Anda di halaman 1dari 30

I.

Konsep Eliminasi
1.1 Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme tubuh. Kebutuhan eliminasi ada 2 yaitu eliminasi urin
(BAK) dan eliminasi fekal (BAB/Alvi).
a. Kebutuhan eliminasi urin adalah proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme berupa urin.
1) Miksi (Berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Proses ini terjadi dari dua langkah utama
yaitu :
a) Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua.
b) Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks
berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun
refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis,
refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.
2) Refleks Berkemih
Kita dapat mengetahui selama kandung kemih terisi,
banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak,
seperti diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus-
putus. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang
dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung
kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika
daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang
lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung
kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui
nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke

1
kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf
yang sama ini.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi
berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah
beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi, dan tekanan
turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus
terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan
menyebabkan kontraksi otot detrusor lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan “
menghilang sendiri. “ Artinya, kontraksi awal kandung kemih
selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk
menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke
kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan
peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut, jadi
siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih
mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa
detik sampai lebih dari semenit, refleks yang menghilang
sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks
miksi ini berhenti, menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal
lengkap dari :
a) Peningkatan tekanan yang cepat dan progresif
b) Periode tekanan dipertahankan dan
c) Kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil
mengosongkan kandung kemih, elemen saraf dari refleks ini
biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit
sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya
terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks
berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga
menimbulkan refleks lain, yang berjalan melalui nervus

2
pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika
inhibisi ini lebih kuat dalam otak daripada sinyal konstriktor
volunter ke sfingter eksterna, berkemih pun akan terjadi. Jika
tidak, berkemih tidak akan terjadi sampai kandung kemih terisi
lagi dan refleks berkemih menjadi makin kuat.
b. Kebutuhan eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme berupa feses. Gangguan eliminasi fekal adalah
keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi
mengalami statis pada usus besar,mengakibatkan jarang buang air
besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi
fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggimaupun
huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai
kekolon desenden dengan menggunakan kanul rekti. Susunan feses
terdiri dari :
1) Bakteri yang umumnya sudah mati
2) Lepasan epitelium dari usus
3) Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus)
4) Garam terutama kalsium fosfat
5) Sedikit zat besi dari selulosa
6) Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)
1.2 Fisiologi Sistem/Fungsi Normal Sistem Eliminasi
a. Perkemihan
1) Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti
kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang
terdapat di kedua sisi kolumna vertebra posterior terhadap
peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam.
Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai
vertebra lumbalis ke-3.
Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2
cm dari ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal
secara khas berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-

3
150gram. Sebuah kelenjar adrenal terletak dikutub superior
setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung dengan
proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah
kapsul yang kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
2) Ureter
Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis
sebagai rute keluar pertama pembuangan urine. Ureter
merupakan struktur tubulan yang memiliki panjang 25-30 cm
dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter
membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki
kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada
sambungan ureter ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter
kekandung kemih umumnya steril.
3) Kandung kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos
yang terdiri dari dua bagian besar :
Badan (corpus), merupakan bagian utama kandung kemih
dimana urin berkumpul dan, leher (kollum), merupakan
lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara
inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan
berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari
leher kandung kemih disebut uretra posterior karena
hubungannya dengan uretra.
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-
serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi,
dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40
sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor
adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung
kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama
lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu
sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi
dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke

4
sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung
kemih dengan segera.
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat diatas
bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil
yang disebut Trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum
adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju leher
masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki
kandung kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat
dikenali dengan melihat mukosa kandung kemih bagian
lainnya, yang berlipat-lipat membentuk rugae. Masing-masing
ureter, pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara
oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai
2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum
mengosongkan diri ke dalam kandung kemih.
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 –
3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang
bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada
daerah ini disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal
mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior
agar kosong dari urin dan oleh karena itu, mencegah
pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah
utama kandung kemih meningkat di atas ambang kritis.
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati
diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang
disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan
otot lurik yang berbeda otot pada badan dan leher kandung
kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter
eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan
dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan
bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung
kemih.

5
4) Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan
keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi
normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin
bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi uretra, dan
kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra.
Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak
mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos
yang tebal mengelilingi uretra.
5) Persarafan Kandung Kemih
Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus,
yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus
sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis
segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini
adalah serat saraf sensorik dan serat saraf motorik.
Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada
dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra
posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab
untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan
kandung kemih.
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus
adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion
yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion
pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain
yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting
adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal
menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat
saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik
pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis
dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama
berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat

6
simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah
dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa
serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan
mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan
pada beberapa keadaan, rasa nyeri.
Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke
dalam kandung kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih
mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang
keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti
pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks
renalis dan ureter sampai kandung kemih.
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks
renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan
pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi
peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun
sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis
renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot
polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis
seperi juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat
saraf yang meluas diseluruh panjang ureter.
Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain,
kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh
perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan
simpatis. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot
detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya,
ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm
menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot
detrusor pada dinding kandu ng kemih cenderung menekan
ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari
kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat
selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung
kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang

7
ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga
bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan
memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih.
Pada beberapa orang, panjang ureter yang menembus
dinding kandung kemih kurang dari normal, sehingga
kontraksi kandung kemih selama berkemih tidak selalu
menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya,
sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali
kedalam ureter, keadaan ini disebut refluks vesikoureteral.
Refluks semacam ini dapat menyebabkan pembesaran ureter
dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan di kaliks renalis
dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan
kerusakan daerah ini.
6) Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal.
Ureter dipersarafi secara sempurna oleh serat saraf
nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh batu ureter), timbul
refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa nyeri
yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks
simpatis kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-
arteriol ginjal, dengan demikian menurunkan pengeluaran urin
dari ginjal. Efek ini disebut refleks ureterorenal dan bersifat
penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan kedalam
pelvis ginjal yang ureternya tersumbat.
b. Saluran Pencernaan
1) Mulut Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada
awal proses pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat
mencegah terjadinya luka parut pada permukaan saluran
pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan
makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke
esofagus bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam
lambung.

8
2) Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian
atas adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah
otot yang licin. Permukaannya diliputi selaput mukosa yang
mengeluarkan sekret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
3) Lambung. Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan
bagian porsi terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan
makanan melalui lambung dan usus dimungkinkan dengan
adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan relaksasi secara
bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan dalam
gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak
ke arah spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang
peristaltik meningkat. Kini gumpalan lembek makanan telah
menjadi substansi yang disebut chyme. Chyme ini dipompa
melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata waktu
yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah
makan adalah 2 sampai 6 jam.
4) Usus kecil Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
a) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
b) Jejenum atau bagian tengah dan Ileum
5) Usus besar (kolon) Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 –
150 cm atau 50 –60 inch, terdir dari :
a) Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
b) Kolon, terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden
dan sigmoid.
c) Rektum, 10 – 15 cm / 4 – 6 inch.

Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut


serta dalam pencernaan/absorpsi makanan. Bila isi usus halus
mencapai sekum, maka semua zat makanan telah diabsorpsi
dan sampai isinya cair (disebut chyme). Selama perjalanan
didalam kolon (16 – 20 jam) isinya menjadi makin padat

9
karena air diabsorpsi dan sampai di rektum feses bersifat padat
lunak. Fungsi utama usus besar (kolon) adalah :

a) Menerima chyme dari lambung dan mengantarkannya ke


arah bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi /
penyerapan baik air, nutrien, elektrolit dan garam empedu.
b) Mengeluarkan mukus yang berfungsi sebagai protektif
sehingga akan melindungi dinding usus dari aktifitas
bakteri dan trauma asam yang dihasilkan feses.
c) Sebagai tempat penyimpanan sebelum feses dibuang. f.
Anus / anal / orifisium eksternal Panjangnya ± 2,5 – 5 cm
atau 1 – 2 inch, mempunyai dua spinkter yaitu internal
(involunter) dan eksternal (volunter) Fisiologi Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum.
Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi
pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses
juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum,
saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
6) Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
a) Refleks defekasi instrinsik Ketika feses masuk kedalam
rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk
memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon
sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati
anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter
eksternal tenang maka feses keluar.
b) Refleks defekasi parasimpatis Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral
2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon

10
sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter
anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik.
Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter
anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses
dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang
menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal
dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks
defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara
sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter
eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara
berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses
1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem
Eliminasi
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
1) Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran
urine. Pada usia lanjut, volum bladder berkurang, demikian
juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih
sering.
2) Sosiokultural budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat
hanya dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya pada
masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3) Psikologis,pPada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan
stimulasi berkemih.
4) Kebiasaan seseorang, misalnya seseorang hanya bisa berkemih
di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih menggunakan pot
urin.

11
5) Tonus otot, eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder,
otot abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada
gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan
kurang.
6) Intake cairan dan makanan Alcohol menghambat antideuretik
hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan urin. Kopi,
teh, coklat, cola (mengandung Cafeine) dapat meningkatkan
pembuangan dan ekskresi urin.
7) Kondisi penyakit, pada pasien yang demam terjadi penurunan
produksi urin karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui
kulit. Radangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi
urin.
8) Pembedahan, penggunaan anastesi menurunkan filtrasi
glomerulus sehingga produksi urin akan menurun.
9) Pengobatan, penggunaan deuritik meningkatkan output urin,
anti kolinergik, dan anti hipertensi menimbulkan retensi urin.
10) Pemeriksaan diagnostik Intravenus pyelogram dimana
pasien dibatasi intak sebelum prosedur untuk mengurangi
output urine. Cystocospy dapat mnimbulkan edema lokal pada
uretra, spasme, dan spinter bladder sehingga dapat
menimbulkan urine.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
1) Usia
Pada usia bayi kantrol defekasi belum berkembang,
sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun.
2) Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses,
banyaknya makann yang masuk ke dalam tubuh juga
mempengaruhi proses defekasi.
3) Intake cairan

12
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses
menjadi lebih keras, disebabkan karena absorsi cairan yang
meningkat.
4) Aktivitas
Tonus otot abdomen , pelvis, dan diafreagma akan
sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan
memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.
5) Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan
peristaltik akan menudahkan bahan feses bergerak sepanjang
kolon.
6) Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan
konstipasi.
7) Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak
kecil sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan
kebiasaan menahan buang air besar.
8) Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik
biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak
dapat buang air besar kecuali setelah makan.
9) Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan
diare dan konstipasi.
10) Anestesi dan pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi inpuls parasimpatis,
sehingga kadang-kadang menyebabkan ileus usus. Kondisi ini
dapat berlangsung selama 24-48 jam.
11) Nyeri

13
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya
hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi
keinginan untuk buang air besar
12) Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan
menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.
1.4 Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem
Eliminasi
a. Gagguan Eliminasi Urine
1) Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam
kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk
mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensia
vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
Dalam keadaan distensi vesika urinaria dapat menampung
urine sebanyak 3.000 – 4.000 ml urine.
Tanda klinis retensi : Ketidaknyamanan daerah pubis,
distensi vesika urinaria, ketidaksanggupan untuk berkemih,
sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50
ml), ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan
asupannya, meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih,
adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml dalam kandung kemih.
Penyebab : Operasi pada daerah abdomen bawah,
pelvis, vesika urinaria. Trauma sumsum tulang belakang.
Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.
Sphincter yang kuat. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran
kelenjar prostat).
2) Inkontinensia urine.
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot
sphincter eksternal sementara atau menetap untuk menetap
unttuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum penyebab dari

14
inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process),
pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran, serta
penggunaan obat narkotik.
3) Enuresis
Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol)
yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
Biasanya enurisis terjadi pada anak atau orang jompo.
Umumnya enurisis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab enurisis : Kapasitas vesika urinaria
lebih besar dari normal. Anak-anak yang tidurnya bersuara dari
tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak diketahui.
Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk untuk
ke kamar mandi. Vesika urinaria peka rangsang, dan
seterusnya, tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah. Orang
tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaannya tanpa dibantu dengan mendidiknya. Infeksi
saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem
perkemihan. Makanan yang banyak mengandung garam
mineral. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4) Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut
mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya
anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalm mengontrol
sphincter eksternal. Biasanya perasaan ingin segera berkemih
terjadi pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan
pada sphincter.
5) Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih.
Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih,
trauma, dan striktur uretra.

15
6) Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam
jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan
cairan. Biasanya, ditemukan pada penyakit diabetes dan GGK.
7) Oliguria
Sejumlah kecil urin atau keluaran antara 100 sampai 500 mL /
24 jam
8) Anuria : Kurangnya produksi urine
9) Nokturia : Berminyak berlebihan pada malam hari
mengganggu tidur
10) Hematuria : Sel darah merah di dalam urin
11) Frekuensi
Membatalkan yang terjadi lebih dari biasanya bila
dibandingkan dengan pola reguler seseorang atau norma yang
berlaku umum dari kekosongan setiap 3 sampai 6 jam sekali.
12) Urinari Supresi.
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara
mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada
kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus menerus.
b. Gangguan Eliminasi Fecal
1) Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adnaya feses
yang kering dan keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan
oleh pola defekasi yang tidak diatur, penggunaan laksatif yang
lama, sters psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia.
Berbaring ke sisi kiri ternyata selaras dengan gravitasi. Secara
spesifik, hal ini memungkinkan makanan di perut dengan
mudah berpindah dari usus besar ke dalam kolon desendens
(dengan kata lain kita cenderung lebih lancar buang air besar
saat bangun tidur). Tidur di sisi kiri juga memungkinkan perut
dan pankreas menggantung secara alami (lambung kita terletak

16
di sisi kiri tubuh), yang dapat menjaga produksi enzim
pankreas dan proses pencernaan lainnya.
2) Fecal imfaction
Masa feses yang keras dilipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses yang
berkepanjangan atau skibala yang ditemukan pada
pemeriksaan colok dubur atau tinja yang berlebihan dalam
kolon yang terlihat pada foto abdomen.. Biasanya disebabkan
oleh konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas,
diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
3) Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi
buang air besar akibat cepatnya chyme melewati usus besar,
sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
menyerap air. Diare dapat disebabkan karena sters fisik, obat-
obatan, alergi, penyakit kolon, dan iritasi intestinal.
4) Inkontinensia
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter anus akibat
kerusakan fungsi spinter atau persyarafan di daerah anus.
Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord, tumor spinter anus eksterna.
5) Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah di daerah intestinal
sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan
karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturat,
penurunnan ansietas, penurunan aktivitas intestinal),
mengkonsumsi makan yang banyak mengandung gas dapat
berefek anestesi. Memasukkan pipa rectum/rectal tube ke
dalam usus besar melalui anus juga dapat mengeluarkan udara
dari usus /menghilangkan ketegangan perut.

17
6) Hemorroid
Pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan didaerah tersebut. Penyebabnya adalah
konstipasi kronis, peregangan maksimal saat defekasi,
kehamilan, dan obesitas. Tindakan keperawatan untuk
mengatasi hemoroid atau wasir adalah memberikan dan
anjurkan pasien untuk minum + 2 liter / hari, berikan posisi
semi fowler atau senyaman mungkin, dan anjurkan klien
mengkonsumsi makanan tinggi serat.

II. Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi


Urine
2.1 Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
1) Pola berkemih
Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih
hariannya, tremasuk frekuensi dan waktunya, volume normal
urine yang dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya
perubahan yang terjadi baru-baru ini. Frekuensi berkemih
bervariasi pada setiap individu dan sesuai dengan asupan serta
jenis-jenis haluaran cairan dari jalur yang lain. Waktu berkemih
yang umum ialah saat bangun tidur, setelah makan, dan
sebelum tidur. Kebanyakna orang berkemih rata-rata sebanyak
lima kali atau lebih dalam satu hari. Klien yang sering
berkemih padamalam hari kemungkinan mengalami penyakit
ginjal atau pembesaran prostat. Informasi tentang pola
berkemih merupakan dasar yang tidak dapat dipungkiri untuk
membuat suatu perbandingan. Dibawah merupakan gejala
umum pada perubahan perkemihan :
a) Urgensi : merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
b) Disuria : merasa nyeri atau sudut berkemih
c) Frekuensi : berkemih dengan sering

18
d) Keraguan : sulit memulai berkemih
e) Poliuria : mengeluarkan sejumlah besar urine
f) Oliguria : haluaran urine menurun dibandingkan cairan
yang
g) Nukturia : berkemih berlebihan atau sering pada malam
hari
h) Dribling ( urine yang menetes) : kebocoran atau rembesan
urine walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine.
i) Hematuria : terdapat darah dalam urine
j) Retensi : akumulasi urine di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar
mengosongkan diri
k) Residu urine : volume urine yang tersisa setalah berkemih (
volume 100 ml atau lebih )
2) Gejala dari perubahan berkemih
Gejala tertentu yang khusus terkait dengan
perubahan perkemihan, dapat timbul dalam lebih dari satu
jenis gangguan. Selama pengkajian, perawat menanyakan klien
tentang gejala-gejala yang tertera. Perawat juga mengkaji
pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor yang
mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.
3) Faktor yang memengaruhi berkemih
Perawat merangkum faktor-faktor dalam riwayat klien,
yang dalam kondisi normal mempengaruhi perkemihannya,
seperti usia, faktor-faktor lingkungan dan riwayat pengobatan.
b. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan..
2) Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan
atropi jaringan vagina.

19
3) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran
skrotum.
4) Intake dan output cairan
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy,
sistostomi.
f) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan urine (urinalisis):
a) Warna (N : jernih kekuningan)
b) Penampilan (N: jernih)
c) Bau (N: beraroma)
d) pH (N:4,5-8,0)
e) Berat jenis (N: 1,005-1,030)
f) Glukosa (N: negatif)
g) Keton (N:negatif)
h) Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
2) Pemeriksaan darah meliputi : HB, SDM, kalium, natrium,
pencitraan radionulida, klorida, fosfat dan magnesium
meingkat.
3) Pemeriksaaan ultrasound ginjal
4) Arteriogram ginjal
5) EKG
6) CT scan
7) Enduorologi
8) Urografi
9) Ekstretorius

20
10) Sistouretrogram berkemih
2.2 Diagnosa keperawatan dan intervensi
Diagnosa 1 : Gangguan Eliminasi Urin
a. Definisi : Disfungsi pada eliminasi urine
b. Batasan Karakteristik :
1) Disuria
2) Sering berkemih
3) Enuresis
4) Inkontinensia
5) Nokturia
6) frekuensi
7) Urgensi
c. Faktor yang kemungkinan berhubungan :
1) Obstruksi anatomic
2) Kandung kemih tidak kompeten
3) Gangguan sensori motorik
4) lnfeksi saluran kemih

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Gangguan Eliminasi Urin
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
a. Pasien menunjukkan perilaku dan teknik untuk mencegah
retensi / infeksi saluran kemih.
b. Pasien mengidentifikasi penyebab inkontinensia.
c. Pasien mempertahankan I & O seimbang dengan urin bebas
tanpa bau, bebas dari distensi kandung kemih / kebocoran
urin.
d. Pasien memberikan alasan untuk pengobatan.
e. Pasien verbalisasi pemahaman akan kondisinya.

21
2.3.2 Intervensi dan Rasional
a. Mulailah pelatihan ulang kandung kemih per protokol bila
sesuai (cairan di antara jam-jam tertentu, rangsangan digital
daerah pemicu, kontraksi otot perut, manuver Credé).
Rasional : Waktu dan jenis program kandung kemih
tergantung pada jenis cedera (keterlibatan neuron atas atau
bawah). Catatan: Manuver Credé harus digunakan dengan
hati-hati karena bisa memicu disleksia otonom.
b. Dorong asupan cairan yang adekuat (2-4 L per hari),
hindari kafein dan gunakan aspartam, dan batasi asupan
pada saat larut malam dan menjelang tidur. Sarankan
penggunaan jus cranberry / vitamin C.
Rasional : Hidrasi yang cukup mendorong produksi urin
dan alat bantu dalam mencegah infeksi. Catatan: Bila
pasien menggunakan obat sulfa, cairan yang cukup
diperlukan untuk memastikan ekskresi obat yang memadai,
mengurangi risiko efek kumulatif. Catatan: Aspartam,
pengganti gula (mis., Nutrasweet), dapat menyebabkan
iritasi kandung kemih yang menyebabkan disfungsi
kandung kemih.
c. Amati air kencing mendidih atau berdarah, berbau busuk.
Urin dipstick sebagaimana ditunjukkan.
Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran kencing atau ginjal
yang bisa mempotensiasi sepsis. Multistrip dipsticks dapat
memberikan penentuan cepat pH, nitrit, dan esterase
leukosit yang menunjukkan adanya infeksi.

22
III. Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi
Fecal
2.4 Pengkajian
2.4.1 Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu
perawatmenentukan pola defekasi normal klien. Perawat
mendapatkan suatugambaran feses normal dan beberapa
perubahan yang terjadi danmengumpulkan informasi tentang
beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan
eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yangmempengaruhi
pola eliminasi.Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat
bantu,diet,cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2.4.2 Pemeriksaan fisik
a. Mulut: Pengkajian meliputi inspaeksi gigi, lidah, dan gusi
klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk
mempengaruhi kemampuan mengunyah, sehingga
berpengaruh pada proses defekasi.
b. Abdomen :
1) Inspeksi : memriksa adanya masa, gelombang
peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena,
dan stoma.
2) Auskultasi : bising usus normal terjadi 5-15 detik dan
berlangsung ½ sampai beberapa detik.
3) Palpasi : Untuk melihat adanya massa atau area nyeri
tekan.
4) Perkusi : Mendeteksi cairan atau gas di dalam
abdomen.

23
5) Rektum : Menginspeksi daerah di sekitar anus dan
mempalpasi untuk memeriksa rectum.

Karakteristik Feses Normal Dan Abnormal

Kemungkinan
Karakteristik Normal Abnormal penyebab

Adanya pigmen
empedu (obstruksi
empedu);
pemeriksaan
diagnostik
Pekat / putih menggunakan barium

Obat (spt. Fe); PSPA


(lambung, usus
halus); diet tinggi
buah merah dan sayur
hijau tua (spt.
Hitam Bayam)

PSPB (spt. Rektum),


beberapa makanan
Merah spt bit.

Malabsorbsi lemak;
diet tinggi susu dan
Dewasa :
produk susu dan
kecoklatan
Pucat rendah daging.
Bayi :
kekuningan Orange atau
Warna hijau Infeksi usus

Berbentuk, Keras, Dehidrasi, penurunan


Konsistensi lunak, agak kering motilitas usus akibat

24
cair / lembek, kurangnya serat,
basah. kurang latihan,
gangguan emosi dan
laksantif abuse.

Peningkatan motilitas
usus (mis. akibat
iritasi kolon oleh
Diare bakteri).

Silinder Mengecil,
(bentuk bentuk
rektum) dgn pensil atau
Æ 2,5 cm u/ seperti Kondisi obstruksi
Bentuk orang dewasa benang rektum

Tergantung
diet (100 –
Jumlah 400 gr/hari)

Aromatik :
dipenga-ruhi
oleh makanan
yang dimakan
dan flora Tajam,
Bau bakteri. pedas Infeksi, perdarahan

Infeksi bakteri
Sejumlah
Konsidi peradangan
kecil bagian Parasit
kasar Darah Perdarahan
makanan yg
gastrointestinal
tdk dicerna, Lemak
potongan dalam Malabsorbsi
Unsur pokok bak-teri yang jumlah

25
mati, sel besar Salah makan
epitel, lemak,
protein, Benda asing

unsur-unsur
kering cairan
pencernaan
(pigmen
empedu dll)

2.4.3 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal
meliputi tehnik visualisasi langsung/tidak langsung dan
pemeriksaan laboratorium terhadapunsur- unsur yang
tidak normal.

2.5 Diagnosa keperawatan dan intervensi


Diagnosa 1 : Konstipasi
2.5.1 Definisi
Konstipasi atau sering disebut sembelit adalah kelainan
pada sistem pencernaan di mana seorang manusia (atau mungkin
juga pada hewan) mengalami pengerasan tinja yang berlebihan
sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan dapat
menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya.
2.5.2 Batasan Karakteristik
a. Nyeri perut
b. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa disertai
dengan resistensi otot yang dapat dipalpasi
c. Anoreksia
d. Tampilan atipikal pada lansia (misal perubahan status
mental, inkontiinensia urin, jatuh yang tidak dapat dijelaskan
dan peningkatan suhu tubuh
e. Perubahan pada suara abdomen (borborigmi)

26
f. Darah merah segar dalam feses
g. Perubahan pola defekasi
h. Penurunan frekuensi
i. Penurunan volume feses
j. Perasaan penuh pada rektal
k. Perasaan tekan pada rektal
l. Kelelahan umum
m. Feses yang kering, keras dan berbentuk
n. Sakit kepala
o. Bising usus hiperaktif
p. Bising usus hipoaktif
q. Peningkatan tekanan abdomen
r. Nausea
s. Pengeluaran cairan feses lambat
t. Massa abdomen yang dapat dipalpasi
u. Massa rektal yang dapat dipalpasi
v. Adanya feses seperti pastel lembut dalam rektum
w. Bunyi pekak pada perkusi abdomen
x. Nyeri saat defekasi
y. Flatus berat
z. Mengejan saat defekasi
aa. Tidak mampu mengeluarkan feses
bb. Mual
2.5.3 Faktor Yang Berhubungan
a. Fungsi:kelemahan otot abdominal, Aktivitas fisik tidak
mencukupi
b. Perilaku defekasi tidak teratur
c. Perubahan lingkungan
d. Toileting tidak adekuat: posisi defekasi, privasi
e. Psikologis: depresi, stress emosi, gangguan mental

27
f. Farmakologi: antasid, antikolinergis, antikonvulsan,
antidepresan, kalsium karbonat,diuretik, besi, overdosis
laksatif, NSAID, opiat, sedatif.
g. Mekanis: ketidakseimbangan elektrolit, hemoroid,
gangguan neurologis, obesitas, obstruksi pasca bedah, abses
rektum, tumor
h. Fisiologis: perubahan pola makan dan jenis makanan,
penurunan motilitas gastrointestnal, dehidrasi, intake serat
dan cairan kurang, perilaku makan yang buruk.

2.6 Perencanaan
2.6.1 Diagnosa 1: Konstipasi
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Bowl Elimination
1) Hidration
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….
konstipasi pasien teratasi dengan kriteria hasil:
a) Pola BAB dalam batas normal
b) Feses lunak
c) Cairan dan serat adekuat
d) Aktivitas adekuat
e) Hidrasi adekuat
b. Intervensi dan Rasional
1) Periksa pola eliminasi yang biasa, termasuk frekuensi dan
konsistensi tinja.
Rasional : Sangat penting untuk mengetahui dengan
saksama apa yang "normal" untuk setiap pasien. Frekuensi
normal bagian tinja berkisar antara dua kali sehari sampai
hari ketiga atau keempat. Tinja kering dan keras merupakan
ciri umum konstipasi.
2) Perhatikan penggunaan dan jenis pencahar dan penggunaan
pencahar dan enema.

28
Rasional : Ada faktor besar saat pasien menjadi tergantung
pada obat pencahar dan enema. Penyalahgunaan obat
pencahar dan enema menyebabkan otot dan saraf kolon
berfungsi tidak cukup dalam menghasilkan dorongan untuk
buang air besar. Dalam jangka panjang, usus besar menjadi
aton, buncit, dan tidak merespon secara normal terhadap
adanya tinja.
3) Kaji kebiasaan makan, jadwal makan, dan asupan cairan.
Rasional : Waktu makan yang tidak teratur, jenis makanan,
dan gangguan jadwal yang biasa dapat menyebabkan
sembelit.
4) Kaji tingkat aktivitas pasien.
Rasional : Gaya hidup seperti duduk seharian, kurang
berolahraga, istirahat di tempat tidur yang lama dan tidak
aktif berkontribusi pada konstipasi.
5) Klasifikasikan penggunaan obat saat ini yang dapat
menyebabkan sembelit.
Rasional : Banyak obat bisa memperlambat peristaltik.
Opioid, antasida dengan basis kalsium atau aluminium,
antidepresan, antikolinergik, antihipertensi, anestesi umum,
hipnotik, dan suplemen zat besi dan kalsium dapat
menyebabkan konstipasi.
6) Berikan privasi untuk eliminasi.
Rasional : Buang air besar adalah hal yang pribadi.
Sebagian besar pasien mungkin mengalami kesulitan buang
air besar dari rasa aman di rumah mereka.
7) Evaluasi rasa takut sakit ketika buang air besar.
Rasional : Kondisi seperti wasir, fisura dubur, atau kelainan
anorektal lainnya yang menyakitkan dapat menyebabkan
pasien mengabaikan dorongan untuk buang air besar, yang
dari waktu ke waktu menghasilkan rektum yang melebar
yang tidak lagi merespons adanya tinja.

29
8) Pertimbangkan sejauh mana pasien merespons dorongan
untuk buang air besar.
Rasional : Mengabaikan keinginan untuk buang air besar
akhirnya menyebabkan konstipasi kronis karena rektum
tidak lagi merasakan atau merespons adanya tinja. Semakin
lama tinja tetap berada di rektum, semakin kering dan keras
jadinya. Hal ini akan membuat tinja sulit dilewati.
9) Ketahuilah jika ada riwayat penyakit neurogenik, seperti
multiple sclerosis atau penyakit Parkinson.
10) Rasional : Kelainan neurogenik dapat menurunkan aktivitas
peristaltik.

IV. Daftar Pustaka


Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.
Jakarta : PT Gramedia
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1.
Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 1.
Jakarta : EGC
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta:
EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai