Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA NY. S DENGAN KASUS HIPERTENSI


DI DESA SUMBER KOLAK SITUBONDO

disusun guna memenuhi tugas pada praktik profesi (Ners)

Di Susun Oleh:
DIAN FEBRI SADEWA
(14901.06.19004)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HASHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP GERONTIK
1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008).
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

2. Batasan Lanjut Usia


Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1.   Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
a.       Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b.      Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c.       Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d.      Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.

2.      Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:


a.       Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b.      Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c.       Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d.      Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e.       Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

3. Teori Proses Menua


1) Teori – teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
– spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel –
sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)

b) Pemakaian dan rusak


Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)

c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)


Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidaktahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.

d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)


Sistem imune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya
virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.

f) Teori radikal bebas


Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan
organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

g) Teori rantai silang


Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.

h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.

2) Teori kejiwaan sosial


a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
- Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

- Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.

- Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap


stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia

b) Kepribadian berlanjut (continuity theory)


Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori
ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat
dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

c) Teori pembebasan (disengagement theory)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan
ganda (triple loss), yakni :

1. kehilangan peran
2. hambatan kontak sosial
3. berkurangnya kontak komitmen
4.
4. Masalah Kesehatan Pada Lansia
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan
gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan
atau keluarganya, yaitu :
1. Immobility (kurang bergerak)
2. Instability (mudah jatuh)
3. Incontinence (beser BAB/BAK)
4. Intellectual impairment (gangguan intelektual/ demensia)
5. Infection (infeksi)
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
7. Isolation (Depression)8. Inanition (malnutrisi)
8. Impecunity (kemiskinan)
9. Iatrogenic (menderita penyakit pengaruh obat-obatan)
10. Insomnia(sulit tidur)
11. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
12. Impotence(Gangguan seksual)
13. Impaction (sulit buang air besar)

5. Masalah Psikologik Pada Lansia


Secara umum, gangguan psikologis atau jiwa yang sering dialami lansia
dibagi menjadi enam. Masing-masing memiliki gejala dan penanganan yang
berbeda pula. Kelainan tersebut sering menyerang lansia yang kondisi imunnya
lemah serta hidup sendiri dan jarang mendapatkan perhatian dari keluarga.
a. Skizofrenia
Tanda-tanda awal gangguan ini sudah dialami sejak masih muda dan terus
berlanjut menjadi kronis saat menginjak usia senja. Gejala yang dialami berupa
perubahan perilaku yang mudah marah, kondisi emosi yang tidak stabil, merasa
cemas, serta halusinasi. Penderita Skizofrenia tidak bisa membedakan antara
realita dan halusinasi. Lansia yang mengalami gangguan ini harus mendapatkan
perhatian penuh karena kemampuan mengenal kondisi sekitar sudah sangat
berkurang. Penderita biasanya tidak bisa mengenali orang, lokasi suatu tempat,
dan juga waktu. Skizofrenia termasuk gangguan psikologis skala berat dan harus
diwaspadai oleh lansia dan keluarganya.
b. Depresif
Gangguan ini gampang menyerang penderita yang sudah berusia lanjut.
Tanda-tandanya bisa dikenali langsung pada perubahan fisik dimana berat
badannya menurun drastis. Kondisi tersebut terjadi karena nafsu makan yang
berkurang. Selain itu lansia juga tidak mendapatkan tidur yang berkualitas dengan
sering terbangun di tengah malam dan bangun lebih cepat dari biasanya.
Depresif bisa membuat kondisi fisik menjadi semakin lemah dan harus
mendapatkan penanganan secepatnya. Dokter biasanya akan menganjurkan
mengkonsumsi makanan yang sehat serta menghindari minuman berkafein agar
lansia bisa beristirahat dengan tenang.
c. Demensia
Demensia biasanya dialami oleh lansia dan sebagian besar berjenis
kelamin perempuan. Gangguan psikologis ini membuat penderitanya mengalami
penurunan daya ingat sehingga sering lupa dan tidak bisa berkomunikasi dengan
lancar. Kemampuan kognisinya juga menurun yang membuat lansia sulit
berkonsentrasi. Beberapa kasus Demensia juga menyebabkan lansia menjadi
susah tidur, sering berhalusinasi, tidak bisa beristirahat, dan juga mudah
melakukan kekerasan baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain disekitar.
d. Kecemasan
Kecemasan memang sering dikaitkan pada kelainan psikologis yang
dialami remaja. Namun untuk beberapa kasus, kecemasan juga dapat menyerang
lansia yang sudah berusia diatas 60 tahun. Gangguan ini terjadi karena rasa takut,
fobia, dan stress pasca trauma. Lansia yang mengalami kecemasan, tanda-
tandanya memang tidak begitu parah.
e. Neurosis
Lansia yang menderita gangguan Neurosis cenderung lebih apatis terhadap
lingkungan dan tidak mau bersosialisasi. Masalah ini muncul bisa disebabkan
karena stres atau memiliki masalah yang tidak kunjung selesai. Selain itu gejala
yang sering muncul adalah rasa takut yang berlebihan, sering menyendiri, nafsu
makan yang menurun, dan gampang marah. Beberapa penderita juga merasakan
tangannya bergetar dengan sendirinya karena syaraf pusatnya sudah tidak
terkontrol.
f. Bipolar
Sangat jarang menemukan kasus bipolar pada lansia yang berusia diatas 60
tahun. Kalaupun ada, penyebabnya bisa karena efek Demensia dan konsumsi obat
yang salah. Sebab itulah bagi lansia yang mengalami gangguan jiwa, pengobatan
lebih difokuskan dengan penanganan aspek psikologis dan juga terapi tanpa obat-
obatan. Bipolar bukanlah penyakit yang harus diobati, melainkan harus dipulihkan
agar kondisi mental lansia tidak terganggu..

6. Fungsi Perawat Gerontik


a. Perawat sebagai Direct Care Giver
Peran perawat dalam hal ini memberikan perawatan langsung kepada
lansia diberbagai situasi kondisi. Umumnya, lansia sering menunjukkan gejala
khas namun terasa sulit dimengerti ucapannya yang menjadi tantangan bagi
perawat dalam menentukan diagnosis dan penangan yang tepat. Oleh karenanya,
perawat sebagai penyedia perawatan harus mengatahui segala proses penyakit dan
gejala yang biasa terlihat pada lansia mencakup pengetahuan tentang faktor risiko,
tanda dan gejala, penangan medis yang biasa dilakukan, rehabilitasi, serta
perawatan yang dibutuhkan pada akhir usia (Hindle & Coates, 2011).
b. Perawat sebagai Advokator
Perawat dalam hal ini bertindak memihak atau memastikan lansia untuk
mendapatkan haknya, pelayanan yang layak, memperkuat otonomi klien dalam
pengambilan keputusan, dan mendidik orang lain mengenai stereotip negative dari
penuaan (Miller, 2012). Contoh kecilnya seperti menjelaskan prosedur medis atau
perawatan kepada anggota keluarga pada tingkat unit. Selain itu, perawat juga
dapat membantu anggota keluarga untuk memilih panti werdha terbaik bagi
anggota keluarga yang dicintainya atau mendukung anggota keluarga yang berada
dalam peran pengasuhan. Hal yang perlu diingat, apapun situasinya peran
advokator tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi memberdayakan
mereka untuk tetap independen dan bermartabat bahkan dalam situasi sulit
sekalipun (Stanley & Beare, 2006).
c. Perawat sebagai Edukator
Perawat yang berperan sebagai edukator memiliki kewajiban untuk
memberi informasi mengenai status kesehatan klien kepada klien serta keluarga
klien dan membantu klien mencapai perawatan diri sesuai kemampuannya (Potter,
Perry, Stockert & Hall, 2013).
Memberikan edukasi kepada lansia menjadi tantangan tersendiri bagi
perawat. Hal ini dikarenakan lansia mengalami cognitive aging yang
mempengaruhi proses belajar (Miller, 2012). Sehingga, perawat perlu
menyesuaikan metode dan bahan edukasi agar edukasi yang diberikan dapat
dimengerti dengan baik oleh lansia. Apabila lansia tidak dapat di berikan edukasi,
maka edukasi diberikan kepada keluarganya. Namun, jika lansia masih memiliki
kognitif yang baik, terdapat lima hal yang perlu dilakukan agar edukasi yang
diberikan dapat dipahami dengan baik menurut Miller (2012), antara lain:
(1) Memberikan waktu yang cukup untuk lansia menyerap informasi, artinya
pemberian informasi dilakukan dengan tidak terburu-buru
(2) Memberikan sejumlah kecil informasi dalam beberapa sesi, artinya tidak
diberikan banyak informasi pada satu pertemuan
(3) Membuat rujukan kepada perawat untuk melakukan perawatan di rumah
dengan salah satunya follow up pengajaran yang diberikan
(4) Membuat lingkungan pembelajaran nyaman dengan menghilangkan berbagai
hal yang dapat menjadi distraksi.
(5) Mengaitkan informasi yang diberikan dengan pengalaman masa lalu klien agar
mudah diserap klien.
d. Perawat sebagai Manajer
Perawat sebagai manajer bertanggung jawab dalam memberikan
lingkungan yang positif serta profesional di rumah sakit atau komunitas agar
terwujudnya pelayanan yang berkualitas. Selain itu, perawat sebagai manajer juga
harus mampu memimpin dan mengelola tim klinis yang dibentuk. Mauk (2014),
mengemukakan bahwa perawat manajer dalam keperawatan gerontik perlu
memiliki kemampuan dalam beberapa hal antara lain:
(1) Membangun dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan anggota tim
keperawatan gerontik. Dalam hal ini, seorang perawat gerontik harus memiliki
standar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada lansia. Standar tersebut
antara lain, pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga kesehatan lansia,
mencegah penyakit, mengelola penyakit kronis yang kompleks, penurunan fungsi
fisik dan mental, hingga perawatan paliatif (ANA, 2010 dalam Touhy & Jett,
2014). Sehingga, manajer perlu memfasilitasi pelatihan atau workshop agar
kemamuan anggota tim dapat meningkat
(2) Menentukan prioritas dan tujuan yang realistis, dapat terukur serta memiliki
batasan waktu.
(3) Membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah baik masalah internal antar
anggota tim dan masalah klien.
(4) Mendelegasikan tugas kepada seseorang yang dianggap dapat menjalankan
tugas dengan baik.
(5) Mampu memberikan dorongan, arahan yang jelas, dan harapan terhadap
stafnya.
e. Perawat sebagai Praktisi Independen
Praktisi independen artinya perawat melakukan praktik keperawatan secara
mandiri. Menurut Tabloski (2014), parameter praktik keperawatan dapat berbeda
di setiap negara namun perawat harus memiliki kode etik profesi dan standar
praktik keperawatan yang berlaku untuk menunjukkan kompetensi perawat.
Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 2014, untuk membuka praktik
keperawatan mandiri, perawat harus memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP)
yang berlaku selama STR masih berlaku. Contoh praktik mandiri dalam
keperawatan gerontik ialah membuka praktik perawatan luka, menerima kontrol
perawatan untuk lansia, dan lain-lain.
f. Perawat sebagai Konselor
Perawat gerontik sebagai konselor bertugas membantu pasien mengidentifikasi
dan mengklarifikasi masalah kesehatan dan memilik tindakan-tindakan yang tepat
untuk menyelesaikan masalah tersebut [ CITATION Pot13 \l 1033 ]. Contoh peran ini,
yaitu perawat membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan
lansia melalui konsultasi kesehatan berkelanjutan, membantu keluarga pasien
memutuskan apakah perlu lansia dimasukkan ke panti, memberikan arahan terkait
biaya perawatan lansia yang sesuai dengan kebutuhan dan lain-lain. Seperti halnya
pada peran sebagai advokator, seorang perawat konselor tidak membuat
keputusan untuk klien namun membiarkan klien memilih keputusan terbaiknya.
g. Perawat sebagai Kolabolator
Kolaborasi atau bekerja dalam upaya gabungan dengan semua pihak yang terlibat
dalam perawatan perlu mengembangkan rencana yang dapat diterima bersama
demi tercapainya tujuan bersama [ CITATION Pot13 \l 1033 ] . Contoh peran ini,
seperti praktisi perawat berada pada tim perawatan berbasis rumah yang
berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan layanan perawatan primer kepada
pasien lansia yang berisiko tinggi [ CITATION Tou14 \l 1033 ].

7. Lingkup Keperawatan Gerontik


Fenomena bidang keperawatan gerontik tidakan terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan dengan lingkup
kep, meliputi; a. Pencegahan terhadap ketidak mampuan akibat proses penuaan b.
Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan c.
Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan

B. KONSEP PENYAKIT (MASALAH) PADA LANSIA


1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistole di atas 140 mmHg
dan tekanan darah diastole di atas 90 mmHg (Brunner and suddarh, 2004).
Menurut WHO (1978), hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan darah tinggi
di atas 160 sistole dan diastole 95 mmHg.
Pengertian lain, hipertensi merupakan suatu keadaan yang mana terjadi
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih (Barbara hearrison,1997).
Menurut The sixth Report of the joint National Committe on Prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure berpendapat seseorang
terkena hipertensi jika tekanan darah sistole lebih dari 140 mmHg atau tekanan
darah diatole lebih dari 90 mmHg.
Kaplan (1985) membedakan hipertensi berdasarkan usia dan jenis kelamin,
sebagai berikut :
a. Pria usia <45 tahun : hipertensi jika tekanan darah lebih dari 130/90 mmHg
b. Pria usia >45 tahun : hipertensi jika tekanan darah lebih dari 145/95 mmHg
c. Wanita : hipertensi jika tekanan darah >160/90 mmHg
Pengertian krisis hiprtensi adalah peningkatan tekanan darah berat secara
tiba-tiba dengan tekanan darah sistole lebih dari 200 mmHg dan tekanan darah
diastole lebih dari 140 mmHg (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati,2015).
Sementara pengertian menurut kami hipertensi adalah peningkatan tekanan
darah sistole 140 mmHg dan tekanan darah diastole 90 mmHg, bisa di sertai
gejala sakit kepala(pusing atau migrain) dan mual muntah.
2. Manifestasi klinis
Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami hipertensi bertahun-
tahun, dan berupa:
a. Sakit kepala (pusing,migrain) saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan
muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur
pada orang yang terus – menerus mengalami tekanan darah tinggi, terjadi
penebalan dinding pembuluh darah tersebut. Pada kasus hipertensi yang berat
pembuluh ini dapat pecah dan mengakibatkan pendarahan keci yang disebut
hemoragi. Dan juga dapat di akibatkan kerusakan hipertensif(tekanan
pembuluh darah) pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang di sebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler(Elizabeth J. Corwin,2009).

3. Klasifikasi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan menurut kausanya, menurut
gangguan tekanan darah, dan menurut berat tingginya peningkatan tekanan darah.
1) Penyakit hipertensi menurut kausanya terbagi atas
1. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial/primer/idiopatik(penyebab yang tidak diketahui)
adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90%
kasus merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi
faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik memengaruhi kepekaan terhadap
sodium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resistansi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres, emosi, obesitas,
dan lain-lain.Hipertensi primer biasanya timbul pada usia 30-50 tahun.
(syamsudin,2011)
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder (penyebab diketahui) meliputi 5-10% kasus
hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat penyakit
ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelaianan saraf pusat, obat-obatan
dan lain-lain.
Hipertensi dapat diketahui dengan melakukan pengukuran tekanan
darah yang dilakukan pada hari yang berbeda. WHO-ISH mengeluarkan suatu
petunjuk sebagai acuan untuk klasifikasi hipertensi seperti yang dlakukan oleh
JNC VI. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan hipertensi, JNC VI
membuat sistem faktor risiko hipetensi. (syamsudin,2011)
Hipetensi pada kehamilanHipertensi pada wanita hamil berisiko untuk
ibu dan janinnya. Empat kategori hipertensi pada kehamilan telah diidentifikasi
oleh National Institutes of Health Working Group on High Blood Pressure in
Pregnancy : hipertensi gestasional, hipertensi kronis, preeklams-eklamsi, dan
preeclampsia superimposed pada hipertensi kronis.
Hipertensi gestasional adalah jenis sekunder karena, berdasarkan definisi,
peningkatan tekanan darah (≥ 140 mmHg pada sistolik; ≥ 90 mmHg pada
diastolik) terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita nonhipertensi
sebelumnya, dan membaik dalam 12 minggu pascapartum. Hipertensi
gestasional tampaknya terjadi akibat kombinasi dari peningkatan curah jantung
dan peningkatan TPR. Jika hipertensi terjadi setelah 12 minggu pascapartum,
atau telah ada sebelum kehamilan 20 minggu, masuk ke dalam kategori
hipertensi kronis.
Pada preeklamsi, tekanan darah tinggi di sertai dengan proteinuria
(pengeluaran urine sedikitnya 0,3 protein dalam 24 jam). Preeklamsi biasanya
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu dan di hubungkan dengan penurunan
aliran darah plasenta dan pelepasan mediator kimiawi yang dapat
menyebabkan disfungsi sel endotel vaskular di seluruh tubuh. Kondisi ini
merupakan gangguan yang sangat serius, seperti halnya preeclampsia
superimposed pada hipertensi kronis.(Elizabeth J. Corwin,2009)

a. Hipertensi pada penyakit ginjal


Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya
hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal.
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit akut maupun
penyakit ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada
kelainan vaskular. Hipertensi pada penyakit ginjal dapat dikelompokkan
dalam :
1. Penyakit glumerolus akut
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan
hipervolemik. Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan
reabsorbsi natrium di duktus koligentes. Peningkatan ini dimungkinkan
akibat adannya retensi relatif terhadap hormon Natriuretik Peptida dan
peningkatan aktivitas pompa Na-K-ATPase di duktus koligentes.
2. Penyakit vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemik yang kemudian merangsang sistem
renin angiotensin aldosteron.
3. Gagal ginjal kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium, peningkatan
sistem Renin Angiotensinogen Aldosteron akibat iskemi relatif karena
kerusakan regional, aktifitas saraf simpatik yang meningkat akibat
kerusakan ginjal, hiperparatiroidis sekunder, dan pemberian
eritropoetin.
4. Penyakit glumerolus kronik
Sistem Renin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu
sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan
dalam naiknya tekanan darah, pengaturan keseimbangan cairan tubuh
dan elektrolit.
b. Hipertensi pada kelainan endokrin
Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan endokrin adalah
aldosteronisme primer (sindrom conn). Hiperaldosteronisme primer adalah
sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldosteron yang tidak
terkendali yang umumnya berasal dari kelenjar korteks adrenal.
Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan triad terdiri dari
hipertensi, hipokalemi, dan alkalosis metabolik. Sindrom ini disebabkan
oleh hiperplasi kelenjar korteks adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal.
c. Sindrom cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang
disebabkan oleh adenoma hipofisis yang menghasilkan
Adenocorticotropin Hormone (ACTH).
d. Hipertensi adrenal kongenital
Hipertensi adrenal kongenital merupakan penyebab terjadinya hipertensi
pada anak (jarang terjadi).
e. Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicuragi
apabila terdapat riwayat dalam keluarga. Tanda-tanda yang mencurigai
adanya Feokromositoma yaitu hipertensi, sakit kepala, hipermetabolisme,
hiperhidrosis, dan hiperglikemia.
Feokromositoma disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang
mensekresikan katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal,
dan hanya 10% terjadi ditempat lain dalam rantai simpatis. 10% dari tumor
itu ganas dan 10% adenoma adrenal adalah bilateral. Feokromositoma
dicurigai jika tekanan darah berfluktasi tinggi, disetai takikardi,
berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
f. Koarktasi aorta
Koarktasi aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri
subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan
tekanan pada kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak
ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah reseksi bedah yang
berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama sebelum operasi.
g. Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan
morbiditas dan mortalitas materal, janin dan neonatus. Kedaruratan
hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang
terjadi pada hipertensi kronik. Perempuan hamil dengan hipertensi
mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang berat
seperti abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, kogulasi
intravaskular.
h. Hipertensi akibat dan penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah
pil kontrasepsi oral (OCP) dimana 5% perempuan mengalami hipertensi
sejak mulai penggunaan. Perempuan usia lebih tua (> 35 tahun) lebih
mudah terkena, begitu pula dengan perempuan yang pernah mengalami
hipertensi selama kehamilan. Pada 50% tekanan darah akan kembali
normal dalam 3-6 sesudah penghentian pil. Penggunaan estrogen
pascamenopause bersifat kardioproteksi dan tidak meningkatkan tekanan
darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi termasuk siklosporin,
eritopoietin, dan kokain.
2) Menurut gangguan tekanan darah
1. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
Yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
sistolik. Biasanya bentuk hipertensi ini ditemukan pada anak-anak dan
dewasa muda.
2. Hipertensi sistolik (isolated sytolic hypertension)
Yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diatolik. Umumnya bentuk hipertensi ini ditemukan pada usia lanjut.
3. Hipertensi campuran (sistol dan diatol yang meninggi)
Yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dandiatol
3) Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah
1. Hipertensi ringan
yaitu jika pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada
diantara 140-159 mmHg dan tekanan darah diatolik berada diantara 90-99
mmHg.

2. Hipertensi sedang
yaitu jika ada pengukuran tekanan darah, tekanan darah sistolik berada
diantara 160-179 mmHg dan tekanan darah diatolik berada diantara 100-
109 mmHg.
3. Hipertensi berat
yaitu pada pengukuran tekanan darah, tekanan darah siastolik >180 mmHg dan
tekanan darah diastolik >110 mmHg (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati.
2015).

4. Etiologi
a. Faktor genetik
Di ketahui bahwa respon tekanan darah manusia terhadap garam diturunkan
secara genetik. Individu dengan orang tua hipertensi mempunyai resiko dua
kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak
mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Pada 70-80% kasus
hipertensi primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarganya.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan
hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monogozit (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi.
Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya hipertensi.
b. Jenis kelamin
Pada dasarnya tidak ada perbedaan prevalensi antara wanita dan laki-laki,
akan tetapi wanita setelah menoupuse menjadi lebih berpotensi terserang
penyakit hipertensi. Karena wanita yang belum menopouse dilindungi oleh
hormon estrogen yang berperan aktif dalam peningkatan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). HDL merupakan faktor yang berperan penting dalam
melindungi terjadinya arterosklerosis. Pada wanita yang sudah mencapai
umur 45 tahun ke atas maka sedikit demi sedikit hormon estrogen akan
mengalami penyusutan baik kuantitas maupun kualitasnya sehingga
berdampak pada banyaknya kasus hipertensi pada wanita.
c. Umur
Kenaikan umur sesorang sebanding dengan kenaikan tekanan darah.
Penambahan usia menyebabkan semakin hilang daya elastisitas dari
pembuluh darah yang mengakibatkan arteri dan aorta kehilangan daya untuk
menyesuaikan diri dengan aliran darah. Oleh karena itu orang yang lebih tua
akan cenderung terkena penyakit hipertensi dari pada orang yang berumur
lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani lebih serius hal ini
karena pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi organ seperti ginjal yang
berperan aktif dalam proses rennin angiotensin aldosteron, karena itu dosis
obat harus diberikan secara tepat.
d. Perokok
Rokok mempunyai beberapa pengaruh langsung yang membahayakan
jantung. Apabila pembuluh darah yang ada pada jantung dalam keadaan
tegang karena tekanan darah tinggi, maka rokok dapat memperburuk keadaan
tersebut. Merokok dapat merusak pembuluh darah, menyebabkan arteri
menyempit dan lapisan menjadi tebal dan kasar. Nikotin, CO, dan bahan
lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel
(dinding dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah
sehingga dapat merusak pembuluh darah perifer. Keadaan paru-paru dan
jantung mereka yang merokok tidak dapat bekerja secara efisien
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin menyebabkan iritabilitasi miokardial, peningkatan denyut
jantung, dan menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya
meningkatkan tekanan darah. (wajan juni udjianti,2010)
e. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu ciri khas penderita hipertensi. Walaupun
belum diketahui secara pasti hubungan antara hiperetnsi dan obesitas, namun
terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan
berat badan normal. Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya
cenderung tinggi karena seluruh organ tubuh dipacu bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan energi yang lebih besar, jantung pun bekerja ekstra
karena banyak timbunan lemak yang menyebabkan kadar lemak darah juga
tinggi, sehingga tekanan darah menjadi tinggi.
f. Alkoholisme
Alkohol yang dapat merusak hepar dan sifat alkohol mengikat air
memengaruhi viskositas darah memengaruhi tekanan darah. Alkohol juga
mempunyai efek yang buruk terhadap tubuh antara lain menyebabkan
kerusakan pada jantung dan organ tubuh, juga dapat mengakibatkan
kerusakan pada pembuluh darah sehingga mengakibatkan hipertensi.
g. Stres
merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang berpengaruh
terhadap kerja jantung,sehingga akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung.Stres dapat memicu peningkatan aktifitas
pada syaraf simpatis, peningkatan ini yang kemudian dapat merangsang
peningkatan darah yang intermiten atau tidak tetap.
h. Konsumsi garam
Garam memengaruhi viskositas darah dan memperberat kerja ginjal yang
mengeluarkan renin angiotensin yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Konsumsi natrium yang berlebihan menyebabkan konsentrasi natrium
didalam cairan ekstraseluler meningkat. Konsumsi natrium yang berlebihan
mengaibatkan retensi sehingga mengakibatkan tekanan darah naik, akibatnya
tekanan darah meningkat (Awan Hariyanto dan Rini Sulistyowati,2015).

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
kemudian tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menskresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian di ubah menjadi angiotensi II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Pertimbangan Gerontologis. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer(brunner dan suddarth, 2008).

Pathway
obesitas merokok Gangguan ginjal

Penumpukan lemak Penumpukan plak Gangguan


dari nikotin penyaring
Penyempitan lumen Resistensi garam
arteriosklerosis
Hilangnya
Endapan air
elastisitas jaringan
ikat
Penurunan relaksasi Volume darah
otot polos meningkat
Hipertensi

Kerusakan vaskuler Perubahan situasi


pembuluh darah
Informasi yang
Perubahan struktur minim

Penyumbatan
pembuluh darah Difisiensi Ansietas
pengetahuan
vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Pembuluh Jantung
Ginjal Otak Retina
darah
Vasokontriks Resistensi Spasme Tekanan
sistemik sistemik
i pembuluh pembuluh arteriole
darah ginjlal darah otak darah
meningkat Diplopia Vasokontriks meningkat
Respon RAA i Kerja
Peningkatan jantung
Resiko Afterload
Merangsang TIK meningkat
cidera meningkat
aldosteron
Retensi Na Nyeri Penurunan Resiko
kepala curah penurunan
jantung perfusi
odem
jaringan
Gangguan
jantung
Kelebihan pola tidur
volume
Suplai O2 koroner Intoleransi
cairan
ke otak aktivitas
menurun
Iskemia
GI tract miokard
meningka Resiko
t ketidakefektifan
Nyeri
perfusi
akut
Nause, jaringann otak
vomiting

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dar kebutuhan
tubuh

6. Pemeriksaan diagnostik
1. Laboratorium .
a. Fungsi hati (LFT)
 Albumin : Terjadi peningkatan, karena tingginyakadar protein darah
maupun urin. Jika albumin meningkat bisa menghambat dan menyumbat
aliran darah sehingga menyababkan terjadinya tekanan darah tinggi.Nilai
normalnya 3,4-5,4 g/dl. Jika urin mengandung albumin yang berukuran
besar maka tidak akan bisa melewati filter ginjal sehingga akan kembali
dalam aliran darah. Nilai normalnya 0-8 mg/dl.
b. Fungsi ginjal
 Kreatinin: Terjadi peningkatan, Karena menunjukkan penurunan fungsi
ginjal. Ketika kreatinin meningkatkan hal ini menunjukkan berkurangnya
aliran darah ke ginjal dengan penurunan mengakibatkan filtrasi
(penyaringan) dan pembersihan kreatinin dan zat lain terganggu.
Sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah ginja dan mengakibatkan
terjadinya hipertensi. Nilai normalnya 0,5-1,5 mg/dl
 BUN : Terjadi peningkatan, karena tingginya BUN berkaitan dengan
ketidakmampuan ginjal untuk menyaring urea. Nilai normalnya W : 6-21
mg/dl, L :8-24 mg/dl.
c. Lain lain
 Serum glukosa: hiperglisemia (diabetes melitus adalah pencetus
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin. Nilai normalnya
70-100 mg/dL. Hasil pemeriksaan 110 mg/dL
 Asam urat: tingkat asam urat tinggi (hiperruricemia) merupakan
implikasi faktor resiko hipertensi. Kadar asam urat yang tinggi
berhubungan dengan resistensi insulin dan sindrom metabolik yang
secara signifikan meningkatkan risiko terkena tekanan darah tinggi.
Hyperuricemia juga terkait dengan risiko terkena gagal jantung
kongestif (juga merupakan konsekuensi tekanan darah tinggi yang tidak
diobati lama). Nilai normalnya (p) 2,4-5,7 mg/dL, (w)3,4-7,0 mg/dL,
jika meningkat maka risiko terkena hipertensi. Hasil pemeriksaan 8,0
mg/dL.
2. Radiologi
a. Intra venous pyelografi (IVP): mengindentifikasikan penyebab hipertensi
seperti renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia
(BHP).
b. Rontgen thoraks: menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung,
deposit kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.

3. EKG
Menilai adanya hipertrofi miokard bisa juga menyebabkan gelombang komplek
QRS meninggi di karenakan terjadi hipertrofi di ventrikel kiri, pola strain,
gangguan konduksi atau distritmia. Dapat pula menunjukan pola regangan,
dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi. EKG dapat menunjukkan pengaruh tekanan darah tinggi
terhadap ketebalan otot jantung. Tekanan yang tinggi menyebabkan penebalan
otot jantung sebagai reaksi terhadap tugas memompa lebih berat. (Wajan
J,2013)

7. Komplikasi
a. Stroke/ cva
Dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinngi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran
darah ke area otak yang diperdarahi berkurang. Arteri otak mengalami
aterosklerosis dpat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardum atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi
kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardummungkin
tidak dapat di penuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infrak. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
risiko pembentukan bekuan.
c. Gagal ginjal
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke
unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema, yang sering di jumpai pada
hipertensi kronis.
d. Gagal jantung
Ketidak mampuan jantung dalam memompa darah yang kembali ke
jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan
jaringan lain yang sering disebut edem. Cairan didalam paru-paru
menyebabkan sesak napas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki
bengkak atau disering disebut edem.
e. Ensefalopati (kerusakan otak)
Dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada
kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron
di sekitarnya kolapsdan terjadi koma serta kematian.
f. Kejang
Dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mungkin memiliki
berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak
adekuat, kemudian dapat mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
mengalami kejang selama atau sebelum proses persalinan(Elizabeth J.
Corwin,2009)

8. Penatalaksanaan
Untuk mengobati hipertensi, dapat di lakukan dengan menurunkan kecepatan
denyut jantung, volume sekuncup, atau TPR. Intervensi farmakologis dan
nonfarmakologis dapat membantu individu mengurangi tekanan darahnya.
Hipertensi masuk dalam kategori penyakit seumur hidup. Hipertensi tidak dapat
disembuhkan secara total dan hanya bisa dikontrol saja. Yang terpenting adalah
merubah pola hidup sehat. Berikut adalah beberapa modifikasi gaya hidup untuk
membantu pengobatan hipertensi.
1. Non farmakologi
 Pada sebagian orang, penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan
darah, kemungkinan dengan beban kerja jantung sehingga kecepatan
denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
 Olahraga, terutama bila di sertai penurunan berat, menurunkan tekanan
darah dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan mungkin
TPR. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi
terbentuknya aterosklerosis akibat hipertensi.
 Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respons stres saraf simpatis
 Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
 Pada beberapa individu dapat mungkin mendapat manfaat dari diet
ppembatasan-natrium.
2. Farmakologi
 Diuretik bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah
jantung dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan
airnya. Sebagian diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
 Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau
arteri dengan menginterfensi influks kalsium yang dibutuhkan untuk
kontraksi. Sebagai penyekat saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk
saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang lain lebih spesifik
untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan demikian, bebagai
penyekat kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menurunkan kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR (total
peripheral resistance).
 Penghambat enzim pengubah angiotensin II atau inhibator ACE berfungsi
menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang di perlukan
untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensi II. Kondisi ini
menurunkan tekanan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan
secara tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosteron, yang
akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium pada urine kemudian
menurunkan volume plasma dan curah jantung. Inhibator ACE juga
menurunkan tekanan darah dengan efek bradikinin yag memanjang, yang
normalnya memecah enzim. Inhibator ACE dikontraindikasikan untuk
kehamilan.
 Antagonis (penyekat) reseptor beta (ᵝ-blocker), terutama penyekat selektif,
bekerja pada reseptor beta di jantung untuk menurunkan kecepatan denyut
dan curah jantung.
 Antagonis reseptor alfa (ἀ-blocker) menghambat reseptor alfa di otot polos
vaskular yang secara normal berespons terhadap rangsangan simpatis
dengan vasokontriksi. Hal ini akan menurunkan TPR.
 Vasodilator arteriol langsung dapat digunakan untuk menurunkan TPR.
 Hipertensi gestasional dan preeklamsi-eklamsi membaik setelah bayi
lahir(Elizabeth J. Corwin,2009).

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1. PENGKAJIAN
Perawat mengkaji perubahan pada perkembanga fisiologis, kognitif dan
perilaku sosial pada lansia

a. Perubahan fisiologis
 Perubahan fisik penuaan normal yang perlu dikaji :
Sistem Temuan Normal
Integumen Warna kulit Pigmentasi berbintik/bernoda
diarea yang terpajan sinar
matahari, pucat meskipun tidak
anemia
Kelembaban Kering, kondisi bersisik
Suhu Ekstremitas lebih dingin,
penurunan perspirasi
Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan,
kondisi berlipat, kendur
Distribusi lemak Penurunan jumlah lemak pada
ekstremitas, peningkatan jumlah
diabdomen
Rambut Penipisan rambut
Kuku Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan leher Kepala Tulang nasal, wajah menajam, &
angular
Mata Penurunan ketajaman penglihatan,
akomodasi, adaptasi dalam gelap,
sensivitas terhadpa cahaya
telinga Penurunan menbedakan nada,
berkurangnya reflek ringan,
pendengaran kurang
Mulut, faring Penurunan pengecapan, aropi
papilla ujung lateral lidah
leher Kelenjar tiroid nodular
Thoraxs & paru- Peningkatan diameter antero-
paru posterior, peningkatan rigitas dada,
peningkatan RR dengan penurunan
ekspansi paru, peningkatan
resistensi jalan nafas
Sist jantung & Peningkatan sistolik, perubahan
vascular DJJ saat istirahat, nadi perifer
mudah dipalpasi, ekstremitas
bawah dingin
Payudara Berkurangnnya jaringan payudara,
kondisi menggantung dan
mengendur
Sist pencernaan Penurunan sekresi keljar saliva,
peristatik, enzim digestif,
konstppasi
Sist reproduksi wanita Penurunan estrogen, ukuran uterus,
atropi vagina
pria Penurunan testosteron, jumlah
sperma, testis
Sist perkemihan Penurunan filtrasi renal, nokturia,
penurunan kapasitas kandung
kemih, inkontenensia
wanita Inkontenensia urgensi & stress,
penurunan tonus otot perineal
pria Sering berkemih & retensi urine.
Sist Penurunan masa & kekuatan otot,
muskoloskeletal demineralisasi tulang, pemendekan
fosa karena penyempitan rongga
intravertebral, penurunan mobilitas
sendi, rentang gerak
Sist neorologi Penurunan laju reflek, penurunan
kemampuan berespon terhadap
stimulus ganda, insomia, periode
tidur singkat

 Pengkajian status fungsional :


Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.Indeks Katz
adalah alat yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan
prognosis pada lansia dan penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat
fungsional klien dan mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk
memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi :
mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan makan.
 Tingkat Kemandirian Lansia :
A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar mandi,
berpakaian dan mandi
B: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu dari
fungsi tambahan
C: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi dan
satu fungsi tambahan
D: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil
G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

b. Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat
kesalahan konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi
perubahan struktur dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak
mempengaruhi kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (ebersole &hess, 1994)
Pengkajian status kognitif
 SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari
10 hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan
perawatan diri, memori jauh dan kemam[uan matematis.
 MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian dank
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paliong tinggi
adalaha 30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan leboh lanjut.
 Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang behubungan
dengan depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan skala 4 poin untuk
menandakan intensitas gejala
c. Perubahan psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi
pada mayoritas lansia.
 Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan
untuk mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument
disesuaikan untuk digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih
intim dengan teman-temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan
disfungsi keluarga sangat tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve
 Keamanan Rumah
Perawat wajib mengobservasi lingkungan rumah lansia untuk menjamin tidak
adanya bahaya yang akan menempatkan lansia pada resiko cidera. Faktor
lingkungan yang harus diperhatikan :
- Penerangan adekuat di tangga, jalan masuk & pada malam hari
- Jalan bersih
- Pengaturan dapur dan kamar mandi tepat
- Alas kaki stabil dan anti slip
- Kain anti licin atau keset
- Pegangan kokoh pada tangga / kamar mandi

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
- Defisit perawatan diri : berpakaian, makan, eliminasi
- Gangguan sensori persepsi (tipe penglihatan, pendengaran, taktil,
olfaktori)
- Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuddin. 2011. Farmakologi Kardiovaskular dan Renal.


Jaarta: Salemba Medika
Suzanne and Brenda. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
and Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan.2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta:
Salemba Medika
Muttaqin, Arif.2017. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Corwin, Elizabeth J.2015.Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges,dkk.2010.Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.Edisi 3.Jakarta:
EGC
Hariyanto, awan dan rini sulistyowati. 2015. Buku ajar
keperawatan medikal bedah 1. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Patricia Gonce Morton et.al. (2011). Keperawatan Kritis:
pendekatan asuhan holistic ed.8; alih bahasa, Nike Esty wahyuningsih.
Jakarta: EGC
Potter dan Perry. (2005). Fundamental keperawatan: Konsep, Proses
dan Praktik. Jakarta: EGC.
Psychologymania. (2012). Pengertian-lansia-lanjut-usia. Diakses
pada hari Senin, 01 April, 2013.
http://www.psychologymania.com/2012/07/pengertian-lansia-lanjut-
usia.html
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith. (2011). Buku saku diagnosa keperawatan:
diagnose NANDA, intervensi NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa,
Esty Wahyuningsih; editor edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai