Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN KEBUTUHAN ELIMINASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Klinik Keperawatan.


Departemen Keperawatan Dasar di Ruang Bougenvile
RSUD Mardi Waluyo Blitar.

Oleh :
Sarah Zalena
P17211204125

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG
2023
I. DEFINISI
Eliminasi adalah pengeluaran atau penghilangan penyingkiran penyisihan dalam
bidang kesehatan .eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urine atau bowel (fases).
Buang Air Besar/BAB atau eliminasi alvi merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia. Kebutuhan ini diatur oleh gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus
(duodenum, jejenum dan ileum) dan usus besar yang meliputi katup ileum caecum
sampai ke dubur (anus).
Eliminasi fekal (defekasi) adalah pengeluaran feses dari anus dan rectum.
Defekasi juga disebut bowel movement atau pergerakan usus (Kozier et al.,2011).

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua bagian yaitu; organ saluran
gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah.

1. Saluran gastrointestinal bagian atas. Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring,
esophagus dan lambung.
a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system
pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta
kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum mulu terdiri
atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di antara gusi, gigi,
bibir dan pipi. Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya
oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung
ke faring. Platum terdiri atas platum durum (platum keras) yang tersusun tajuk-tajuk
platum dari sebelah depan tulang maksilaris dan platum mole (platum lunak) terletak
di belakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, serta terdiri
atas jaringan fibrosa dan sela[ut lendir. Rongga mulut berhubungan dengan orofaring
yang di sebut dengan faucium yang terdapat dua lengkungan yaitu palatofaringeal dan
palatoglossal. Diantara kedua lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut
tonsil. Di rongga mulut makanan yang masuk akan di cerna secara mekanik denagn
cara di cabik-cabik dan kunyah, serta secara kimiawi melaui peran enzim dan saliva.

b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Di
dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfa yang
terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini
juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan letaknya di belakang
rongga mulut di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan
dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang di sebut ismus fausium.
c. Esofagus
Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm.
Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut
dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago
cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang
menelan, maka sfingter akan berelaksasi secra otomatis dan akan membiarkan
makanan tau minuman masuk ke dalam lambung.

d. Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat
menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan
terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan dari
esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum.
Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan
yang di hasilkan lambung. Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian
atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak
langsung dengan diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian
lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk
sfingter pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior.

2. Saluran gastrointestinal bagian bawah


Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan
anus.

a. Usus halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter
pylorus lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar,
posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika
yang memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini di
lapisi pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan
dinding usus.
Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan
panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm. walaupun setiap orang memiliki ukuran
yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut denga usus kecil karena ukuran
diameternya lebih kecil jika di bandingkan dengan usus besar. Usus halus ini terbagi
menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum (2,5 cm) ileum (3,6 cm).
Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas,
mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme ke usus
besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan
senyawa kimia yang di hasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar
pancreas yang di lepaskan oleh usus halus. Senyawa yang di hasilakan oleh usus
halus adalah:
o Disakaridase. Berfungsi munguraikan disakarida menjadi monosakarida.
o Eripsinogen. Berfungsi eripsin yang yang belum aktif yang akan di ubah menjadi
eripsin. Eripsin mengubah pepton menjadi asam amino.
o Hormon sekretin. Berfungsi merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan
senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus.
o Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan
cairan empedu kedalam usus halus. Usus menerima makanan dari lambung
dalam bentuk kimus (setengah padat) yang kemudian dengan bantuan peristaltic
akan di dorong menuju usus besar.

b. Usus besar atau kolon


Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia
memiliki panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi
menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden.
Fungsi dari kolon yaitu:
1) Menyerap air selama proses pencernaan.
2) Tempat di hasilakannya vitamin K dan vitamin H (biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus misalnya E, coli.
3) Membentuk massa fases.
4) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (fases) keluara dari tubuh.

c. Rektum
Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum dibuang
lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila fases
sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan penutupan
anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan otot lurik.

III. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1.      Usia
Pada usia bayi control defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut
control defekasi menurun.
2.      Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang
masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
3.      Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebebkan fases menjadi lebih keras di sebabkan
oleh absorpsi cairan yang meningkat.
4.      Aktivitas
Tonus otot abdomen, pelvis dan diafragma akan sangat membantu proses defekasi.
Gerakan peristaltik akan mempermudah bahan feses bergerak sepanjang kolon.
5.    Fisiologi
Keadaan cemas, takut dan marah akan meningkatkan peristaltic, sehingga
menyebabkan diare.
6.      Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
7.      Gaya hidup
Kebisaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas
buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar.
8.   Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
9.   Anastesi dan pembedahan
Anastesi umumdapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang
dapat menyebabkan ileus usus kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
10.  Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis,
episiotomy akan mengurangi keinginan untuk buang air besar.

IV. PROSES DEFEKASI


Defekasi adalah proses pembuangan tau pengeluaran sisa metabolisme berupa fases
dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Proses defekasi terbagi
menjadi dua macam reflex yaitu:
1. Reflex defekasi intrinsic
Reflex ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi
rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan
terjadilah gerakan peristaltic. Setelah feses sampai anus, secara sistematis sfingter
interna relaksasi, maka terjadilah defekasi.
2. Reflex defekasi parasimpatis
Fases yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian
diteruskan ke jaras spinal. Dari jaras spinal kemudian di kembalikan ke kolon
desenden, sigmoid dan rektumyang menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi
sfingter internal, maka terjadilah defekasi.
Dorongan feses juga di pengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan diaragma,
dan kontraksi ototelevator. Defekasi di permudah oleh fleksi otot femur dan posisi
jongkok. Gas yang di hasikan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam.
Jenis gas yang terbanyak adalah CO², metana, H²S, O² dan nitrogen. Fases terdiri atas
75% air dan 2,5% materi padat. Fases normal berwarna kuning kecoklatan karena
pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun berbentuk
V. PATOFISIOLOGI
Pathway (pohon masalah)
VI. ETIOLOGI
Etiologi adalah studi tentang penyebab atau sumber suatu penyakit atau kelainan.
Etiologi sering digunakan untuk mencari tahu apa yang menyebabkan seseorang
terkena penyakit tertentu, bagaimana penyakit tersebut menyebar, dan bagaimana
penyakit tersebut dapat dicegah atau diobati. Berikut etiologi gangguan elimminasi
fekal :
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi
2. Konsumsi diet rendah serat
3. Imobilitas
4. Asupan cairan yang kurang
5. Penggunaan obat: antasid, anti parkinson, anestesi
6. Proses penuaan (lansia)
7. Kondisi neurologis yang menghambat impuls saraf ke kolon (contoh : cedera
medula spinalis)
8. Malabsorpsi atau inflamasi, infeksi usus
9. Intoleransi makanan
10. Efek pembedahan usus, gastrektomy
11. Stres psikologis
12. Peningkatan peristaltic
13. Faktor lingkungan
14. Menurunnya tonus otot secara umum
15. Kerusakan kognitif

VII. TANDA DAN GEJALA


Diare (D.0020)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. (tidak tersedia).
Objektif
1. Defekasi lebih dari tiga kali dalam 24 jam.
2. Feses lembek atau cair.
 
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Urgency.
2. Nyeri/kram abdomen.
Objektif
1. Frekuensi peristaltik meningkat.
2. Bising usus hiperaktif.
 
Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif   
(tidak tersedia)     
Objektif :
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal .

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
1. Cepat kenyang setelah makan 
2. Kram/nyeri abdomen 
3. Nafsu makan menurun  . 
Objektif :
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036)


1. Ketidakseimbangan cairan (mis: dehidrasi dan intoksikasi air)
2. Kelebihan volume cairan
3. Gangguan mekanisme regulasi (mis: diabetes)
4. Efek samping prosedur (mis: pembedahan)
5. Diare
6. Muntah
7. Disfungsi ginjal
8. Disfungsi regulasi endokrin
VIII. MASALAH KEPERAWATAN
Kebutuhan Eliminasi

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

X. PENATALAKSANAAN
a. Manajemen Diare (I.03101)

Observasi        

 Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi gastrointestinal, iritasi


gastrointestinal) 
 Identifikasi gejala invaginasi    
 Identifikasi riwayat pemberian makanan    
 Monitor warna, volume, frekwensi, dan konsistensi tinja
 Monitor tanda dan gejala hipovolemia    
 Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal    
 Monitor jumlah pengeluaran diare    
 Monitor keamanan penyiapan makanan  

Terapeutik      

 Berikan asupan cairan oral  


 Pasang jalur intravena  
 Berikan cairan intravena  
 Berikan minum hangat. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu  
 Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
Edukasi        

 Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap  


 Anjurkan menghindari makanan,  pembentuk gas, pedas, dan mengandung
lactose

Kolaborasi      

 Kolaborasi pemberian obat antimotilitas


 Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik  
 Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

b. Manajemen Nutrisi (I.03119)


Observasi

 Identifikasi status nutrisi


 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
c. Manajemen Cairan (I.03098)

Observasi

 Monitor status hidrasi (mis: frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis: hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin,
BUN)
 Monitor status hemodinamik (mis: MAP, CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)

Terapeutik

 Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam


 Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

XI. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Fokus
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial
dan lingkungan (Effendy, 1995)

1) Identitas
Identitas pasien dengan gangguan integritas kulit yang menjadi pengkajian dasar
meliputi: nama, umur, jenis kelamin, no rekam medis.
2) Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji.
3) Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu diuraikan dari
masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.
b. Keluhan sekarang
Berisi keluhan-keluhan pasien saat ini
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang
sama seperti pasien
4) Riwayat sosial
Harus dibandingan hubungan sosial klien antara sebelum dan sesudah sakit.
5) Riwayat Spiritual
Pada umumnya pasien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam
aktivitas begitu pula dalam hal ibadah.
6) Kebiasaan sehari-hari
Pasien yang sakit umumnya mengalami perubahan kebiasaan seperti lemah dan lesu
7) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Tergantung dari seberapa parah kondisi sakitnya
b. Pemeriksaan Head to toe
- Kulit
Misalnya Kulit teraba dingin atau hangat, keringat yang berlebihan, ada luka
atau tidak dan pucat
- Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, dan apakah ada benjolan
- Leher
Apakah terdapat benjolan atau tidak
- Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat, sklera kuning
- Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga
- Mulut
Bentuk, mukosa, pendaraahan gusi, lidah kering dan bibir pecah-pecah
- Hidung
Adanya polip atau tidak , ditemukan pernapasan cuping hidung atau tidak
- Dada
Terdapat adanya benjolan pada dada atau tidak, simetris atau tidak
- Abdomen
Terdapat nyeri tekan atau tidak, bissing usus dan kembung atau tidak.
- Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan
- Tanda-tanda vital
Meliputi pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu

B. Diagnosa yang mungkin muncul


- Diare

- Risiko defisit nutrisi

- Resiko ketidakseimbangan cairan

C. Rencana Keperawatan
a. Manajemen Diare (I.03101)

Observasi        

 Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi gastrointestinal, iritasi


gastrointestinal) 
 Identifikasi gejala invaginasi    
 Identifikasi riwayat pemberian makanan    
 Monitor warna, volume, frekwensi, dan konsistensi tinja
 Monitor tanda dan gejala hipovolemia    
 Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal    
 Monitor jumlah pengeluaran diare    
 Monitor keamanan penyiapan makanan  

Terapeutik      

 Berikan asupan cairan oral  


 Pasang jalur intravena  
 Berikan cairan intravena  
 Berikan minum hangat. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu  
 Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu

Edukasi        

 Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap  


 Anjurkan menghindari makanan,  pembentuk gas, pedas, dan mengandung
lactose

Kolaborasi      

 Kolaborasi pemberian obat antimotilitas


 Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik  
 Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

b. Manajemen Nutrisi (I.03119)


Observasi

 Identifikasi status nutrisi


 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

c. Manajemen Cairan (I.03098)

Observasi

 Monitor status hidrasi (mis: frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
 Monitor berat badan harian
 Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis: hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin,
BUN)
 Monitor status hemodinamik (mis: MAP, CVP, PAP, PCWP, jika tersedia)

Terapeutik

 Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam


 Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
 Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu


Blitar, 28 Januari 2023

Mahasiswa,

(Sarah Zalena)

NIM: P17211204125

Anda mungkin juga menyukai