MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
KMB
yang dibina oleh Ibu Sulastyawati S. Kep. Ns, M. Kep
Oleh :
1. Rizqi Alrian (P17220183049)
2. Lia Wiji Rahayu (P17220184055)
3. Muna Rosalina (P17220184065)
4. Iqbal Fahmi Firmansyah (P17220184074)
5. Cindy Aprillyaning Tyas (P17220184065)
6. Fitria Dwi Aidha (P17220184080)
7. Rere Puspitaningrum (P17220184082)
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsil terdiri atas jaringan limfatik dan terletak pada kedua sisi orofaring.
Keduanya sering menjadi tempat terjangkitnya infeksi akut. Streptokokus group A
adalah organisme paling umum yang berkaitan dengan tonsillitis dan adenoiditis.
Tonsillitis kronik kurang umum dan mungkin disalah artikan dengan kelainan lain
seperti alergi, asma, dan sinusitis.
Pada umumnya serangan tonsillitis dapat sembuh sendiri apabila daya tahan
tubuh penderita baik. Tonsil yang mengalami peradangan terus-menerus sebaiknya
dilakukan tonsilektomi (operasi pengangkatan amandel) yang harus dipenuhi terlebih
dahulu indikasinya. Tindakan tonsilektomi mempunyai risiko yaitu hilangnya sebagian
peran tubuh melawan penyakit yang dimiliki jaringan amandel (Syaifudin, 2002).
Tonsilitis sering terjadi pada anak-anak usia 2-3 tahun dan sering meningkat pada anak
usia 5-12 tahun (Rukmini, 2003). Tonsilitis paling sering terjadi di negara subtropis.
Pada negara iklim dingin angka kejadian lebih tinggi dibandingkan dengan
yang terjadi di negara tropis, infeksi Streptococcus terjadi di sepanjang tahun terutama
pada waktu musim dingin (Rusmarjono, 2003). Hasil Penelitian Jagdeep (2008)
menunjukkan bahwa “2 gangguan tonsillitis berdampak pada penampilan pasien,
seperti sering mengalami radang namun tidak sampai mengalami gangguan suara”.
Penelitian Sakka dkk (2009) menyimpulkan bahwa “infeksi pada tonsil merupakan
masalah yang cukup sering dijumpai”. Keluhan yang ditimbulkan berupa nyeri
menelan, demam, otitis media, sampai obstructive sleep apnea. Kadar s-IgA penderita
tonsilitis kronik sebelum tonsilektomi tinggi. Empat minggu setelah operasi, kadar s-
IgA turun mendekati kadar s-IgA individu normal.
1
2
PEMBAHASAN
Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2,5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-
30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil tidak mengisi
seluruh fosa tonsilaris, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris.
Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga
tertekan setiap kali makan.
3
4
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah
faring atau tenggorokan. Keduannya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi
sebagai bagian dari system imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu mulai
menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid
merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan lain yang ada diseluruh
tubuh belum bekerja secara optimal.
System imunitas ada 2 macam yaitu imunitas selular dan humoral. Imunitas selular
bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan” kuman dan virus serta
membunuhnya. Sedangkanimunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang
dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.
Kuman yang “dimakan” oleh imunitas selular tonsil dan adenoid terkadang tidak mati
dan tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
“bekerja terus” dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil
dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.
Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat
menjadi sumber infeksi (fokla infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan
batuk pilek. Selain itu folikel pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada ginjal
(Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit
(Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan
adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid.
` Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
5
Tonsillitis adalah infeksi amandel pada kelenjar di kedua sisi belakang tenggorokan.
Amandel adalah bagian dari system kekebalan yang melindungi dan membantu tubuh
untuk melawan infeksi. Tonsillitis sangat umum dan dapat terjadi pada semua usi. Hal ini
paling umum pada anak-anak dan dewasa muda. Tonsillitis akut adalah radang akut yang
disebabkan oleh kuman strepcoccus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan
streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
Tonsillitis sebagian besar disebabkan oleh virus dan sering didahului oleh dingin
(hidung meler, batk dan sakit mata). Sedikit kasus (sekitar satu dari tujuh) yang
disebabakan oleh bakteri. Paling jenis umum dari bakteri yang terlibat adalah
streptococcus ( juga dikenal sebagai radang tenggorokan ). Tonsilektomi adalah suatu
tindakan pembedahan dengan mengmabil atau mengangkat tonsil (Arsyad Soepardi,
1995).
Macam-macam tonsillitis :
1. Tonsillitis Akut
Dibagi menjadi 2, yaitu
a. Tonsillitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan.
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsillitis Bakterial
Radang akaut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptococcus beta
hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus
viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri yang mulai mati.
6
2. Tonsillitis membranosa
a. Tonsillitis Difteri
Penyebabnya oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk
Gram positif dan hidung disaluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan
laring.
b. Tonsillitis Septik
Penyebabnya streptococcus hemolitik yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu
dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan
pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. gejala
berupa demam sampai 39˚C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang gangguan
pencernaan.
4. Tonsillitis kronik
Factor predisposisi timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,
kelemahan fisik dan pengobatan tonsillitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya
sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang.
Menurut Adams George (1999) Tonsilitis bakterialis supuralis akut. paling sering
disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
1. Pneumococcus
2. Staphilococcus
3. Haemalphilus influenza
4. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
6. Virus
7. Adenovirus
8. ECHO
9. Virus influenza serta herpes
Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsillitis.
Menurut Iskandar N (1993) yaitu “kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada
korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus
disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakonaris”.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut.
Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang
akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
8
PATHWAY
Penyebaran limfogen
Proses inflamasi
Gejala tonsillitis termasuk sakit tenggorokan, demam, ngorok dan kesulitan menelan.
Perbesaran adenoid dapat menyebabkan pernapasan mulut, sakit telingan, telinga
mengeluarkan cairan, kepala sering panas, bronchitis, napas bau, kerusakan suara, dan
pernapasan bising. Jarang perbesaran adenoid menyebabkan obstruksi hidung. Infeksi
dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachii)dan dapat
mengakibatkan otitis media, yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga
dan lebih jauh menyebarkan infeksi kedalam sel-sel mastoid, menyebabkan mastoiditis
akut. Infeksi juga dapat menetap pada telinga tengah sebagai proses kronik, tingkat-
rendah, smoldering yang pada akhirnya menyebabkan ketulian permanen.
2.7 Komplikasi
1. Dapat terjadi penyulit seperti pada tonsillitis akut
2. Pada adenotonsolitis dapat terjadi penyulit seperti : otitis media dan sinusitis
paranassal.
2.8 Evaluasi Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, dan pemgumpulan riwayat kesehatan yang
cermat untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan. Usap tonsilar
dikultur untuk mementukan adanya infeksi bakteri. Pada adenoiditis, jika episode
10
2.9 Pemeriksaan
1. Tes laboratorium
Tes laboratorium digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien merupakan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam reumatik,
glomerul nefritis, dan demam jengkering.
2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji retensi bila diperlukan
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan
obat kumur yang mengandung desinfektan.
2.10 Penatalaksanaan
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya perawatan dengan
perawatan sendiri dan dengan menggunakan anribiotik. Tindakan operasi hanya
dilakukan jika sudah mencapi tonsillitis yang tidak dapat ditangani sendiri.
1. Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu
hilang dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita
banyak istiraht, minum hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan.
2. Antibiotic
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan berperan dalam
proses penyembuhan. Antibiotic oral perlu diminum selama 10 hari.
3. Tindakan operasi
Tonsilektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika mengalami tonsillitis
selama tujuh kali atau lebih dalam setahun.
Amandel membengkak dan berakibat sulit bernapas adanya abses.
a. Tonsillitis terjadi sebanyak 7 x atau lebih/ tahun
b. Tonsillitis terjadi sebanyak 5 x atau lebih/ tahun dalam kurun waktu 2 tahun
c. Tonsillitis terjadi sebanyak 3 x atau lebih/ tahun dalam kurun waktu 3 tahun
d. Tonsillitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotic
11
Farmakologi
1. Golongan penisilin :
a. Penicillin
b. Amoxilin
c. Oxacilin
d. Dicoxacilin
e. Nafcilin
f. Clavulanate
g. Ampicilin-sulbactam
2. Golongan Sefalosporin :
a. Cephalexin
b. Cefozolin
c. Ceftriaxone
d. Cefuroxime
e. Cefadroxil
f. Cefepime
3. Golongan lain :
a. Clindamycin
b. Vancomycin
c. Daptomycin
d. Eritromycin
e. Gentamicin
f. Tobranycin
2.11 Tinjauan Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fokus
a. Wawancara
1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
2) Apakah pengobatan adekuat
3) Kapan gejala itu muncul
4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
5) Bagaimana pola makannya
6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
12
b. Pengkajian Pola
1) Data dasar pengkajian
Integritas Ego
Gejala : perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga,
kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
2) Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi,
kebersihan gigi buruk/kurang.
3) Hygiene
Tanda : kesulitan menelan
4) Nyeri/ Keamanan
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke
telinga
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-hati.
5) Pernafasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja
dengan serbuk kayu, debu.
(Firman,2006;Doenges,1999).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi
c. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi
d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
e. Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi
tonsilektomi.
2. Post operasi
a. Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret
b. Resiko kekurangan volume cairan peredaran yang berlebihan
13
1. Pre Operasi
Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai
dengan ancroksia, disfagia keperawatan kebutuhan nutrisi pasien adekuat
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tandatada malnutrisi, mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan
INTERVENSI RASIONAL
Awasi masukan dan berat badan sesuai Memberikan informasi sehubungan dengan
indikasi kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi
Mulai dengan makan kecil dan tingkatkan Kandungan makan dapat mengakibatkan
sesuai toleransi ketidak toleransian, memerlukan perubahan
pada kecepatan/tipe formula
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri menurun
INTERVENSI RASIONAL
Kriteria hasil : suhu tubuh normal (36-37ºC) tubuh tidak terasa panas, pasin tidak gelisah
INTERVENSI RASIONAL
Pantau suhu pasien (derajad dan pola) Suhu 38,9-41,1 menunjukkan proses penyakit
perhatikan menggigil/diaphoresis infeksius
Kriteria hasil :
1. menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada
INTERVENSI RASIONAL
Diskusikan situasi atau dorong pernyataan Pasien sangat sensitif terhadap perubahan
takut atau masalah, jelaskan hubungan antara tubuh
gejala dengan asal penyakit
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan Membantu peningkatan rasa harga
berdandan yang baik diri dan kontorl atas salah satu bagian
kehidupan
(Doenges,2000)
kecemasan.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji sejauh mana kecemasan klien Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
2. Post operasi
Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
Kriteria hasil : setelah dilakukan keperawatan resiko ketidak efektifan bersihan jalan nafas
dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya sekret
INTERVENSI RASIONAL
Pantau irama atau frekuensi irama pernafasan Pernafasan dapat melambatkan dan frekuensi
ekspirasi memanjang di banding inspirasi
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi Bunyi nafas mengi, krekels, dan ronki
nafas, misalnya: mengi, krekel, ronki terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi
pada respon terhadap pengumpulan secret
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, Peninggian kepala tempat tidur
misalnya peninggian kepala tempat tidur, mempermudah fungsi pernafasan dengan
duduk pada sandaran tempat tidur menggunakan gravitasi namun, pasien
17
Dorong pasien untuk mengeluarkan lender Membersihkan jalan nafas dan membantu
secara perlahan mencegah komplikasi pernafasan
(Doenges,2000)
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan volume cairan
dapat terstasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat
INTERVENSI RASIONAL
Kaji atau ukur dan catat jumlah pendarahan Potensial kekurangan cairan, khususnya bila
tidak ada tambahan cairan
Awasi tanda vital: bandingkan dengan hasil Perubahan TD dan nadi dapat digunakan
normal pasien/sebelumnya. Ukur TD dengan untuk perkiraan kasar kehilangan darah,
posisi duduk atau berbaring serta ukur nadi missal nadi diduga 25% penurunan >110
Awasi batuk dan bicara karena akan Aktivitas batuk dan bicara meninkakan
mengiritasi luka dan menambah perdarahan tekanan intraabdomen dan dapat
mencetuskan perdarahan langit
(Doenges,2000)
18
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri
terkontrol
INTERVENSI RASIONAL
Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat,
konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter juga dapat menimbulkan komplikasi
atau lokasi atau intensitas nyeri
(Doenges,2000)
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka terbuka
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi,
menunjukkan tehnik atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan
19
INTERVENSI RASIONAL
Tetap ada fasilitas control infeksi steril dan Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk
prosedur aseptic mencegah infeksi
Siapkan lokasi operasi menurut produsen Meminimalkan jumlah bakteri pada lokasi
khusus operasi
(Doenges,2000)
BAB III
TINJAUAN KASUS
detrius ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kekuningan.8 Faktor predisposisi
timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
higene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat.1,9 karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan
oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar. Secara klinis
kriptus diisi oleh detrius. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submanibula.1
Penggunaan antibiotik yang luas pada pengobatan infeksi saluran pernapasan atas, tanpa
bukti empiris yang jelas, telah meningkatkan terjadinya resisten berbagai strain mikroba dari
staphylococcus aureus, streptococcus pneumonia, haemofilus influenzae, moraxella
catarrhalis dan lain-nya terhadap antibiotik.4
Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui
perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran perkontinuitatum dapat
menimbulkan rinitis kronis, sinusitis, dan otitis media. Penyebaran hematogen atau limfogen
dapat menyebabkan endo-karditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis,
urtikaria, furunkulo-sis, dan pruritus.9
Berdasarkan masalah tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa tonsilitis masih
merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus, karena angka
kejadiannya yang cukup tinggi di indonesia. Begitu pula masalah komplikasi-nya yang dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang cukup serius. Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam
rangka menyelesai-kan Karya Tulis Ilmiah Sarjana Keokteran, maka penulis mengadakan
penelitian khusus mengenai Pola Kuman dan Kepekaannya terhadap antibiotika pada
penderita tonsilitis di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou selama periode
November 2012-Januari 2013. Kemudian diuji kepeka-annya terhadap antibiotika di
Laboraturium Mikrobiologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan mengguna-kan metode deskriptif dengan pendekatan studi
prospektif. Waktu penalaksanaan penelitian pada bulan November 2012-Januari 2013 dan
penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUP Prof. dr. D.R Kandou Manado dan
Laboraturium Mikrobiologi RSUP Prof. dr. R.D Kandou Manado. Sampel penelitian adalah
semua pasien penderita tonsilitis yang akan dilakukan pemeriksaan hapusan tenggorok di
22
THT-KL BLU RSUP Prof. dr. D.R Kandou Manado. Kriteria inklusi yaitu pasien tonsilitis
yang bersedia dilakukan pemeriksaan hapusan tenggorok sedangkan kriteria eksklusi yaitu
pasien tonsilitis yang tidak bersedia dilakukan hapusan peme-riksaan tenggorok. Alat pada
penelitian ini yaitu lidi kapas steril, spatula lidah, kaca objek, lampu spritus, sengkelit, cawan
petri dan mikroskop. Bahan pada penelitian ini yaitu media transport : Stuart, media isolasi :
agar darah, agar nutrien dan Mac Conkey, media identifikasi : TSIA, Simon sitrat, air pepton
dan semisolit, carbol cristal violet, larutan lugol, alkohol 96%, air Funhsin, dan cakram-
cakram (disk) obat antibiotika untuk uji kepekaan. Pada penelitian ini dilakukan uji kepekaan
untuk mengetahui apakah kuman sensitif, intermediate atau resisten terhadap obat antibiotika
yang dingunakan.
HASIL PENELITIAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 20 sampel usapan tenggorok dari penderita
tonsilitis di poliklinik THT BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou ditemukan 15 sampel ada
pertumbuhan bakteri dan 5 sampel tidak ada pertumbuhan bakteri.
Selama penelitian dari november 2012-Januari 2013 telah dilakukan penelitian terhadap
pasien penderita tonsilitits di poliklinik RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou didapatkan 15 sampel
dengan diagnosis tonsilitis akut maupun kronik yang belum di terapi antibiotika dan 5 sampel
yang tidak ada pertumbuhan antibiotika.
Dari 20 sampel yang didapat, maka digolongkan dalam 4 kelompok umur yaitu 0-12
tahun 9 orang (45%), 13-17 tahun 2 orang (10%), 18-59 tahun 8 orang (40%), dan >60 tahun
1 orang (5%) dan dari 20 sampel yang didapat, yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak
55%, sedangkan jenis kelamin perempuan 45%.
Setelah dilakukan pemeriksaan labora-turium mikrobiologi di RSUP.Prof. Dr.R.D
Kandou pada 20 sampel usapan tenggorok, didapatkan 15 sampel yang ada pertum-buhan
kuman sedangkan yang 5 tidak ada pertumbuhan kuman dan dari hasil pemeriksaan lab
ditemukan 6 jenis bakteri yang terdiri dari 2 sampel escherichia coli (10%), 2 sampel
staphylococcus aureus (10%), 8 sampel streptococcus sp (40%), 1 sampel branhamella
catarrhalis (5%), 1 sampel enterobacter aerogenes (5%), 1 sampel alcaligenes faecalis(5%)
dan 5 sampel tidak ada pertumbuhan (25%).
Sebelum menentukan kepekaan bakteri terhadap masing-masing antibiotika yang
digunakan maka pada penelitian ini perlu diketahuiterlebih dahulu mengenai standart
diameter zona hambatan menurut National Commite For Clinical Laboratory Standarts
(NCCLS).
23
Sensitifitas yang paling tinggi adalah Levofloxacin 10 sampel (66,67%) dan cefriaxone
10 sampel (66,7%), kemudian amoxicilin calvulanic 8 sampel (53,33%), ciprofoxacin 2
sampel (13,33%). Sedangkan angka resisten yang paling tinggi adalah clindamycin dan
erithormycin.
BAHASAN
Berdasarkan penelitian yg dilakukan di poliklinik THT-KL BLU RSUP Prof. dr R.D.
Kandou Manado dalam kurun waktu 3 bulan november 2012 – januari 2013 didapat 20
pasien dengan diagnosis tonsilitis kronik maupun akut. Dari hasil penelitian yang terdiri dari
kelompok umur 0-12 tahun 9 pasien (45%), 13-17 tahun 2 pasien (10%), 18-59 tahun 8
pasien (40%), dan >60 tahun 1 pasien (5%). Hal ini berdasarkan jurnal penelitian dari Rajesh
22
yang menyatakan 70% kasus tonsilitis dialami oleh anak sekolah yang brumur 6 tahun
keatas. Sedangkan hasil penelitian dari Sri S yang membagi usia berdasarkan dua golongan
umur yaitu 3-7 tahun 15 sampel (75%) dan 8-12 tahun 5 sampel (25%).
Dari 20 penderita tonsilitis yang berobat di poliklinik THT-KL RSUP
Prof.Dr.R.D.Kandou Manado dari bulan November 2012 – Januari 2013 ditemukan enderita
laki-laki 11 orang (55%) dan penderita perempuan 9 orang (45%). Hal ini berbeda dengan
penelitian Juenvie di mana penelitian pada bulan juni-juli 2010 didapatkan jumlah penderita
perempuan 8 orang (61,45%) dan laki-laki 5 orang (38,46%).10
Pada pemeriksaan yang dilakukan terhadap 20 sampel hapusan tonsil, diperoleh hasil
pertumbuhan bakteri pada 16 sampel (80%) dan 4 sampel (20%) tidak ada pertumbuhan
bakteri. Bakteri yang di temukan terdiri dari streptococcus sp 8 sampel (40%),
staphylococcus 2 sampel(10%), escherichia coli 2 sampel (10%), branhamella catarrhalis 1
sampel (5%), enterobacter aerogenes 1 sampel (5%), alcaligenes faecalis 1 sampel (5%), dan
tidak ada pertumbuhan 4 sampel (25%). Hal ini sesuai dengan pustaka dari Rajesh22 yang ada
bahwa 30%-40% kasus tonsilitis disebabkan oleh group A streptococcus β hemolyticus,
pneumococcus, streptococcuc viridans dan streptococcuc pyrogenes, sedangkan tonsilitis
kronik kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah
menjadi kuman golongan gram negatif. Pada penelitian memiliki perbedaan jumlah sampel
dan jenis kuman yang diperoleh. Pada pemeriksaan 13 sampel ditemukan 10 sampel
penderita tonsil yang diperoleh hasil pertumbuhan kuman dan 3 sampel yang tidak ada
pertumbuhan kuman. Dari kuman yang di dapat dari hasil pemeriksaan Laboraturium
Mikrobiologi RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado di dapatkan jenis kuman stafilococcus
24
SIMPULAN
Dari 20 sampel usap tenggorok, didapatan bahwa 15 sampel menunjukkan
pertumbuhan bakteri dan 5 sampel tidak ada pertumbuhan bakteri. Bakteri yang terbanyak
adalah Streptococcus sp dan jenis antibiotika yang paling peka yaitu Levofloxacin dan
Cefriaxon, sedangkan antibiotika yang paling resisten yaitu Clindamycin.
BAB IV
PEMBAHASAN
25
26
SOP TONSILITIS
6. Bagan alir
7. Unit terkait 7.1 UGD
7.2 BP, Rawat inap
7.3 Pustu
7.4 Ponkesdes
8. Dokumen Terkait
9. Rekaman Historis
Perubahan No Yang Diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai
diberlakukan
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001). Tonsillitis adalah infeksi amandel pada kelenjar di
kedua sisi belakang tenggorokan. Amandel adalah bagian dari system kekebalan yang
melindungi dan membantu tubuh untuk melawan infeksi. Tonsillitis sangat umum dan
dapat terjadi pada semua usi. Hal ini paling umum pada anak-anak dan dewasa muda.
Tonsillitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman strepcoccus beta
hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan
oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
5.2 Saran
Dengan mengetahui tanda dan gejala serta proses penyakit ini diharapkan tercapai
asuhan keperawatan tanpa memperberat kondisi klinis pasien. Perawat diharapkan bisa
memberikan informasi kepada pasien sehingga pasien dapat mengetahui penyebab
terjadinya tonsillitis, sehingga resiko terjadinya tonsillitis semakin kecil, menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas. Perawat juga berperan sebagai jembatan informasi
tentang edukasi pentingnya mengkonsumsi obat secara teratur untuk memperkecil
pengulangan penyakit ini.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI. Jakarta:
Medica Aesculpalus.
Rukmini, S. 2003. Buku Ajar Ilmu THT untuk Perawat. Edisi Pertama. Surabaya: FK
Airlangga.
http://health.vic.gov.au/edfactsheets/downloads/tonsilitis.pdf
http://seputarsehat.com/keperawatan/asuhan-keperawatan-tonsilitis.html
https://id.scribd.com/document/329232067/Sop-Tonsilitis
29