Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

I. Konsep dasar
a. Anatomi dan fisiologi
b.

Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas
sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut
berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras, secara langsung dan terus-
menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik,
yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).
1) OTAK
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagman struktur tulang yang disebut tengkorak,
yang juga melin-dungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital
Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa
anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa
berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi
batang otak dan medula (Smeltzer. 2002).
a) Cerebrum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat
lobus. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan
substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada
prinsipnya komposisi substansi grisea yang terbentuk dari badan-badan
sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Substansi
alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubunekan bagian-bagian otak
dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (telensefalon)
berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi.
Keempat lobus serebrum adalah sebagai berikut :

(1) Frontal
lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan
diri.
(2) Parietal
lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa
yang tidak berpengaruh ada-lah bau. Lobus parietal mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglem
(3) Temporal
Berfungsi mengintegrasikan sensasikecap, bau, pendengaran, dan
ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini
(4) Oksipital
Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan
b) Batang otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini
terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata . Otak tengah
(midbrain atau mesensefalon menghubungkan pons dan serebelum
de-ngan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jaldr sensorik dan motorik
dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di
depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan jembatan
antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi
jaras sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002).
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut rik dari otak Ice medulla
spinalis .dan serabut-se sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan set
serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat
terpenting dalam mengontrol jan pernapasan dan tekanan darah dan
sebagai asal-usul otak kelima sampai kedelapan (Smeltzer. 2002).
c) Cerebelum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan
terpisal hemisfer serebral, lipatan dura mater, tentorium se lum.
Serebelum mempunyai dua aksi yaitu meram dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terl koordinasi dan gerakan halus. Ditambah
mengc gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan me tegrasikan
input sensorik.
(1) Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari jantung atau 750 ml per
menit. Sirkulasi ini sangat tuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan,
tara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak
ini unik, karena melawan arah gravita-si. Di mana darah arteri mengalir
mengisi dari bawah dan vena mengalir dari alas. Kurangnya penambahan
aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan rusak irever-sibel; ini
berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat mentoleransi bila aliran
darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.
(2) Arteri-Arteri
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal
dan dua arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid
in-ternal dibentuk dari percabangan dua karotid dan memberikan sirkulasi
darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri
subklavia, mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi tulang belakang
bagian vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen magnum.
Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak.
Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian
posterior. Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri
serebralis bagian posterior.
(3) SirIndus Willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri
terbentuk diantara rang-kaian arteri karotid internal dan vertebral.
Lingkaran ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang
arteri karotid internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri
penghubung anterior dan posterior .Aliran darah dari sirkulus Willisi
secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral,
arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi rate alternatif pada aliran darah
jika salah satu peran arteri mayor tersumbat. Anastomosis arterial
sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami
aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila
tekanan darah meningkat, yang menyebabkan dinding arteri menjadi
menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan
struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti
penekanan pada khiasma optikum yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Jika arteri tersumbat karena spasme vaskuler, emboli, atau
karena trombus, dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke distal
neuron-neuron dan hal ini mengakiliatkan sel-sel neuron cepat nekrosis.
Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrovaskular atau infark).
Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan
pada daerah otak yang tererang.
(4) Versa
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena yang besar. Penyilangan pada
subarakhnoid dan pengosongan sinus dural yang luas, mempengaruhi
vaskular yang terbentang dalam dura mater yang kuat. Jaringan kerja pada
sinus-sinus membawa vena ke luar dari otak dan pengosongan vena
jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri bersifat
unik, karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri
tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik darah.

c. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006) Stroke non hemoragik
merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari
dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.

d. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari
10-30 detik
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

e. Tanda dan gejala


Ada enam tanda dan gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Adapun gejala
Stroke non hemoragik adalah:
1. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter
pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas
pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah
hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling
umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau
reseptif.
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
3. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau
objek ditempat kehilangan penglihatan
4. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin
terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
6. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
f. Epidemiologi
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam kehidupan modern
saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk
terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan
sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke cenderung terus
meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga
dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. Stroke dapat menyerang
setiap usia, namun yang sering terjadi pada usia di atas 40 tahun. Angka
kejadian stroke meningkat dengan bertambahnya usia, makin tinggi usia
seseorang, makin tinggi kemungkinan terkena serangan stroke.
Di Indonesia, belum ada data epidemologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi
penderita stroke dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari
laporan survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI di berbagai rumah sakit di
27 provinsi di Indonesia. Hasil survei itu menunjukkan terjadinya peningkatan
antara 1984 sampai 1986, dari 0,72 per 100 penderita pada1984 menjadi 0,89
per 100 penderita pada 1986. Stroke atau cerebrovascular accident, merupakan
penyebab invaliditas yang paling sering pada golongan umur diatas 45 tahun Di
negara industri stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan keganasan.

g. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a
otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di
sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu
4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari
60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
h. Penatalaksanaan
1. Medis
a) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
f) Pemeriksaan laboratorium
(1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
(3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
(4) gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
(5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendi
dikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor r
egister, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo, d
an tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi ny
eri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwaya
t trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemuka
n.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mi
litus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya ras
a, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitem
ia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengeks
presikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine, anur
ia, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta
dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan berba
gai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang m
enyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian e
kstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan pe
rsepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas ps
ikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang ban
gun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan
kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf krania
l I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi pencium
an.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (menda
patkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pa
da Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai paka
ian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigen
imus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpang
an rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoi
deus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan o
tot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, ser
ta indra pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehil
angan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersila
ngan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat men
unjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) ka
rena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan sa
lah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jara
s sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tan
gan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot d
inyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemerika
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkur
ang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dala
m posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evalua
si respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih d
ari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae
) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardri
sep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan len
gan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat ka
n pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul denga
n reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit mening
kat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi
penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.

c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan denga
n reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekro
non) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit menin
gkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstens
i siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan ref
lek ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai baw
ah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respo
n normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada pen
yakit traktus kortikospital.
c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) d
ilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepal
a klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul se
cara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
4) Brudzinski III
Tekan os zigomaticum Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila
terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
5) Brudzinski IV
Tekan simfisis ossis pubis (SOP) , Interpretasi: Tanda Brudzinski IV
(+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)
6) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tibia ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap h
ambatan.
7) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan ny
eri sepanjang Mischiadicus.
b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan fisik
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hemiparesis/hemiplegia,
serta penurunan mobilitas
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan
otot atau perubahan ketajaman penglihatan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
facial/oral
8. Gangguan Menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus
atau hilangnya refluks muntah
9. Intervensi dan rasiona

c. Evaluasi (secara teori)

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1. Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan  Circulation Status Peripheral Sensation
serebral b.d  Tissue prefusion: Management (Manajemen
cerebral sensasi perifer)
penurunan aliran Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah
darah ke otak 1. Mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi yang terhadap
ditandai dengan: panas/dingin/tajam/tump
2. Tekanan systole dan ul
diastole dalam rentang 2. Monitor adanya paratese
yang diharapkan 3. Intruksikan keluarga
3. Tidak ada ortostatik untuk mengobservasi
hipertensi kulit jika ada lesi atau
4. Tidak ada tanda-tanda laserasi
peningkatan tekanan 4. Gunakan sarung tangan
intrakranial (tidak lebih untuk proteksi
dari 15 mmHg) 5. Batasi gerakan pada
5. Mendemonstrasikan kepala, leher, dan
kemampuan kognitif punggung
yang ditandai dengan: 6. Monitor kemampuan
6. Berkomunikasi dengan BAB
jelas sesuai dengan 7. Kolaborasi pemberian
kemampuan analgetik
7. Menunjukkan 8. Monitor adanya
perhatian, konsentrasi, tromboplebitis
dan orientasi 9. Diskusikan mengenai
8. Memproses informasi penyebab perubahan
9. Membuat keputusan sensasi.
dengan benar
10. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
2 Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik b.d Exercise Therapy : Ambulation
kerusakan  Joint Movement: 1. Monitoring vital sign
neuromuskular active sebelum atau sesudah
 Mobility Level latihan dan lihat respon
 Self Care : ADLs pasien saat latihan

 Transfer performance 2. Konsultasikan dengan

Kriteria Hasil: terapi fisik tentang

1. Aktifitas fisik klien rencana ambulasi sesuai

meningkat dengan kebutuhan

2. Mengerti tujuan dari 3. Bantu klien untuk

peningkatan mobilitas menggunakan tongkat

3. Memverbalisasikan saat berjalan dan cegah

perasaan dalam terhadap cedera

meningkatkan 4. Ajarkan pasien atau

kekuatan dan tenaga kesehatan lain

kemampuan tentang teknik ambulasi

perpindahan 5. Kaji kemampuan pasien

4. Memperagakan dalam mobilisasi

penggunaan alat 6. Latih pasien dalam

5. Bantu untuk pemenuhan kebutuhan

mobilisasi (walker) ADLs secara mandiri


sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
3 Defisit perawatan NOC NIC
diri; Setelah dilakukan tindakan 1. Menyediakan kesehatan
mandi,berpakaian keperawatan, diharapkan mulut (oral hygiene)
makan, toileting kebutuhan mandiri klien 2. Memfasilitasi pasien untuk
berhubungan terpenuhi, dengan kriteria mandi di atas di tempat tidur
dengan hasil: 3. Memfasilitasi kebersihan
kelemahan fisik 1. Pasien mampu memenuhi toilet pasien (mengganti
ADLnya secara mandiri drypers pasien)
2. Mampu mempertahankan 4. Tempatkan pasien dalam
kebersihan dan kerapian posisi yang nyaman
secara mandiri 5. Mengganti pakaian dan
3. Mampu untuk merawat laken pasien setelah
mulut dan gigi secara memandikan pasien
mandiri
4. Mampu untuk
membersihkan tubuh
sendiri secara mandiri

4 Kerusakan NOC NIC


integritas kulit b.d  Tissue Integrity : skin and Pressure ulcer prevention wound
hemiparesis/hemi mucous care
plegia serta  Wound healing : primary  Anjurkan pasien untuk
penurunan and secondary intention menggunakan pakaian yang
mobilitas Kriteria hasil : longgar
1. Perfusi jaringan normal  Jaga kulit agar tetap bersih
2. Tidak ada tanda-tanda dan kering
infeksi  Mobilisasi pasien (ubah posisi
3. Ketebalan dan tekstur pasien) setiap dua jam sekali
jaringan normal  Monitor kulit akan adanya
4. Menunjukkan pemahaman kemerahan
dalam proses, perbaikan
kulit dan mencegah  Oleskan lotion atau minyak/
terjadinya cidera baby oil pada daerah yang
5. Menunjukkan terjadinya tertekan
proses penyembuhan luka  Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
 Monitor stats nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
 Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman luka,
jaringan nekrotik, tanda-tanda
infeksi lokal, formasi traktus
 Ajarkan keluarga tentang luka
dan perawatan luka
 Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP
 Cegah kontaminasi feses dan
urine
 Lakukan teknk perawatan
luka dengan steril
 Berika posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
 Hindari kerutan pada tempat
tidur
5. Resiko Jatuh NOC NIC
berhubungan  Trauma risk for Fall Prevention
dengan penurunan  Injury risk for  Mengidentifikasikan defisit
kemampuan otot, Kriteria hasil kognitif atau fisik pasien yang
kelemahan otot 1. Keseimbangan: dapat meningkatkan potensi
atau perubahan kemampuan untuk jatuh dalam lingkungan
ketajaman mempertahankan tertentu.
penglihatan ekuilibrium
2. Gerakan terkoordinasi:  Mengidentifikasikan perilaku
kemampuan otot untuk dan faktor yang
bekerja sama secara mempengaruhi resiko jatuh
volunter untuk  Mengidentifikasikan
melakukan gerakan karakteristik lingkungan yang
yang bertujuan dapat meningkatkan potensi
3. Perilaku pencegahan untuk jatuh (misalnya lantai
jatuh: tindakan individu licin. tangga terbuka dan lain-
atau pemberi asuhan lain)
untuk meminimalkan  Sarankan perubahan dalam
faktor resiko yang gaya berjalan
dapat memicu jatuh  Mendorong pasien untuk
dilingkungan individu mengunakan tongkat atau alat
4. Kejadian jatuh : tidak pembantu berjalan
ada kejadian jatuh  Kunci roda dari kursi roda,
5. Pengetahuan : tempat tidur, atau brankar
pemahaman selama transfer pasien
pencegahan jatuh  Tempat artikel mudah
pengetahuan diangkau dari pasien
keselamatan anak fisik  Ajarkan pasien bagaimana
6. Pengetahuan: kemanan jatuh untuk meminimalkan
pribadi
cedera
7. Pelanggaran
 Memantau kemampuan untuk
perlindungan tingkat
mentransfer dari tempat tidur
kebingungan akut
ke kursi dan demikian pula
8. Tingkat agitasi\
sebaliknya
9. Komunitas
 Gunakan teknik yang tepat
pengendalian resiko
untuk mentransfer pasien ke
10. kekerasan
dan dari kursi roda, tempat
11. Komunitas
tidur, toilet, dan sebagainya
pengendalian resiko
 Menyediakan toilet
12. Gerakan terkoordinasi
ditinggikan untuk
memudahkan trnsfer
13. Kecenderungan resiko  Menyediakan kursi dari
pelarianuntuk kawin ketinggian yang tepat, dengan
14. Kejadian terjun sandaran dan sandaran tangan
15. Mengasuh keselamatan untuk memudahkan transfer
fisik remaja  Menyediakan tempat
16. Mengasuh bayi/balita tidurkasur dengan tepi yang
keselamatan fisik erat untuk memudahkan
17. Perilaku keselamatan transfer
pribadi  Gunakan rel sisi ranjang yang
18. Keparahan cedera fisik sesuai dengan tinggi utnuk
19. Pengendalian resiko mencegah jatuh dari temoat
20. pengendalian resiko tidur, sesuai kebutuhan
penggunaan alkohol,  Memberikan pasien
narkoba tergantung dengan sarana
21. Pengendalian resiko : bantuanpemanggilan
pencahayaan sinar (misalnya bel,atau cahaya
matahari panggilan) ketika penjaga
22. Deteksi resiko tidak ada
23. Lingkugan rumah aman  Membatu toileting seringkali,
24. Aman berkeliaran interval dijadwalkan
25. Zat penarikan  Menandai amang pintu dan
keparahan tepi langkah sesuai kebutuhan
26. Integritas jaringan :  Hapus dataran rendah
kulit dan membran
perabotan (misalnya tumpuan
mukosa atau tabel) yang enimbulkan
27. Perilak kepatuhan visi
bahaya tersandung
 Hindari kekacauan pada
permukaan lantai
 Memberikan pencahayaan
yang memadai untuk
meningkatkan visibilitas
 Menyediakan lampu malam
disamping tempat tidur
 Menyediakan pegangan
angan terlihat memegang
tiang
 Menyediakan lajur anti
tergelinsir, permukaan lantai
notrip/tidak tersandung
 Menyediakan permukaan
nonslip/anti tergelincirdi bak
mandi atau pancuran
 Menyediakan kokoh, tinja
curam nonslip untuk
memfasilitasi jangkauan
mudah
 Pastikan pasien yang
memakai sepatu yang pas,
kecangkan aman, memiliki
sol tidak mudah tergelincir
 Anjurkan pasien utnuk
memakai kacamata sesuai
ketika keluar dari tempat tidur
 Memdidik anggota keluarga
tentang resiko yang
berkontribusi terhadap jatuh
dan bagaimana mereka dapat
menurunikan resiko tersebut
 Sarankan adaptasi rumah
untuk meningkatkan
keselamatan
 Intruksikan keluarga pada
pentingnya pegangan tangan
untuk kamar mandi, tangga,
dan trotoar
 Sarankan alas kaki yang aman
 Mengembangkan cara untuk
pasien berpartisipasi
keselamatan dalam kegiatan
rekreasi
 Lembaga program latihan
rutin fisik yang meliputi
berjalan
 Tanda-tanda psting untuk
mengingatkan staf bahwa
pasien yang beresiko tinggi
untuk jauh
 Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan lainnya
untuk meminimalkan efek
samping dari obat yang
berkontribusi terhadap jatuh :
(misalnya hipotensi ortostatik
dan kiprah goyah)
 Memberikan pengawasan
yang ketat dan/perangkat
penahan.

6. Ketidakseimbang NOC NIC


an nutrisi kurang  Nutritional Status Nutrition Management
dari kebutuhan  Nutritional Status : food and  Kaji adanya alergi makanan
tubuh fluid intake  Kolaborasi dengan ahli gizi
berhubungan  Nutritional Status : nutrient untuk menentukan jumlah
dengan intake kalori dan nutrisi yang
ketidakmampuan  Weight control dibutuhkan pasien
untuk mencerna Kriteria Hasil :  Anjurkan pasien untuk
makanan, 1. Adanya peningkatan berat meningkatkan Intake Fe
penurunan fungsi badan sesuai tujuan
nervus hipoglosus
2. Berat badan ideal sesuai  Anjurka pasien untuk
dengan tinggi badan meningkatkan protein dan
3. Mampu vitamin C
mengidentifikasikan  Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi  Yakiknkan diet yang
4. Tidak ada tanda-tanda dimakan mengandung tinggi
malnutrisi serat untuk mencegah
5. Menunjukkan peningkatan konstipasi
fungsi pengecapan dari  Berikan makanan yang
menelan terpilih (sudah
6. Tidak terjadi penurunan dikonsultasikan dengan ahli
berat badanyang berarti gizi
 Ajarkan pasien bagaimana
cara membuat catatan
makanan harian
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhan
Nutition Monitoring
 BB pasien dalam batas
normal
 Monitor adanya penurunan
berat badan
 Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa diakukan
 Monitor interaksi anak dan
orang tua selamamakan
 Monitor lingkungan selera
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
 Monitor kulit keringdan
perubahan pigmentasi
 \Monitor turgor kulit
 Monitir kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, kadar
protein
 Lepaskan impaksi tinja secara
manual, jika perlu
 Timbang pasien secara teratur
 Ajarkan pasien atau keluarga
tentang proses pencarian yang
normal
 Ajarkan pasien/keluarga
tentang kerangka waktu untuk
resolusi sembelit
7. Hambatan NOC NIC
komunikasi  Anxiety self control Communication Enhancement :
verbal b.d  Coping Speech Defisit
penurunan fungsi  Sensori/function: hearing  Gunakan penerjemah, jika
otot facial/oral & vision diperlukan
 Fear self control  Beri satu kalimat sederhana
Kriteria hasil : satiap kali bertemu, jika
1. Komunikasi : penerimaan, diperlukan
intrepretasi dan  Konsultasikan dengan dokter
ekspresipesan, lisan, kebutuhan terapi wicara
tulisan dan non cerbal  Dorong pasien untuk
meningkat berkomunikasi secara
2. Komunikasi ekspresif perlahan dan untuk
(kesulitan berbicara: mengulangi permintaan
ekspresi pesan verbal dan  Dengarkan dengan penuh
atau non verbal yang perhatian
bermakna  Berdiri di depan pasien ketika
3. Kmunikasi berbicara
resptif(kesulitan  Gunakan kartu
mendengar) : penerimaan baca,kertas,pensil,bahasa
komunikasi dan tubuh,gambar,daftar
interpretasi pesan verbal kosakata,bahasa
dan non verbal asing,computer,dan lain-lain
4. Gerakan terkoordinasikan untuk memfasilitasi
: mampu mengkoordinasi komunikasi dua arah yang
gerakan dalam optimal
menggunakan bahasa  Ajarkan bicara dengan
isyarat esophagus, jika diperlukan
5. Pengolahan informasi :  Beri anjuran kepada pasien
klien mampu untuk dan keluarga tentang
memperoleh, mengatur, penggunaan alat bantu bicara
dan menggunakan  Berika pujian positive, jika
informasi diperlukan
6. Mampu mengontrol  Anjurkan pada pertemuan
respon ketakutan dan kelompok
kecemasan terhadap
 Anjrkan kunjungan keluarga
ketidakmampuan
secara teratur untuk
berbicara
memberikan stimulus
7. Mampu memanajemen
komunikasi
kemampuan fisik yang
 Anjurkan ekspresi diri dengan
dimiliki
cara lain dalam
8. Mampu
menyampaikan informasi
mengkomunikasikankebut
(bahasa isyarat)
uhan dengan lingkungan
Communication Enhacement :
sosial
Hearing Defisit
Communication Enhacement :
Visual Defisit
Anxiety Reduction
Active listening

8. Gangguan Menelan NOC NIC


berhubungan dengan  Pencegahan aspirasi Aspiration Precautions
penurunan fungsi  Ketidakefektifan pola  Memantau tingkat kesadaran,
nervus vagus atau menyusui refleks batuk, refleks muntah,
hilangnya refluks  Status menelan: dan kemampuan menelan
muntah tindakan pribadi untuk  Monitor status paru,
mencegah pengeluaran menjaga/mempertahankanjal
cairan dan partikel an napas
padat ke dalam paru  Posisi tegak 90 derajat atau
 Status menelan: fase sejauh mungkin
esofagus: penyaluran  Jauhkan manset trakea
cairan atau partikel meningkat
padat dari faring ke  Jauhkan pengaturan hisap
lambung yang tersedia
 Status menelan: fase  Menyuapkan makanan dalam
oral: persiapan, jumlah kecil/sedikit
penahanan, dan  Periksa penempatan tabung
pergerakan cairan atau NG atau gastrostomy sebelum
partikel padat ke arah menyusui
posterior mulut  Periksa tabung NG atau
 Status menelan: fase grastostomy sisa sebelum
faring penyaluran makan
cairan atau partikel  Hindari makan, jika residu
padat dari mulut ke tinggi temat "pewarna" dalam
esofagus tabung pengisi NG
Kriteria hasil:  Hindari cairan atau
1. Dapat mempertahankan menggunakan zat pengental
makanan dalam mulut
2. kemampuan menelan  Penawaran makanan atau
adekuat cairan yang dapat dibentuk
3. Pengiriman bolus ke menjadi bolus sebelum
hipofaring selaras menelan
dengan reflek menelan  Potong makanan menjadi
4. Kemampuan untuk potongan-potongan kecil
mengosongkan rongga  Permintaan obat dalam
mulut bentuk obat mujarab
5. Mampu mengontrol  Istirahat atau menghancurkan
mual dan muntal pil sebelum pemberian
6. Imobilitas kensekuensi:  Jauhkan kepala tempat tidur
fisiologis ditinggikan 30-45 menit
7. Pengetahuan tentang setelah makan
prosedur pengobatan  Sarankan pidato/berbicara
8. Tidak ada kerusakan patologi berkonsultasi
otot tenggorong atau
otot wajah , menelan,
menggerakkan lidah.
atau reflek muntah
9. Pemulihan pasca
prosedur pengobatan
10. Kondisi pernapasan,
ventilasi adekuat
11. Mampu melakukan
perawatan terhadap non
pengobatan parenteral
12. Mengidentifikasi faktor
emosi atau psikologis
yang menghambat
menelan
13. Dapat mentoleransi
ingesti makanan tanpa
terdesakatau aspirasi
14. Menyusui adekuat
15. Kondisi menelan bayi
16. Memelihara kondisi
gizi:makanan dan
asupan cairan ibu dan
bayi
17. Hidrasi tidak
ditemukan
18. Pengetahuan mengenai
cara menyusui
19. Kondisi pernapasan
adekuat
20. Tidak terjadi gangguan
neurologis
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:


EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2
Penerbit Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Jacobs, Ester Matasarrin. Rencana asuhan keperawatan:
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. 2000.
Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2012
– 2014. Jakarta: EGC
Nurarif & Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediaction
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses penyakit
ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth . Jakarta : E G C.
Tarwoto, 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan Sistem Persyarafan .
Jakarta: Sagung Seto.
William, Lippicont . 2008 . Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit .
Jakarta: Indeks.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta. EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta, EGC ,2002

Anda mungkin juga menyukai