I. Konsep dasar
a. Anatomi dan fisiologi
b.
Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer.
Struktur-struktur ini bertanggungjawab untuk kontrol dan koordinasi aktivitas
sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls tersebut
berlangsung melalui serat-serat saraf dan jaras-jaras, secara langsung dan terus-
menerus. Responsnya seketika sebagai basil dari perubahan potensial elektrik,
yang mentransmisikan sinyal-sinyal (Smeltzer. 2002).
1) OTAK
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan serebelum.
Semua berada dalam satu bagman struktur tulang yang disebut tengkorak,
yang juga melin-dungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak: tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital
Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa
anterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer; bagian tengah fossa
berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior berisi
batang otak dan medula (Smeltzer. 2002).
a) Cerebrum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat
lobus. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan
substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada
prinsipnya komposisi substansi grisea yang terbentuk dari badan-badan
sel saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Substansi
alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubunekan bagian-bagian otak
dengan bagian yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (telensefalon)
berisi jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol
fungsi motorik tertinggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi.
Keempat lobus serebrum adalah sebagai berikut :
(1) Frontal
lobus terbesar; terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan
diri.
(2) Parietal
lobus sensori. Area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi rasa
yang tidak berpengaruh ada-lah bau. Lobus parietal mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Kerusakan pada daerah ini menyebabkan sindrom hemineglem
(3) Temporal
Berfungsi mengintegrasikan sensasikecap, bau, pendengaran, dan
ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini
(4) Oksipital
Terletak pada lobus anterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggungjawab menginterpretasikan penglihatan
b) Batang otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini
terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata . Otak tengah
(midbrain atau mesensefalon menghubungkan pons dan serebelum
de-ngan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jaldr sensorik dan motorik
dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons terletak di
depan serebelum antara otak tengah dan medula dan merupakan jembatan
antar: bagian serebehtm, dan juga antara medula dan seret Pons berisi
jaras sensorik dan motorik (Smeltzer. 2002).
Medula oblongata meneruskan serabut-serabut rik dari otak Ice medulla
spinalis .dan serabut-se sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan set
serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat
terpenting dalam mengontrol jan pernapasan dan tekanan darah dan
sebagai asal-usul otak kelima sampai kedelapan (Smeltzer. 2002).
c) Cerebelum
Menurut Smeltzer. (2002) Serebelum terletak pada fossa posterior dan
terpisal hemisfer serebral, lipatan dura mater, tentorium se lum.
Serebelum mempunyai dua aksi yaitu meram dan menghambat dan
tanggung jawab yang luas terl koordinasi dan gerakan halus. Ditambah
mengc gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan me tegrasikan
input sensorik.
(1) Sirkulasi Serebral
Sirkulasi serebral menerima kira-kira 20% dari jantung atau 750 ml per
menit. Sirkulasi ini sangat tuhkan, karena otak tidak menyimpan makanan,
tara mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi. Aliran darah otak
ini unik, karena melawan arah gravita-si. Di mana darah arteri mengalir
mengisi dari bawah dan vena mengalir dari alas. Kurangnya penambahan
aliran darah kolateral dapat menyebabkan jaringan rusak irever-sibel; ini
berbeda dengan organ tubuh lainnya yang cepat mentoleransi bila aliran
darah menurun karena aliran kolateralnya adekuat.
(2) Arteri-Arteri
Darah arteri yang disuplai ke otak berasal dari dua arteri karotid internal
dan dua arteri vertebral dan meluas ke sistem percabangan. Karotid
in-ternal dibentuk dari percabangan dua karotid dan memberikan sirkulasi
darah otak bagian anterior. Arteri-arteri vertebral adalah cabang dari arteri
subklavia, mengalir ke belakang dan naik pada satu sisi tulang belakang
bagian vertikal dan masuk tengkorak melalui foramen magnum.
Kemudian saling berhubungan menjadi arteri basilaris pada batang otak.
Arteri vertebrobasilaris paling banyak menyuplai darah ke otak bagian
posterior. Arteri basilaris membagi menjadi dua cabang pada arteri
serebralis bagian posterior.
(3) SirIndus Willisi
Pada dasar otak di sekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri
terbentuk diantara rang-kaian arteri karotid internal dan vertebral.
Lingkaran ini disebut sirkulus Willisi yang dibentuk dari cabang-cabang
arteri karotid internal, anterior dan arteri serebral bagian tengah, dan arteri
penghubung anterior dan posterior .Aliran darah dari sirkulus Willisi
secara langsung mempengaruhi sirkulasi anterior dan posterior serebral,
arteri-arteri pada sirkulus Willisi memberi rate alternatif pada aliran darah
jika salah satu peran arteri mayor tersumbat. Anastomosis arterial
sepanjang sirkulus Willisi merupakan daerah yang sering mengalami
aneurisma, mungkin bersifat kongenital. Aneurisma dapat terjadi bila
tekanan darah meningkat, yang menyebabkan dinding arteri menjadi
menggelembung keluar seperti balon. Aneurisma yang berdekatan dengan
struktur serebral dapat menyebabkan penekanan struktur serebral, seperti
penekanan pada khiasma optikum yang menyebabkan gangguan
penglihatan. Jika arteri tersumbat karena spasme vaskuler, emboli, atau
karena trombus, dapat menyebabkan sumbatan aliran darah ke distal
neuron-neuron dan hal ini mengakiliatkan sel-sel neuron cepat nekrosis.
Keadaan ini mengakibatkan stroke (cedera serebrovaskular atau infark).
Pengaruh sumbatan pembuluh darah tergantung pada pembuluh darah dan
pada daerah otak yang tererang.
(4) Versa
Aliran vena untuk otak tidak menyertai sirkulasi arteri sebagaimana pada
struktur organ lain. Vena-vena pada otak menjangkau daerah otak dan
bergabung menjadi vena-vena yang besar. Penyilangan pada
subarakhnoid dan pengosongan sinus dural yang luas, mempengaruhi
vaskular yang terbentang dalam dura mater yang kuat. Jaringan kerja pada
sinus-sinus membawa vena ke luar dari otak dan pengosongan vena
jugularis interna menuju sistem sirkulasi pusat. Vena-vena serebri bersifat
unik, karena vena-vena ini tidak seperti vena-vena lain. Vena-vena serebri
tidak mempunyai katup untuk mencegah aliran balik darah.
c. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006) Stroke non hemoragik
merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari
dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
d. Etiologi
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu:
1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran
darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan
kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang
mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari
10-30 detik
3. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.
g. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan,
dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a
otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di
sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu
4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari
60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun
volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
h. Penatalaksanaan
1. Medis
a) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
f) Pemeriksaan laboratorium
(1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
(3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
(4) gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
(5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendi
dikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor r
egister, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo, d
an tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi ny
eri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwaya
t trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemuka
n.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes mi
litus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya ras
a, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitem
ia dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengeks
presikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine, anur
ia, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta
dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan berba
gai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang m
enyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian e
kstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan pe
rsepsi dan orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas ps
ikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang ban
gun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.
Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area
Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi
tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan
bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan
telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual
kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan
dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan
kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer
kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati,
kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah
frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf krania
l I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi pencium
an.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (menda
patkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pa
da Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai paka
ian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigen
imus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpang
an rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoi
deus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan o
tot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, ser
ta indra pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehil
angan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersila
ngan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat men
unjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) ka
rena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan sa
lah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jara
s sensori primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tan
gan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot d
inyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemerika
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkur
ang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dala
m posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evalua
si respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih d
ari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae
) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardri
sep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan len
gan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat ka
n pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul denga
n reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit mening
kat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi
penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan denga
n reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekro
non) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit menin
gkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstens
i siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan ref
lek ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai baw
ah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer, respo
n normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
- Reflek kulit perut
- Reflek kremeaster
- Reflek kornea
- Reflek bulbokavernosus
- Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada pen
yakit traktus kortikospital.
c. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) d
ilakukan pemeriksaan :
1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepal
a klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul se
cara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
4) Brudzinski III
Tekan os zigomaticum Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila
terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan tangan fleksi)
5) Brudzinski IV
Tekan simfisis ossis pubis (SOP) , Interpretasi: Tanda Brudzinski IV
(+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)
6) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tibia ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap h
ambatan.
7) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan ny
eri sepanjang Mischiadicus.
b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan fisik
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Hemiparesis/hemiplegia,
serta penurunan mobilitas
5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan
otot atau perubahan ketajaman penglihatan
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus
7. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot
facial/oral
8. Gangguan Menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus
atau hilangnya refluks muntah
9. Intervensi dan rasiona