Anda di halaman 1dari 42

LP GERONTIK HIPERTENSI

Disusun Oleh :

FITRIANA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG 2021

LP GERONTIK HIPERTENSI
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. Pengertian Lanjut Usia


Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat
dihindari.

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi


didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan
tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang
mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk,
gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional
(Nugroho, 2008).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2
menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan
tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses


menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi,
2000).

2. Batasan Lansia

a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan


usia kronologis/ biologis menjadi 4 kelompok
yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun


4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.

b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut


usia dikelompokkan menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas,
25 – 60 tahun atau 65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun
atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI
dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok
yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun),
merupakan kelompok yang baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang


berusia lebih dari 70 tahun.
3. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:

a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.


b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses
menua.

1. Teori Biologis

a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori
intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh
terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram
secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap
spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam
genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang
telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga
bila jenis ini berhenti berputar, dia akan mati.
Manusia mempunyai umur harapan hidup
nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara
teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi,
meskipun hanya beberapa waktu dengan
pengaruh dari luar, misalnya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit dengan
pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

b. Teori mutasi somatic


Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya
mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi
kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau
RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-
menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau
perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi
penyakit. Setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas
adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana,
2000).
c. Teori nongenetik

1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-


immune theory), mutasi yang berulang dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan
system imun tubuh mengenali dirinya sendiri
(self recognition). Mutasi yang
merusak membran sel, akan

menyebabkan sistem imun tidak


mengenalinya sehingga merusaknya. Hal
inilah yang mendasari peningkatan
penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
Proses metababolisme tubuh, memproduksi
suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu
yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar
timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan
sejak itu terjadi kelainan autoimun.

2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free


radical theory), teori radikal bebas dapat
terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh,
karena adanya proses metabolisme atau
proses pernapasan di dalam mitokondria.
Radikal bebas merupakan suatu atom atau
molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga
sangat reaktif mengikat atom atau molekul
lain yang menimbulkan berbagai kerusakan
atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan oksidasi oksigen bahan

organik, misalnya karbohidrat dan protein.


Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak
dapat bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal
bebas dianggap sebagai penyabab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel.
Radikal bebas yang terdapat
dilingkungan seperti:

a) Asap kendaraan bermotor


b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi

e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan


terjadinya perubahan pigmen dan
kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah
dibuktikan dalam berbagai percobaan
hewan, bahwa pengurangan asupan kalori

ternyata bias menghambat pertumbuhan dan


memperpanjang umur, sedangkan perubahan
asupan kalori yang menyebabkan
kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo,
2000).

4) Teori rantai silang (cross link theory), teori


ini menjelaskan bahwa menua disebabkan
oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam
nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan
zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi
jaringan yang menyebabkan perubahan
padamembran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis,
dan hilangnya fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori
intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas teori
oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini
terjadi kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel tubuh lelah terpakai
(regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan
internal).

2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut
selama ini antara lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut
usia bertindak pada suatu situasi tertentu, yaitu
atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin
interaksi sosial merupakan kunci
mempertahankan status sosial berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial
exchange theory antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang
berupaya mencapai tujuannya masing-
masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial
yang memerlukan biaya dan waktu.

3) Untuk mencapai tujuan yang hendak


dicapai, seorang actor mengeluarkan biaya.

b. Teori aktivitas atau kegiatan


1) Ketentuan tentang semakin menurunnya
jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan banyak ikut
serta dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila
dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan
pada cara hidup lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem
sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak
berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan
gabungan teori yang disebutkan sebelumnya.
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada seorang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut
usia. Pengalaman hidup seseorang suatu saat
merupakan gambarannya kelak pada saat dia
menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya
hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata
tidak berubah, walaupun ia telah lanjut
usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement
theory). Teori ini membahas putusnya pergaulan
atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya.
Pokok-pokok disangagement theory:

1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama


terjadi masa pensiun. Pada wanita, terjadi
pada masa peran dalam keluarga berkurang,
misalnya saat anak menginjak
dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat


dari hal ini karena lanjut usia dapat
merasakan tekanan sosial berkurang,
sedangkan kaum muda memperoleh
kesempatan kerja yang lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang
perlu diperhatikan: Proses menarik diri
terjadi sepanjang hidup
Proses tersebut tidak dapat dihindari

Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan


Henry (1961) Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi
ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya

atau menarik diri dari pergaulan


sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia
mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial
(restriction of contact and
relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced
commitment to social mores and values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia


dinyatakan mengalami proses menua yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan
terdahulu dan dapat memusatkan diri pada
persoalan pribadi dan mempersiapkan diri
menghadapi kematiannya. Dari penyebab

terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa


peluang yang memungkinkan dapat diintervensi
agar proses menua dapat diperlambat.
Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang
berbagai misteri kehidupan masih banyak
yang belum bisa terungkap, proses menua
merupakan salah satu misteri yang
paling sulit

dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari


luar (eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu faktor
lingkungan dan budaya gaya hidup yang salah.
Banyak faktor yang memengaruhi proses menua
(menjadi tua), antara lain herediter/genetik,
nutrisi/makanan, status kesehatan, pengalaman
hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu
penyakit, karena orang meninggal bukan karena
tua, orang muda pun bias meniggal dan

bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai


lanjut usia yang sering merugikan atau
bernada negatif, tetapi sangat berbeda
dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia
ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses
menua yang mereka hadapi, antara lain kemunduran badaniah
atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal
ini dikenal apa yang disebut disengagement

theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri
pribadinya

satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses
menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat
sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social
involvement (keterlibatan sosial) yang dianggap lebih penting
dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal

ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama


dalam bidang pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada
usia lanjut ini untuk menaikkan intelegensi dan memperluas
wawasannya (Broklehurst dan allen,
1987). Di negara-negara industri maju bahkan didirikan apa
yang disebut university of the thrird age. Pemisahan diri
(disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa
akhir kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang
menurun dari lupa sampai pikun dan demensia. Biasanya
mereka masih ingat betul peristiwa- peristiwa yang telah lama
terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang baru terjadi. Pada
lansia yang masih produktif justru banyak yang menggunakan
waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.
Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan
pembawaanya pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal
adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik,


dapat menikmati hidupnya, mempunyai toleransi tinggi,
humoristis, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya sifat-
sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima
fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun dengan
tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih


dapat di terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak
berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan
bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai
istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya
banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang
untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai


pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak
bantuan, sering kali emosinya tak dapat di kontrol,
memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif
aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan
tak menyenangi masa

pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang


lain yang menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh,
bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya
tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal
yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda,
senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif
untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters):


orang ini bersifat kritis terhadap dan menyalahkan diri
sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami penurunan
kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai perkawinan
yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa
menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima
fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia
muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada.
Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh
diri menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya
pada golongan lansia

pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang


hidup sendirian (Darmojo, 2009).

5. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia


a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia,


keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya, antara lain
berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi
untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak,
presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan
kebugaran jasmani,

pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut


usia.

1) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang


dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun
1998, PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan
masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku
positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih
dan sehat ini sesuai dengan visipromosi kesehatan
dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan.
Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti
tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari,
personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan
seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada
tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan


bermanfaat bagi lanjut usia untuk mencegah atau
mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan
tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima
dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi
seimbang adalah makanan yang mengandung zat
tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan
makanan pokok seperti beras, jagung, ubi dan
lainya yang mengandung karbohidrat.

b) Sumber zat pembangun atau protein penting


untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang
rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe,


tahu.

d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung


berbagai vitamin dan mineral yang berperan
untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh
contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin


terjadinya penyakit dan komplikasinya akibat proses
degeneratif. Kegiatan berupa
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang
dapat dilakukan di kelompok lanjut usia (posyandu lansia)
atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju
Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila


dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia
atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun
perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di
fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu,
Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit
yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan
dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke
Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis,


psikososial, edukatif maupun upaya-upaya lain yang dapat
semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

6. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang
berkaitan dengan penyakit pada proses menua (KOZIER,
1987). Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik
adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia
yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional,
perencanaan, implementasi serta evaluasi.

7. Fungsi Perawat Gerontik


Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:

1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging


process (Membimbing orang pada segala usia untuk
mencapai masa tua yang sehat).

2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).


3. Respect the tight of older adults and ensure other do the
same (Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan
memastikan yang lain melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery
(Memantau dan mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being
(Memerhatikan serta mengurangi risiko terhadap kesehatan
dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong
pemberi pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka
kesempatan untuk pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan
semangat, dukungan dan harapan).

10. Generate, support, use and participate in


research (Menghasilkan, mendukung, menggunakan,
dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative
measures (Melakukan perawatan restoratif dan
rehabilitatif).

12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur


perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an
individualized, holistic maner (Mengkaji, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu dan
perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai
dengan kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of
the speciality (Membangun masa depan perawat
gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual
aspect of each other (Saling memahami keunikan pada
aspek fisik, emosi, sosial dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of
ethical concern (Mengenal dan mendukung manajemen
etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process
(Memberikan dukungan dan kenyamanan dalam menghapi
proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence
(Mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan
kebebasan yang optimal).

8. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan
ketidakmampuan sebagai akibat proses penuaan, perawatan
untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan untuk
mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen
(mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
B. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HIPERTENSI
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan

kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan darah
arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa
penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi
“ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit
kardiovaskular (Price, 2006).

2. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi:

1) Tidak ada gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan pening- katan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter ter- diagnosa jika tekanan arteri tidak
terukur.
2) Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi


meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

a. Mengeluh sakit kepala, pusing


b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah

g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun

3. Klasifikasi Hipertensi

Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi, yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih


Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85

HNiopremrtaelntsini g† g i 130-139 85-89

Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99


Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tingkat 4 (sangat berat) ≥210 ≥120

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Hipertensi Primer (Esensial)


Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya, yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis sistem
renin, angiotensin, dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko adalah obesitas, merokok, alkohol, dan polisitemia.
a. Hipertensi Sekunder
Penyebab, yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing, dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :

1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan/atau

tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.


2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan
tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

4. Etiologi dari Hipertensi


Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

a. Hipertensi primer (esensial)


Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya yaitu: genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem
renin. Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan resiko: obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia.
b. Hipertensi sekunder

Penyebabnya yaitu penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom chusing dan hipertensi
yang berhubungan dengan kehamilan.

Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :

a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90 mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan

a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambah-nya umur seseorang. Ini
disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding pembuluh darah mengalami
perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh
karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur- angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat

karena kelenturan pem-buluh darah besar yang berkurang pada


penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik meningkat
sam-pai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung menurun.
Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa peruba-han fisiologis. Pada usia lanjut
terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang. Sedangkan peran
ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun.

b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita. Hipertensi
berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita
seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat

(merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan
pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman dengan
pekerjaan dan pengangguran.

c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar
sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu yang
memiliki orang tua dengan hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun hubungan
merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh
pembuluh darah hingga ke otak. Otak akan bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi
sinyal pada kelenjar

adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok
menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena
jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan
jaringan tubuh (Astawan, 2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam patogenesis
hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah (Basha, 2004). Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler

meningkat. Untuk menormal-kannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume


cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
berdampak kepada timbulnya hipertensi. Garam mempunyai sifat menahan air.
Mengonsumsi garam lebih atau makan makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan
menaikan tekanan darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang
diasinkan. Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan
makanan, sebaliknya dengan membatasi jumlah garam yang dikonsumsi (Wijayakusuma,
2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari beberapa penyakit
degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya lemak pada perut berhubungan erat
dengan hipertensi. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Semakin besar massa tubuh maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi oleh
faktor risiko lain.
d. Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah maka akan memu-
dahkan terjadinya hipertensi.

e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Meskipun dapat
dikatakan bahwa stres emosional benar-benar meninggikan tekanan darah untuk
jangka waktu yang sing-kat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring dengan
menghilangnya penyebab stres. Yang menjadi masalah adalah jika stres bersifat
permanen, maka seseorang akan mengalami hipertensi terus-menerus sehingga
stres menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan tekanan
darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh kelenjar adrenal yang terus-
menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun
4) 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah


6) Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
7) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

5. Patofisiologi Hipertensi

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas


Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu


masalahkesehatan

Nyeri akut (kepala) Defisiensi pengetahun


Afterload

Penurunan curah
jantung
Deprivasi Tidur

Intoleransi aktifitas

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti

hipokoagulabilitas dan anemia

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal

3) Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin

4) Uranalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan

ada DM

5) CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati


6) EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi

7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,

perbaikan ginjal

8) Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup,

pembesaran jantung

7. Komplikasi Hipertensi

a) Miokard infark
b) Stroke
c) Cerebral vaskular accident
d) Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.
e) Gagal ginjal
f) Left ventricular failure

8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe- nyerta dengan
mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau, latihan
dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan.

2) Perubahan cara hidup


3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik
7) Olah raga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam risiko tinggi
dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95 mmHg dan
sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :

1) Golongan Diuretic
 Diuretik Thiazid. Misalnya :
klortalidon, hydroklorotiazid.
 Diuretik Loop, Misalnya furosemid.

2) Golongan Penghambat Simpatis


Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-motor otak
seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf perifer, seperti golongan
reserpin dan goanetidin.

3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah
jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-lol, propanolol,
timolol.

4) Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil, diazoksid dan
sodium nitrofusid.

5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin


Misalnya : captropil.

6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-
hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-miu.

9. Discharge Planning

a. Berhenti merokok.
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.

d. Batasi konsumsi alkohol.


e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara rutin.

g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.


h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur.

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat,
alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung

4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau
marah kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan
dengan pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur)
gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.

Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.

b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.


c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-
ngan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-
ningkatkan hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-
steron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-
katkan hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-
striksi dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-
kasikan adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang

timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area
katup ; deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan cairan intra-
vaskuler, edema.
e. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
O2 ke otak menurun.

3. Rencana Keperawatan

1 Penurunan
NOC: NIC :
Curah Jantung
- Cardiac Pump Cardiac Care
b/d
effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan
- Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
afterload,
- Vital sign - Catat adanya distrimia jantung
vasokontriksi,
status Kriteria hasil : - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigidi
- Tanda vital dalam penurunan cardiac output
tas ventrikuler,
rentan normal - Monitor status kardiovaskuler
iskemia
miokard. (tekanan darah, nadi, - Monitor status pernafasan
respirasi) yang menandakan gagal
- Dapat mentoleransi jantung
aktivitas, tidak ada - Monitor abdomen sebagai
kelelahan indikator penurunan fungsi
- Tidak ada edema - Monitor balance cairan
paru, perifer, dan - Monitor adanya perubahan
tidak ada ascites tekanan darah
- Tidak ada penurunan - Monitor respon pasien
kesadaran terhadap efek pengobatan anti
aritmia
- Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan
ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan
stres

Vital Sign Monitoring


- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, setelah
aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus
alterans

- Monitor jumlah dan irama


jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor syanosis perifer
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan
sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
b/d a. Pain level a. Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan b. Pain control secara komprehensif termasuk
tekanan c. Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
vaskuler frekuensi, kualitas dan faktor

cerebral dan Setelah dilakukan tindakan presipitasi


iskemia keperawatan selama ... x 24 b. Observasi reaksi nonverbal dari
jam. Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri, dengan : c. Bantu pasien dan keluarga
Kriteria Hasil untuk mrncari dan menemukan
a. Mampu mengontrol dukungan
nyeri (tahu penyebab d. Kontrol lingkungan yang dapat
nyer, mampu mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan teknik suhu rungan, pencahayaan dan
kebisingan
nonfarmakologi untuk
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
mengurangi nyeri,
f. Kaji tipe dan sumber nyeri
mencari bantuan)
untuk menentukan intervensi
b. Melaporkan bahwa
g. Ajarkan tentang teknik non
nyeri berkurang dnegan
farmakologi : napas dala,
menggunakan
relaksasi, distraksi, kompres
manajemen nyeri
hangat/dingin
c. Mampu mengenali
h. Berikan informasi tentang nyeri
nyeri (skala, intensitas,
seperti penyebab nyeri, berapa
frekuensi dan tanda
lama nyeri akan berkurang dan
nyeri)
antisipasi ketidaknyamanan dari
d. Menyatakan rasa
prosedur
nyaman setelah nyeri
berkurang i. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
e. Tanda vital dalam
rentang normal
f. Tidak mengalami
gangguan tidur

3 Kelebihan NOC NIC


volume cairan
1. Electrolit and acid Fluid Management
b/d
base balance
peningkatan a. Timbang popok/pembalut,
2. Fluid balance
cairan intra- jika diperlukan
3. Hydration
vaskuler, edema b. Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil
dan output yang akurat
a. Terbebas dari c. Pasang urine kateter,
edema, efusi, jika diperlukan
anaskara d. Monitor hasil Hb yang
b. Bunyi nafas bersih, sesuai dengan retensi cairan
(BUN,
tidak ada
Hmt, osmolalitas urine)
dyspneu/ortopneu
e. Monitor status hemodinamik
c. Terbebas dari
termasuk CVP, MAP, PAP,
distensi vena
dan PCWP
jugularis, reflek
f. Monitor vital sign
hepatojugular (+)
g. Monitor indikasi
d. Memelihara tekanan
retensi/kelebihan cairan
vena sentral,
h. Kaji lokasi dan luas edema
tekanan kapiler
i. Monitor masukan
paru, output jantung
makanan/cairan dan
dan vital sign dalam
hitung intake kalori
batas normal
j. Monitor status nutrisi
e. Terbebas dari
kelelahan, k. Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai
kecemasan atau instruksi
kebingungan Fluid Monitoring
f. Menjelaskan
a. Tentukan riwayat jumlah
indikator kelebihan
dan tipe intake cairan dan
cairan
eliminasi
b. Tentukan kemungkinan
faktor risiko dari

ketidakseimbangnn cairan
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan
elektrolit urine
e. Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama jantung
f. Monitor adanya
distensi leher, eodem
perifer,
penambahan BB
g. Monitor tanda dan gejala
dari odema
4 Intoleransi NOC NIC

aktivitas b/d
a. Energy conservation a. Activity therapy
kelemahan,
b. Activity tolerance b. Kolaborasikan dengan tenaga
ketidakseimban
c. Self care : ADLs rehabilitasi medic dalam
gan suplai dan
merencanakan program therapy
kebutuhan
yang tepat
oksigen Setelah 3x24 jam interaksi
c. Bantu klien untuk
diharapkan:
mengidentifikasi aktivitas yang
Kriteria Hasil mampu dilakukan

a. Berpartisipasi dalam d. Bantu untuk memilih aktivitas


aktvitas fisik tanpa konsisten yang sesuai dengan

disertai peningkatan kemampuan fisik, psikologi, dan

tekanan darah, nadi, social

dan RR e. Bantu untuk mengidentifikas

b. Mampu melakukan dan mendapatkan sumber daya

aktivitas seharihar yang diperlukan untuk aktofitas

ADLs secara mandiri yang diiginkan

c. Anda tanda vital f. Bantu untk mendapatkan alat

normal bantuan aktivitas seperti kursi

d. Energy psikomotor roda dan krek

e. Level kelemahan g. Bantu untuk mengidentifikasi

f. Mampu berpindah: aktifitas yang disukai

dengan atau tanpa h. Bantu klien untuk membuat

bantuan alat jadwal latihan dalam waktu

g. Status kardiopulmonari luang

adekuat i. Bantu klien/keluarag untuk

h. Sirkualasi status baik mengidentifikasi kekurangan


i. Tatus respirasi: dalam beraktifitas
pertukaran gas da j. Sediakan penguatan positif bagi
ventilasi adekuat yang aktif beraktifitas
k. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
l. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

6 Risiko NOC : NIC :


ketidakefektifa - Circulation status Peripheral Sensation Management
n perfusi - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
jaringan otak cerebral - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil : tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan terhadap
status sirkulasi yang panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
 Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
diharapkan - Gunakan sarung tangan untuk

Tidak proteksi
- Batasi gerakan pada kepala,
ada ortostatik leher, dan punggung
hipertensi - Monitor kemampuan BAB
 Tidak ada tanda- - Kolaborasi pemberian
tanda analgetik
peningkatan - Monitor adanya
tekanan tromboplebitis
intracarnial - Diskusikan mengenai
(tidak lebih dari
15 mmHg) penyebab perubahan sensasi
- Mendemonstrasikan
kemampuan
kognitif yang ditandai
dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan

orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan yang
benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik
kranial yang
utuh : Tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan
involunteer.
4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :

a. Monitor tanda-tanda vital


b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:

1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi

4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih


dari 15 mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang
koping DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia
Lanjut
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Lippincorl Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
2012-2014. Jakarta : EGC

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7


Volume 2. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2.
Jakarta : MediAction
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio
vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Sist
em_Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Selasa, 06 Oktober

2015 pukul 20.00 WITA


Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan
Denyut Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-
Darah-Dan-
Denyut-Jantung. Diakses pada Selasa, 06 Oktober 2015 pukul 19.15
WITA

Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman


Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIK
UM_ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Selasa, 06 Oktober

2015 pukul 19.00 WITA

Anda mungkin juga menyukai