Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

“HIPERTENSI”
1. TINJAUAN TEORI
a. Konsep Dasar Lanjut Usia
1) Pengertian Lanjut Usia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia
65-75 tahun (Potter, 2015). Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan
tua (Nugroho, 2010). Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak
dapat dihindari, berjalan secara terus-manerus, dan berkesinambungan
(Depkes RI, 2011).
2) Batasan Usia Lanjut Usia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun.
c) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun.
d) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
3) Proses Menua
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa
dewasa dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik
maupun psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor,
rambut memutih, penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan
lambat, kelainan berbagai fungsi organ vital, sensitivitas emosional
meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ,
tetapi tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus
sehat. Sehat dalam hal ini diartikan:
a) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
b) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari –
hari,
c) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
(Rahardjo, 1996)
4) Teori Proses Menua
a) Teori-teori Biologi
1. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA
dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh
yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan
kemampuan fungsional sel).
2. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab kerusakan
organ tubuh.
5. Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
8. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
b) Teori Kejiwaan Sosial
1. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
2. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
3. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a. Kehilangan peran
b. Hambatan kontak social
c. Berkurangnya kontak komitmen
5) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua
a) Hereditas atau ketuaan genetic
b) Nutrisi atau makanan
c) Status kesehatan
d) Pengalaman hidup
e) Lingkungan
f) Stres
6) Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
a) Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistim organ tubuh,
diantaranya sistim pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro
intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
b) Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
1. Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan (hereditas)
5. Lingkungan
6. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8. Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.
c) Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,
2010).
7) Penyakit yang sering diderita Lansia
Menurut the National Old People’s Welfare Council , berikut merupakan
penyakit yang diderita lansia, yaitu :Depresi mental
a) Gangguan pendengaran
b) Bronkhitis kronis
c) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
d) Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
e) Demensia

b. Konsep Dasar Hipertensi


1) Pengertian
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal
yang ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka bawah
(diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur
tekanan darah baik berupa cuff air raksa (Spygmomanometer) ataupun alat
digital lainnya (Herlambang, 2013).
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan jantung
dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun hipertensi (tekanan
darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140
mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas dan angka kematian (mortalitas). Tekanan yang abnormal tinggi
pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke,
gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Rusdi, et al, 2009).
2) Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Ritu Jain, 2011) :
a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
3) Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Rahmawati, 2012). Pada usia lanjut perlu diperhatikan
kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri
brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
(Darmojo, 2010).
4) Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan
dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal
sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan
tidak diobati, bisa timbul gejala berikut (Kristanti, 2013):
a) Sakit kepala
b) Kelelahan
c) Mual
d) Muntah
e) Sesak nafas
f) Gelisah

Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami
penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.
Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan
penanganan segera. Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
(Edward K Chung, 2013).

a) Tidak Ada Gejala


Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b) Gejala Yang Lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
f) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
6) Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan (Ni Kadek, et al, 2014):
a) Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB
dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan
aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti
berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
b) Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulkan intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat -
obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin.
2. TINJAUAN ASKEP
a. Pengkajian
1) Aktivitas/ Istirahat.
a) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b) Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
2) Sirkulasi
a) Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
b) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
3) Integritas Ego
a) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
b) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
4) Eliminasi
a) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu).
5) Makanan/cairan
a) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun), riwayat penggunaan diuretik.
b) Tanda : Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
6) Neurosensori
a) Gejala : Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan
kabur, epistakis).
b) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
7) Nyeri/ ketidaknyaman
a) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
8) Pernafasan
a) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok.
b) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
9) Keamanan
a) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
10) Pembelajaran/Penyuluhan
a) Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM. Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia
Tenggara, penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan
alcohol/obat.
b) Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan
dalam terapi obat.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral dan
iskemia
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
4) Defisit pengetahuan berhubungnya dengan kurang terpapar informasi
5) Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sirkulasi
6) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
oksigen ke otak menurun.
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan

c. Intervensi Keperawatan
1) Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral dan iskemia
Tujuan : Setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan tekanan vasikuler klien tidak mengalami peningkatan dengan
Kriteria Hasil :
a) Grimace (-)
b) Skala nyeri < 3
c) TTV dalam batas normal: TD:110/70-140/90 MmHg, nadi: 60-100
X/menit, RR: 16-24 X/menit, suhu: 36,5-37,50C
d) Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol
e) Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi Keperawatan
a) Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
b) Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kmepala,
misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,
redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan
yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
c) Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk
panjang, membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan
sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral
d) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
Rasional : meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
Rasional : analgetik berfungsi menurunkan nyeri klien
2) Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan klien mampu melakukan aktivitas secara mandiri dengan
Kriteria Hasil :
a) TTV dalam batas normal: TD:110/70-140/90 MmHg, nadi: 60-100
X/menit, RR: 16-24 X/menit, suhu: 36,5-37,50C.
b) Mampu melakukan ADL secara mandiri
c) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
Intervensi Keperawatan
a) Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frequency nadi lebih
dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan
darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik
meningkat 40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg)
dispnea atau nyeri dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :
pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon
fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya
menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau
menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy,
juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
c) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individu.
3) Dx 3 : Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
Tujuan : setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x24 jam
diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung dengan Kriteria Hasil:
a) TTV dalam batas normal : TD:110/70-140/90 MmHg, nadi: 60-100
X/menit, RR: 16-24 X/menit, suhu: 36,5-37,50C.
b) Irama dan frekuensi jantung stabil
Intevensi Keperawatan
a) Observasi TTV
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular.
b) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional : denyut pada tungkai kemungkinan menurun, mencerminkan
efek dari vasokontriksi.
c) Catat adanya demam umum/ tertentu
Rasional : dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal dan
vaskuler
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi
Rasional : menurunkan tekanan darah
4) Dx 4 : Defisit pengetahuan berhubungnya dengan kurang terpapar
informasi.
Tujuan : setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x24 jam
diharapkan defisit pengetahuan klien teratasi dengan Kriteria Hasil :
a) Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila
pasien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan
kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
b) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi
dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan
TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.
Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk
memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika
merasa sehat
c) Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol
dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang
diinginkan.
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang
kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu
pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan
pengobatan/medikasi
d) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko
kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak
jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum
alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.
5) Dx 5 : Resiko cidera berhubungan dengan adanya spasme arteriola retina
Tujuan : setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x24 jam
diharapkan Resiko cidera pasien teratasi dengan Kriteria Hasil :
a) Klien mampu mengidentifikasi aktivitas yang berbahaya bagi dirinya
b) Klien mampu membatasi aktivitasnya
Intervensi Keperawatan
a) Pantau aktivitas sehari-hari klien
Rasional : mengurangi resiko cidera pada klien
b) Batasi aktivitas klien
Rasional : menurunkan stress pada klien
c) Beri bantuan klien dalam melakukan aktivitas
Rasional : mengurangi terjadinya resiko cidera pada klien
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : mempercepat proses penyembuhan jika pasien mengalami
cidera
6) Dx 6 : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
suplai oksigen ke otak menurun.
Tujuan : setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak klien teratasi
dengan Kriteria Hasil :
a) Kesadaran baik (Composmentis)
b) TTV dalam batas normal TD:110/70-140/90 MmHg, nadi: 60-100
X/menit, RR: 16-24 X/menit, suhu: 36,5-37,50C.
c) Nyeri kepala berkurang
d) Tidak ada peningkatan Tekanan Intra Kranial

Intervensi Keperawatan

a) Kaji kesadaran klien


Rasional : kesadaran klien harus dikaji karena merupakan keadaan
umum klien
b) Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui setiap perubahan tekanan darah klien
c) Beri posisi kepala terlentang atau elevasi 15-450 sesuai indikasi
Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
d) Monitor tekanan intra kranial
Rasional : untuk mengetahui perubahan nilai GCS, mengkaji adanya
kecenderungan dan potensial peningkatan TIK.
7) Dx 7 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidru tidak
menyehatkan
Tujuan : setelah diberikan Asuhan Keperawatan selama …x 24 jam
diharapkan gangguan pola tidur klien teratasi dengan Kriteria Hasil :
a) TTV dalam batas normal TD:110/70-140/90 mmHg, nadi: 60-100
X/menit, RR: 16-24 X/menit, suhu: 36,5-37,50C
b) Melaporkan istirahat tidur malam yang optimal (7-8 jam)
c) Pasien tidak lemas, pucat dan konjungtiva tidak anemis
d) Pasien tidak gelisah
Intervensi Keperawatan :
a) Observasi TTV dan keadaan umum klien
Rasional : Dapat mengetahui perkembangan pasien dan memberi dasar
untuk menentukan intervensi yang selanjutnya
b) Kaji pola tidur
Rasional : Untuk mengetahui kemudahan dalam tidur
c) Kaji faktor penyebab gangguan pola tidur (nyeri, takut, stress, ansietas,
imobilitas)
Rasional : Untuk mengidentifikasi penyebab actual dari gangguan tidur
d) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional: Untuk menenangkan pikiran dari kegelisahan dan
mengurangi ketegangan otot
e) Edukasi klien tentang pentingnya istirahat yang optimal
Rasional: Istirahat minimal 7-8 jam perhari
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat tidur jika perlu
Rasional : Dapat membantu untuk mempercepat tidur klien
WOC HIPERTENSI
Faktor predisposisi usia, jenis kelamin,
merokok, stress, kurang olahraga,
genetic, alcohol, konsentrasi garam,
obesitas

Kerusakan
Perubahan struktur HIPERTENSI
vaskuler pembuluh
darah

Penyumbatan Perubahan situasi Krisis situasional Metode koping


pembuluh darah tidak efektif

Informasi yang minim MK : Ketidakefektifan


Vasokontriksi
koping

Gangguan sirkulasi MK : Defisit Pengetahuan

Otak Pembuluh darah

Suplai O2 ke Resistensi Sistemik Koroner Iskemia miokard MK : Nyeri Akut


otak menurun pembuluh darah
otak meningkat
Vasokontriksi
MK : Resiko
ketidakefektifan MK ; Gangguan
perfusi jar. otak MK : Intoleransi aktivitas
Pola Tidur Afterload meningkat Fatique

MK : Penurunan curah jantung


d. Implementasi
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Implementasi
Keperawatan disesuaikan dengan Intervensi Keperawatan).
e. Evaluasi
Disesuaikan dengan permasalahan yang muncul
DAFTAR PUSTAKA
SDKI Edisi I. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Nanda. 2018-2020. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasofikasi Edisi 11. Jakarta
: EGC;2017

Elsevier. 2013. Nursing Outcomes Classification Edisi 6. Jakarta : Mocomedia.

Elsevier. 2013. Nursing Intervension Classification Edisi 7. Jakarta : Mocomedia.

Anda mungkin juga menyukai