Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA ( ELIMINASI FEKAL)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah KDP ( Konsep Dasar


Profesi )

Diego Rizky Fauzi


J.0105.21.031

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
CIMAHI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ELIMINASI

A. PENGERTIAN
1. Gangguan Eliminasi Fekal
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk
mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik
huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui
anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
B. MASALAH-MASALAH PADA GANGGUAN ELIMINASI
1. Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu :
a. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan
mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi
ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga
banyak air diserap.
b. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.
Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
c. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer
sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol
BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal.
Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada
perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan
oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2. f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena
pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada
defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati
menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka
pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh
pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien
mengalami konstipasi.

C. ANATOMI SALURAN PENCERNAAN


Secara normal, makanan dan cairan masuk kedalam mulut, dikunyah ( jika
padat ) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan adanya reflek
otomatis dari esophagus kedalam lambung. Pencernaan berawal dimulut dan
berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya sampai
direabsofsi dikolon. Anatomi fisiologi pencernaan terdiri dari :
a. Mulut
Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses
pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong gumpalan makanan
kedalam faring, dimana makanan bergerak keesofagus bagian atas dan
kemudian kebawah kedalam lambung.
b. Esofagus
Adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas adalah terdiri dari
otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin. Permukaan diliputi
selaput mukosa yang mengeluarkan secret mukoid yang berguna untuk
perlindungan.
c. Lambung
Gumpalan makanan memasuki lambung dengan bagian porsi terbesar dari
saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan usus
dimungkinkan dengan adanya peristaltik yaitu gerakan kontraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak
kearah spingter pyorus pada ujung distal lambung, gelombang peristaltic
meningkat. Ini gumpalan lembek makan telah menjadi substansi yang
disebut cyme. Cyme dipompa melalui spingter pirolus kedalam
duodenum. Rata ata waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali
lambung setelah makan adalah 2-6 jam.
d. Usus kecil
Usus kecil (halus) mempunyai 3 bagian :
1) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung
2) Jejunum yang berhubungan dengan tengah
3) Ileum
e. Usus besar (kolon)
Kolon orang dewasa, panjangnya kurang lebih 125-150 cm atau 50-60
inci, terdiri dari :
1). Sekum, yang berhubungan langsung dengan usus kecil
2). Kolon, terdiri dari kolon asenden, transpersum, desenden dan sigmoid.
3). Rektum 10-15 cm atau 4-6 inci.
Fisiologi usus besar yaitu bahwa usus besar tidak ikut serta dalam
pencernaan atau absorfsi makanan. Bila isi usus harus mencapai sekum,
maka semua zat makanan telat diabsorpsi dan sampai isinya cair ( disebut
cyme). Selama perjalanan dijalan kolon ( 16-20 jam ) isinya menjadi
makin padat karena air diabsorpsi dan sampai di rectum feses bersifat
padat – lunak. Fungsi utama usus besar ( kolon ) adalah :

(a). menerima cyme dari lambung dan mengantarkan kearah


bagian selanjutnya untuk mengadakan absorpsi atau penyerapan
baik air, nuklien, elektronit dan garam empedu.

(b). mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai protektif


sehingga akan melindungi dinding usus dan aktivitas bakteri dan
trauma asam yang dihasilkan feses. Sebagian tempat penyimpanan
sebelum fesef dibungan

f. anus atau anal atau orifisium eksternal panjangnya kurang lebihb2,5 \


5cm atau 1\2inci, mempunyai spingter yaitu internal (impolunter) dan eksternal
(polunter).

D. ETIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna: Makanan adalah faktor utama
yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada
makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu
pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari
pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan
yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi.
Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai
suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan
dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
b. Kerusakan susunan saraf motoric bawah
c. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stres dapat
mempengaruhi defekasi. Penyakitpenyakit tertentu termasuk diare
kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas
intestinal, yang berdampak pada konstipasi.
d. Pasca operasi pullthrough dan penutupan kolostomi
e. Obat-obatan Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan
diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadangkadang digunakan untuk mengobati diare.
f. Usia, Usia tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang
dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya
adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot
polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.
g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan
pada spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakan dan
kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan
mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap
keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau
mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau
seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat
berkurangnya fungsi dari spinkter ani.

E. FAKTOR PREDISPOSISI/FAKTOR PENCETUS


1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon
awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di
kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu
lama di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
2. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal
eliminasi urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi
dapat mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya
sensitif untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine
yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih.
Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya
tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi
penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltik
intestinal.
5. Kondisi Patologis
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
6. Obat-obatan, diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat
terjadi retensi urine.

F. PATOFISIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang
sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika
gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi
sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh
dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk
kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal
yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik
mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter
eksternal tenang maka feses keluar. Refleks defekasi kedua yaitu
parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal
diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal
dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu
duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan
sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses
menjadi keras dan terjadi konstipasi.

G. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
a) Menurunnya frekuensi BAB
b) Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
c) Nyeri rektum
b. Impaction
a) Tidak BAB
b) anoreksia
c) Kembung/kram
d) nyeri rektum
c. Diare
a) BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
b) Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
c) Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
d) feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB
d. Inkontinensia Fekal
a) Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
b) BAB encer dan jumlahnya banyak
c) Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
a) Menumpuknya gas pada lumen intestinal
b) Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan
kram.
c) Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
a) pembengkakan vena pada dinding rectum
b) perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
c) merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
d) nyeri

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
I. PATHWAY
Etiologi
 Pola konsumsi makanan
 Kurang sehat
 Kurang minum
 Menahan BAB
 Obat obatan
Obstruksi sel cerna

Kerusakan neomuskular

Mortalitas ( peristaltic
kolon menurun)

Penurunan pnegeluara
cairan di dalam usus

Penaikan penyerapan
cairan dari tinja di dalam
usus

Tinja kering dan keras

Tinja tertahan dalam


usus daan sulit di konstipasI Nyeri
keluarkan
PENGKAJIAN

1. Riwayat keperawatan eliminasi


Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi. Pengkajiannya meliputi :
a) Pola eliminasi
b) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c) Masalah eliminasi
d) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,
diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan
palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur
abdomen.
Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Penyebab
Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen
Kecoklatan empedu
Bayi : (obstruksi
kekuningan empedu);
pemeriksaan
diagnostik
menggunakan
barium
-Hitam
-Perdarahan
-Merah bagian atas GI
-Terjadi
hemoroid,
terjadi
perdarahan
bagian bawah
-Pucat dengan
GI
lemak
-Malabsorbi
lemak, diet
-Orange atau tinggi susu, dan
hijau rendah daging
-Lendir darah -Infeksi usus

-Darah pada
feses dan
infeksi
Konsistensi Berbentuk, Keras kering Dehidrasi,
lunak, agak cair penurunan
& basah motilitas usus
akibat
kurangnya
serat, kurang
latihan,
gangguan emosi
dan laksantif
abuse
- Cair
-Peningkatan
motilitas usus
(mis. akibat
iritasi kolon
oleh bakteri).
Bentuk Silinder (bentuk Mengecil Kondisi
rektum) dg bentuk pensil obstruksi
diameter 2,5 cm atau seperti rektum
u/ orang dewasa benang
Jumlah Tergantung diet
(100-400
gr/hari)
Bau Aromatik : Tajam & pedas Infeksi,
dipengaruhi perdarahan
oleh makanan
yang dimakan
dan flora
bakteri.
Frekuensi Lebih dari 6x Hipermotility
perhari

 Pemeriksaan fisik fekal ( Terry, Potter )


a. Mulut: Pengkajian meliputi inspaeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi
yang buruk atau struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan
mengunyah, sehingga berpengaruh pada proses defekasi.
b. Abdomen :
a) Inspeksi : memriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan
parut, pola pembuluh darah vena, dan stoma.
b) Auskultasi : bising usus normal terjadi 5-15 detik dan berlangsung ½
sampai beberapa detik.
c) Palpasi : Untuk melihat adanya massa atau area nyeri tekan.
d) Perkusi : Mendeteksi cairan atau gas di dalam abdomen.
c. Rektum : Menginspeksi daerah di sekitar anus dan mempalpasi untuk
memeriksa rectum.

3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.
a. Pemeriksaaan fekal
a) Anuskopi
b) Prosktosigmoidoskopi
c) Rontgen dengan kontras
d) Pemeriksaan laboratorium feses

 Analisa data

No Data Fokus Etiologi Problem


.
1. DO: Mortalitas ( peristaltic Konstipasi
kolon menurun)
 Feses keras
 Peristaltic usus menurun Penurunan pnegeluara
cairan di dalam usus
 Distensi abdomen

Penaikan penyerapan
DS: cairan dari tinja di
- defekasi kurang dari 2 dalam usus

kali seminggu
Tinja kering dan keras
- pengeluaran feses lama
dan sulit Tinja tertahan dalam
usus daan sulit di
- Mengejan saat defekasi keluarkan

2. DS: Tinja kering dan keras Nyeri


 Mengeluh nyeri
Tinja tertahan dalam
usus daan sulit di
DO: keluarkan

 Tampak meringis
 Gelisah

Pemeriksaan urine ( urinalisis)


 Warna urine normal yaitu jernih
 pH normal yaitu 4,6-8,0
 glukosa dalam keadaan normal negatif
 Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
 Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
 Berat jenis yang normal 1,010-1,030
 Bakteri dalam keadaan normal negatifis)
 Warna urine normal yaitu jernih
 pH normal yaitu 4,6-8,0
 glukosa dalam keadaan normal negatif
 Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
 Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
 Berat jenis yang normal 1,010-1,030
 Bakteri dalam keadaan normal negatif
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi fekal : Konstipasi
2. Nyeri
K. Intervensi Keperawatan

No Diagnose Tujuan Intervensi


keperawatan
Konstipasi Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan a. Periksa tanda dan
selama 1x24 jam gejala konstipasi
diharapkan pola b. Periksa pergerakan
eliminasi fekal usus, karakteristik
pasien normal feses (konsistensi,
Dengan kriteria bentuk volume, dan
hasil : NOC: Bowel warna)
elimination c. Idetifikasi faktor
a. Buang air resiko kostipasi
besar dengan ( mis. Obat0obatan,
konsistensi tirah baring, dan diet
lembek rendah serat)
b. Pasien d. Monitor tanda dan
mampu gejala rupture usus
mengontrol dan atau peritonitis
pola BAB Terapeutik
c. mempertahan a. Anjurkan diet tinggi
kan pola serat
eliminasi usus b. Lakukan masase
tanpa ileus abdomen jika
diperlukan
c. Lakukan evakuasi feses
secara manual
d. Berikan enema atau
irigasi
Edukasi
a. Jelaskan etiologi
masalah dan alasan
tindakan
b. Ajarkan cara
mengatasi
konstipasi/impaksi
Kolaborasi
a. Konsultasi dengan
tim emdis tentang
penurunan/peningkat
an frekuensi suara
usus
b. Kolaborasi
penggunaan obat
pencahar, jika perlu

No Diagnose Tujuan Intervensi


keperawatan
1. Nyeri Setelah Observasi
dilakukan a. Identifikasi lokasi,
asuhan karakteristik, durasi,
keperawatan frekuensi, kualitas dan
..x24 jam, intensitas nyeri
diharapkan b. Identifikasi skala nyeri
nyeri pasien c. Identifikasi faktor yg
berkurang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
a. Berikan tekhni non-
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
b. Control lingkungan yang
memeperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelaskan penyebab nyeri
b. Anjurkan strategi meredakan
nyeri ketika eliminasi
c. Anjurkan tekhnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Wartonah dan Tarwoto. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.
Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan. EGC : Jakarta.
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat
pada http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-
dengan-masalah.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3.
Jakarta : Kedokteran ECG
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.
Terdapat pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008///03/14/konsep-
dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fekal.
Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai