Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN LANJUT USIA

DENGAN GOUT ATHRITIS

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

TRI DIAN MAISYARAH


14420211008

CI INSTITUSI CI LAHAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN GERONTIK

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA


2021/2022
A. PROSES PENUAAN
1. DEFINISI
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin
memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional. Proses menua
didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu,bersifat universal, intrinsik,
progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup (Nugroho,
2018).
2. FISIOLOGIS PENUAAN
Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara
alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umunya dialami
seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh
yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami masa tua,
akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung pada berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor herediter,
nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain.
3. TEORI PROSES PENUAAN
a. Teori Biologi
1) Teori Genetik dan Mutasi
Menurut teori ini, menua terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Setiap spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik atau
jam biologis sendiri.Setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda
yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis. ini berhenti
berputar, ia akan mati. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

2) Immunology Slow Theory


Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi merusak
membran sel, sistem imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal ini
lah yang mendasari peningkatan penyakit autoimun pada lanjut usia.
3) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat
atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan
di dalam tubuh.Radikal bebas menyebabkan sel tidak dapat melakukan
regenerasi.
4) Teori Stress
Teori stress mengungkapkan bahwa menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan
kestabilan lingkungan internal,kelebihan usaha dan stres yang menyebabkan
sel tubuh lelah terpakai.
5) Teori Rantai Silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua terjadi saat adanya reaksi
lemak,protein,karbohidrat,dan asam nukleat (molekul kolagen) dengan zat
kimia dan radiasi. Hal tersebut menyebabkan perubahan pada membran
plasma sehingga jaringan bersifat kaku, kurang elastis dan hilangnya fungsi
sel.
6) Teori Metabolisme
Dalam berbagai percobaan hewan telah dibuktikan bahwa pengurangan asupan
kalori dapat menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Sedangkan
peningkatan asupan kalori dapat menyebabkan kegemukan dan
memperpendek umur (Darmojo, 2015).
b. Teori Psikologis
Proses penuaan terjadi secara alamiah bersamaan dengan penambahan usia.
Lansia sulit untuk berinteraksi karena adanya penurunan intelektualitas yang
meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori dan belajar. Selain itu,dengan
adanya penurunan fungsi sistem sensorik,maka akan terjadi penurunan
kemampuan untuk menerima, memproses dan merespon stimulus.
c. Teori Sosial
1) Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu,yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Maryam (2018)
mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial
merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya atas dasar
kemampuannya untuk melakukan tukar menukar. Pada lansia,kekuasaan dan
prestisenya berkurang,sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga
berkurang,yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
mengikuti perintah.
2) Teori Aktivitas
Teori yang dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al (1972) di
dalam Darmojo (2015) menyatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung
dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan kuantitas
dan aktivitas yang dilakukan. Lansia menganggap bahwa proses penuaan
merupakan suatu perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk
mempertahankan perilaku mereka semasa mudanya.
3) Teori Perkembangan
Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan
suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap tantangan tersebut
yang dapat bernilai postif atau negatif. Namun teori ini tidak menitikberatkan
pada bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan atau yang seharusnya.

4. BATASAN LANJUT USIA


Batasan lanjut usia berdasarkan berbagai literatur belum memberikan jawaban
secara memuaskan,sehingga terkesan tidak ada batasan yang pasti. Jika disimpulkan
dari berbagai pendapat ahli,lanjut usia adalah orang yang berumur 65 tahun ke atas.
Namun berdasarkan UU Nomor 13 tahun 1998 pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 dijelaskan
bahwa di Indonesia batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas.
Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai batasan umur Menurut WHO, ada
empat tahap yakni:
a) Usia Pertengahan (middle age):45-59 tahun
b) Lanjut usia (elderly) :60-74 tahun
c) Lanjut usia tua(old) :75-90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) :diatas 90 tahun

5. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif
yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya
perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual.
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena
hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut :
Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama
kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan
menjadi bentangan yang tidak teratur.
(a) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan
akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan
terhadap gesekan.
(b) Tulang
Berkurangnya kepadatan tualng setelah di observasi adalah bagian dari
penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
(c) Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan
lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
(d) Sendi
Pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
Perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi mencakup :
(a) Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, vertikel kiri mengalami hipertropi dan kemampuan
peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin dan klasifikasi Sa nude dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat.
(b) Sistem Respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap,
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan
ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
5) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata :
(a) Kehilangan gigi,
(b) Indra pengecap menurun,
(c) Rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun),
(d) Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
6) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
7) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
8) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan
uterus. Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quocient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decission Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
B. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang
ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang. Penyakit
ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan wanita pasca
menopuse. (Nurarif dan kusuma, 2016).
Arthritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. Gout terjadi akibat dari
hiperurisemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkan karena
penumpukan purin dan eksresi asam urat kurang dari ginjal (Sya’diyah, 2018).

2. Etiologi
Gangguan metabolik dengan meningkatnya konsentrasi asam urat ini
ditimbulkan dari penimbunan kristal di sendi oleh monosodium (MSU) dan kalsium
pirofosfat dihidrat (CCPD), dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenarasi tulang
rawan sendi (Nurarif dan Kusuma, 2016).
Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Kelainan ini berhubungan dengan
gangguan kinetik asam urat yang hiperurisemia (Sya’diyah 2018). Hiperurisemia pada
penyakit ini terjadi karena:
a. Pembentukan asam urat yang berlebih
1) Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang berlebih
2) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karena
penyakit lain, seperti leukimia, terutama bila diobati dengan sitotistika
psoarisis, polisetemia vera dan mielofibrosis
b. Kurang asam urat melalui ginjal
1) Gout primer renal terjadi karena ekseresi asam urat ditubuli distal ginjal yang
sehat.
2) Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya
glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronis.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Price & Wilson tahun 2006, dalam Nurarif dan Kusuma (2016)
terdapat empat stadium perjalanan klinis gout yang tidak di obati:
a. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini asam urat
serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan asam urat
serum.
b. Stadium kedua arthritis gout terjadi awitan mendadak pembengkakan dan nyeri
yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi metatarsofalengeal.
c. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak terdapat
gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan sampai
tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang
dari 1 tahun jika tidak di diobati
d. Stadium keempat adalah tahap gout kronik dengan timbunan asam urat yang terus
meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai peradangan kronik
akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit dan kaku juga
pembesaran dan pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak.
4. Patofisiologi
Menurut Sya’diyah tahun 2018 banyak faktor yang berperan dalam
mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah diketahui perannya adalah
konsentrasi asam urat didalam darah. Mekanisme serangan gout akut berlansung
beberapa fase secara berurut.
a. Presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila konsentrasi
dalam plasma darah 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan
paraartikuler misalnya bursa, tendon dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan
negatif akan dibungkus (coat) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan
dangan igG akan merangsang netrofi untuk berespon untuk pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotoksis yang menimbulkan respon
leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit
c. Fagositosis
Kristal difagositosis oleh leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya membran
vakuala disekeliling kristal bersatu dan membran leukositik lisosom.
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukaan kristal membran lisosom, peristiwa ini menyebabkan
robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidae radikal kedalam
sitosplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.
5. Penatalaksanaan
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi penanganan serangan akut dan
penanganan hiperurisemia pada pasien arthritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi
penyakit ini (Nurarif dan Kusuma, 2016):
a. Mengatasi serangan akut
b. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal asam urat pada
jaringan, terutama persendian.
c. Terapi pencegahan menggunakan terapi hiperurisemia

6. Komplikasi
Meskipun penyakit asam urat jarang menimbulkan komplikasi, namun tetap patut
di waspadai. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya sebagai berikut:
a. Munculnya benjolan keras (tofi) di sekitar area yang meradang
b. Kerusakan sendi permanen akibat radang yang terus berlangsung serta tofi di
dalam sendi yang merusak tulang rawan dan tulang sendi itu sendiri. Kerusakan
permanen ini biasanya terjadi pada kasus penyakit asam urat yang diabaikan
selama bertahu- tahun.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian fisik
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan, agama, suku
bangsa, taggal masuk, diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak dan terasa kaku.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.

d. Nutrisi atau cairan


1) Ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengkonsumsi makanan atau
cairan adekuat mual, anoreksia.
2) Kesulitan untuk mengunyah, penurunan berat badan, kekeringan pada
membran mukosa.
e. Aktifitas atau istirahat
Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan stres pada sendi,
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris limitimasi
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan, malaise. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit:
kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
f. Kardiovaskuler
Fenomena Raynaud dari tangan misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
g. Integritas ego
1) Faktor-faktor stres akut atau kronis misalnya finansial pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
2) Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).
3) Ancaman pada konsep diri, gambaran tubuh, identitas pribadi, misalnya
ketergantungan pada orang lain.
h. Hygiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan diri, ketergantungan
pada orang lain.

i. Neurosensory
Kesemutan pada tangan dan kaki, pembengkakan sendi.
j. Nyeri atau kenyamanan
Fase akut nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak
pada sendi. Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pagi hari) serta kaji nyeri
dengan Provokasi (penyebab), Qualitas (nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah
mana yang nyeri), Scala (skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah
berat).
k. Interaksi sosial
Kerusakan interaksi dengan keluarga atau orang lain, perubahan peran: isolasi.
l. Penyuluhan atau pembelajaran
1) Riwayat rematik pada keluarga.
2) Penggunaan makanan sehat, vitamin, penyembuhan penyakit, tanpa pengujian.
m. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit tindakan yang
dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.
n. Pola persepsi diri
Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas diri,
gambaran diri.
o. Pola seksual dan reproduksi
Kaji manupouse, kaji aktivitas seksual.
p. Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan (Purwanto, H., 2016).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi.
c. Gangguan konsep diri, citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
pada tulang dan sendi.
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peradangan kronik adanya kristal
asam urat.
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
a. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
berhubungan dengan tindakan keperawatan nyeri secara
cidera biologis selama 1 x 24 jam, komprehensif
pasien btidak termasuk lokasi,
mengalami nyeri, durasi, frekuensi,
demgan kriteria hasil: kualitas dan faktor
1. Mampu presipitasi nyeri
mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi non
(tahu penyebab verbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan
menggunakan 3. Bantu pasien dan
teknik keluarga untuk
nonfarmakologik mencari dan
untuk mengurangi menemukan dukungan
nyeri). 4. Kontrol lingkungan
2. Melaporkan bahwa yang dapat
nyeri berkurang mempengaruhi nyeri
dengan manajemen 5. Ajarkan teknik non
nyeri farmakologik: napas
3. Mampu mengenali dalam, relaksasi dan
skala nyeri kompres hangat dingin
(intensitas 6. Tingkatkan
frekuensi dan istirahat/tidur
gejala nyeri) 7. Monitor vital sign
4. Menyatakan rasa sebelum dan sesudah
nyaman setelah pemberian analgesi
nyeri berkurang pertama kali
5. Tanda vital dalam
rentang normal
6. Tidak mengalami
gangguan tidur
b. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign
fisik berhubungan tindakan keperawatan sebelum/sesudah
dengan kekakuan pada selama 1 x 24 jam latihan dan lihat
sendi gangguan mobilitas respon pasien saat
fisik dengan kriteria latihan
hasil: 2. Konsultasikan dengan
1. Klien meningkat terapi fisik tentang
dalam aktivitas rencana teknik
fisik ambulasi
2. Mengerti tujuan 3. Bantu klien unutuk
dari peningkatan menggunakan tongkat
mobilitas fisik saat berjalan dan
terhadap cedera
3. Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien atau
perasaan dalam tenaga kesahatan lain
meningkatakan tentang teknik
kekuatan dan ambulasi
kemampuan 5. Kaji kemampuan
berpindah pasien dala mobilisasi
4. Memperagakan 6. Latih Pasien dalam
penggunaan alat memenuhi kebutuhan
bantu untuk ADLS pasien.
mobilisasi 7. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
c. Gangguan konsep diri, Setelah dilakukan 1. Bina hubungan saling
citra tubuh tindakan keperawatan percaya
berhubungan dengan selama 1 x 24 jam 2. Berikan kesempatan
perubahan bentuk pasien menunjukkan: mengungkapkan
tubuh pada tulang dan Gamggun citra tubuh perasaan
sendi menurun dengan 3. Dukung upaya klien
kriteria hasil: untuk memperbaiki
1. Gambaran diri citra tubuh
meningkat 4. Dorong klien untuk
2. Gambaran diri bersosialisassi engan
sesuai orang lain
3. Bisa menyesuaikan
diri dengan status
kesehatannya
d. Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien untuk
jaringan berhubungan tindakan keperawatan meggunakan pakaian
dengan peradangan selama 1 x 24 jam yang longgar
kronik adanya kristal kerusakan integritas 2. Jaga kulit agar tetap
asam urat jaringan pasien teratasi bersih dan kering
dengan kriteria hasil: 3. Mobilasasi pasien
1. Perfusi jaringan (ubah posisi pasien)
normal setiap dua jam sekali
2. Tidak ada tanda- 4. Monitor kulit akan
tanda infeksi adanya kemerahan
3. Ketebalan dan 5. Monitor aktivitas dan
tekstur Jaringan mobilisasi pasien
4. Menunjukkan 6. Monitor status nutrisi
pemahaman pasien
dalam proses 7. Berikan posisi yang
perbaikan kulit nyamanan untuk
dan mencegah mengurangi tekanan
terjadinya proses pada luka.
penyembuhan
luka
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan kedalam Tindakan
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan, pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang bertugas merawat klien
tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada saat pelaksanaan kegiatan
maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah dibuat sesuai dengan kondisi
klien maka validasi kembali tentang keadaan klien perlu dilakukan sebelumnya.
(Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Amin Huda Nurarif dan Hardhi Kusuma (2015). Evaluasi merupakan
tahap akhir dari proses keperawatan untuk mngukur keberhasilan dari rencana
perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien, bila masalah tidak dapat dipecahkan
atau timbul masalah baru amak perawat harus bersama untuk mengurangi atau
mengatasi beban masalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, B., & Martono, H. 2015. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia. Lanjut) Edisi 5.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi2015-
2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Maryam, S & dkk. 2018. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. (2018).buku diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta:


EGC.

Nugroho, W. 2018. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 5. Jakarta: Balai. Penerbit EGC.

Nurarif,H &Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta: Mediaction publishing

Potter,& Perry AG. (2017). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. 4th ed. EGC: Jakarta.

Sya’diyah, Hidayatus. 2018 Keperawatan Lanjut Usia. Sidoarjo: Indomedia Pustaka

WHO (World Health Organization) 2016. Tentang Populasi Lansia

Anda mungkin juga menyukai