A. PENGERTIAN
1. Istirahat
Kata istirahat mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai
menyegarkan diri, diam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta
melepaskan diri dari apa pun yang membosankan, menyulitkan, atau
menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa istirahat
merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan
bebas dari kecemasan (ansietas) .Tidur merupakan fungsi protektif yang
dimiliki semua organisme memungkinkan terjadinya perbaikan dan
pemulihan jaringan setelah aktivitas. Seseorang dapat benar-benar istirahat
bila:
a. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawah kontrolnya;
b. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau di
manapun juga termasuk ide-idenya diterima oleh orang lain;
c. Mengetahui apa yang terjadi;
d. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan;
e. memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya;
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-tvaktu bila memerlukannya.
(Perry & Potter, 2006)
2. Tidur
Tidur adalah suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika seseorang
memperoleh periode tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya telah
pulih, hal ini diyakini bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan
dan penyembuhan system tubuh untuk periode keterjagaan yang
berikutnya (Perry & Potter, 2006). Tidur merupakan suatu keadaan tidak
sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun
atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup. tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental
emosional, fisiologis, dan kesehatan. Seseorang dapat dikategorikan
sedang tidur apabila terdapat tanda tanda sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik minimal
b. Tingkat kesadaran yang bervariasi
B. FISIOLOGIS TIDUR
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh
integrasi tinggi aktivitas system saraf pusat yang berhubungan dengan
perubahan dalam system saraf peripheral, endokrin, kardiovaskuler,
pernapasan dan muscular. Tiap rangkaian diidentifikasi dengan respon fisik
tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG),
yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram
(EMG), yang mengukur tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang
mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur.
Kontrol dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua
mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermitten dan menekan pusat
otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme
menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur.
System aktivasi reticular ( SAR ) berlokasi pada batang otak teratas. SAR
dipercaya terdiri atas sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan
terjaga. SAR menerima stimulus sensori visual, auditori, nyeri dan taktil.
Aktivasi korteks serebral (mis. Proses emosi atau pikiran) juga menstimulasi
SAR. Saat terbangun merupakan hasil neuron dalam SAR yang mengeluarkan
katekolamin seperti norepinefrin. Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran
serotonin dari sel tertentu dalam system tidur raphe pada pons dan otak depan
bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (bulbar
synchronizing region, BSR ). Ketika seseorang mencoba tertidur, mereka akan
menutup mata dan berada dalam posisi relaks. Stimulus ke SAR menurun.
Jika ruangan gelap dan tenang, maka aktivasi SAR selanjutnya menurun. Pada
beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.
(Perry & Potter, 2006)
C. SIKLUS TIDUR
Secara normal pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan periode
sebelum tidur, selama orang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap
berkembang secara teratur. Periode ini secara normal berakhir 10-30 menit,
tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan untuk tidur, akan berlangsung
satu jam atau lebih, tahapan tidur dibagi dalam beberapa tahap antara lain :
1. Tidur Non Rapid Eye Movement ( NREM)
a. Tahap 1 tidur NREM
1) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
2) Tahap berakhir beberapa menit
3) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara
bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme
4) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti
suara
5) Ketika terbangun, seseorang merasa seperti telah melamun
b. Tahap II NREM
1) Tahap II merupakan periode tidur bersuara
2) Tahap berakhir beberapa menit
3) Untuk terbangun masih relative mudah
4) Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
5) Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
c. Tahap III NREM
1) Tahap III merupakan tahap awal dari tidur yang dalam
2) Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
3) Otot-otot dalam keadaan santai penuh
4) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
5) Tahap berakhir 15 hingga 30 menit
d. Tahap IV NREM
1) Tahap IV merupakan tahap tidur terdalam
2) Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
c. Stres psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal
ini disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan
nonepinefrin darah melalui sistem saraf simpatis. Zat ini akan mengurangi
tahap IV NREM dan REM. Berdasarkan penelitian Desita Febriana tahun
2011 tentang Kajian Stres Hospitalisasi Terhadap Pemenuhan Pola Tidur
Anak Usia Prasekolah Di Ruang Anak Rs Baptis Kediri, Keadaan
hospitalisasi dapat menjadi stresor bagi anak saat dirawat di rumah sakit,
sehingga anak akan mengalami stres hospitalisasi yang ditunjukkan
dengan adanya perubahan beberapa perilaku pada anak. Apabila masalah
tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses perawatan anak dan
kesembuhan anak itu sendiri. Dalam penelitin tersebut terbukti 85% anak
mengalami stres hospitalisasi sedang pada anak di Ruang Anak Rumah
Sakit Baptis Kediri dan 62% anak mengalami gangguan pola tidur pada
anak usia prasekolah.
d. Diet
Makanan yang banyak mengandung L-Triptofan seperti keju, susu,
daging, dan ikan tuna dapat menyebabkan seseorang mudah tidur.
Sebaliknya, minuman yang mengandung kafein maupun alkohol akan
mengganggu tidur.
e. Gaya hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat
menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada kelelahan
yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.
f. Obat-obatan
Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan
ada pula yang sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya, obat golongan
amfetamin akan menurunkan tidur REM
(Asmadi, 2008)
Perkembangan/
Bayi
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama
pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar
Toddler
Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur
pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus
bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun
Pra sekolah
Usia sekolah
Remaja
Tidur sekitar 8,5 jam sehari, dan 20% tidur tahap III-IV.
Dewasa muda
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur
tahap I, 59% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III-IV.
Dewasa pertengahan
Dewasa tua
malam hari.
apakah
peristiwa,
yang
dialami
klien,
yang
laku,
seperti
oleng/
sempoyongan,
(NANDA, 2013)
3. Intervensi dan rasional
a. Insomia berhubungan dengan faktor lingkungan, pola aktivitas,
ansietas, konsumsi obat-obatan dan stimulan
1) Tujuan
Setelah dilakukan ti dakan keperawatan selama 1 x 24 jam
insomnia teratasi
2) Kriteria hasil
Pasien tertidur dalam waktu cukup (6 jam) tekanan daran normal
nadi 60-100 x/ menit irama reguler, wajah tidak pucat
3) Intervensi dan rasional
a) Kaji penyebab insomnia
R : insomnia dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti
lingkungan, cemas atau obat-obatan
b) Kondisikan lingkungan sesuai dengan kenyamanan pasien
R : lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan kualitas tidur
pasien
c) Anjurkan pasien untuk berdoa sebelum memulai tidur
R : kebutuhan spiritual pasien saat memulai tidur merupakan
bagian yang penting untuk memperoleh ketenangan
b. Deprivasi tidur berhubungan dengan aktivitas yang tidak adekuat,
mimpi buruk, dimensia, nyeri saat tidur
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
deprivasi tidur dapat teratasi
2) Kriteria hasil
Pasien tertidur dimalam hari dalam waktu yang cukup (6-8 jam )
3) Intervensi dan rasional
a) Kaji penyebab terjadinya deprivasi tidur
R : deprivasi tidur dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya
karena
kondisi
lingkungan,
kecemasan,
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Aziz, H. A. (2008). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Doengoes, M. E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
NANDA. (2013). Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Perry, P., & Potter, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta:
EGC.