Di Susun Oleh:
DIAN FEBRI SADEWA
(14901.06.19004)
A. KONSEP GERONTIK
1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008).
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
- Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
4.
4. Masalah Kesehatan Pada Lansia
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan
gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan
atau keluarganya, yaitu :
1. Immobility (kurang bergerak)
2. Instability (mudah jatuh)
3. Incontinence (beser BAB/BAK)
4. Intellectual impairment (gangguan intelektual/ demensia)
5. Infection (infeksi)
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
7. Isolation (Depression)8. Inanition (malnutrisi)
8. Impecunity (kemiskinan)
9. Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan)
10. Insomnia(sulit tidur)
11. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
12. Impotence(Gangguan seksual)
13. Impaction (sulit buang air besar)
3. Klasifikasi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan menurut kausanya, menurut
gangguan tekanan darah, dan menurut berat tingginya peningkatan tekanan darah.
1) Penyakit hipertensi menurut kausanya terbagi atas
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial/primer/idiopatik(penyebab yang tidak diketahui)
adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90%
kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik memengaruhi kepekaan terhadap
sodium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistansi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres, emosi, obesitas,
dan lain-lain.Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30-50 tahun.
(syamsudin,2011)
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder (penyebab diketahui) meliputi 5-10% kasus
hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit
ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelaianan saraf pusat, obat-obatan
dan lain-lain.
Hipertensi dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tekanan
darah yang dilakukan pada hari yang berbeda. WHO-ISH mengeluarkan suatu
petunjuk sebagai acuan untuk klasifikasi hipertensi seperti yang dlakukan oleh
JNC VI. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan hipertensi, JNC VI
membuat sistem faktor risiko hipetensi. (syamsudin,2011)
Hipetensi pada kehamilanHipertensi pada wanita hamil berisiko untuk
ibu dan janinnya. Empat kategori hipertensi pada kehamilan telah diidentifikasi
oleh National Institutes of Health Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy : hipertensi gestasional, hipertensi kronis, preeklams-eklamsi, dan
preeclampsia superimposed pada hipertensi kronis.
Hipertensi gestasional adalah jenis sekunder karena, berdasarkan definisi,
peningkatan tekanan darah (≥ 140 mmHg pada sistolik; ≥ 90 mmHg pada
diastolik) terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita nonhipertensi
sebelumnya, dan membaik dalam 12 minggu pascapartum. Hipertensi
gestasional tampaknya terjadi akibat kombinasi dari peningkatan curah jantung
dan peningkatan TPR. Jika hipertensi terjadi setelah 12 minggu pascapartum,
atau telah ada sebelum kehamilan 20 minggu, masuk ke dalam kategori
hipertensi kronis.
Pada preeklamsi, tekanan darah tinggi di sertai dengan proteinuria
(pengeluaran urine sedikitnya 0,3 protein dalam 24 jam). Preeklamsi biasanya
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan di hubungkan dengan penurunan
aliran darah plasenta dan pelepasan mediator kimiawi yang dapat
menyebabkan disfungsi sel endotel vaskular di seluruh tubuh. Kondisi ini
merupakan gangguan yang sangat serius, seperti halnya preeclampsia
superimposed pada hipertensi kronis.(Elizabeth J. Corwin,2009)
2. Hipertensi sedang
yaitu jika ada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada
diantara 160-179 mmHg dan tekanan darah diatolik berada diantara 100-
109 mmHg.
3. Hipertensi berat
yaitu pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah siastolik >180 mmHg dan
tekanan darah diastolik >110 mmHg (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati.
2015).
4. Etiologi
a. Faktor genetik
Di ketahui bahwa respon tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan
secara genetik. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai resiko dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Pada 70-80% kasus
hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarganya.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan
hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monogozit (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi.
Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya hipertensi.
b. Jenis kelamin
Pada dasarnya tidak ada perbedaan prevalensi antara wanita dan laki-laki,
akan tetapi wanita setelah menoupuse menjadi lebih berpotensi terserang
penyakit hipertensi. Karena wanita yang belum menopouse dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan aktif dalam peningkatan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). HDL merupakan faktor yang berperan penting dalam
melindungi terjadinya arterosklerosis. Pada wanita yang sudah mencapai
umur 45 tahun ke atas maka sedikit demi sedikit hormon estrogen akan
mengalami penyusutan baik kuantitas maupun kualitasnya sehingga
berdampak pada banyaknya kasus hipertensi pada wanita.
c. Umur
Kenaikan umur sesorang sebanding dengan kenaikan tekanan darah.
Penambahan usia menyebabkan semakin hilang daya elastisitas dari
pembuluh darah yang mengakibatkan arteri dan aorta kehilangan daya untuk
menyesuaikan diri dengan aliran darah. Oleh karena itu orang yang lebih tua
akan cenderung terkena penyakit hipertensi dari pada orang yang berumur
lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani lebih serius hal ini
karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi organ seperti ginjal yang
berperan aktif dalam proses rennin angiotensin aldosteron, karena itu dosis
obat harus diberikan secara tepat.
d. Perokok
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan
jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan
tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan
tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri
menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Nikotin, CO, dan bahan
lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel
(dinding dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah
sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer. Keadaan paru-paru dan
jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin menyebabkan iritabilitasi miokardial, peningkatan denyut
jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya
meningkatkan tekanan darah. (wajan juni udjianti,2010)
e. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu ciri khas penderita hipertensi. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hiperetnsi dan obesitas, namun
terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan
berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya
cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar, jantung pun bekerja ekstra
karena banyak timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga
tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi.
f. Alkoholisme
Alkohol yang dapat merusak hepar dan sifat alkohol mengikat air
memengaruhi viskositas darah memengaruhi tekanan darah. Alkohol juga
mempunyai efek yang buruk terhadap tubuh antara lain menyebabkan
kerusakan pada jantung dan organ tubuh, juga dapat mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah sehingga mengakibatkan hipertensi.
g. Stres
merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh
terhadap kerja jantung,sehingga akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung.Stres dapat memicu peningkatan aktifitas
pada syaraf simpatis, peningkatan ini yang kemudian dapat merangsang
peningkatan darah yang intermiten atau tidak tetap.
h. Konsumsi garam
Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal yang
mengeluarkan renin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium
didalam cairan ekstraseluler meningkat. Konsumsi natrium yang berlebihan
mengaibatkan retensi sehingga mengakibatkan tekanan darah naik, akibatnya
tekanan darah meningkat (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati,2015).
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
kemudian tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menskresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian di ubah menjadi angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer(brunner dan suddarth, 2008).
Pathway
obesitas merokok Gangguan ginjal
Penyumbatan
pembuluh darah Difisiensi Ansietas
pengetahuan
vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Pembuluh Jantung
Ginjal Otak Retina
darah
Vasokontriks Resistensi Spasme Tekanan
sistemik sistemik
i pembuluh pembuluh arteriole
darah ginjlal darah otak darah
meningkat Diplopia Vasokontriks meningkat
Respon RAA i Kerja
Peningkatan jantung
Resiko Afterload
Merangsang TIK meningkat
cidera meningkat
aldosteron
Retensi Na Nyeri Penurunan Resiko
kepala curah penurunan
jantung perfusi
odem
jaringan
Gangguan
jantung
Kelebihan pola tidur
volume
Suplai O2 koroner Intoleransi
cairan
ke otak aktivitas
menurun
Iskemia
GI tract miokard
meningka Resiko
t ketidakefektifan
Nyeri
perfusi
akut
Nause, jaringann otak
vomiting
Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dar kebutuhan
tubuh
6. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium .
a. Fungsi hati (LFT)
Albumin : Terjadi peningkatan, karena tingginyakadar protein darah
maupun urin. Jika albumin meningkat bisa menghambat dan menyumbat
aliran darah sehingga menyababkan terjadinya tekanan darah tinggi.Nilai
normalnya 3,4-5,4 g/dl. Jika urin mengandung albumin yang berukuran
besar maka tidak akan bisa melewati filter ginjal sehingga akan kembali
dalam aliran darah. Nilai normalnya 0-8 mg/dl.
b. Fungsi ginjal
Kreatinin: Terjadi peningkatan, Karena menunjukkan penurunan fungsi
ginjal. Ketika kreatinin meningkatkan hal ini menunjukkan berkurangnya
aliran darah ke ginjal dengan penurunan mengakibatkan filtrasi
(penyaringan) dan pembersihan kreatinin dan zat lain terganggu.
Sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah ginja dan mengakibatkan
terjadinya hipertensi. Nilai normalnya 0,5-1,5 mg/dl
BUN : Terjadi peningkatan, karena tingginya BUN berkaitan dengan
ketidakmampuan ginjal untuk menyaring urea. Nilai normalnya W : 6-21
mg/dl, L :8-24 mg/dl.
c. Lain lain
Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah pencetus
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin. Nilai normalnya
70-100 mg/dL. Hasil pemeriksaan 110 mg/dL
Asam urat: tingkat asam urat tinggi (hiperruricemia) merupakan
implikasi faktor resiko hipertensi. Kadar asam urat yang tinggi
berhubungan dengan resistensi insulin dan sindrom metabolik yang
secara signifikan meningkatkan risiko terkena tekanan darah tinggi.
Hyperuricemia juga terkait dengan risiko terkena gagal jantung
kongestif (juga merupakan konsekuensi tekanan darah tinggi yang tidak
diobati lama). Nilai normalnya (p) 2,4-5,7 mg/dL, (w)3,4-7,0 mg/dL,
jika meningkat maka risiko terkena hipertensi. Hasil pemeriksaan 8,0
mg/dL.
2. Radiologi
a. Intra venous pyelografi (IVP): mengindentifikasikan penyebab hipertensi
seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia
(BHP).
b. Rontgen thoraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung,
deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
3. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard bisa juga menyebabkan gelombang komplek
QRS meninggi di karenakan terjadi hipertrofi di ventrikel kiri, pola strain,
gangguan konduksi atau distritmia. Dapat pula menunjukan pola regangan,
dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi. EKG dapat menunjukkan pengaruh tekanan darah tinggi
terhadap ketebalan otot jantung. Tekanan yang tinggi menyebabkan penebalan
otot jantung sebagai reaksi terhadap tugas memompa lebih berat. (Wajan
J,2013)
7. Komplikasi
a. Stroke/ cva
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinngi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak mengalami
aterosklerosis dpat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi
kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardummungkin
tidak dapat di penuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infrak. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
risiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema, yang sering di jumpai pada
hipertensi kronis.
d. Gagal jantung
Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembali ke
jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan
jaringan lain yang sering disebut edem. Cairan didalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau disering disebut edem.
e. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
di sekitarnya kolapsdan terjadi koma serta kematian.
f. Kejang
Dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki
berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak
adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan(Elizabeth J.
Corwin,2009)
8. Penatalaksanaan
Untuk mengobati hipertensi, dapat di lakukan dengan menurunkan kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup, atau TPR. Intervensi farmakologis dan
nonfarmakologis dapat membantu individu mengurangi tekanan darahnya.
Hipertensi masuk dalam kategori penyakit seumur hidup. Hipertensi tidak dapat
disembuhkan secara total dan hanya bisa dikontrol saja. Yang terpenting adalah
merubah pola hidup sehat. Berikut adalah beberapa modifikasi gaya hidup untuk
membantu pengobatan hipertensi.
1. Non farmakologi
Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan
darah, kemungkinan dengan beban kerja jantung sehingga kecepatan
denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
Olahraga, terutama bila di sertai penurunan berat, menurunkan tekanan
darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin
TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi
terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.
Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respons stres saraf simpatis
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet
ppembatasan-natrium.
2. Farmakologi
Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah
jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan
airnya. Sebagian diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau
arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk
kontraksi. Sebagai penyekat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk
saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang lain lebih spesifik
untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan demikian, bebagai
penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR (total
peripheral resistance).
Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibator ACE berfungsi
menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang di perlukan
untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensi II. Kondisi ini
menurunkan tekanan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan
secara tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosteron, yang
akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urine kemudian
menurunkan volume plasma dan curah jantung. Inhibator ACE juga
menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yag memanjang, yang
normalnya memecah enzim. Inhibator ACE dikontraindikasikan untuk
kehamilan.
Antagonis (penyekat) reseptor beta (ᵝ-blocker), terutama penyekat selektif,
bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut
dan curah jantung.
Antagonis reseptor alfa (ἀ-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos
vaskular yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis
dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.
Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi
lahir(Elizabeth J. Corwin,2009).
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1. PENGKAJIAN
Perawat mengkaji perubahan pada perkembanga fisiologis, kognitif dan
perilaku sosial pada lansia
a. Perubahan fisiologis
Perubahan fisik penuaan normal yang perlu dikaji :
Sistem Temuan Normal
Integumen Warna kulit Pigmentasi berbintik/bernoda
diarea yang terpajan sinar
matahari, pucat meskipun tidak
anemia
Kelembaban Kering, kondisi bersisik
Suhu Ekstremitas lebih dingin,
penurunan perspirasi
Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan,
kondisi berlipat, kendur
Distribusi lemak Penurunan jumlah lemak pada
ekstremitas, peningkatan jumlah
diabdomen
Rambut Penipisan rambut
Kuku Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan leher Kepala Tulang nasal, wajah menajam, &
angular
Mata Penurunan ketajaman penglihatan,
akomodasi, adaptasi dalam gelap,
sensivitas terhadpa cahaya
telinga Penurunan menbedakan nada,
berkurangnya reflek ringan,
pendengaran kurang
Mulut, faring Penurunan pengecapan, aropi
papilla ujung lateral lidah
leher Kelenjar tiroid nodular
Thoraxs & paru- Peningkatan diameter antero-
paru posterior, peningkatan rigitas dada,
peningkatan RR dengan penurunan
ekspansi paru, peningkatan
resistensi jalan nafas
Sist jantung & Peningkatan sistolik, perubahan
vascular DJJ saat istirahat, nadi perifer
mudah dipalpasi, ekstremitas
bawah dingin
Payudara Berkurangnnya jaringan payudara,
kondisi menggantung dan
mengendur
Sist pencernaan Penurunan sekresi keljar saliva,
peristatik, enzim digestif,
konstppasi
Sist reproduksi wanita Penurunan estrogen, ukuran uterus,
atropi vagina
pria Penurunan testosteron, jumlah
sperma, testis
Sist perkemihan Penurunan filtrasi renal, nokturia,
penurunan kapasitas kandung
kemih, inkontenensia
wanita Inkontenensia urgensi & stress,
penurunan tonus otot perineal
pria Sering berkemih & retensi urine.
Sist Penurunan masa & kekuatan otot,
muskoloskeletal demineralisasi tulang, pemendekan
fosa karena penyempitan rongga
intravertebral, penurunan mobilitas
sendi, rentang gerak
Sist neorologi Penurunan laju reflek, penurunan
kemampuan berespon terhadap
stimulus ganda, insomia, periode
tidur singkat
b. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi
perubahan struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak
mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (ebersole &hess, 1994)
Pengkajian status kognitif
SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari
10 hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan kemam[uan matematis.
MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian dank
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paliong tinggi
adalaha 30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan leboh lanjut.
Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang behubungan
dengan depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan skala 4 poin untuk
menandakan intensitas gejala
c. Perubahan psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi
pada mayoritas lansia.
Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan
untuk mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument
disesuaikan untuk digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih
intim dengan teman-temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan
disfungsi keluarga sangat tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak
adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada resiko cidera. Faktor
lingkungan yang harus diperhatikan :
- Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & pada malam hari
- Jalan bersih
- Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
- Alas kaki stabil dan anti slip
- Kain anti licin atau keset
- Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi