Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP TEORI

1. Konsep Dasar Lansia

A. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah penyakit, tetapi merupakan Proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya
tahun tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh
(Kholifah, 2016). Menurut Nugroho (dalam Kholifah 2016) menua atau
menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan, yaitu anak,
dewasa, dan tua.
Menurut Word Health Organization (WHO), lansia adalah seseorang
yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
aging process atau proses penuaan.

B. Batasan Umur Lansia


a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (dalam Khushariyadi, 2012),
ada empat tahapan yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly): 60-75 tahun
3) Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old): >90 tahun
b. Menurut Alm. Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (dalam
Khushariyadi, 2012), guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas
Kedokteran, periodisasi biologis perkembangan manusia di bagi menjadi:
1) Masa bayi (0-1 tahun)
2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)
3) Masa sekolah (usia 6-10 tahun)
4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)
5) Masa setengah umur, presenium (usia 40-65 tahun)
6) Masa lanjut usia, senium (usia >65 tahun)
c. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (dalam khushariyadi, 2012), psikologi dari
Universitas Indonesia Kedewasaan
1) Fase iuventus (usia 25-40 tahun)
2) Fase vertalitas (usia 40-50 tahun)
3) Fase presenium (usia 55-65 tahun)
4) Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)

C. Teori Tentang Proses Menua


Menurut Depkes RI 2016 tentang proses menua yaitu :
1. Teori-teori biologi
a. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang deprogram oleh melekul- melekul/DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi sehingga terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel.
b. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
(rusak).
c. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolism tubuh, suatu saat diproduksi suatu
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori “Immunology slow virus” (Immonology slow virus theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
e. Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan
tubuh . regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan menyebabkan sel-sel tubuh
lelah terpakai
f. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan
ikatan yang kuat khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2. Teori kejiwaan sosial
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia sukses adalah lansia
yang aktif dalam mengikuti kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola
hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia berupa mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interkasi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga
sering terjadi kehilangan ganda (triple lost), yakni : 1) kehilangan
peran, 2) hambatan kontak sosial, 3) berkurangnya kontak komitmen.

D. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degenerative yang akan berdampak terhadap perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
seksual.
1. Fungsi penglihatan
Terjadi degenerasi pada structural membrane pada lensa mata, iris,
pupil serta retina dan menimbulkan kemampuan indra penglihatan yang
dimiliki oleh lansia sehingga menurun dan mengakibatkan bermacam
ketidak sehatan pada mata lansia seperti katarak dan glaucoma.
2. Fungsi pendengaran
Pendengaran tidak hanya menjadi masalah fisiologis akan tetapi ia
akan menimbulkan dampak kepada keseharian lansia.
3. Kulit
Membrane pada lemak, lapisan epitel, serta kolagen dan kelembapan
pada kulit yang mengurang, saat berproses mengakibatkan jaringan kulit
akan lebih kering dan tidak lembab.
4. Perubahan pada muskuloskeletal
Lansia yang menjalankan hidup sehat dengan berolahraga dengan rutin
akan mengalami sedikit kemungkinan mengalami hilangnya masa otot dan
tulangnya. Dengan bertambanya umur dapat menimbulkan proses
penurunan fungsi tulang sehingga menjadikan aktivitas fisik yang menurun
dan menurunnya pula hormone pada tubuh lansia.
5. Perubahan sistem kardiovaskuler
Proses menua mengakibatkan jantung lebih kecil, katup dari jantung
itu sendiri menjadi tidak lagi elastis dan menimbulkan penebalan, serta
kekuatan kontraksi dari otot jantung itu sendiri menjadi turun, serta dapat
berakibat pada kemampuan jantung untuk memompakan darah mengalami
pengurangan.
6. Perubahan proses pencernaan
Perubahan sistem pencernaan mulai menurunnya ketahanan pada otot
disekitar rahang, sehingga menimbulkan penurunan pada fungsi saraf
sehingga akan menjadi lebih sensitive.

2. Konsep Dasar Hipertensi

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah daalam pembuluh darah arteri secara terus
menerus lebih dari suatu periode. Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole
konstriksi. Kontriksi arteriole membuat darah sulit mengalir dan
meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah
beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat menimbulkan
kerusakan jantung dan pembuluh darah.
Hipertensi adalah terjadinya kenaikan tekanan darah sistolik (atas)
140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik (bawah) 90 mmHg atau
lebih.Disebut hipertensi apabila seseorang yang terkena :
a. Telah berumur 18 tahun atau lebih.
b. Bila 2x kunjungan berbeda tekanan diastolik 90 atau lebih
c. Beberapa kali pengukuran tekanan sistolik menetap 140 mmHg atau
lebih.
Kaplan memberikan batasan hipertensi dengan memperhatikan usia
dan jenis kelamin (Soeparman,1999;205)
a. Pria berusia < 45 tahun, dikatakan hiertensi bila tekanan darah pada
waktu berbaring ≥130/90 mmHg.
b. Pria berusia > 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekananan darahnya
> 145/95 mmHg.
c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.

B. Penyebab Hipertensi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
d. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

C. Patafisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi
oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 2010).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /katup,
penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama (takikardia,
berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena jugularis,
ekstermitas, perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi perifer), 
pengisian kapiler mungkin lambat.
c. Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi,  riwayat
penyakit ginjal).
e. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP,
glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan
pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia),
episode epistaksis.
Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman),
perubahan retinal optik.
g. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen.
h. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok.
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda : episode parestesia unilateral transien.
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor resiko etnik, penggunaan pil
KB atau hormon lain, penggunaan obat / alkohol.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinik mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik berlangsung aktul maupun potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. (PPNI SDKI,
2018).
Diagnosa yang mungkin muncul :
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload,
perubahan frekuensi jantung, perubahan irama jantung
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan peniliaian klinik
untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. (PPNI SIKI, 2018).
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Resiko penurunan curah Tujuan : setelah Perawatan jantung
jantung berhubungan dilakukan tindakan Observasi
dengan perubahan keperawatan 1. Identifikasi
afterload, perubahan diharapkan curah tanda/gejala primer
frekuensi jantung, jantung meningkat. penurunan curah
perubahan irama Kriteria hasil : jantung
jantung 1. Kekuatan nadi 2. Identifikasi
perifer meningkat tanda/gejala sekunder
2. Bradikardia penurunan curah
menurun jantung
3. Takikardia 3. Monitor intake dan
menurn output cairan
4. Lelah menurun 4. Monitor keluhan nyeri
5. Edema dada
menurun Terapeutik
6. anda vital 5. Berikan terapi terapi
dalam rentang relaksasi untuk
normal mengurangi strees, jika
perlu
Edukasi
6. Anjurkan beraktifitas
fisik sesuai toleransi
7. Anjurkan berakitifitas
fisik secara bertahap
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Intoleransi aktivitas Tujuan : setelah Manajemen energi
berhubungan dengan dilakukan tindakan Observasi
kelemahan, keperawatan, maka 1. Monitor kelelahan fisik
ketidakseimbangan toleransi aktifitas dan emosional
suplai oksigen meningkat. 2. Monitor pola dan jam
Kriteria hasil : tidur
1. Kemampuan Terapeutik
melakukan 3. Sediakan lingkungan
aktifitas sehari-hari yang nyaman dan
meningkat rendah stimulus (mis:
2. Mampu berpindah cahaya, suara,
kunjungan)
dengan atau tanpa
4. Berikan aktifitas
bantuan
distraksi yang
3. Dipsnea saat menenangkan
dan/atau setelah Edukasi
aktifitas menurun 5. Anjurkan tirah baring
6. Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Nyeri akut berhubungan Tujuan : setelah (Manajemen nyeri)
dengan agen pencedera dilakukan tindakan Observasi
fisiologis keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan tingkat karakteristik nyeri,
nyeri menurun. durasi, frekuensi,
Kriteria hasil : intensitas nyeri
1. Pasien mengatakan 2. Identifikasi skala nyeri
nyeri berkurang 3. Identifikasi faktor yang
dari skala 7 memperberat dan
menjadi 2 memperingan nyeri
2. Pasien Terapeutik
menunjukkan 4. Berikan terapi non
ekspresi wajah farmakologis untuk
tenang mengurangi rasa nyeri
3. Pasien dapat 5. Kontrol lingkungan
beristirahat dengan yang memperberat rasa
nyaman nyeri (mis: suhu
ruangan,
pencahayaan,kebisinga
n)
Edukasi
6. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
7. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Ansietas berhubungan Reduksi Ansietas
dengan kurang Observasi:
terpaparnya informasi 1. Identifikasi saat
tingkat ansietas
berubah
2. Identifikasi
kemampuan
mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda
ansietas
Terapeutk:
1. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
2. Pahami situasi yang
mengakibatkan
kecemasan\
3. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
menyakinkan
Edukasi:
1. Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
3. Latih teknik relaksasi
Defisit pengetahuan Tujuan : setelah Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan dilakukan tindakan Observasi
kurangnya informasi keperawatan, maka 1. Identifikasi kesiapan
tentang penyakit tingkat pengetahuan dan kemampuan
meningkat. menerima informasi
Kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yag
1. Kemampuan dapat meningkatkan
menjelaskan dan menurunkan
pengetahuan motivasi perilaku
tentang suatu topik
hidup bersih dan sehat
meningkat
2. Kemampuan Terapeutik
menggambarkan 3. Sediakan materi dan
pengetahuan media pendidikan
sebelumnya kesehatan
meningkat 4. Jadwalkan pendidikan
3. Perilaku sesuai kesehatan sesuai
dengan
kesepakatan
pengetahuan
meningkat 5. Berikan kesempatan
4. Pertanyaan tentang untuk bertanya
masalah yang Edukasi
dihadapi menurun 6. Jelaskan faktor risiko
yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
7. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
8. Ajarkan starategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses
keperawatan yaitu katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaiakan. Dalam teori, implementasi dari
rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses
keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan,
implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian (Potter &
Perry, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi pasien (Potter & Perry, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, R. Boedhi. (2010). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:

Departemen Kesehatan RI. 2012. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT


Gramedia, Jakarta.

Fauzi. I. 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes dan Hipertensi. Yogyakarta: Araska. FKUI.

Junaedi, E. 2013. Hipertensi Kandas Berkat Herbal. Jakarta Selatan

PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Diagnosa


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai