PENDAHULUAN
Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi berfariasi diantara individu
namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering dalam jumlah besar dan
karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya insiden kangker
kolesterol (Robinson dan Weigley,1989).
Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi normal
dan faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan
yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan
yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa
ketidak nyamanan.
Saluran gastrointestinal merupakan saluran betrlubang yang terdiri atas organ-organ
muskular yang dilapisi ileh membran mukosa. Tujuan organ-organ tersebut adalah untuk
absorpsi cairan dan nutrisi serta mempersiapkan makanan untuk proses absorpsi dan
digunan dengan sel-sel tubuh. Volume cairan yang diabsorpsi oleh saluran gastrointestinal
cukup banyak, oleh karena itu agar sistem pencernaan berfungsi dengan baik penting
sekali untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. (potter perry, )
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. ( Tarwoto, 2004, 48). Eliminasi
alvi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup membuang kotoran atau tinja yang
padat atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan makhluk hidup.
( Wartonah, 2004). Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses
pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esophagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan
kelenjar limfa yang terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi. Di sini juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan
letaknya di belakang rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian
depan berhubungan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang di sebut
ismus fausium.
c. Esofagus
Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm.
Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut
dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago
cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang
menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan akan membiarkan
makanan tau minuman masuk ke dalam lambung.
d. Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat
menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan
terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan dari
esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum.
Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan
yang di hasilkan lambung.
Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan
dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan
diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang
berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pylorus).
Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior.
2. Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan anus.
a. Usus halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter
pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar,
posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika
yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini di
lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan
dinding usus.
Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan
panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran
yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut denga usus kecil karena ukuran
diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi
menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm).
Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas,
mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus
besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan
senyawa kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar
pancreas yang di lepaskan oleh usus halus. Senyawa yang di hasilakan oleh usus
halus adalah:
Disakaridase. Berfungsi munguraikan disakarida menjadi monosakarida.
Eripsinogen. Berfungsi eripsin yang yang belum aktif yang akan di ubah
menjadi eripsin. Eripsin mengubah pepton menjadi asam amino.
Hormon sekretin. Berfungsi merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan
senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus.
Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk
mengeluarkan cairan empedu kedalam usus halus.
Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat)
yang kemudian dengan bantuan peristaltic akan di dorong menuju usus besar.
b. Usus besar atau kolon
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia
memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi
menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden.
Fungsi dari kolon yaitu:
1. Menyerap air selama proses pencernaan.
2. Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli.
3. Membentuk massa fases.
4. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (fases) keluara dari tubuh.
c. Rektum
Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum
dibuang lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum.
Apabila fases sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan
dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan
otot lurik.
Eliminasi Alvi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sphincter ani.Kedua
faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis . Gerakan kolon meliputi 3 gerakan
yaitu gerakan mencampur , gerakan peristaltik , dan gerakan masa kolon. Gerakan masa
kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna dari kolon ke
rectum.
Begitu ada feses yang sampai di rectum maka ujung saraf sensorik yang berada
pada rectum menjadi regang dan terangsang . Kemudian inplus ini diteruskan ke medulla
spinalis. Setelah itu, inplus dikirim ke dua bagian yaitu kortek serebri serta sakral dua dan
empat. Inplus dikirim ke korteks serebri agar individu menyadari keinginan buang air
besar. Inplus dikirim ke sakral dua dan empat yang selanjutnya dikirim pada sistem saraf
simpatis untuk mengatur membuka sphincter ani internal. Terbukanya sphincter ani
tersebut menyebabkan banyak feses yang masuk ke dalam rectum. Kemudian terjadi
proses defekasi dengan mengendornya sphincter ani eksternal dan tekanan yang mendesak
feses bergerak oleh kontraksi otot perut dan diafragma. Sphincter ani eksternal ini
merupakan otot rangka , bukan otot polos yang diatur korteks serebri. Keberadaan otot
rangka menyebabkan individu dapat mengatur kapan sphincter akan dibuka.
PROSES DEFEKASI
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup
untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari
sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
Fisiologi Defekasi.
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai kebiasaan
teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang sama setiap
hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan
pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka
peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan dari hari
kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk
ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di
daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan glottis dan
kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan kerjanya berakhir
(Pearce, 2002).
1. Konstipasi
B. kemungkinan penyebab
a. Defekpersarafan: kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera
serebrospinalis, CVA, dll.
b. Pola defekasi yang tidak teratur
c. Nyeri saat defekasi karena hemeroid
d. Menurunnya peristaltik karena stres psikologis
e. Mengguna obat seperti antasida
f. Proses menua
Penyebabnya :
b. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan lain-
lain.
c. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi,
makanan lemak dan cairan kurang.
d. Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
e. Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks BAB
hilang.
f. Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
g. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord
dan tumor.
h. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan
feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan
feses sampai pada kolon sigmoid.
Penyebabnya pasien dalam keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi
berulang dan pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.
Tandanya : tidak BAB, anoreksia, kembung/kram dan nyeri rektum.
2. Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang
tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di
dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi
mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan buang air besar (BAB).
A. Tanda klinis
a. adanya pengeluaran feses cair
b. frekuensi lebih dari 3 kali
c. nyeri/kram abdomen
d. bising usus meningkat
B. Kemungkinan penyebab
a. mengabsorbsi atau inflamansi proses infeksi
b. peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme
c. efek tindakan pembedahan usus
d. efek penggunaan obat
e. stres psikologis
3. Inkontinensia fecal
Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter
anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar
secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
A. Tanda klinis
Penguaran feses yang tidak di kehendaki
B. Kemungkinan penyebab
a. gangguan sfingter rektal akibat cedera anus,pembedahan,dll
b. disfensi rektum berlebihan
c. kurangnya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis,dll
d. kerusakan kognitif
4. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus
adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan
di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti bawang dan
kembang kol.
5. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan
penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa
panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB
menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
6. Impaksi fekal
Massa feses yang keras di lipatan rektun yang di akibatkan oleh retensi dan
akumulasi material feses yang berkepanjangan.
II.6 Fokus pengkajian
RIWAYAT KEPERAWATAN.
PENGKAJIAN FISIK.
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan
dipengaruhi oleh adanya masalah eliminasi. Pemeriksaan fisik yang terfokus pada
evaluasi.
Mobilitas Pada klien yang dapat berjalan. Observasi cara klien berjalan;
tetapakan adanya kebutuhan penggunaan peralatan bantuan atau seseorang untuk
membantu klien. Pada klien yang menggunakan kursi roda. Catat tingkat kebutuhan
klien akan bantuan untuk berpindah dari kursi ke commode atau ke kamar mandi
Ketangkasan Minta klien mendemonstrasikan pergerakan tangan yang akan dibutuhkan
untuk memasukan supositoria atau melakukan stimulasi secara manual ( mis, memegang
sebuah pensil, memutar jari telunjuk. Sensasi anorektal Pada klien yang mengalami
rembesan feses tanpa merasa ingin defekasi. Masukan kateter urine dengan balon
berukuran 30 cc ke dalam rektum; gembungkan balon dengan perlahan dan instruksikan
klien dengan memberitahu Anda jika ia merasakan distensi rektum. Kegagalan klien
untuk berespon terhadap balon kateter berukuran 30 cc ini mengindikasikan adanya
kerusakan fungsi.
Mulut. Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, gusi klien. Gigi yang buruk
atau struktur gigi yang buruk mempengeruhi kemampuan mengunyah.
Abdomen. Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna,
bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa,
gelombang peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi. Dalam
kondisi normal, gelombang peristaltis tidak terlihat. Namun, gelombangperistaltik yang
terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus.
Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang
menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan berada dalam rongga
peritonium dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen terasa kencang dan kulit
tampak tegang, seakan direnggangkan.
Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri
tekan. Penting bagi klien untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil
palpasi organ atau masa yang berada dibawah abdomen tersebut.
Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Pemahaman tentang lima
bunyi perkusi juga memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah
abdomen. Gas atau flatulen menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor dan cairan
menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi.
Inkontinensia alvi
Konstipasi
Resiko terjadi konstipasi
Konstipasi yang dirasakan
Diare
(aplikasi klinis dari diagnosa ini lihat pada pedoman diagnosa NANDA yang meliputi
tujuan dan intervensi)
Masalah eliminasi alvi dapat mempengaruhi banyak area fungsi manusia dan dapat
menjadi etiologi diagnosa NANDA yang lain, seperti :
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
http://id.scribd.com/doc/91801070/jurnal
http://spink-master.blogspot.com/2011/09/makalah-eliminasi-alvibab.html?
zx=24e0811fd2deea63
http://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
http://nursing-academy.blogspot.com/2011/09/eliminasi-alvi.html
http://perawatsupri.wordpress.com/2008/07/07/asuhan-keperawatan-dengan-masalah-
eliminasi-alvi/
http://id.scribd.com/doc/75341615/Gangguan-eliminasi-fekal