Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Lanjut Usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh
kembang yang dimulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan akhirnya
menjadi tua. Semua orang akan mengalami proses menua dan masa
tua merupakan masa hidup yang terakhir. Dimasa ini akan terjadi
kemunduran fisik, mental, dan sosial yang secara bertahap (Azizah,
2011).
Menurut Kholifah (2016), lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah penyakit,
tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh.

2.1.2 Batasan-batasan Lansia


a) Menurut WHO, menjelaskan batasan lansia adalah sebagai
berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b) Menurut Depkes RI, menjelaskan bahwa batasan lansia
menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu 70 tahun ke atas atau 60 tahun ke
atas dengan masalah kesehatan.

Kholifah (2016)

7
8

2.1.3 Teori Proses Menua


Teori penuaan menurut Azizah, (2011) secara umum dibedakan

menjadi dua, yaitu :

Teori Biologi

1. Teori Seluler

Kemampuan sel untuk membelah hanya sampai pada jumlah

tertentu. Pada beberapa sistem, sel yang mengalami rusak atau mati

tidak dapat diganti. Maka dari itu sistem tersebut berisiko

mengalami proses penuaan dan kemungkinan kecil atau bahkan

tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri.

2. Teori “Genetic Clock”

Dalam nuclei (inti sel) telah diprogram jam genetik yang

berputar dan dapat menghitung mitosis serta menghentikan

replikasi sel bila tidak berputar. Namun secara teoritis, dapat

memutar kembali untuk beberapa waktu dengan pengaruh dari luar

berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, atau tindakan

tertentu.

3. Sintesis Protein (kolagen dan elastin)

Adanya perubahan kimia pada komponen protein di jaringan

kulit dan cenderung berkerut, juga terjadi penurunan mobilitas dan

kecepatan pada sistem muskuloskeletal.

4. Keracunan Oksigen

Kemampuan sel seperti kulit dan kartilago menyebabkan

kehilangan elastisitasnya serta menjadi lebih tebal pada lansia

sehingga terjadi perubahan permukaan. Untuk mempertahankan


9

diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar tinggi

dapat mengalami penurunan sehingga dapat menyebabkan terjadi

keselahan genetik.

5. Sistem Imun

Terjadinya mutasi berulang dan perubahan protein pasca

translasi menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun

untuk mengenali dirinya sendiri (self recognition).

6. Mutasi Somatik (Theory Error Catastrophe)

Adanya radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur,

karena terjadinya kesalahan yang secara beruntun saat proses

transkripsi dan translasi menyebabkan terbentuknya enzim yang

salah sehingga mengurangi fungsional sel.

7. Teori menua akibat metabolisme

Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih

banyak bergerak dapat meningkatkan umur panjang.

8. Kerusakan Akibat Radikal Bebas

Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam

tubuh. Radikal bebas bersifat merusak dan dapat merusak sel

hingga sel akhirnya mati.

Teori Psikologi

1. Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Seseorang yang aktif dimasa muda akan tetap terpelihara di

masa tua dengan tetap aktif dan mengikuti banyak kegiatan sosial.
10

Mempertahankan hubungan antara sosial dengna individu agar

tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.

2. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Tingkah laku pada lanjut usia tidak berubah. Identity pada

lansia memudahkan bersosialisasi dengan lingkungan dan

masyarakat. Pada teori ini, perubahan yang terjadi pada lansia

dipengaruhi oleh personality yang dimiliki.

3. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia,

interaksi sosial akan menurun dan mulai menarik diri sehingga

terjadi kehilangan ganda (triple loss), yakni:

a. Kehilangan peran (loss of role)

b. Hambatan kontak sosial (restriction of contacts and

relationship)

c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores

and values).

2.1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Secara Fisik


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan

secara degeneratif yang akan berdampak perubahan diri manusia,

salah satunya adalah perubahan fisik (Azizah, 2011).

Menurut Azizah (2011), perubahan fisik yang terjadi antara

lain:

1. Sistem Indra:

Perubahan sistem penglihatan pada lanjut usia erat kaitannya

dengan presbiopi (mata tua). Lensa kehilangan elastisitas dan kaku,


11

otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya

akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan

kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan.

Sistem pendengaran:

Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya

kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama

terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak

jelas, kata-kata sulit dimengerti, 50% terjadi pada usia di atas 60

tahun.

Sistem Integumen:

Pada lanjut usia kulit mengalami atrofi (penyusutan jaringan otot

atau jaringan saraf), kendur, kering dan berkerut. Perubahan kulit

lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angin

dan matahari, terutama sinar ultra violet.

2. Sistem Musculoskeletal

a. Tulang: Berkurangnya kepadatan tulang setelah di

observasi adalah bagian dari penuaan fisiologis. Dampak

berkurangnya kepadatan tulang akan mengakibatkan

osteoporosis lebih lanjut nyeri dan fraktur.

b. Otot: Dampak perubahan pada otot yaitu penurunan

kekuatan, penurunan fleksibilitas dan penurunan

kemampuan fungsional.
12

c. Sendi: Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti

tendon, ligament dan fasia mengalami penurunan daya

lentur dan elastisitas.

3. Sistem Kardiovaskuler:

Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah

dan elastilitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah

meningkat.

Sistem Respirasi:

Kekuatan otot pernapasan menurun dan kaku, elastisitas paru

menurun, kapasitas residu meningkat sehingga berat saat menarik

napas, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan

bronkus.

4. Sistem Reproduksi:

Perubahan sistem reproduksi lanjut usia ditandai dengan

menciutnya ovari dan uterus, terjadi atrofi (pengecilan) payudara.

Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun menurun secara berangsur-angsur.

5. Sistem Endokrin:

Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran

(ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh

melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain.

Hormon bertindak sebagai “pembawa pesan” dan dibawa oleh

aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan


13

menerjemahkan “pesan” tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem

endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar

ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran

gastrointestin. System endokrin merupakan bagian dari system

pengatur tubuh, pengaturan berbagai fungsi metabolism tubuh.

Gangguan system endokrin.

Perubahan Sistem Endokrin pada Lansia :

1. Produksi dari hampir semua hormone menurun

2. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah

Gangguan Endokrin pada Lansia

1. Diabetes Melitus Tipe II

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor

khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

mellitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan

demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa.

Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resistant

terhadap insulin, yang mengurangi kemampuan lansia untuk

memetabolisme glukosa. Selain itu, pelepasan insulin dari sel beta

pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari kombinasi proses ini


14

adalah hiperglikemia. Pada lansia, konsentrasi glukosa yang

mendadak dapat meningkatkan dan lebih memperpanjang

hiperglikemia. Diabetes tipe 2 pada lansia disebabkan oleh sekresi

insulin yang tidak normal, resistansi terhadap kerja insulin pada

jaringan target, dan kegagalan glukoneogenesis hepatic. Penyebab

utama hiperglikemia pada lansia adalah peningkatan resistansi

insulin pada jaringan perifer. Meskipun jumlah reseptor insulin

sebenarnya sedikit menurun seiring pertambahan usia, resistansi

dipercaya terjadi setelah insulin berikatan dengan reseptor tersebut.

Selain itu, sel-sel beta pulau Langerhans kurang sensitif terhadap

kadar glukosa yang tinggi, yang memperlambat produksi glukosa

di hati.

Tanda dan Gejala :

1. Penurunan berat badan dan kelelahan

2. Kehilangan selera makan

3. Inkontinensia

4. Penurunan penglihatan

5. Konfusi atau derajat delirium

6. Konstipasi atau kembung abdomen

7. Retinopati atau pembentukan katarak

8. Perubahan kulit

9. Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflex, dan

kemungkinan nyeri perifer atau kebas


15

2.1.5 Perubahan Kognitif Pada Lanjut Usia


1. Memory (Daya ingat): Pada lanjut usia, daya ingat (memory)
merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal
mengalami penurunan.
2. IQ (Intellegent Quocient): Lanjut usia tidak mengalami perubahan
dengan informasi matematika (analitis, linier dan sekuensial) dan
perkataan verbal. Tetapi persepsi dan daya membayangkan
(fantasi) menurun.
3. Kemampuan Pemahaman: Kemampuan pemahaman atau
menangkap pengertian pada lanjut usia mengalami penurunan. Hal
ini dipengaruhi oleh konsentrasi dan fungsi pendengaran lanjut usia
yang mengalami penurunan.
4. Pemecahan Masalah: Banyak hal yang dahulunya dengan mudah
dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan
fungsi indra pada lanjut usia, penurunan daya ingat, dan lain lain
yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama.
5. Kinerja (Performance): Pada lanjut usia memang akan terlihat
penurunan kinerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ
biologis, ataupun perubahan yang sifatnya patologis.

2.2 K onsep Teori Diabetes Melitus


2.2.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang tidak
dapat disembuhkan, tetapi sangat potensial untuk dapat dicegah
dan dikendalikan melalui pengelolaan DM. Pilar utama
pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat
berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan. Disamping itu dalam
upaya pengendalian primer, pilihan akan jenis bahan makanan
dengan kandungan zat gizi tertentu merupakan upaya pengendalian
yang diberikan secara seimbang sehingga tidak menimbulkan
16

puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan (Farman,


2011).
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan
diabetes melitus sebagai kelompok penyakit metabolik yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin,
penurunan kerja insulin, atau akibat dari keduanya. Diabetes
Melitus Tipe 2 (Non Insulin-Dependent Diabetes Melitus atau
NIDDM) merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di
Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas
40 tahun disertai berat badan yang berlebih. Pada penderita
diabetes melitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Terjadinya
resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan
defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan
sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami
desensitisasi terhadap adanya glukosa (Kusnadi,2016).

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut Suryo 2010, organisasi kesehatan dunia (WHO)
mengakui tiga macam diabetes mellitus, yaitu tipe 1, tipe 2, dan
diabetes gestasional (terjadi selama kehamilan).
1) Diabetes Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 disebut insulin dependent diabetes
mellitus (IDDM, “diabetes yang bergantung pada insulin”),
dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insuling pada pulau-
pulau Langerhans pancreas sehingga terjadi kekurangan insulin
17

pada tubuh. Diabetes ini dapat diderita oleh anak-anak maupun


remaja karena faktor keturunan. Penderita diabetes mellitus tipe 1
ini hanya sekitar 10% dari seluruh penderita diabetes mellitus.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet
dan olahraga tidak dapat menyembuhkan ataupun mencegahnya.
Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu,
sensivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya
normal. Terutama pada tahap awal.
Sementara itu, penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta
pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang
menghancurkan sel beta pancreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 disebut non insulin independent
diabetes mellitus (NIDDM, diabetes yang tidak bergantung pada
insulin), terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam produksi
insulin” atau “berkurangnya sensivitas terhadap insulin” (adanya
efek respons jaringa terhadap insulin) yang melibatkan reseptor
insulin di membrane sel. Pada tahap awal abnormlitas, yang paling
utama adalah berkurangnya sensivitas terhadap insulin. Yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah pada
tahap ini hiperglikemia dapat diatasi. Salah satunya, dengan obat
antidiabetes yang dapat meningkatkan sensivitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi glukosa dari hati. Namun, semakin
berkurang sehingga terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.
Diabetes mellitus tipe 2 ini merpakan diabetess yang paling
sering ditemukan pada penderita diabetes. Sekitar 90% dari
penderita diabetes adalah diabetes melitus tipe 2. Penyebab
diabetes mellitus tipe 2 ini dapat disebabkan oleh faktor keturunan
dan obesitas. Serangan diabetes mellitus tipe 2 ini kebanyakan
18

terjadi di atas 40 tahun, terutama untuk orang yang menderita


obesitas.
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes mellitus gestasional (Gestational Diabetes
Mellitus atau GDM), yaitu diabetes yang terjadi selama kehamilan.
Umumnya, gejala akan sembuh dengan sendirinya stelah proses
melahirkan. Akan tetapi, diabetes gestasional dapat merusak
kesehatan janin atau ibu. Sekitar 20-50% dari wanita-wanita
dengan kencing manis gestasional diketahui menjadi penderita
salah satu dari 2 jenis diabetes mellitus tipe 1 atau tipe 2.
Diabetes gestasional terjadi sekitar 2-5% dari semua
kehamilan. Walaupun bersifat temporer, diabetes ini menyebabkan
permasalahan pada kehamilan, macrosomia (kelahiran yang
berisiko tinggi), cacat fisik pada janin, penyakit jantung bawaan,
dan untuk kasus tertentu dapat menyebabkan kematian. Ibu hamil
yang didiagnosis menderita GDM memerlukan pengawasan medis
sepanjang kehamilan.

2.2.3 Etiologi Diabetes Melitus


Menurut Suryo (2010), berikut dijelaskan faktor- faktor
penyebab diabetes mellitus.
1. Faktor keturunan (genetik).
2. Kegemukan (obesitas)
3. Usia di atas 45 tahun
4. Gestasional diabetes (melahirkan bayi dengan berat lebih 4 kg)
5. Tekanan darah tinggi
6. Angka Trigliserid (salah satu jenis molejul lemak) yang tinggi
7. Level kolesterol yang tinggi
8. Gaya hidup modern yang cenderung banyak mengkonsumsi
makanan instan
9. Perokok
10. Stress
19

2.2.4 Manifestasi Klinik Diabetes Melitus


Menurut Imam Subekti, 2009 Gejala Diabetes Melitus yaitu:

1. Keluhan Klasik:

a. Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah

b. Banyak buang air kecil

c. Banyak minum

d. Penurunan nafsu makan

2. Keluhan Lain:

a. Kesemutan

b. konstipasi

c. Gangguan penglihatan

d. Gatal / bisul

2.2.5 Patofisiologi Diabetes Melitus


Menurut Suryo (2010), pada diabetes mellitus tipe II terjadi
penurunan sensivitas jaringan terhadap insulin (resistensi insulin).
Hal ini diperberat oleh bertambahnya usia yang mempengaruhi
berkurangnya jumlah insulin dari sel-sel beta, lambatnya pelepasan
insulin dan atau penurunan sensivitas perifer terhadap insulin.
Resistensi insulin berhubungan dengan faktor eksternal seperti
gaya hidup yang salah dan obesitas. Gaya hidup utamanya pola
makan yang tidak seimbang dan pola latihan fisik yang tidak rutin
dan teratur.
Peningkatan kadar glukosa dalam darah menyebabkan
osmodalitas darah meningkat sehigga menyebabkan perpindahan
cairan dari ekstra vaskuler ke intra vaskuler dan terjadi dehidrasi
pada sel peningkatan volume intra vaskuler menyebabkan diuresis
20

osmotik yang tinggi sehingga volume diuresis akan meningkat dan


frekuensi berkemih akan meningkat (poliuria).
Di sisi lain, peningkatan osmolalitas sel akan merangsang
hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus
di bagian lateral sehingga menyebabkan peningkatan rasa haus
yang disebut polidipsi. Penurunan transport glukosa ke dalam sel
menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme
sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan
aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat
makan di bagian lateral hypotalamus sehingga timbul peningkatan
rasa lapar dan disebut polifagia.
Terjdinya ulkus diabetikum diawali dengan adanya
hiperglikemia pada penyandang diabetes mellitus yang
mengakibatkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Neuropati, baik neuro pati sensorik maupun motoric dan
automotorik akan mengakibatkan perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya
ulkus.
21

Pathway Diabetes Melitus

Usia > 60 tahun

Penurunan fungsi Penurunan fungsi


indra pengecap pankreas

Konsumsi makanan Penurunan kualitas dan


Gaya hidup
manis berlebih kuantitas insulin

Diabetes

Peningkatan glukosa dalam sel Viksositas darah meningkat

Cadangan lemak dan protein


turun Kerusakan Kerusakan
pembuluh darah vasskuler
perifer
Mual, muntah
Neuropati perifer
Ketidakefekti
ketidakseimbangan nutrisi fan perfusi Kerusakan
kurang dari kebutuhan jaringan glomerulus ginjal
Ulkus DM

ketidakseimbang
an cairan & Poliuria Deurisis osmotik Kerusakan
elektrolit
intregitas jaringan

Resiko tinggi Peningkatan Luka insisi tidak Pembedahan


infeksi leukosit terawat (debridement)

Gambar 2.2 Pathway Diabetes Melitus


22

2.2.6 Komplikasi
Menurut Suryo (2010), beberapa komplikasi diabetes
mellitus yang mungkin terjadi adalah
1. Retinopati, katarak, dan glaukoma
2. Neuropati
3. Nefropati
4. Gangren
5. Jantung coroner
6. Diabetic ketoasidosis
7. Hiperglikemia atau insulin shock

2.2.7 Pencegahan
Menurut ADA 2008 , diabetes dapat dicegah dengan
memiliki gaya hidup sehat sedini mugkin. Pencegahan diabetes
bagi penyandang prediabet dilakukan dengan deteksi penyakit
secara dini mengandung makna mengetahui seawal mungkin
terjadinya pennyakkit. Hal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan kepekaan terhadap tanda dan gejala yang perlu
dipwaspadai seperti banyak makan banyak minu, dan banyak
berkemih. Di samping itu kesadaran terhadap faktor risiko yang
tidak tampak seperti genetic perlu diketahhui secara dini
(Rumahorbo, 2014).
Pencegahan diabetes difokuskan pada perubahan gaya
hidup khusunya dalam pola makan seimbang dan pola latihan fisik
rutin dan teratur supaya mencegah obesitas sebagai faktor risiko
utama diabetes.

2.2.8 Penatalaksanaan
Menurut Purwanto (2016), penatalaksanaan diabetes mellitus.
1. Diet
Perhimpunan diabetes amerika dan persatuann diabetic
amerika merekomendasikan = 50-60% kalori yang berasal dari:
23

1) Karbohidrat 60-70%
2) Protein 12-20%
3) Lemak 20-30%
2. Latihan
- Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah
laju metabolism istirahat, dapat menurunkan BB, stress dan
menyegarkan tubuh.
- Latihan menghindari kemungkinan trauma pada
ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang
sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolic
buruk.
- Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari
sesudah melakukan latihan.
3. Pemantauan
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

2.2.9 Pemeriksaan diagnostik


Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan diagnostic anatara lain.
a. Gula darah meningkat
Karateristik diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang
tidak hamil:
Tabel 2.2 Pemeriksaan diagnostik
Glukosa plasma > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
sewaktu/random
Glukosa plasma puasa/nucther > 140 mg/dl (7,8 mmol)
Glukosa plasma (2 jam post > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
prandial)
24

b. Tes toleransi glukosa


Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan
tinggi karbohidrat (150-300 gr) selama 3 hari sebelum tes
dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya
sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanya 75 gr
diberikan pada pasien.
1) Asetonplasma (keton) : positif secara mencolok
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
4) Elektrolit
5) Natrium : meningkat atau menurun
6) Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahal
seluler) selanjutnya menurun
7) Fosfor : lebih sering meningkat
8) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po
nenurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan
kompensasi alkalosis resperatorik
9) Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ;
leukositosi; hemokonsetrasi merupakan resnion terhadap
sitosis atau infeksi
10) Ureum/kreatinin : meningkat atau normal
(dehidrasi/menuru fungsi ginjal)
11) Urin : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas
mungkin meningkat

2.3 Konsep Nutrisi


2.3.1 Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menujang
keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan yang
menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama masa
pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan zat gizi yang diperlukan
seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air.
25

Kebutuhan ini sangat diperlukan pada masa–masa tersebut, apabila


tidak atau kurang terpenuhi akan dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan (Hidayat,2005) dalam Indriyani (2013).
Nutrien merupakan zat kimia organik dan an-organik yang
ditemukan
dalam makanan dan diperlukan agar tubuh dapat berfungsi dengan
sebaik- baiknya. Nutrien tersebut diabsorbsi disaluran pencernaan
kemudian didistribusikan ke sel - sel tubuh (Asmadi, 2008). Nutrisi
merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas
tubuh (Hidayat & Uliyah, 2015) dalam Syahlah (2017).

2.3.2 Struktur dan Fungsi Nutrisi


Menurut Syahlah (2017) nutrisi memiliki struktur dan fungsi
diantaranya :
1) Karbohidrat
Karbohidrat (CHO) tersusun atas karbon, hidrogen, dan
oksigen,karbohidrat diklasifikasikan sebagai sederhana atau kompleks,
berdasarkan pada jumlah molekul gula yang ada. Fungsi utama
karbohidrat adalah menyediakan energi. Karbohidrat sederhana
glukosa adalah sumber energi utama tubuh. Fungsi penting lain
karbohidrat adalah kemampuan untuk menghemat protein.
a) Monosakarida, glukosa yang juga disebut gula darah atau dekstrosa,
adalah gula yang paling sering ada di dalam tubuh.
b) Disakarida, sukrosa umumnya dikenal sebagai gula meja, tersusun atas
fruktosa dan glukosa. Disakarida merupakan pemanis yang paling
sering digunakan untuk diet; digunakan di meja dan dalam masakan.
c) Karbohidrat kompleks atau polisakarida tersusun atas rantai panjang
dari banyak molekul gula yang disusun sedemikian rupa sehingga
tidak terasa manis. Karbohidrat kompleks biasanya tidak larut dalam
air.
26

2) Protein
Protein adalah dasar semua sel dalam tubuh dan merupakan satu-
satunya zat gizi yang membentuk dan memperbaiki jaringan. Protein
tersusun atas asam amino, yang terdiri atas karbon, hirogen, oksigen,
dan nitrogen. Protein menghasilkan dan memperbaiki semua
kandungan tubuh utama. Protein diperlukan untuk pembentukan otot,
jaringan ikat, kelenjar, organ, kulit, dan faktor pembekuan darah.
Protein juga membantu mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
protein darah yang disebut albumin dan globulin membantu
mempertahankan cairan intrasel dan ekstrasel di tempatnya. Fungsi
penting lain protein adalah kontribusinya terhadap keseimbangan asam
basa tubuh.
3) Lemak
Lemak atau lipid merupakan sumber energi terkonsentrasi yang mudah
disimpan oleh tubuh. Kebanyakan lemak dalam makanan ada dalam
bentuk trigliserida, yang tersusun atas tiga asam lemak (tri-) dan satu
gliserol (-gliserida). Fungsi lemak adalah menyediakan energi. Lemak
menghasilkan 9 kkal per gram- lebih dari dua kali lipat kalori
karbohidrat atau protein. Lemak memberi bantalan pada organ mayor
untuk melindungi organ tersebut dari cedera dan menyekat tubuh dari
suhu yang ekstrem. Lemak berasal dari minyak hewani dan nabati.
Lemak yang mudah diidentifikasi dalam makana yang tampak
berlemak, seperti daging cincang dan mentega, dikenal sebagai lemak
yang dapat terlihat. Lemak yang tersembunyi dalam makanan dan
tidak tampak berlemak, seperti keju, kuning telur, kacang, pencuci
mulut, dan daging yang dilapisi lemak, disebut lemak yang tidak
terlihat.
4) Air
Sekitar 60% berat badan dewasa dan hingga 80% berat badan bayi
adalah air. Air merupakan penyusun terbesar sel. Darah didistribusikan
zat gizi ke sel, air adalah salah satu komponen esensial dalam darah.
Air adalah pelarut tempat terjadinya perubahan kimiawi penting dalam
27

tubuh dan juga diperlukan untuk mengendalikan suhu tubuh. Tidak ada
organ tubuh yang dapat berfungsi tanpa air. Air sangat diperlukan
untuk hidup sehingga akan memberikan alat pengingat kepada manusia
semenjak lahir yaitu rasa haus yang merupakan nafsu makan terbesar
kita.
5) Vitamin
“Vita” adalah kata lain untuk “kehidupan”. Kata “vitamin”
menekankan pentingnya vitamin bagi manusia. Viatmin terdiri atas
karbon, oksigen, hidrogen, dan terkadang nitrogen atau elemen lain.
Sejumlah kecil vitamin diperlukan untuk membantu mengatur proses
tubuh, termasuk menyintesis komponen tubuh, seperti tulang dan
darah, serta mengekstraksi energi dari karbohidrat, lemak, dan protein.
Sebagian besar vitamin bekerja dalam bentuk koenzim.

2.3.3 Status Nutrisi


Karakteristik status nutrisi ditentukan melalui adanya indeks massa
tubuh (body mass index-BMI) dan berat badan tubuh ideal (ideal body
weight—IBW) (Tarwoto & Wartonah, 2010) dalam Syahlah (2017).
1) Body Massa Index (BMI) Body Massa Index (BMI) merupakan
ukuran dari gambaran berat badan seseorang dengan tinggi badan.
BMI dihubungkan dengan total lemak dalam tubuh dan sebagai
panduan untuk mengkaji kelebihan berat badan (over weight) dan
obesitas. Rumus BMI diperhitungkan:yang meningkatkan kerja
enzim. Tanpa vitamin, ribuan reaksi kimia tidak dapat terjadi.
Tubuh dengan beberapa pengecualian, tidak dapat menghasilkan
vitamin, dengan demikian, vitamin merupakan komponen esensial
dalam diet yang sehat.
BB (kg)/TB (m)² hasil penghitungan IMT menurut Depkes 2002
dalam Asmadi (2008) :
• IMT < 17,0 : kurus (kekurangan berat badan tingkat
berat).
28

• IMT 17,0 - 18,5 : kurus (kekurangan berat badan tingkat


sedang).
• IMT 18,5 – 25,0 : normal.
• IMT 25,0 – 27,0 : gemuk (kelebihan berat badan tingkat
ringan).
• IMT > 27,0 : gemuk (kelebihan berat badan tingkat
berat).
2) Ideal Body Weight (IBW) Ideal Body Weight (IBW) merupakan
perhitungan berat badan optimal dalam fungsi tubuh yang sehat.
Rumus IBW diperhitungkan:
(TB – 100) + 10%

2.3.4 Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Nutrisi


1) Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang rentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi
kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.
2) Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi
tinggi dapat mempengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di
beberapa daerah tempeyang merupakan sumber protein yang
paling murah, tidak di jadikan bahan makanan yang layak untuk
dimakan karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi
makanan tersebut dapat merendahkan derajat mereka.
3) Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap
makanan tertentu juga dapat mempengaruhi status nutrisi.
Misalnya, dibeberapa daerah terdapat larangan makana pisang dan
pepaya bagi para gadis remaja. Padahal, makanan tersebut sumber
vitamin yang sangat baik. Adapula larangan makan ikan bagi anak-
29

anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal


ikan merupakan sumber protein yang sangat baik untuk anak-anak.
4) Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurangnya variasi makanan. Sehingga tubuh tidak
memperoleh zat - zat yang dibutuhkan secara cukup. Kesukaan
dapat mengakibatkan merosotnya gizi pada remaaja bila nilai gizi
nya tdak sesuai dengan yang diharapkan.
5) Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian
yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi
keluarganya dibandingkan masyarakat dengan kondisi
perekonomian.
Selain faktor-faktor yang terdapat di atas, menurut Asmadi (2008)
dalam Syahlah (2017) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kebutuhan seseorang terhadap nutrisi. Faktor yang meningkatkan
kebutuhan nutrisi antara lain sebagai berikut:
1) Pertunbuhan yang cepat, seperti bayi, anak-anak, remaja, dan ibu
hamil. Selama perbaikan jaringan/pemulihan kesehatan karena
proses suatu penyakit.
2) Peningkatan suhu tubuh. Setiap kenaikan suhu 1◦F, maka kebutuhan
kalori meningkat 7%.
3) Aktivitas yang meningkat.
4) Stres, sebagian orang akan makan sebagai kompensasi karena
mengalami stres.
5) Terjadi infeksi.
Faktor yang menurunkan kebutuhan nutrisi antara lain sebagai
berikut:
1) Penurunan laju pertumbuhan, misalnya pada lansia.
2) Penurunan basal metabolisme rate (BMR).
30

3) Hipotermi.
4) Jenis kelamin.
Umumnya kebutuhan nutrisi pada wanita lebih rendah dibanding
laki-laki. Hal ini karena pada wanita BMR-nya lebih rendah
dibanding BMR laki-laki.
5) Gaya hidup pasif.
6) Bedrest.

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan


2.4.1 Pengertian Asuhan Keperawatan Usia Lanjut
Asuhan keperawatan usia lanjut adalah suatu rangkaian kegiatan
proses keperawatan yang ditujukan kepada usia lanjut, meliputi
kegiatan pengkajian, dengan memperhatikan kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual, menganalisis masalah dan merumuskan
diagnosis keperawatan, membuat perencanaan, melaksanakan
implementasi dan melakukan evaluasi (Subekti, 2012)

2.4.2 Pengkajian Keperawatan Usia Lanjut

Pengkajian adalah proses untuk mengenal dan mengidentifikasi


faktor-faktor (baik positif dan negatif) pada usia lanjut, baik secara
individu maupun kelompok, yang bermanfaat untuk mengetahui
masalah dan kebutuhan usia lanjut, serta untuk mengembangkan
strategi promosi kesehatan (Subekti, 2012).

Aspek-aspek yang dikaji menurut (Subekti, 2012):

1. Identitas klien
a. Nama b. Umur c.Jenis kelamin
d. Status perkawinan e. Alamat f. Suku
g. Agama h. Pekerjaan/penghasilan
i. . Pendidikan terakhir
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit/masalah kesehatan saat ini, keluhan utama
31

b. Riwayat penyakit/masalah kesehatan yang lalu


c. Riwayat pengobatan saat ini
d. Pemeriksaan diagnostik : gula darah, Hb, Kolesterol, Asam
Urat
3. Status Fisiologis
a. Fungsi Neuromuskuloskeletal
b. Fungsi Perkemihan
c. Fungsi digesti
d. Fungsi hidrasi
e. Fungsi regulasi suhu
f. Fungsi immunologi
g. Fungsi penglihatan dan pendengaran
1) Sering terjadi gangguan penglihatan akibat kekeruhan
lensa, gangguan visus, retinopati
2) Pendengaran juga menurun akibat penurunan persarafan
3) Perlu dikaji fungsi penglihatan, pendengaran
h. Fungsi Kardiovaskuler
Pada lansia sering muncul masalah hipertensi, gagal jantung,
miokard infark
i. Fungsi endokrin
1) Penyakit kencing manis juga sering timbul pada lansia
akibat penurunan fungsi pankreas
2) Perlu dikaji pola makan, BB, TB
j. Pengakajian tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, indeks massa tubuh
k. Pengkajian kebutuhan dasar
Pola makan, minum, istirahat, eliminasi, personal hygiene, pola
aktivitas olahraga
l. Kemandirian dalam melakukan aktifitas
m. Pengkajian keseimbangan:
1) Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
2) Gaya berjalan atau gerakan
32

4. Status psikologis
a. Pengkajian status mental gerontik
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan
short portable mental status questioner (SPMSQ)
b. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan
menggunakan mini mental status exam (MMSE)
c. Identifikasi masalah emosional
5. Pengkajian sosial
Kemampuan sosialisasi klien sekarang, sikap klien pada orang
lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi,
kepuasan klien dalam sosialisasi, hubungan dengan anggota
keluarga, perilaku kekerasan, penelataran.
6. Perilaku kesehatan
a. Kebiasaan merokok/penggunaan tembakau
b. Kebiasaan minum kopi
c. Kebiasaan minum/makan gula, asin, lemak
d. Penggunaan alkohol/napza
e. Penggunaan obat-obatan tanpa resep
7. Pengkajian lingkungan
a. Pemukiman/rumah
b. Sanitasi
c. Faktor-faktor resiko: Polusi udara, kecelakaan/jatuh
8. Pemanfaatan pelayanan kesehatan
a. Kunjungan ke Posbindu
b. Kunjungan ke puskesmas/RS/dokter/tenaga kesehatan
c. Pembiayaan kesehatan/asuransi kesehatan
9. Tingkat pengetahuan
a. Pengetahuan tentang kesehatan/perawatan
b. Sikap tentang kesehatan/perawatan
33

2.4.3 Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah suatu penyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan risiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan
mengubah (carpanito,2000 dalam Nursalam,2011)
Diagnosis keperawatan yang muncul pada Diabetes Militus
menurut Nurarif dan Kusuma 2015 adalah sebagai berikut :
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
b. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan
(nekrosis luka gangrene).
c. Risiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes
militus).
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penuruan sirkulasi
darah keperifer, proses penyakit (DM).
e. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d gejala poliuria dan
dehidrasi

2.4.4 Intervensi
Perencanaan meliputi pengembangan strategis desain untuk
mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang
telah di indentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan
menyimpulkan rencana dokumentasi (lyer,Taptich,dan Bernocchi-
Losey,1996 dalam nursalam 2011).
34

Tabel 2.4 Intervensi


(Nurarif dan Kusuma 2015)
No Diagnosa
. Tujuan dan Kriteria
Keperawat Intervensi Rasional
dx Hasil
an
1. Ketidaksei Tujuan : setelah 1.Kaji adanya nyeri 1.untuk mengetahui
mbangan dilakukan asuhan 2.Kolaborasi dengan ahli keadaan nyeri telan
nutrisi keperawatan ...x 24 gizi untuk menentukan makan.
kurang jam berat badan dalam jumlah kalori dan 2.pemberian gizi
dari batas normal nutrisi yang dibutuhkan makanan yang
kebutuhan Kriteria Hasil: pasien seimbang
tubuh. a. Adanya peningkatan 3.Anjurkan pasien untuk 3.untuk memenuhi
berat badan sesuai meningkatkan Intake Fe kebutuhan gizi tubuh
dengan tujuan 4.Anjurkan pasien untuk 4. untuk meningkatkan
b.Berat badan ideal meningkatkan protein sistem imun
sesuai dengan tinggi dan vitamin C 5.memonitor kadar
badan 5.Berikan substansi gula glukosa dalam darah
c.Mampu 6.Yakinkan diet yang 6.untuk memaksimalkan
mengidentifikasi dimakan mengandung kandungan serat
kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk 7.supaya mendapatan
d.Tidak ada tanda mencegah konstipasi asupan gizi yang tepat
tanda malnutrisi 7.Berikan makanan yang 8.Meningkatkan
e.Menunjukan terpilih pengetahuan pasien
peningkatan fungsi 8.Berikan informasi 9.Meningkatkan asupan
pengecapan dari tentang kebutuhan gizi yang tepat
menelan nutrisi
f.Tidak terjadi 9.Kaji kemampuan
penuruan berat pasien untuk
badan yang berarti mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Kerusakan Tujuan : setelah 1. Anjurkan pasien 1. Mengurangi
2. integritas dilakukan asuhan untuk menggunakan kekejangan otot
jaringan keperawatan ...x 24 pakaian yang longgar 2. Menghilangkan rasa
b.d jam Tercapainya 2. Hindari kerutan pada tidak nyaman
nekrosis proses penyembuhan tempat tidur 3. Menjaga
kerusakan luka 3. Jaga kebersihan kulit kenyamanan anggota
jaringan Kriteria hasil : agar tetap bersih dan tubuh
(nekrosis a. Integritas kulit kering 4. Supaya tidak terjadi
luka yang baik bisa 4. Mobilisasi pasien kemerahan pada kulit
gangrene). diperthankan setiap dua jam sekali 5. Menghilangkan
b. Tidak ada luka/lesi 5. Monitor kulit akan risiko infeksi
pada kulit adanya kemerahan 6. Meningkatkan
c. Perfusi jaringan 6. Monitor aktivitas dan kekuatan otot pasien
baik. mobilisasi pasien 7. Menciptakan rasa
aman dan nyaman
35

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawat Hasil
.
an
d. Menunjukkan 7. Memandikan pasien 8. Menghindari virus
pemahaman dalam dengan sabun dan air dan bakteri masuk
mencegah hangat kedalam luka
terjadinya cedera 8. Membersihkan, 9. Memantau
berulang memantau dan kesembuhan luka
e. Mampu meningkatkan proses pasien
melindungi kulit penyembuhan luka 10. Menjaga kebersihan
dan yang ditutup dengan luka
mempertahankan jahitan, klip atau 11. Menjaga luka agar
kelembapan kulit strapless tetap steril
dan perawatan 9. Monitor proses
alami kesembuhan area
insisi
10. Bersihkan area sekitar
jahitan atau straples
menggunakan lidi
kapas steril
11. Gunakan preparat
antiseptik sesuai
program
3. Risiko Tujuan : setelah 1. Bersihkan lingkungan 1. Menciptakan
infeksi b.d dilakukan asuhan setelah dipakai pasien keadaan aman dan
trauma keperawatan ...x 24 lain nyaman bagi pasien
jaringan, jam Tidak ada 2. Pertahan kan teknik 2. Mempertahankan
proses penyebaran infeksi isolasi kondisi yang
penyakit Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung kondusif
(diabetes a. Klien bebas dari bila perlu 3. Mengurangi resiko
melitus). tanda gejala infeksi 4. Instruksikan pada infeksi
b. Mendeskripsikan pengunjung untuk 4. Untuk mengurangi
proses penularan mencuci tangan saat risiko tertular
penyakit, factor sebelum dan setelah 5. Untuk
yang berkunjung membersihkan
mempengaruhi meninggalkan pasien tangan dari kuman
penularan serta 5. Gunakan sabun dan bakteri
penatalaksanaanya antimikrobia untuk 6. Mengurangi risiko
c. Menunjukan mencuci tangan infeksi
kemampuan untuk 6. Cuci tangan setiap 7. Untuk mencegah
mencegah sebelum dan sesudah kontraminasi cairan
timbulnya infeksi tindakan keperawatan pasien
36

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Intervensi
No. Keperawat Rasional
Hasil
an
4. Ketidakefe Tujuan : setelah 1. Monitor adanya 1. Mengkaji daerah yang
ktifan dilakukan asuhan daerah tertentu peka terhadap panas
perfusi keperawatan ...x 24 yang hanya peka atau dingin
jaringan jam mempertahankan terhadap panas 2. Memonitor keadaan
perifer b.d sirkulasi perifer tetap dingin tajam pasien
penuruan normal. tumpul 3. Untuk mengurangi
sirkulasi Kriteria hasil : 2. Gunakan sarung risiko infeksi
darah a. Tekanan sistole tangan untuk 4. Mengurangi risiko
keperifer, dan diastole dalam proteksi cedera
proses rentang yang 3. Batasan gerakan 5. Untuk melanjutkan
penyakit diharapkan pada kepala leher terapi pasien
(DM). b. Tidak ada dan punggung 6. Memantau kerusakan
ortostatik 4. Kolaborasi jaringan pasien
hipertensi pemberian 7. Memberikan wawasan
c. Tidak ada tanda- analgetik kepada pasien
tanda peningkatan 5. Monitor adanya
tekanan tromboplebitis
intrakranial (tidak 6. Diskusikan
lebih dari 15 mengenai penyebab
mmHg) perubahan sensasi

5. Risiko Tujuan : setelah 1. pertahankan catatan 1. untuk mengetahui


ketidaksei dilakukan asuhan intake dan output kebutuhan cairan pasien
mbangan keperawatan ...x 24 yang akurat 2. untuk mengetahui
cairan dan jam volume cairan 2. monitor status intake dan output
elektrolit pasien dapat kembali dehidrasi 3. mempertahankan angka
b.d gejala normal 3. monitor vital sign normal vital sign
poliuria Kriteria Hasil : 4. monitor masukan 4. memonitor pemberian
dan a. mempertahankan makanan caiaran makanan yang sesuai
dehidrasi urine output sesuai dan hitung intake 5. untuk mengetahui
dengan usia dan dan output status gizi pasien
BB,BJ urine 5. monitor status 6. untuk melanjutkan
normal, HT normal nutrisi terapi kepada pasien
b. TD, nadi, suhu 6. berikan cairan IV 7. untuk mengetahui
tubuh, dalam batas 7. monitor status status gizi pasien
normal nutrisi 8. untuk menyeimbangkan
c. tidak ada tanda 8. dorong masukan status gizi pasien
tanda dehidrasi, oral 9. untuk membatu pasien
elastisitas turgoe 9. dorong keluarga memperbaiki status gizi
kulit baik untuk membantu
pasien makan

Anda mungkin juga menyukai