Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DASAR PROFESI

ELIMINASI FEKAL

OLEH :
NURUL HIDAYAH
NIM PO71202200011

PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ELIMINASI FEKAL

A. Anatomi Dan Fisiologi


Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua bagian yaitu; organ saluran gastrointestinal
bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian bawah.
1. Saluran gastrointestinal bagian atas.
Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esophagus dan lambung.
a. Mulut
Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system
pencernaan. Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan (gigi dan lidah) serta
kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan, secara umum mulu terdiri
atas dua bagian atas bagian luar (vestibula) yaitu ruangan yang di antara gusi, gigi,
bibir dan pipi. Dan rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya
oleh tulang maksilaris, platum dan mandibularis di sebelah belakang dan bersambung
ke faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Di
dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfa yang
terbanyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini
juga terletak persimapangan antara jalan nafas dan makanan letaknya di belakang
rongga mulut di depan ruas tulang belakang.
c. Esofagus
Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm.
Esofagus berbentuk separti tabung berotot yang menghubungkan rongga mulut
dengan lambung, dengan bagian posterior berbatasan dengan faring setinggi kartilago
cricoidea dan sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae.
d. Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat
menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti huruf J atau kubah dan
terletak di kuadran kiri bawah abdomen. Lambung merupakan kelanjutan dari
esophagus bagian superior dan bersambungan dengan usus halus dengan duodenum.
Fungsi utama dari lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan
yang di hasilkan lambung. Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian
atas berdekatan dengan sfingter gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak
langsung dengan diafragma), korpus (area yang paling besar) dan pylorus (bagian
lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter
pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior.

 2. Saluran gastrointestinal bagian bawah


Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rectum dan    anus.
a. Usus halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara sfingter pylorus
lambung dengan katub ileosekal yan merupakan bagian awal usus besar, posisinya
terletak di sentral bawah abdomen yang di dukung oleh lapisan mesenterika yang
memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk. Mesenterika ini di lapisi
pembuluh darah, persarafan dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding usus.
b. Usus besar atau kolon
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia memiliki
panjang 1,5 meter dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar terbagi menjadi 3
bagian yaitu: kolon asenden, kolon transversum dan kolon desenden.
c. Rektum
Rectum merupakan lubang tempat pembuangan fases dari tubuh. sebelum dibuang
lewat anus fases akan di tampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila fases
sudah siap dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur pembukaaan dan penutupan
anus. Otot sfingter yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos dan otot lurik.

B. Konsep Dasar Eliminasi Fekal


1. Pengertian Eliminasi Fekal
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Perawat sering kali menjadi
tempat konsultasi atau terlibat dalam membantu klien yang mengalami eliminasi.

2. Faktor faktor yang mempengaruhi Eliminasi Fekal


a. Usia
Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status eliminasi
terjadi disepanjang kehidupan. Seorang bayi memiliki lambung yang kecil dan lebih
sedikit menyekresi enzim pencernaan. Beberapa makanan, seperti zat pati yang
kompleks, ditoleransi dengan buruk. Bayi tidak mampu mengontrol defekasi karana
kurangnya perkembangan neuromuskolar. Perkembangan ini biasanya tidak terjadi
sampai 2 sampai 3 tahun. Pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa
remaja. Sekresi HCL meningkat khususnya pada anak laki-laki. Anak remaja
biasanya mengkonsumsi makana dalam jumlah lebih besar.
b. Diet
Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan pola
peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk masa
mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses.
c. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi menekan
motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit dianjurkan
untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal. Upaya mempertahankan
tonus otot rangka, yang digunakan selama proses defekasi, merupakan hal yang
penting.
d. Faktor Psikologis
Cemas akut/kronik, marah, takut, depresi dan emosional dapat meningkatkan
motilitas isi usus atau sekresi mucus sehingga menimbulkan diare. Begitu pula
hospitalisasi, perubahan pekerjaan, gangguan personal/hubungan keluarga dapat
menyebabkan stress akut. Sedangkan stress kronik dapat menurunkan aktivitas isi
usus sehingga menurunkan frekuensi defekasi.
e. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi mempengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu
merasa lebih mudah melakukan defekasi dikamar mandi mereka sendiri pada waktu
yang paling efektif dan paling nyaman bagi mereka. Jadwal kerja yang sibuk dapat
mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan seperti konstipasi. Individu
harus mencari waktu terbaik untuk melaksanakan eliminasinya.
f. Gaya Hidup (Perilaku)
Kebiasaan untuk melatih pola defekasi sejak kecil secara teratur, fasilitas
defekasi, kebiasaan mengabaikan defekasi. Refleks defekasi dan keinginan defekasi
akan hilang setelah beberapa menit jika keinginan awal diabaikan. Individu
mempunyai kebiasaan makan atau minum (sarapan) dahulu pagi hari sebelum
defekasi karena reflex gastrokolik paling mudah distimulasi setelah sarapan. Individu
mempunyai kebiasaan defekasi setiap pagi atau tidak punya pola kecuali merespons
keinginan defekasi kapan saja.
g. Posisi Selama Defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang normal saat melakukan defekasi. Toilet
modern dirancang untuk memfasilitasi posisi ini, sehingga memungkinkan individu
untuk duduk tegak ke arah depan, mengeluarkan tekanan intraabdomen dan
mengontraksi otot-otot pahanya. Namun, klien lansia atau individu yang menderita
penyakit sendi, seperti artritis, mungkin tidak mampu bangkit dari tempat duduk
toilet memampukan klien untuk bangun dari posisi duduk di toilet tanpa bantuan.
Klien yang mengguanakan alat tersebut dan individu yang berposter pendek,
mungkin membutuhkan pijakan kaki yang memungkinkan ia menekuk pinggulnya
dengan benar.
h. Nyeri
Dalam kondisi normal, kegiatan defekasi tidak menimbulkan nyeri. Namun,
pada sejumlah kondisi, termasukhemoroid, bedah rectum, fistula rectum, bedah
abdomen, dan melahirkan anak dapat menimbulkan rasa tidak nyaman ketika
defekasi. Pada kondisi-kondisi seperti ini, klien seringkali mensupresi keinginanya
untuk berdefekasi guna menghindari rasa nyeri yang mungkin akan timbul.
Konstipasi merupakan masalah umum pada klien yang merasa nyeri selama defekasi.
i. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, tekanan
diberikan pada rectum. Obsetruksi semenmtara akibat keberadaan fectus
mengganggu pengeluaran feses. Konstipasi adalah masalah umum yang muncul pada
trimester terakhir. Wanita hamilselama defekasi dapat menyebabkan terbentukannya
hemoroid yang permanen.
j. Pembedahan dan Anestesia
Agen anestesi yang digunakan selama proses pembedahan, membuat gerakan
peristaltic berhenti untuk sementara waktu. Agens anestesi yang dihirup menghambat
impuls saraf parasimpatis ke otot usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau
menghentikan gelombang peristaltic. Klien yang menerima anestesi local atau
regional beresiko lebih kecil untuk mengalami perubahan eliminasi karena aktivitas
usus hanya dipengaruhi sedikitt atau bahkan tidak dipengaruhi sama sekali.
k. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi telah tersedia . laksatif dan katartik
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltic. Walaupun sama, kerja laksatif lebih
ringan dari pada katartik. Apabila digunakan dengan benar , laktasif dan katartik
mempertahankan pola eliminasi normal dengan aman.
l. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik, yang melibatkan visualisasi struktur saluran GI,
sering memerlukan dikosongkannya isi dibagian usus. Klien tidak diizinkan untuk
makan atau minum setelah tengah malam jika esoknya akan dilakukan pemeriksaan,
seperti pemeriksaan yang menggunakan barium enema, endoskopi saluran GI bagian
bawah atau serangkaian pemereksaan saluran GI bagian atas. Pada kasus penggunaan
barium enema atau endoskopi, klien biasanya meneri,ma katartik dan enema.
Pengosongan usus dapat mengganggu eliminasi sampai klien dapat makan dengan
normal.
m. Diversi Usus
Penyakit tertentu menyebebkan kondisi-kondisi yang mencegah pengeluaran
feses secara normal dari rectum. Hal ini menimbulkan kebutuhan untuk membentuk
suatu lubang (stoma) buatan yang permanen atau sementara. Lubang uyang dibuat
melalui upaya bedah (ostomi ) paling sering di bentuk di Ileum (ileostomi) atau di
kolom (kolostomi). Ujung usus kemudian ditarik kesebuah lubang di dinding
abdomen untuk membentuk stoma.

3. Masalah masalah yang terjadi pada eliminasi fekal


a. Konstipasi
Konstipasi adalah gejala dan bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan
frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Adanya upaya mengedan dan kadang-kadang dapat menimbulkan nyeri pada
rectum saat defekasi.
b. Impaksi Feses
Impaksi feses adalah akumulasi atau pengumpulan feses keras dan mengendap
di dalam rectum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi dapat
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan atau konstipasi yang terus-menerus.
c. Diare
Diare adalah peningkatan frekuensi defekasi dan peningkatan jumlah feses
dengan konsistensi cair dan tidak berlemak. Diare adalah gejala gangguan yang
memengaruhi proses pencernaan, absorpsi dan sekresi di dalam saluran GI.
Meningkatnya pergerakan GI sehingga aliran feses terlalu cepat keluar melalui GI
bawah (usus halus dan kolon) sehingga absorpsi air sedikit. Iritasi di dalam kolon
dapat menyebabkan peningkatan sekresi lendir. Akibatnya feses tinggi air dan
mengandung elektrolit sehingga klien tidap dapat mengontrol keinginan defekasi.
d. Inkontinensia Feses
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas
dari anus atau defekasi yang tidak didasadari. Kondisi ini seringkali berhubungan
dengan neurologis, mental atau perubahan emosional. Kondisi fisik seperti injuri
korteks serebral, injuri tulang belakang, kerusakan saraf rectum dan sfingter anus,
orang dengan fecal impaksi.
e. Flatulen
Saat gas terakumulasi di dalam lumen usus, dinding usus meregang dan
berdistensi (flatulen). Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh,
terasa nyeri dank ram. Flatus adalah akumulasi gas di dalam traktus GI. Dalam
kondisi normal, gas dalam usus keluar melalui mulut (bersendawa) atau melalui anus
(flatus). Namun jika ada penurunan motilitas usus akibat penggunaan opiate, agens
anestesi umum, bedah abdomen atau imobilisasi, flatulen dapat menyebabkan distensi
abdomen dan menimbulkan nyeri yang sangat menusuk.
f. Distention
Distention adalah akumulasi dari flatus yang berlebihan atau isi usus yang
padat, yang menyebabkan distensi abdomen. Keluhan klien adalah perut penuh, tidak
nyaman mengeluarkan flatus dan feses serta gelisah. Penyebab distensi abdomen
adalah abstruksi pencernaan (seperti ileus paralitik, infeksi abdomen dan tumor
abdomen), bedrest atau aktivitas terbatas, operasi dengan GA, manipulasi usus saat
pembedahan (24-72 jam post operasi), konstipasi dan impaksi fekal.
g. Hemoroid
Hemoroid adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak di lapisan rectum.
Ada 2 jenis hemoroid yaitu hemoroid internal dan hemoroid eksternal. Hemoroid
internal memiliki membrane mukosa di lapisan luarnya. Sedangkan hemoroid
eksternal terlihat jelas sebagai penonjolan kulit, apabila lapisan vena mengeras, dan
akan terjadi perubahan warna menjadi keunguan. Penyebabnya adalah peningkatan
tekanan vena akibat mengedan saat defekasi, selama masa kehamilan, pada gagal
jantung kongestif dan penyakit hati kronik.

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada masalah eliminasi fekal dalah:
a. c

5. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian cairan
b. Menolong BAB dengan menggunakan pispot
c. Memberikan huknah rendah
Memberikan huknah rendah dengan cara memasukan cairan hangat ke dalam kolon
desendens dengan menggunakan kanula recti melalui anus.
d. Memberikan huknah tinggi
Memberikan huknah tinggi dengan cara memasukan cairan hangat ke dalam kolon
desendens dengan menggunakan kanula usus melalui anus.
e. Memberikan gliserin
Memberikan gliserin dengan cara memasukan cairan gliserin ke dalam poros usus
menggunakan spuit gliserin
f. Mengeluarkan feses dengan jari
Mengeluarkan feses dengan jari dengan cara memasukan jari ke dalam rectum pasien,
deigunakan untuk mengambil atau menghancurkan massa feses sekaligus
mengeluarkannya.

C. Konsep asuhan keperawatan eliminasi fekal


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien : Nama,Umur, Jenis kelami, Alamat, No rekam medis, Diagnosa medis
b. Riwayat keperawatan
1) Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
2) Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
3) Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
4) Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang
dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
5) Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
6) Aktivitas : kegiatan sehari-hari
7) Kegiatan yang spesifik.
8) Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana
menerima.
9) Pembedahan/penyakit menetap.

c. Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan
dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada beberapa pemeriksaan fisik pada
seorang klien yaitu :
1) Mulut: inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
2) Abdomen: perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen untuk melihat
warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
3) Rektum: perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat adanya lesi,
perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.

d. Karakteristik feses
1) Warna yang normal: kuning (bayi), cokelat (dewasa)
2) Bau yang normal: menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
3) Konsistensi yang normal: lunak, berbentuk
4) Frekuensi yang normal:
a) Bayi 4-6 kali sehari ( jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari ( jika
mengonsumsi susu botol )
b) Orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
5) Jumlah yang normal: 150 gr per hari ( orang dewasa)
6) Bentuk yang normal: menyerupai diameter rektum
7) Unsur-unsur yang normal: makanan tidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen
empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air.

e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis seperti : tumor,
perdarahan dan infeksi.
2) Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung jumlah darah
mikroskopik di dalam feses.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan malabsorpsi
b. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinal

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1 Diare Setelah dilakukan 1. Identifikasi factor 1. Dengan
berhubungan asuhan penyebab diare mengetahui factor
dengan keperawatan 2. Ajarkan klien penyebab dapat
malabsorpsi selama ….x24 untuk menghindarkan
jam, diharapkan menggunakan obat klien dari diare
BAB klien anti diare yang lebih parah
normal dengan 3. Instruksikan pada 2. Untuk membantu
criteria hasil : pasien/keluarga penghentian diare
NOC label untuk mencatat 3. Menunjukkan
Bowel warna, jumlah, perkembangan
Elimination frekuensi, dan selama perawatan
- Pola eliminasi konsistensi feces 4. Mengobservasi
klien teratur 4. Evaluasi intake jumlah makanan
- Konsistensi makanan yang yang dapat
feces klien masuk dikonsumsi dan
lembut tak 5. Observasi turgor dicerna
berbentuk kulit secara rutin 5. Untuk
- Warna feces 6. Monitor kulit menentukkan
klien normal disekitar status dehidrasi
anus/perianal 6. Diare dapat
7. Instruksikan klien menyebabkan
agar menghindari kerusakan
penggunaan integritas kulit
laksatif prianal
8. 7. –Dengan relaksasi
dapat membantu
menurunkan
tingkat kecemasan
klien

2 Resiko Setelah dilakukan 1. Anjurkan diet yang 1. Untuk mencegah


konstipasi asuhan tinggi serat konstipasi
berhubungan keperawatan 2. Berikan snack 2. Untuk
dengan selama …x 24 terutama yang melancarkan
penurunan jam, diharapkan kaya cairan, seperti pencernaan
motilitas konstipasi klien jus ataupun buah 3. Untuk mengetahui
traktus dapat teratasi segar ada atau tidaknya
gastrointestin dengan criteria 3. Monitor tanda- tanda-tanda
al hasil : tanda konstipasi konstipasi
- Pasien 4. Instruksikan pasien 4. Menunjukkan
melaporkan atau keluarga perkembangan
tanda-tanda untuk mencatat selama perawatan
konstipasi karakteristik fese
tidak ada yang keluar
( skala 4) ( warna, volume,
- Pola defekasi konsistensi,
pasien normal frekuensi)
(skala 4)
- Pasien tidak
mengalami
kesulitan
defekasi
( skala 4 )

4. Evaluasi
No Diagnosa Evaluasi
1 Diare berhubungan dengan - Pola eliminasi klien sudah teratur
malabsorpsi - Konsistensi feces klien sudah
lembut, tidak keras, tidak
berbentuk dan tidak encer
- Warna feces klien normal tanpa
terlihat adanya pendarahan
maupun yang lainnya

2 Resiko konstipasi berhubungan - Pasien dapat melaporkan bahwa


dengan penurunan motilitas tidak terdapat kembali tanda-tanda
traktus gastrointestinal konstipasi
- Pola BAB klien normal tanpa
adanya keluhan nyeri mau sakit
saat BAB
- Pasien tidak mengalami kesulitan
BAB

D. Analisis Jurnal
1. Pengaruh Pemberian Jus Alpukat (Persea Gratissima) Terhadap Perubahan
Konstipasi Pada Lansia Di Panti Tresna Werdha Teratai Kota Palembang
Tahun 2016

intervensi keperawatan : Pemberian Jus Alpukat


Subjek penelitian : seluruh lansia yang mengalami konstipasi
Temapat intervensi : Panti Tresna Werdha Teratai Palembang
penelitian
proses pelaksanaan : Pelaksaanaan kegiatan ini diawali dengan
intervensi membetuk 2 kelmpok yaitu kelompok perlakuan
dan kelmpok pembanding, setelah itu masing
masing kelompok di wawancarai dan mengisi
kuesioner. Pada kelompok perlakuan diberikan jus
alpukat selama 3 hari berturut turut, pada kelmpok
perlakuan hanya diberika air putih 2 kali sehari.
Dan setelah 3 hari kemudian kelompok perlakuan
dan kelmpok pembanding di wawancarai kembali
untuk melakukan post tes.
alat dan bahan yang : Blender, timbangan, air dan alpukat
digunakan dalam intervensi
lama intervensi :
dilaksanakan 3 hari
alat ukur yang digunakan :
dalam penelitian kuesioner kriteria rome II
kelebihan intervensi : Intervensi yang diberikan mudah di pahami, bahan
yang digunkan mudah di dapat dan terjangkau
sehingga memudahakan responden untuk
melakukanya secara mandiri. Dan intervensi ini
memilki kelmpok perlakuakan dan kelompok
pembanding sehingga intervensi yang diberikan
dapat terlihat lebih efektif atau tidak.
kekurangan intervensi : dalam pemberi intervensi di sini tidak memiliki alat
bantu seperti leaflet yang berisi tentang cara
pembuatan jus alpukat. sehingga jika reasponden
lupa cara membuatnya responden tidak dapat
membuat jus alpukat secara mandiri.

2. Effect of Stomach Massage on Constipation on Elderly Living in Vacation


Homes

intervensi keperawatan : Pemberian pijat perut


Subjek penelitian : Lansia yang mengalami sembelit pada bulan Juni
2014 sampai Februari 2015
Temapat intervensi : rumah peristirahatan Yayasan Manisa
penelitian
proses pelaksanaan : pijat perut dilakukan setiap hari selama 30 hari.
intervensi para peserta menjalani pijat perut setiap hari selama
45–60 menit dengan posisi terlentang setelah
sarapan. Pijatan dilakukan dengan gerakan memutar
searah jarum jam dimulai dengan melingkari pusar
dan kemudian secara bertahap meluas ke luar dan
akhirnya ke arah sebaliknya dengan menggunakan
tekanan sedang. Latihan ini dilakukan ke luar dan
ke dalam dengan total 80 gerakan melingkar.
alat dan bahan yang : _
digunakan dalam intervensi
lama intervensi : 30 hari
dilaksanakan
alat ukur yang digunakan : Kuesioner Analog Skala Visual (VSAQ), dan formulir
dalam penelitian pemantauan sembelit

kelebihan intervensi : Intervensi ini mudah dilakukan dan tidak


menggunkan biaya yang besar
kekurangan intervensi : Intervensi yang lakukan memakan waktu yang
cukup lama dan intervensi yang diberikan tidak
memilki kelompok pembanding sehingga tidak
dapat membandingkan intervensi yang lebih
efektif.

3. Effect of Stomach Massage on Constipation and Quality of Life


intervensi keperawatan : Pijat Perut
Subjek penelitian : pasien di ortopedi yang belum buang air besar dalam 3
hari pertama setelah operasi.
Temapat intervensi : Klinik Ortopedi
penelitian
proses pelaksanaan : Pelaksaanaan kegiatan ini diawali dengan
intervensi membetuk 2 kelmpok yaitu kelompok intervensi
dan kelmpok kontrol, kemudian masing masing
kelmpok diberikan Formulir Informasi Pasien, GSRS,
CSI, PAC-QOL, dan Instrumen Kualitas Hidup Eropa
EuroQo. Pada kelompok intervensi diberikan terapi pijat
perut selama 3 hari pada pagi dan sore hari selama 15
menit sebanyak 6 kali. Dan setelah 3 hari kemudian
dilakan pengecekan Formulir Informasi Pasien, GSRS,
CSI, PAC-QOL, dan Instrumen Kualitas Hidup Eropa
EuroQo pada kelompok intervensi dan kelmpok kontrol.
alat dan bahan yang : -
digunakan dalam intervensi
lama intervensi : 3 hari
dilaksanakan
alat ukur yang digunakan : Formulir Informasi Pasien, GSRS, CSI, PAC-QOL, dan
dalam penelitian Instrumen Kualitas Hidup Eropa EuroQo
kelebihan intervensi : Kelebihan intervensi ini yaitu menggunkan
kelompok pembanding sehingga memudahkan
peneliti dalam menentukan intervensi yang efektif
untuk responden, dan peneliti menggunakan RCT
desain yang paling kuat untuk mengevaluasi
intervensi yang digunakan untuk menunjukkan
bahwa intervensi yang digunakan benar-benar
layak.

E. SOP HUKNAH RENDAH


1. Pengertian
Huknah rendah adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke
dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula rektal melalui anus. Huknah rendah
dilaksanakan sebelum operasi (persiapan pembedahan) dan pasien yang mengalami
konstipasi.

2. Tujuan Tindakan
a. Mengosongkan usus pada pra-pembedahan untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan selama operasi berlangsung, seperti BAB
b. Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan
feses karena kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit).

3. Indikasi Tindakan
a. Untuk persiapan pemeriksaan radiologi.
b. Untuk persiapan opoerasi.
c. Pada ibu yang akan melahirkan

4. Kontraindikasi
a. Tumor.
b. Hemoroid (ambien)

5. Alat dan Bahan


a. Selimut mandi/kain penutup
b. Perlak dan alas
c. Irrigator lengkap + rectal kanula
d. Bengkok 1 buah
e. Cairan untuk huknah ± 1,5 liter
f. Vaselin atau jelly
g. Sarung tangan bersih
h. Standar infuse
i. Peralatan BAB (pispot,urinal,tissue,botol cebok)
j. Sampiran

6. Persiapan pasien
a. Mengucapkan salam terapeutik pada pasien
b. Mengkaji kondisi pasien
c. Melakukan kontrak (waktu,tempat)) dilakukan tindakan
d. Menjelaskan tujuan tindakan
e. Memasang scerm

7. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan
b. Perlak kecil dan alas diletakkan dibawah bokong
c. Pasang selimut mandi atau kain penutup
d. Melepas pakaian bawah pasien
e. Mengisi irrigator dengan cairan ± 1,5 liter
f. Menggantung irrigator pada standar infuse 40-50 cm diatas kasur
g. Memasang sarung tangan
h. Meletakkan bengkok dekat bokong pasien
i. Mengoleskan vaselin pada darm kanula
j. Mengetes pengeluaran cairan yang ada pada irrigator kedalam bengkok (buka
klemnya)
k. Atur posisi pasien sim miring kiri
l. Membersihkan anus pasien pakai tissue
m. Memasukkan rectal kanula kedalam anus pasien lebih kurang 7 cm
n. Membuka klem agar air masuk secara perlahan
o. Pasien di instruksikan untuk menarik nafas
p. Bila cairan habis, rectal kanula dicabut dengan perlahan dan dimasukkan kedalam
bengkok
q. Posisi pasien kembali seperti semula, anjurkan pasien untuk menahan cairan
sebentar
r. Memberikan pispot pada pasien
s. Membersihkan pasien sehabis BAB
t. Selimut mandi diganti dengan selimut biasa
u. Pakaian bawah pasien dipasang
v. Peralatan dibereskan
w. Membuka sarung tangan
x. Membuka screm
y. Perawat mencuci tangan

8. Evaluasi dan Dokumentasi


a. Mengevaluasi respons pasien terhadap tindakan
b. Mencatat tindakan di catatan keperawatan dan menandatanganinya

9. Sikap
a. Menjaga privacy pasien selama melakukan tindakan
b. Berkomunikasi dengan pasien selama melakukan tindakan
c. Memperhatikan keadaan umum pasien selama melakukan tindakan
d. Melakukan tindakan dengan hati-hati dan menjaga teknik aseptic
e. Menunjukkan sikap percaya diri

F. Analisi Vidio
1. Tindakan yang di lakukan
Pada video tindakan yang dilakukan yaitu pemasangan huknah rendah yaitu
Memasukkan larutan kedalam rectum dan kolon sigmoid. Memasukkan cairan
kedalam rectum guna membuang feses ( gas) dari kolon dan rectum. Yang dilakukan
oleh kelompok 6
2. Alat Yang Di Siapkan
a. Handscoon
b. Selimut
c. Perlak dan alas
d. Kain penutup
e. Irigator lengkap
f. Cairan sesuai kebutuhan
g. Jelly pelumas
h. Tiang infus
i. Bengkok
j. Pispot

3. Langkah Kerja
a. Persiapan alat
b. Menutup skerem
c. Cuci tangan 6 langkah
d. Memasang sarung tangan m
e. Meletakan alas dan perlak
f. Memasang selimut dan melepaskan pakaian bawah klien
g. Mengatur posisi sim kiri
h. Mengatur ketinggian irigator 40-50cm, kemudian keluarkan udara dari selang
dengan mengalirkan cairan ke bengko
i. Pasang rectal kanula ke anus kemudian klem dibuka dan masukan cairan secara
perlahan, jika cairan habis klem selang dan cabut rectal kanula dan masukan ke
dalam bengkok
j. Mengatur posisi pasien seperti semula, dan tanyakan kepada klien apakah sudah
k. mau BAB atau tidaak, jika iya bantu klien BAB dengan meletakn pispot di bawah
l. bokong pasie
m. merapikan alat kembali
n. mencuci tangan

4. Perbedaan yang ditemukan antara vidio dengan konsep SOP


Perbedaan pada vidio dan konsep SOP terdapat pada alat dan pelaksannaya.
Pada SOP cairan untuk pengisian irigator di butukan ± 1,5 liter tetapi pada vidio
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, pada pelaksanan di vidio tidak menggati
selimut kembali dan pada SOP selimut mandi harus diganti dengan selimut biasa.

5. kekurangan dan kelebihan dari tindakan yang dilakukan di dalam vidio


Kekurangan dalam vidio ini yaitu petugas pelakaksana tindakan tidak
memperkenalkan nama, tujuan dan cara pelaksanaan tidakan. Dan kelebihan dalam
vidio pada saat pelaksanan tindakan di bantu oleh temanya sehingga pelaksanaan
tidakan akan tersa lebih ringan dan dapat memanimalisir kejadian yang tidak di
harapkan.

https://www.youtube.com/watch?v=0ODIZLvPDac ( Link Video Yang Di Analisis)

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13. Jakarta:
EGC.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Uliyah, Musrifatul. 2015. Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia Edisi 2-Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia Edisi 8. Jakarta : EGC

Muzakar, M., & Audina, B. (2018). PENGARUH PEMBERIAN JUS ALPUKAT (PERSEA
GRATISSIMA) TERHADAP PERUBAHAN KONSTIPASI PADA LANSIA DI
PANTI TRESNA WERDHA TERATAI KOTA PALEMBANG TAHUN
2016. Publikasi Penelitian Terapan dan Kebijakan, 1(1), 30-35.

Çevik K, Çetinkaya A, Yiǧit Gökbel K, Menekşe B, Saza S, Tikiz C. The effect of abdominal
massage on constipation in the elderly residing in rest homes. Gastroenterol Nurs.
2018;41(5):396–402.

Turan N, Asti TA. The effect of abdominal massage on constipation and quality of life. Gastroenterol
Nurs. 2016;39(1):48–59.

Anda mungkin juga menyukai