Anda di halaman 1dari 32

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TONSILITIS

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
KMB
yang dibina oleh Ibu Sulastyawati S. Kep. Ns, M. Kep

Oleh :
1. Rizqi Alrian (P17220183049)
2. Lia Wiji Rahayu (P17220184055)
3. Muna Rosalina (P17220184065)
4. Iqbal Fahmi Firmansyah (P17220184074)
5. Cindy Aprillyaning Tyas (P17220184065)
6. Fitria Dwi Aidha (P17220184080)
7. Rere Puspitaningrum (P17220184082)

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN LAWANG
Februari 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
saya nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari matakuliah KMB dengan judul “Konsep Dasar dan
Asuhan Keperawatan Penyakit Tonsilitis”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada guru
KMB saya Ibu Sulastyawati yang telah membimbing saya dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i


Daftar Isi ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2

BAB II Tinjauan Teori


2.1 Anatomi Fisiologi Penyakit Tonsilitis ...............................................................3
2.2 Pengertian Penyaki Tonsilitis .............................................................................4
2.3 Etiologi Penyaki Tonsilitis ................................................................................5
2.4 Patofisiologi Penyakit Tonsilitis ........................................................................7
2.5 Tanda dan Gejala Penyakit Tonsilitis ................................................................9
2.6 Manifestasi Klinik Penyakit Tonsilitis ...............................................................9
2.7 Komplikasi Penyakit Tonsilitis ..........................................................................9
2.8 Evaluasi Diagnostik Penyakit Tonsilitis ............................................................9
2.9 Pemeriksaan Penyakit Tonsilitis ......................................................................10
2.10 Penatalaksanaan Penyakit Tonsilitis ..............................................................10
2.11 Tinjauan Asuhan Keperawatan ......................................................................11
BAB III Tinjauan Kasus ..........................................................................................20
BAB IV Pembahasan
4.1 Pengertian Tonsilektomi……………………….. ............................................25
4.2 Cara Kerja Tonsilektomi ..................................................................................25
SOP .............................................................................................................................26
BAB V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................28
5.2 Saran .................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tonsil terdiri atas jaringan limfatik dan terletak pada kedua sisi orofaring.
Keduanya sering menjadi tempat terjangkitnya infeksi akut. Streptokokus group A
adalah organisme paling umum yang berkaitan dengan tonsillitis dan adenoiditis.
Tonsillitis kronik kurang umum dan mungkin disalah artikan dengan kelainan lain
seperti alergi, asma, dan sinusitis.

Pada umumnya serangan tonsillitis dapat sembuh sendiri apabila daya tahan
tubuh penderita baik. Tonsil yang mengalami peradangan terus-menerus sebaiknya
dilakukan tonsilektomi (operasi pengangkatan amandel) yang harus dipenuhi terlebih
dahulu indikasinya. Tindakan tonsilektomi mempunyai risiko yaitu hilangnya sebagian
peran tubuh melawan penyakit yang dimiliki jaringan amandel (Syaifudin, 2002).
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering meningkat pada anak
usia 5-12 tahun (Rukmini, 2003). Tonsilitis paling sering terjadi di negara subtropis.

Pada negara iklim dingin angka kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan
yang terjadi di negara tropis, infeksi Streptococcus terjadi di sepanjang tahun terutama
pada waktu musim dingin (Rusmarjono, 2003). Hasil Penelitian Jagdeep (2008)
menunjukkan bahwa “2 gangguan tonsillitis berdampak pada penampilan pasien,
seperti sering mengalami radang namun tidak sampai mengalami gangguan suara”.
Penelitian Sakka dkk (2009) menyimpulkan bahwa “infeksi pada tonsil merupakan
masalah yang cukup sering dijumpai”. Keluhan yang ditimbulkan berupa nyeri
menelan, demam, otitis media, sampai obstructive sleep apnea. Kadar s-IgA penderita
tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadar s-
IgA turun mendekati kadar s-IgA individu normal.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Berdasarkan latar belakang di atas apa anatomi fisiologi penyakit tonsilitis?
2. Berdasarkan latar belakang di atas apa pengertian penyakit tonsilitis ?
3. Berdasarkan latar belakang di atas apa saja etiologi penyakit tonsilitis?
4. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana patofisiologi penyakit tonsilitis?
5. Berdasarkan latar belakang di atas apa saja tanda dan gejala penyakit tonsilitis?
6. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana manifestasi penyakit tonsilitis?
7. Berdasarkan latar belakang di atas apa saja komplikasi penyakit tonsilitis?
8. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana penyakit tonsilitis?
9. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana pemeriksaan penyakit tonsilitis?
10. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana penatalaksanaan penyakit tonsilitis?
11. Berdasarkan latar belakang di atas bagaimana tinjauan asuhan keperawatan pada
penyakit tonsilitis?
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas bertujuan untuk memberikan suatu gambaran,


penjelasan yang lebih mendalam mengenai penyakit Tonsilitis. Diharapkan dapat
mengetahui lebih dalam tentang penyakit Tonsilitis pada matakuliah KMB.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisioligi Tonsilitis

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2,5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-
30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris.
Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga
tertekan setiap kali makan.

Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih


tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi
velofaring atau obstruksi hidung walau jarang di temukan. Arah perkembangan tonsil
tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat
tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama:

1. Jaringan ikat/ trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah syaraf


2. Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda
3. Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.

3
4

Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah
faring atau tenggorokan. Keduannya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi
sebagai bagian dari system imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu mulai
menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid
merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan lain yang ada diseluruh
tubuh belum bekerja secara optimal.

System imunitas ada 2 macam yaitu imunitas selular dan humoral. Imunitas selular
bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan” kuman dan virus serta
membunuhnya. Sedangkanimunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang
dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.

Kuman yang “dimakan” oleh imunitas selular tonsil dan adenoid terkadang tidak mati
dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
“bekerja terus” dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil
dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.

Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat
menjadi sumber infeksi (fokla infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
batuk pilek. Selain itu folikel pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada ginjal
(Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit
(Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan
adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid.

2.2 Pengertian Tonsilitis

` Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
5

Tonsillitis adalah infeksi amandel pada kelenjar di kedua sisi belakang tenggorokan.
Amandel adalah bagian dari system kekebalan yang melindungi dan membantu tubuh
untuk melawan infeksi. Tonsillitis sangat umum dan dapat terjadi pada semua usi. Hal ini
paling umum pada anak-anak dan dewasa muda. Tonsillitis akut adalah radang akut yang
disebabkan oleh kuman strepcoccus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan
streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).

Tonsillitis sebagian besar disebabkan oleh virus dan sering didahului oleh dingin
(hidung meler, batk dan sakit mata). Sedikit kasus (sekitar satu dari tujuh) yang
disebabakan oleh bakteri. Paling jenis umum dari bakteri yang terlibat adalah
streptococcus ( juga dikenal sebagai radang tenggorokan ). Tonsilektomi adalah suatu
tindakan pembedahan dengan mengmabil atau mengangkat tonsil (Arsyad Soepardi,
1995).

Macam-macam tonsillitis :

1. Tonsillitis Akut
Dibagi menjadi 2, yaitu
a. Tonsillitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan.
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsillitis Bakterial
Radang akaut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptococcus beta
hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus
viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri yang mulai mati.
6

2. Tonsillitis membranosa
a. Tonsillitis Difteri
Penyebabnya oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk
Gram positif dan hidung disaluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan
laring.
b. Tonsillitis Septik
Penyebabnya streptococcus hemolitik yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu
dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan
pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. gejala
berupa demam sampai 39˚C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang gangguan
pencernaan.
4. Tonsillitis kronik
Factor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelemahan fisik dan pengobatan tonsillitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya
sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang.

2.3 Etiologi Tonsilitis

Menurut Adams George (1999) Tonsilitis bakterialis supuralis akut. paling sering
disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1. Pneumococcus
2. Staphilococcus
3. Haemalphilus influenza
4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.

Menurut Iskandar N (1993) Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.

1. Streptococcus B hemoliticus grup A


2. Streptococcus viridens
3. Streptococcus pyogenes
4. Staphilococcus
5. Pneumococcus
7

6. Virus
7. Adenovirus
8. ECHO
9. Virus influenza serta herpes

Menurut Medicastore Firman S (2006) Penyebabnya adalah infeksi bakteri


streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan
mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.

Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsillitis.

2.4 Patofisiologi Tonsilitis

Menurut Iskandar N (1993) yaitu “kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada
korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus
disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakonaris”.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
8

PATHWAY

Invasi kuman pathogen (bakteri/virus)

Penyebaran limfogen

Faring & tonsil

Proses inflamasi

Tonsilitis akut hipertermi

Edema tonsil Tonsil & adenoid membesar

Nyeri telan Obstruksi pada tuba eustakii

Sulit makan & minum


Kurangnya Infeksi sekunder
pendengaran
kelemahan

Resiko Otitis media


perubahanstatus nutrisi
< dari kebutuhan Intoleransi
tubuh aktifitas

Gangguan persepsi sensori :


pendengaran
9

2.5 Tanda dan Gejala Tonsilitis


1. Anamnesis :
a. Nyeri tenggorok atau nyeri menelan ringan yang bersifat kronik, menghebat
bila terjadi serangan akut.
b. Rasa mengganjal di tenggorokan
c. Mulut berbau
d. Badan lesu, nafsu makan berkurang, sakit kepala
e. Pada adenoiditis kronik, terjadi buntu hidung, tidur mendengkur (ngorok)
2. Pemeriksaan :
a. Tonsil umunya membesar, pada serangan akut, tonsil hiperemi
b. Kripta melebar dan terisi detritus. Detritus keluar keluar bila tonsil ditekan
c. Arkus interior dan posterior merah
d. Pada adenotonsilitis kronik, dapat terjadi “Adenoid Face”
e. Pada rinoskopi anterior, fenomena palatum mole negative, kadang tertutup
secret mukopurulen.

2.6 Manifestasi Klinik

Gejala tonsillitis termasuk sakit tenggorokan, demam, ngorok dan kesulitan menelan.
Perbesaran adenoid dapat menyebabkan pernapasan mulut, sakit telingan, telinga
mengeluarkan cairan, kepala sering panas, bronchitis, napas bau, kerusakan suara, dan
pernapasan bising. Jarang perbesaran adenoid menyebabkan obstruksi hidung. Infeksi
dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachii)dan dapat
mengakibatkan otitis media, yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga
dan lebih jauh menyebarkan infeksi kedalam sel-sel mastoid, menyebabkan mastoiditis
akut. Infeksi juga dapat menetap pada telinga tengah sebagai proses kronik, tingkat-
rendah, smoldering yang pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen.

2.7 Komplikasi
1. Dapat terjadi penyulit seperti pada tonsillitis akut
2. Pada adenotonsolitis dapat terjadi penyulit seperti : otitis media dan sinusitis
paranassal.
2.8 Evaluasi Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pemgumpulan riwayat kesehatan yang
cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan. Usap tonsilar
dikultur untuk mementukan adanya infeksi bakteri. Pada adenoiditis, jika episode
10

kambuhan otitis media supuratif mengakibatkan kehilangan pendengaran, pasien harus


diberikan pemeriksaan audiometric secara menyeluruh.

2.9 Pemeriksaan
1. Tes laboratorium
Tes laboratorium digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam reumatik,
glomerul nefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji retensi bila diperlukan
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
2.10 Penatalaksanaan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya perawatan dengan
perawatan sendiri dan dengan menggunakan anribiotik. Tindakan operasi hanya
dilakukan jika sudah mencapi tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1. Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita
banyak istiraht, minum hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan.
2. Antibiotic
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan berperan dalam
proses penyembuhan. Antibiotic oral perlu diminum selama 10 hari.
3. Tindakan operasi
Tonsilektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika mengalami tonsillitis
selama tujuh kali atau lebih dalam setahun.
Amandel membengkak dan berakibat sulit bernapas adanya abses.
a. Tonsillitis terjadi sebanyak 7 x atau lebih/ tahun
b. Tonsillitis terjadi sebanyak 5 x atau lebih/ tahun dalam kurun waktu 2 tahun
c. Tonsillitis terjadi sebanyak 3 x atau lebih/ tahun dalam kurun waktu 3 tahun
d. Tonsillitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotic
11

Farmakologi
1. Golongan penisilin :
a. Penicillin
b. Amoxilin
c. Oxacilin
d. Dicoxacilin
e. Nafcilin
f. Clavulanate
g. Ampicilin-sulbactam
2. Golongan Sefalosporin :
a. Cephalexin
b. Cefozolin
c. Ceftriaxone
d. Cefuroxime
e. Cefadroxil
f. Cefepime
3. Golongan lain :
a. Clindamycin
b. Vancomycin
c. Daptomycin
d. Eritromycin
e. Gentamicin
f. Tobranycin
2.11 Tinjauan Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fokus
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
12

b. Pengkajian Pola
1) Data dasar pengkajian
Integritas Ego
Gejala : perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga,
kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi,
kebersihan gigi buruk/kurang.
3) Hygiene
Tanda : kesulitan menelan
4) Nyeri/ Keamanan
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke
telinga
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati.
5) Pernafasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja
dengan serbuk kayu, debu.
(Firman,2006;Doenges,1999).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi
c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
tonsilektomi.
2. Post operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret
b. Resiko kekurangan volume cairan peredaran yang berlebihan
13

c. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan


d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka
terbuka.

1. Pre Operasi

Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai
dengan ancroksia, disfagia keperawatan kebutuhan nutrisi pasien adekuat

Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tandatada malnutrisi, mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan

INTERVENSI RASIONAL

Awasi masukan dan berat badan sesuai Memberikan informasi sehubungan dengan
indikasi kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi

Auskultasi bunyi usus Makan hanya dimulai setelah bunyi usus


membaik setelah operasi

Mulai dengan makan kecil dan tingkatkan Kandungan makan dapat mengakibatkan
sesuai toleransi ketidak toleransian, memerlukan perubahan
pada kecepatan/tipe formula

Berikan diet nutrisi seimbang (makan cair


atau halus) atau makanan selang yang sesuai
indikasi

Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan respon inflamasi


Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri menurun

INTERVENSI RASIONAL

Monitoring perkembangan nyeri Mengetahui perkembangan tindakan dari


yang dilakukan

Monitoring tanda-tanda vital darah dan nadi Mengetahui keadaan pasien


14

Berikan tindakan nyaman dan akivitas Meningkatkan relaksasi dan membantu


hiburan pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu
disamping diri sendiri/ketidaknyamanan.
Dapat menurunkan kebutuhan dosis analgetik

Selidiki perubahan karakeristik nyeri,periksa Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi


mulut,tenggorokan yang memerlukan evaluasi lanjutan

Catatan indikator non-verbal respon Dapat meningkatkan kerjasama dan


automatic terhadap nyeri evaluasi efek partisipasi dalam program pengobatan
samping
(Doenges,2000)

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan suhu tubuh normal

Kriteria hasil : suhu tubuh normal (36-37ºC) tubuh tidak terasa panas, pasin tidak gelisah

INTERVENSI RASIONAL

Pantau suhu pasien (derajad dan pola) Suhu 38,9-41,1 menunjukkan proses penyakit
perhatikan menggigil/diaphoresis infeksius

Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan Suhu ruangan harus diubah untuk


linen tempat tidur sesuai indikasi mempertahankan suhu mendekati normal

Berikan kompres mandi hangat, hindari Dapat membantu mengurangi demam


penggunaan alcohol

Berikan antipiretik misalnya ASA (aspirin) Gunakan untuk mengurangi demam


asetaminofon dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus meskipun demam
mungkin dapatberguna dalam
mengatasi pertumbuhan organism dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-
sel yang terinfeksi (Doenges, 2000).
15

Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh

Tujuan : tidak mengalami harga diri rendah

Kriteria hasil :

1. menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada

2. Mengidentifikasi persepsi diri negative

INTERVENSI RASIONAL

Diskusikan situasi atau dorong pernyataan Pasien sangat sensitif terhadap perubahan
takut atau masalah, jelaskan hubungan antara tubuh
gejala dengan asal penyakit

Dukung dan dorong pasien, berikan Pemberian perawatan kadang-kadang


perawatan yang positif, perilaku bersahabat memungkinkan penilaian perasaan pasien
untuk memuat upaya untuk membantu pasien
merasakan nilai pribadi.

Dorong keluarga/orang terdekat untuk Anggota keluarga dapat merasa bersalah


menyatakan perasaa, berkunjung atau tentang kondisi pasien dan takut terhadap
berpartisipai pada perawatan kematian.

Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu


baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh menurunkan perasaan marah dan
ataupun kemandirian pasien ketidakberdayaan dan menimbulakn perasaan
adanya perkembangan

Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan Membantu peningkatan rasa harga
berdandan yang baik diri dan kontorl atas salah satu bagian
kehidupan

(Doenges,2000)

Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi tonsilektomi.


16

Tujuan : Kecemasan berkurang /hilang

Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang ,monitor intensitas

kecemasan.

INTERVENSI RASIONAL

Kaji sejauh mana kecemasan klien Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.

Informasikan pasien /orang terdekat tentang Mengembangkan rasa percaya diri


peran advokat perawat intra operasi

Identifikasikan tingkat rasa cemas Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien

Validasi sumber rasa takut Mengidentifikasikan rasa takut yang spesifik

Beritahu pasien kemungkinan dilakukan Mengurangi rasa takut


operasi
(Doenges,2000)

2. Post operasi
Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret

Tujuan : jalan nafas sefektif

Kriteria hasil : setelah dilakukan keperawatan resiko ketidak efektifan bersihan jalan nafas
dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya sekret

INTERVENSI RASIONAL

Pantau irama atau frekuensi irama pernafasan Pernafasan dapat melambatkan dan frekuensi
ekspirasi memanjang di banding inspirasi

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi Bunyi nafas mengi, krekels, dan ronki
nafas, misalnya: mengi, krekel, ronki terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi
pada respon terhadap pengumpulan secret

Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Peninggian kepala tempat tidur
misalnya peninggian kepala tempat tidur, mempermudah fungsi pernafasan dengan
duduk pada sandaran tempat tidur menggunakan gravitasi namun, pasien
17

dengan distresi berat akan mencari posisi


yang paling mudah untuk bernafas

Dorong pasien untuk mengeluarkan lender Membersihkan jalan nafas dan membantu
secara perlahan mencegah komplikasi pernafasan

(Doenges,2000)

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan

Tujuan : berkurangnya volume cairan yang terjadi

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan volume cairan
dapat terstasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat

INTERVENSI RASIONAL

Kaji atau ukur dan catat jumlah pendarahan Potensial kekurangan cairan, khususnya bila
tidak ada tambahan cairan

Awasi tanda vital: bandingkan dengan hasil Perubahan TD dan nadi dapat digunakan
normal pasien/sebelumnya. Ukur TD dengan untuk perkiraan kasar kehilangan darah,
posisi duduk atau berbaring serta ukur nadi missal nadi diduga 25% penurunan >110

Catat respon fisiologi individual pasien Simtomatologi dapat berguna dalam


terhadap perdarahan, misalnya perubahan mengukur berat badan atau lamanya episode
mental, kelemahan, gelisah, anietas, pucat, perdarahan. Memburuknya gejala dapat
berkeringant, takipnea, peningkatan suhu menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau

tidak adekuatnya penggataian cairan

Awasi batuk dan bicara karena akan Aktivitas batuk dan bicara meninkakan
mengiritasi luka dan menambah perdarahan tekanan intraabdomen dan dapat
mencetuskan perdarahan langit

(Doenges,2000)
18

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri
terkontrol

INTERVENSI RASIONAL

Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat,
konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter juga dapat menimbulkan komplikasi
atau lokasi atau intensitas nyeri

Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri Tindakan non-analgetik diberikan dengan


dengan: cara alternative untuk mengurangi nyeri dan
menghilangkan ketidaknyamanan
1. minum air dingin atau air es

2. hindarkan makanan pedas, panas,


asam dan keras

3. melakukan teknik relaksasi

Menciptakan lingkungan yang tenang dan Menurunkan stress dan rangsangan


nyaman berlebihan, meningkatkan istirahat

Pantau tanda vital Perubahan frekuensi jantung atau TD


menunjukkan bahwa pasien mengalami
nyeri, khususnya bila alas an lain untuk
perubahan tanda vital telah terlihat

(Doenges,2000)

Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka terbuka

Tujuan : menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko individu

Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi,
menunjukkan tehnik atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan
19

lingkungan yang nyaman

INTERVENSI RASIONAL

Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas Mengurangi kontaminasi silang


walaupun menggunakan sarung tangan steril

Tetap ada fasilitas control infeksi steril dan Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk
prosedur aseptic mencegah infeksi

Siapkan lokasi operasi menurut produsen Meminimalkan jumlah bakteri pada lokasi
khusus operasi

(Doenges,2000)
BAB III
TINJAUAN KASUS

Jurnal e-Biomedik (eBM), Volume 1, Nomor 2, Juli 2013


IDENTIFIKASI BAKTERI DAN UJI KEPEKAAN TERHADAP ANTIBIOTIK
PADA PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU.PROF. DR.
R. D. KANDOU MANADO PERIODE NOVEMBER 2012-JANUARI 2013
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer.1 Tonsilitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil.2 Fungsi
cincin waldeyer adalah sebagai ben-teng bagi saluran makanan maupun saluran napas
terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan/ minuman dan udara
pernapasan. Selain itu, anggota-anggota cincin waldeyer ini dapat menghasilkan antibodi dan
limfosit.3 Tonsilitis kronis pada anak dapat disebab-kan karena anak sering menderita ISPA
atau tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat.4
Berdasarkan survey epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (indonesia) tahun 1994-
1996, prevalensi tonsilitis kronis sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaring akut
(4,6%).5,6 berdasarkan data medical record tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil padang bagian
THT-KL sub bagian laring faring ditemukkan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di
poliklinik sub bagian laring faring dan menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus,
sedangkan jumlah kunjungan baru penderita tonsilitis kronik di RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar periode Juni 2008-Mei 2009 sebanyak 63 orang.7 Dibandingkan dengan jumlah
kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh
jumlah kunjungan baru. Insiden ton-silitis kronis di RS. Dr. Kariadi Semarang 23,26%.
Sedangkan penelitian yang dilaku-kan di Malaysia pada Poli THT Rumah Sa-kit Sarawak
selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien, dalam jumlah pen-derita penyakit tonsilitis kronis
menempati urutan keempat yakni sebanyak 657 (81%) penderita.5,8
Tonsilitis bisa disebabkan oleh be-berapa jenis bakteri dan virus, Antara tonslitis akut
dan tonsilitis kronik memiliki perbedaan penyebabnya yaitu Tonsilitis akut lebih sering
disebabkan oleh kuman grup A streptococus β-hemolyticus, pneumococcus, streptococcuc
viridans dan streptococcuc pyrogenes, sedangkan tonsili-tis kronik kuman penyebabnya sama
dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram
negatif.1,9 Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi
radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detrius. Detrius ini
merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis
21

detrius ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kekuningan.8 Faktor predisposisi
timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
higene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat.1,9 karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar. Secara klinis
kriptus diisi oleh detrius. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submanibula.1
Penggunaan antibiotik yang luas pada pengobatan infeksi saluran pernapasan atas, tanpa
bukti empiris yang jelas, telah meningkatkan terjadinya resisten berbagai strain mikroba dari
staphylococcus aureus, streptococcus pneumonia, haemofilus influenzae, moraxella
catarrhalis dan lain-nya terhadap antibiotik.4
Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui
perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran perkontinuitatum dapat
menimbulkan rinitis kronis, sinusitis, dan otitis media. Penyebaran hematogen atau limfogen
dapat menyebabkan endo-karditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis,
urtikaria, furunkulo-sis, dan pruritus.9
Berdasarkan masalah tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa tonsilitis masih
merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena angka
kejadiannya yang cukup tinggi di indonesia. Begitu pula masalah komplikasi-nya yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang cukup serius. Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam
rangka menyelesai-kan Karya Tulis Ilmiah Sarjana Keokteran, maka penulis mengadakan
penelitian khusus mengenai Pola Kuman dan Kepekaannya terhadap antibiotika pada
penderita tonsilitis di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou selama periode
November 2012-Januari 2013. Kemudian diuji kepeka-annya terhadap antibiotika di
Laboraturium Mikrobiologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan mengguna-kan metode deskriptif dengan pendekatan studi
prospektif. Waktu penalaksanaan penelitian pada bulan November 2012-Januari 2013 dan
penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. dr. D.R Kandou Manado dan
Laboraturium Mikrobiologi RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado. Sampel penelitian adalah
semua pasien penderita tonsilitis yang akan dilakukan pemeriksaan hapusan tenggorok di
22

THT-KL BLU RSUP Prof. dr. D.R Kandou Manado. Kriteria inklusi yaitu pasien tonsilitis
yang bersedia dilakukan pemeriksaan hapusan tenggorok sedangkan kriteria eksklusi yaitu
pasien tonsilitis yang tidak bersedia dilakukan hapusan peme-riksaan tenggorok. Alat pada
penelitian ini yaitu lidi kapas steril, spatula lidah, kaca objek, lampu spritus, sengkelit, cawan
petri dan mikroskop. Bahan pada penelitian ini yaitu media transport : Stuart, media isolasi :
agar darah, agar nutrien dan Mac Conkey, media identifikasi : TSIA, Simon sitrat, air pepton
dan semisolit, carbol cristal violet, larutan lugol, alkohol 96%, air Funhsin, dan cakram-
cakram (disk) obat antibiotika untuk uji kepekaan. Pada penelitian ini dilakukan uji kepekaan
untuk mengetahui apakah kuman sensitif, intermediate atau resisten terhadap obat antibiotika
yang dingunakan.

HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 sampel usapan tenggorok dari penderita
tonsilitis di poliklinik THT BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou ditemukan 15 sampel ada
pertumbuhan bakteri dan 5 sampel tidak ada pertumbuhan bakteri.
Selama penelitian dari november 2012-Januari 2013 telah dilakukan penelitian terhadap
pasien penderita tonsilitits di poliklinik RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou didapatkan 15 sampel
dengan diagnosis tonsilitis akut maupun kronik yang belum di terapi antibiotika dan 5 sampel
yang tidak ada pertumbuhan antibiotika.
Dari 20 sampel yang didapat, maka digolongkan dalam 4 kelompok umur yaitu 0-12
tahun 9 orang (45%), 13-17 tahun 2 orang (10%), 18-59 tahun 8 orang (40%), dan >60 tahun
1 orang (5%) dan dari 20 sampel yang didapat, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
55%, sedangkan jenis kelamin perempuan 45%.
Setelah dilakukan pemeriksaan labora-turium mikrobiologi di RSUP.Prof. Dr.R.D
Kandou pada 20 sampel usapan tenggorok, didapatkan 15 sampel yang ada pertum-buhan
kuman sedangkan yang 5 tidak ada pertumbuhan kuman dan dari hasil pemeriksaan lab
ditemukan 6 jenis bakteri yang terdiri dari 2 sampel escherichia coli (10%), 2 sampel
staphylococcus aureus (10%), 8 sampel streptococcus sp (40%), 1 sampel branhamella
catarrhalis (5%), 1 sampel enterobacter aerogenes (5%), 1 sampel alcaligenes faecalis(5%)
dan 5 sampel tidak ada pertumbuhan (25%).
Sebelum menentukan kepekaan bakteri terhadap masing-masing antibiotika yang
digunakan maka pada penelitian ini perlu diketahuiterlebih dahulu mengenai standart
diameter zona hambatan menurut National Commite For Clinical Laboratory Standarts
(NCCLS).
23

Sensitifitas yang paling tinggi adalah Levofloxacin 10 sampel (66,67%) dan cefriaxone
10 sampel (66,7%), kemudian amoxicilin calvulanic 8 sampel (53,33%), ciprofoxacin 2
sampel (13,33%). Sedangkan angka resisten yang paling tinggi adalah clindamycin dan
erithormycin.

BAHASAN
Berdasarkan penelitian yg dilakukan di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. dr R.D.
Kandou Manado dalam kurun waktu 3 bulan november 2012 – januari 2013 didapat 20
pasien dengan diagnosis tonsilitis kronik maupun akut. Dari hasil penelitian yang terdiri dari
kelompok umur 0-12 tahun 9 pasien (45%), 13-17 tahun 2 pasien (10%), 18-59 tahun 8
pasien (40%), dan >60 tahun 1 pasien (5%). Hal ini berdasarkan jurnal penelitian dari Rajesh
22
yang menyatakan 70% kasus tonsilitis dialami oleh anak sekolah yang brumur 6 tahun
keatas. Sedangkan hasil penelitian dari Sri S yang membagi usia berdasarkan dua golongan
umur yaitu 3-7 tahun 15 sampel (75%) dan 8-12 tahun 5 sampel (25%).
Dari 20 penderita tonsilitis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dari bulan November 2012 – Januari 2013 ditemukan enderita
laki-laki 11 orang (55%) dan penderita perempuan 9 orang (45%). Hal ini berbeda dengan
penelitian Juenvie di mana penelitian pada bulan juni-juli 2010 didapatkan jumlah penderita
perempuan 8 orang (61,45%) dan laki-laki 5 orang (38,46%).10
Pada pemeriksaan yang dilakukan terhadap 20 sampel hapusan tonsil, diperoleh hasil
pertumbuhan bakteri pada 16 sampel (80%) dan 4 sampel (20%) tidak ada pertumbuhan
bakteri. Bakteri yang di temukan terdiri dari streptococcus sp 8 sampel (40%),
staphylococcus 2 sampel(10%), escherichia coli 2 sampel (10%), branhamella catarrhalis 1
sampel (5%), enterobacter aerogenes 1 sampel (5%), alcaligenes faecalis 1 sampel (5%), dan
tidak ada pertumbuhan 4 sampel (25%). Hal ini sesuai dengan pustaka dari Rajesh22 yang ada
bahwa 30%-40% kasus tonsilitis disebabkan oleh group A streptococcus β hemolyticus,
pneumococcus, streptococcuc viridans dan streptococcuc pyrogenes, sedangkan tonsilitis
kronik kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan gram negatif. Pada penelitian memiliki perbedaan jumlah sampel
dan jenis kuman yang diperoleh. Pada pemeriksaan 13 sampel ditemukan 10 sampel
penderita tonsil yang diperoleh hasil pertumbuhan kuman dan 3 sampel yang tidak ada
pertumbuhan kuman. Dari kuman yang di dapat dari hasil pemeriksaan Laboraturium
Mikrobiologi RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado di dapatkan jenis kuman stafilococcus
24

albus 5 sampel (38,46%), streptococcus non hemolyticus 3 sampel (23,07%), klebsiella 1


sampel (7,69%), bacillus subtilis (kontaminan) 1 sampel (7,69%).10
Pada uji kepekaan digunakan 6 jenis antibiotika yaitu amoxycilin calvulanic,
ciprofloxacin, levofloxacin, erithromycin, clindamycin, cefriaxone. Hasil penelitian
menunjukan semua bakteri yang didapat pada identifikasi kuman peka terhadap antibiotika
levofloxacin. kemudian bakteri escherchia coli, staphylococcus aureus, streptococcus sp,
enterobacter aerogenes, alcaligenes faecalis peka terhadap anti-biotika cefriaxon kecuali
bakteri branhamella catarrhalis yang tidak peka terhadap antibiotika cefriaxon. staphylo-
coccus aureus, streptococcus sp, entero-bacter aerogenes, alcaligenes faecalis peka terhadap
antibiotika amoxicilin calvulanic. Sedangkan escherichia coli dan staphylo-coccus aureus
peka terhadap ciprofloxacin.
Dari hasil penelitian yang didapat bahwa semua bakteri sudah resisten terhadap
antibiotika clindamycin dan eritromisin.

SIMPULAN
Dari 20 sampel usap tenggorok, didapatan bahwa 15 sampel menunjukkan
pertumbuhan bakteri dan 5 sampel tidak ada pertumbuhan bakteri. Bakteri yang terbanyak
adalah Streptococcus sp dan jenis antibiotika yang paling peka yaitu Levofloxacin dan
Cefriaxon, sedangkan antibiotika yang paling resisten yaitu Clindamycin.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Tonsilektomi


Tonsilektomi adalah prosedur bedah yang bertujuan untuk mengobati tonsilitis,
atau peradangan kronis pada amandel. Amandel adalah sepasang kelenjar kecil di
belakang tenggorakan yang mengandung sel darah putih, yang dapat melawan
infeksi. Bila terinfeksi, amandel biasanya akan menjadi bengkak. Pada kebanyakan
kasus, tonsilitis dapat disembuhkan dengan antibiotik. Namun, bila kondisinya
memburuk dan menjadi kronis (terjadi beberapa kali setiap tahun), pasien dianjurkan
untuk menjalani operasi pengangkatan amandel total. Saat ini, tonsilektomi juga
dapat mengobati penyakit lain, termasuk apnea atau kelainan bernapas saat tidur,
gangguan pernapasan, dan penyakit amandel lainnya.

4.2 Cara Kerja Tonsilektomi


Tonsilektomi dapat dilakukan dengan dua metode. Metode yang lebih sering
digunakan adalah diseksi diatermi bipolar, karena metode ini dapat mengurangi
pendarahan. Metode ini dilakukan dengan menggunakan forcep elektris untuk
menutup pembuluh darah yang ada di antara amandel dan otot di sekitarnya.
Kemudian, amandel akan diangkat satu persatu. Metode ini digunakan pada
tonsilektomi total, karena dapat memastikan tidak ada jaringan amandel yang
tertinggal.
Metode lain adalah tonsilektomi intrakapsular. Metode ini menggunakan probe
elektris untuk memecahkan dan menghancurkan protein di jaringan amandel. Probe
tersebut mengandung larutan garam yang dipanaskan dengan arus listrik, sehingga
dapat menghancurkan kelenjar yang ada di lapisan amandel. Metode ini lebih tidak
beresiko merusak otot dan pembuluh darah di sekitar amandel. Tonsilektomi jenis ini
biasanya digunakan untuk mengobati apnea tidur atau mendengkur terlalu keras.

25
26

SOP TONSILITIS

No. Dokumen : SOP/LKBP/


SOP UGD
No. Revisi : 00
Tanggal Terbit : 20 Agustus 2015
Halaman : 1
1. Pengertian Peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial),
tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring/ Gerlach’s tonsil).
2. Tujuan Prosedur ini sebagai acuan untuk membeikan penanganan yang tepat pada
pasien tonsilitis.

3. Kebijakan Surat keputusan kepala puskesmas no.800/13/416-103.21/2015 tentang


pelayanan klinis
4. Refrensi Panduan praktek klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer
5. Prosedur / 5.1 Persiapan alat
Langkah -langkah 5.1.1 Tensi
5.1.2 Termometer
5.1.3 Stetoskop
5.1.4 Lampu kepala
5.1.5 Spatula lidah
5.1.6 Larutan KOH
5.1.7 Pewarnaan gram
5.1.8 Obat-obatan: antiviral, antibiotik, obat kumur antiseptic
5.1.9 Lidi kapas
5.2 Melakukan anamnesa keluhan pasien seperti demam, sakit menelan,
nyeri tenggorok, lesu, nyeri sendi,dan anoreksia.
5.3 Memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga / pasien
menandatangani Informed consent.
5.4 Mendekatkan alat pada pasien.
5.5 Melakukan pengukuran tekanan darah, suhu badan dan mencatat dalam
buku status pasien.
5.6 Melakukan pemeriksaan fisik seperti keadaan umum pasien,
pembengkakan tonsil, hiperemis, terdapat detritus berbentuk folikel,
lakuna, atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan.
5.7 Memberikan terapi sesuai dengan acuan penatalaksanaan terapi
Penatalaksanaan:
5.7.1 Menganjurkan pasien istirahat cukup, banyak minum, obat
27

kumur yang mengandung desinfektan.


5.7.2 Antipiretika Parasetamol
5.7.3 OAINS : ibuprofen 3 x 400 mg,natrium diclofenac 3 x 50 mg
5.7.4 Antibiotik golongan penisilin.
5.7.5 Amoksisilin dewasa 3 x 500 mg. Anak 20 – 40 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3 dosis selama 5 – 10 hari.
5.7.6 Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan Eritromisin dewasa
4 x 500 mg. Anak 30 – 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis
selama 5-10 hari.
5.8 Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma ( rujuk rs )

6. Bagan alir
7. Unit terkait 7.1 UGD
7.2 BP, Rawat inap
7.3 Pustu
7.4 Ponkesdes
8. Dokumen Terkait

9. Rekaman Historis
Perubahan No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai
diberlakukan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Tonsillitis adalah infeksi amandel pada kelenjar di
kedua sisi belakang tenggorokan. Amandel adalah bagian dari system kekebalan yang
melindungi dan membantu tubuh untuk melawan infeksi. Tonsillitis sangat umum dan
dapat terjadi pada semua usi. Hal ini paling umum pada anak-anak dan dewasa muda.
Tonsillitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman strepcoccus beta
hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan
oleh virus (Mansjoer, A. 2000).

5.2 Saran
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan tercapai
asuhan keperawatan tanpa memperberat kondisi klinis pasien. Perawat diharapkan bisa
memberikan informasi kepada pasien sehingga pasien dapat mengetahui penyebab
terjadinya tonsillitis, sehingga resiko terjadinya tonsillitis semakin kecil, menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas. Perawat juga berperan sebagai jembatan informasi
tentang edukasi pentingnya mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil
pengulangan penyakit ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI. Jakarta:
Medica Aesculpalus.

Doenges, Marilyn E. Dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Alih Bahasa: I Made
Kriasa. EGC . Jakarta.

Rukmini, S. 2003. Buku Ajar Ilmu THT untuk Perawat. Edisi Pertama. Surabaya: FK
Airlangga.

Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam:


Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Edisi 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2011: 217-25.

Syaifuddin. 2002. Panduan Diagnosa NANDA 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

http://health.vic.gov.au/edfactsheets/downloads/tonsilitis.pdf

http://seputarsehat.com/keperawatan/asuhan-keperawatan-tonsilitis.html

https://id.scribd.com/document/329232067/Sop-Tonsilitis

29

Anda mungkin juga menyukai