihargai masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan
status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-
pokok sosial exchange theory antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya
mencapai tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang
memerlukan biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia
yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta
dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai
lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan
sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia.
Pengalaman hidup seseorang suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini
dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory).
Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan
masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya.
Pokok-pokok disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa
pensiun. Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam
keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa
dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini
karena lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial
berkurang, sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan
kerja yang lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu
diperhatikan:
Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
Proses tersebut tidak dapat dihindari
Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia,
apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social
mores
and values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami


proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari
kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan
pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari
penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa
peluang yang memungkinkan dapat diintervensi agar proses
menua dapat diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah
mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar


(eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan
budaya gaya hidup yang salah. Banyak faktor yang
memengaruhi proses menua (menjadi tua), antara lain
herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan,
pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena
orang meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias
meniggal dan bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos
mengenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada
negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang
dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama
kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang
justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri
menyambut hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan
umpama dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada
usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya
(Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-negara industri maju bahkan
didirikan apa yang disebut university of the thrird age. Pemisahan diri
(disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari
lupa sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul
peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal-
hal yang baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang
menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya
pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat


menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel
(luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda.
Mereka dapat menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun
dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di


terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih
tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya
orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan
biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang
untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai


pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering
kali emosinya tak dapat di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya,
bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi
tua dan tak menyenangi masa pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang


menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua
dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang
yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif
untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini


bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai
ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya
mempunyai perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby
merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta
pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa
sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian
sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan.
Statistik kasus bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi
persentasenya pada golongan lansia pada golongan lansia ini, apalagi
pada mereka yang hidup sendirian (Darmojo, 2009).

5. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia


a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun


masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang
perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti
katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran
jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat
lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang


dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya
dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam
bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai
dengan visipromosi kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-
masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting
seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari,
personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah
sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi


lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan
penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak
muda dengan tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima
dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah
makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat
pengatur.

a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok


seperti beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung
karbohidrat.

b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk


pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani
seperti telur, ikan dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan


mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi
organ tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya
penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan
berupa deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat
dilakukan di kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas
dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila


dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu
lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia
yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas
Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit
yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas
lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif


maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut
usia.

6. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut
Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari
tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan
dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
7. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process
(Membimbing orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang
sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang
lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur
perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of
each other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial
dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical
concern (Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai
dengan tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan
dukungan dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).

8. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan
ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk
pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan
lansia. Sifatnya adalah independen (mandiri), interdependen (kolaborasi),
humanistik dan holistik.
LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOARTRITIS

A. Definisi
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degenaeratif atau
osteoartritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan
(disabilitas) (Nurarif , 2015).
Osteoartritis adalaha kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat
inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung- ujung tulang
penyusun sendi. Jadi osteoartritis merupakan kelainan yang bersifat
progresif lambat yang mengenai rawan sendi ( Soenarwo, 2011)
B. Epidemiologi
Angka kejadian OA sering dijumpai pada orang dengan usia 45 thn keatas
dengan angka kejadian pada wanita lebh banyak daripada pria. Diseluruh
dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita berumur 60 thn keatas,
terkena OA. Insiden OA pada umur kurang dari 20 tahun sekitar 10% dan
meningkat lebh dari 80% pada umur lebih dari 55 tahun (Susanto,2011).
C. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor pencetus dari Osteoartritis yang banyak meyebabkan
gejala, meliputi:
1) Umur
Perubahan fisik dan biokimia yang terjadi sejalan dengan
bertambahnya usia dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar
air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2) Pengausan
Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak
rawan sendi melalui 2 mekanisme yaitu pengikisan dan proses
degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.
3) Kegemukan
Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang
berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh
osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan
dapat menambah kegemukan
4) Trauma
Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah
trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur
dan biomekanik sendi tersebut.
5) Keturunan
Herbeden node merupakan salah satu bentuk osteortritis yang
biasa ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena
osteoartritis sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang
tuanya yang terkena.
6) Akibat penyakit radang sendi lain
Infeksi (artritis rematoid, infeksi akut, infeksi kronis)
menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak
matrik rawan sendi oleh membran synovial dan sel- sel radang.
7) Joint mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormone pertumbuhan, maka
rawan sendi akan menebal dan menyebabkan sendi menjadi
tidak stabil/ seimbang sehingga memperceat proses degenerasi
8) Penyakit Endokrin
Pada hipertiroidisme terjadi produksi air dan garam- garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong
sehinggga merusak sifat fisik rawan sendi, ligament. Tendon,
synovial, dan kulit pada diabetes melitus, glukosa akan
menyebabkan produksi proteaglandin menurun.
9) Deposit pada rawan sendi
Hemokromatosis,penyakit wilson, akronotis, kalsium pirofosfat
dapat mengendapkan homosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/ pirofosfat dalam rawan
sendi.
b. Faktor Presipitasi
Demografi
Mereka yang terdiagnosis osteoartritis, sangatlah diperlukan adanya
perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan. Ketika lingkungan
sekitarnya yang tidak mendukung. Maka kemungkinan besar klien akan
merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar klien yang cukup dingin, maka klien akan merasa
ngilu, kekakuan sendi pada area- area yang biasa terpapar, sulit untuk
mobilisasi dan bahkan kelumpuhan.
D. Patofisiologi

Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak


meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses
penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi disertai
dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi. Proses degenerasi
ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan
dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling
kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan,
seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan
proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan
terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang
dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang
digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang
mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi
infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya
akan menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan tulang
rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal dan terjadi
penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,
deformitas, adanya hipertropi atau nodulus.
E. Klasifikasi
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi:
a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya
yang berhubungan dengan osteoartritis.
b. Tipe skunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah mengalami
fraktur.
F. Gejala Klinis
a. Nyeri sendi, keluhan utama
b. Hambatan gerak sendi, gangguan ini biasanya semakin berat
dengan pelan- pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
c. Kaku pagi
d. Krepitasi, rasa gemeretak (kadang- kadang dapat terdengar) pada
sendi yang sakit.
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
g. Tanda- tanda peradangan, tanda- tanda peradangan pada sendi
( nyeri ekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna
kemerahan)
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi bila osteoartritis tidak ditangani
yaitu terjadi deformitas atau kerusakan struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas bautonmere dan leher angsa pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal.
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(disease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
H. Pemeriksaan diagnostik (Penunjang)
a. Foto sinar X pada sendi- sendi yang terkena. Perubahan-perubahan
yang dapat ditemukan adalah
 Pembengkakan jaringan lunak
 Penyempitan rongga sendi
 Erosi sendi
 Osteoporosis juksta artikuler
b. Tes Serologi
 BSE Positif
 Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
c. Pemeriksaan radiologi
 Periarticular osteopororsis, permulaan persendian erosi
 Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi
dan ankilosis
d. Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya kekurangan serta proses
radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara
makroskopik.
I. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap perlu dilakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatikan juga hal- hal berikut ini:
a. Keadaan umum: komplikasi steroid, berat badan.
b. Tangan: meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan
c. Lengan: Siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran
kelenjar limfe aksila.
d. Wajah: periksa mata untuk sindroma sjorgen, skleritis, episkelritis,
skleromalasia perforans, katarak anemia dan tanda- tanda
hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar
e. Mulut: (Kring, karies dentis, ulkus) catatan: artritis rematoid tidak
menyeababkan iritasi.
f. Leher: adanya tanda- tanda terkenanya tulang servikal.
g. Toraks: Jantung (adanya perikarditis, defek konduksi,
inkompetensi katup aorta dan mitral).Paru- paru (aadanya efusi
pleura, fibrosis, nodul infark, sindroma caplan)
h. Abdomen: andanya splenomegali dan nyeri tekan epigastrik
i. Panggu dan lutut: tungkai bawah danya ulkus, pembengkakan betis
(kista baker yang ruptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan
tanda- tanda kompresi medula spinalis.
j. Kaki: efusi lutut, maka cairan akan mengisi cekungan medial dan
kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan diatas dan
sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda dan efusi sendi
pergelangan kaki akan terjadi pembengkakan pada sisi anterior.
k. Urinalisis: untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum
untuk menentukan adanya darah.
J. Terapi/ Tindakan Penanganan
Prinsip utama pengobatan penyakit osteoartritis adalah dengan
mengistirahatkan sendi yang terserang. Karena jika sendi yang terserang
terus digunakan akan memperparah peradangan. Dengan mengistiratakan
sendi secara rutin dapat mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan.
Embidaian bisa digunakan untuk imobilisasi dan mengistiratkan satu atau
beberapa sendi. Tetapi untuk mencegah kekakuan dapat dilakukan
beberapa gerakkan yang sistematis. Obat- obat yang digunakan untuk
mengobati penyakit ini adalah:
1. Obat anti peradangan non steroid, yang paling sering digunakan
adalah aspirin dan ibuprofen. Obat ini mengurangi pembengkakan
sendi dan mengurangi nyeri.
2. Obat slow-acting. Obat ini ditambahkan jika terbukti obat anti
peradangan non steroid tidak efektif setelah diberikan selama 2-3
bulan atau diberikan segera jika penyakitnya berkembang cepat.
3. Kortikosteroid, misalnya prednison merupakan obat paling efektif
untuk mengurangi peradangan dibagian tubuh manapun.
Kortikosteroid efektif digunakan pada pemakaian jangka pendek,
dan kurang efektif bila digunakan dalam jangka panjang. Obat ini
tidak memperlambat perjalanan pnyakit ini dan pemakaian jangka
panjang mengakibatkan berbagai efek samping., yang melibatkan
hampir setiap orang.
4. Obat Imunosupresif (contoh metotreksat,azatioprin, dan
cyclophosphamide) efektif unuk mengatasi artritis yang berat. Obat
ini menekan peradangan sehingga pemakaian kortikosteroid bisa
dihindari atau diberikan dengan dosis rendah.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk


mencapai tujuan- tujuan ini. Pendidikan, istirahat, latihan fisik dan
termoterapi, gizi dan obat- obatan.

a. Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah


memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada
pasien, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan
pasien. Pendidikan yang di berikan meliputi pengertian tentang
patofisiologis, penyebab, dan prognosis penyakit ini, semua
kompnen program penatalaksanaan termasuk regimen obat
yang kompleks, sumber- sumber bantuan untuk mengatasi
penyakit ini, dan metode-metode efektif tentang
penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus menerus. Bantuan
dapat diperoleh melalui club penderita. Badan- badan
kemasyarakatan dan dari orang- orang lain yang juga pendeita
artritis reumatoid serta keluarga mereka.
b. Istirahat penting karena osteartiritis biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah dan kekakuan sendi itu bisa
timbul setiap hari, tetapi ada masa- masa ketika pasien merasa
lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman
dapat meningkat apabila beristirahat, hal ini berarti bahwa
pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari
karena nyeri.
c. Latihan- latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan
aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali
sehari. Kompres panas pada sendi- sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin
dengan suhu yang bisa diatur dan mandi dengan suhu panas
dan dingin dapat dilakukan di rumah.
d. Tindakan operatif dapat dilakukan apabila tindakan diatas
sudah tidak dapat menolong pasien lagi. Penggantian engsel
(artoplasti) dilakukan dengan mengganti engsel yang rusak dan
diganti dengan alat lain yang terbuat dari plastik atau metal
yang disebut prostesis. Pembersihan sambungan (debridemen)
dapat dilakukan dengan mengangkat serpihan tulang rawan
yang rusak yang mengganggu pergerakan dan menyebabkan
nyeri saat pergerakan tulang. Penataan tulang dapat dipilih jika
artroplasti tidak dipilih pada kondisi tertentu, seperti
osteoartritis pada anak dan remaja. Penataan ini dilakukan agar
sambungan/ engsel tidakmenerima beban saat melakukan
pergerakan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan
yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan,
dan volume minuman perhari, makanan kesukaan.
 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan
warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri,
dibantu atau menggunakan alat
 Pola tidur dan istirahat
Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji
penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas
9nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala (skala
nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).
 Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas
diri, gambaran diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan

b. Fungsional klien
1) Indeks Barthel yang dimodifikasi
Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan
aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan
diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga,
berpakaian, mengontrol defikasi dan berkemih. Cara penilaian:

NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI


1 Makan 5 10
2 Minum 5 10
3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15
4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, 0 5
menggosok gigi)
5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka 5 10
tubuh, menyiram)
6 Mandi 5 15
7 Jalan di permukaan datar 0 5
8 Naik turun tangga 5 10
9 Menggunakan pakaian 5 10
10 Kontrol bowel (BAB) 5 10
11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10
Total skor
Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri

2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas
kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau
bergantung dari klien dalam hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah,
ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan
disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat
bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas fungsionalnya. Salah
satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur
perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi
dan aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi
yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain
G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas
Keterangan :

Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari


orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi
dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

c. Status mental dan kognitif gerontik


 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual.
Pengujian terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi,
riwayat pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan
perawatan diri, memori jangka panjang dan kemampuan matematis atau
perhitungan (Pfeiffer, 2002).
 MiniMental Status Exam (MMSE)
Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari fungsi
mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali
dan bahasa. Nilai kemungkinan ada 30, dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lanjut. Pemeriksaan memerlukan hanya beberapa menit
untuk melengkapi dan dengan mudah dinilai, tetapi tidak dapat
digunakan sendiri untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan MMSE
mengukur beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan
perubahan kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan
suatu alat yang berguna untuk mengkaji kemajuan klien yang
berhubungan dengan intervensi. Alat pengukur status afektif
bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah umum
pada lansia dan sering dihubungkan dengan kacau mental dan
disorientasi, sehingga seorang lansia depresi sering disalah artikan
dengan dimensia. Pemeriksaan status mental tidak dengan jelas
membedakan antara depresi dengan demensia, sehingga pengkajian
afektif adalah alat tambahan yang penting.

2. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi


jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
b. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan perubahan dan
ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit
atau terapi
d. Resiko trauma berhubungan dengan keterbatasan ketahanan fisik,
perubahan fungsi sendi
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit,
prognosis dan kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi
informasi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi,
perubahan bentuk tubuh pada sendi dan tulang.

3. Perencanaan

N Diagnosa Rencana Keperawatan


o Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri b.d agen Setelah diberikan asuhan Pain Management
cedera biologis, keperawatan selama 1x24 jam  Lakukan
distensi jaringan diharapkan nyeri pengkajian
oleh akumulasi berkurang/terkontrol dengan nyeri secara
cairan, destruksi kriteria hasil : komprehensif
sendi termasuk
 Mampu mengontrol lokasi,
nyeri (tahu penyebab karakteristik,
nyeri, mampu durasi,
menggunakan tehnik frekuensi,
nonfarmakologi untuk kualitas dan
mengurangi nyeri, faktor
mencari bantuan) presipitasi
 Melaporkan bahwa  Observasi
nyeri berkurang dengan reaksi
menggunakan nonverbal dari
manajemen nyeri ketidaknyaman
 Mampu mengenali an
nyeri (skala, intensitas,  Evaluasi
frekuensi dan tanda pengalaman
nyeri) nyeri masa
 Menyatakan rasa lampau
nyaman setelah nyeri  Kurangi faktor
berkurang presipitasi
 Tanda vital dalam nyeri
rentang normal  Pilih dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi
dan inter
personal)
 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi
 Ajarkan
tentang teknik
non
farmakologi
 Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri
 Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri

Analgesic
Administration
 Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat,
dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat
alergi
 Pilih analgesik
yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
 Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
 Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda dan
gejala (efek
samping)

2. Gangguan/ Setelah diberikan asuhan Exercise therapy :


kerusakan mobilitas keperawatan selama 3x24 jam, ambulation
fisik b/d deformitas diharapkanhambatan  Monitoring
skeletal, nyeri, mobilisasi fisik dapat diatasi vital sign
ketidaknyamanan, dengan kriteria : sebelm/sesudah
penurunan .kekuata latihan dan
 Klien meningkat
lihat respon
n otot dalam aktivitas fisik
pasien saat
 Mengerti tujuan dari
latihan
peningkatan mobilitas
 Kaji
 Memverbalisasikan
kemampuan
perasaan dalam
pasien dalam
meningkatkan
mobilisasi
kekuatan dan
 Latih pasien
kemampuan berpindah
 Memperagakan dalam
penggunaan alat pemenuhan
Bantu untuk kebutuhan
mobilisasi (walker) ADLs secara
mandiri sesuai
kemampuan
 Dampingi dan
Bantu pasien
saat mobilisasi
dan bantu
penuhi
kebutuhan
ADLs ps.
 Berikan alat
Bantu jika
klien
memerlukan
 Bantu klien
melakukan
latihan ROM
 Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan
3 Defisit perawatan Setelah diberikan asuhan
diri b/d kelemahan, keperawatan selama 3x24 jam, Self Care assistance
kerusakan persepsi klien mampu merawat diri : ADLs
 Monitor
dan kognitif dengan kriteria hasil :
kemampuan
 Klien terbebas klien untuk
dari bau badan perawatan diri
 Menyatakan yang mandiri.
kenyamanan terhadap  Monitor
kemampuan untuk kebutuhan
melakukan ADLs klien untuk
 Dapat alat-alat bantu
melakukan ADLS untuk
dengan bantuan kebersihan diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan
makan.
 Sediakan
bantuan sampai
klien mampu
secara utuh
untuk
melakukan
self-care.
 Dorong
klien untuk
melakukan
aktivitas sehari-
hari yang
normal sesuai
kemampuan
yang dimiliki.
 Dorong
untuk
melakukan
secara mandiri,
tapi beri
bantuan ketika
klien tidak
mampu
melakukannya.
 Berikan
aktivitas rutin
sehari- hari
sesuai
kemampuan.
.
4. Resiko trauma b/d Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam, Environmental
penurunan fungsi
diharapkan klien Management safety
sendi, keterbatasan  Sediakan
tidak/terhindar dari resiko
lingkungan
ketahanan fisik trauma dengan criteria:
yang aman
 Klien terbebas dari untuk pasien
cedera  Identifikasi
 Klien mampu kebutuhan
menjelaskan faktor keamanan
resiko dari pasien, sesuai
lingkungan/perilaku dengan kondisi
personal fisik dan fungsi
 Mampu memodifikasi kognitif pasien
gaya hidup untuk dan riwayat
mencegah injuri penyakit
terdahulu
pasien
 Menghindarkan
lingkungan
yang berbahaya
(misalnya
memindahkan
perabotan)
 Memasang side
rail tempat
tidur
 Menyediakan
tempat tidur
yang nyaman
dan bersih
 Menempatkan
saklar lampu
ditempat yang
mudah
dijangkau
pasien.
 Memberikan
penerangan
yang cukup
 Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan
barang-barang
yang dapat
membahayakan
 Berikan
penjelasan pada
pasien dan
keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan
penyebab
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3.


Jakarta: EGC
Undang-Undang  Nomor  13  Tahun  1998  tentang kesejahteraan  lanjut  usia
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.

Anonim, (2016) www.goodnerscom.files.wordpress.com (Dikases tanggal 11 februari


2020).
Umur di atas Jenis Genetik Suku Obesitas Trauma Akibat
usia 60 Kelamin Penyakit
Intrinsik Ekstrinsik Sendi lain
Sendi tdk (Peradangan)
Wanita Struktur Perbedaan kuat menahan
Proses Pola Hidup
tulang beban tubuh Kartilago Kartilago
Penuaan Penurunan Bentuk (osteoartritis Penggunaan
Hormonal pangggul missal Depresi sendi sendi yg
Penurunan (Estrogen, melebar berlangsung berlebih
Pelebaran Kekakuan
Jumlah Cairan Progestero lama
Tekanan PD
Sinovial Pada n,dll)
Sendi pada sendi Penurunan Akibat
Penurunan Penurunan
aliran darah aktivitas yg
absobsi Vasodilatasi pembuluh
membutuhkan
Penurunan kalsium Beban darah
Pecahnya gerakan sendi
absobsi lama
pembuluh
kalsium Kadar Suplai O2
darah
kalsium menurun
OSTEOARTRITIS

Stress Proses Peradangan Inflamasi sendi Penatalaksanaan


biomekanik degeneratif kartilago bedah
Perbuhan komponen panjang
sendi Pelepasan
Pemecahan Menstimulasi
(kolagen,prostiogtikas, mediator nyeri Tindakan
kondosit tumbuhnya tulang
dan jar sub kondrial) Penurunan operasi
baru
Perubahan fungsi hormon
paratiroid Perbaikan yg Menyentuh ujung
sendi Pengeluaran saraf nyeri
dilakukan Kerusakan
enzim lisosom
tdk memadai jaringan
Deformitas Penurunan
sendi absorbsi Timbulnya benjolan Nyeri
Kerusakan
kalsium pada pinggiran sendi
matrik kartilago Kurangnya
(osteofit)
Pengetahuan
Sulit
bergerak Cidera Nyeri Kronis
Penebalan
Tulang Gangguan
tulang sendi
Body Image
Kerusakan
Penyempitan
Mobilitas Fisik
rongga sendi

 Penurunan
kekuatan
aktivitas
 Nyeri

Anda mungkin juga menyukai