Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ELIMINASI

Disusun oleh:

Indah Ayu Lestari

2016720078

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
FORMAT ACUAN LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Kebutuhan
1. Definisi/deskripsi kebutuhan
Eliminasi bowel/fekal/Buang Air Besar (BAB) atau disebut juga defekasi merupakan
proses normal tubuh yang penting bagi kesehatan untuk mengeluarkan sampah dari
tubuh.

2. Fisiologi sistem/ Fungsi normal sistem


a. Mulut
Saluran GI (Gastro Intestinal) secara mekanisme dan kimiawi memecah nutrisi ke
ukuran dan bentuk yang sesuai. Gigi mengunyah makanan, memecahkannya
menjadi ukuran yang dapat ditelan. Saliva, yang diproduksi oleh kelenjar saliva di
dalam mulut, mencairkan dan melunakkan makanan di dalam mulut, mencairkan
dan melunakkan bolus makanan di dalam mulut sehingga mudah ditelan.
b. Esofagus
Begitu makanan memasuki bagian esofagus, makanan-makanan berjalan melalui
sfingter esofagus bagian atas, yang merupakan otot sirkular yang mencegah udara
memasuki esofagus dan makanan mengalami refluks atau (bergerak kebelakang),
Kembali ke tenggorokan. Bolus makanan menelusuri esofagus dengan bantuan
gerakan peristaltik, yang merupakan gerakan kontraksi yang mendorong makanan
melewati panjang saluran GI, bolus makanan bergerak menuruni esofagus dan
mencapai sfingter esofagus bagian bawah, yang terletak diantara esofagus dan
ujung bagian atas lambung. Sfingter mencegah refluks isi lambung kembali ke
esofagus.
c. Lambung
Lambung memiliki tiga tugas: penyimpanan makanan dan cairan yang tercerna,
mencampur makanan dengan cairan pencernaan menjadi Chyme (kimus), dan
mengatur pengosongan dari lambung masuk ke usus halus. Lambung mengekresi
asam hidroklorida (HCI), lendir, enzim pepsin, faktor intrinsik-pepsin dan HCI
membantu mencerna protein. Lendir melindungi mukosa lambung dari kemasan
dan aktivitas enzim. Faktor-faktor intrinsik adalah komponen penting yang
dibutuhkan untuk absorbsi atau B12
d. Usus halus
Pergerakan didalam usus halus, terjadi pada saat peristaltik, memfasilitasi
pencernaan dan penyerapan. Cyme (kimus) bercampur dengan enzim-enzim
pencernaan saat berjalan melalui usus halus. Pengabsorbsian kembali diusus halus
sangat efisien sehingga, pada saat cairan mencapai usus halus, chyme (kimus) telah
membentuk konsistensi cairan kental dengan partikel semi solid (campuran
setengah padat) usus kecil dibagi 3 bagian: duodenum, jejenum dan ileum.
Dudenum memiliki panjang sekitar 20-30 cm atau (8-11 inci) dan terus memproses
cairan dari lambung. Bagian kedua yaitu jejenum berukuran sekitar 2,5 cm (8
kaki), dan dapat mengarbsorbsi karbohidrat dan protein. Ileum memiliki panjang
sekitar 3,7m atau (12 kaki) dan mengarbsorbsi air, lemak dan garam empedu.
Nutrisi dan elektrolit hampir seluruhnya diarbsorbsi oleh duodenum dan jejenum
didalam usus halus. Ileum mengarbsorbsi vitamin-vitamin tertentu, zat besi dan
garam empedu. Enzim pencernaan dan empedu masuk ke usus halus dar pankreas
dan hati untuk memecah nutrisi menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh
apabila fungsi ileum terganggu proses pencernaan akan mengalami perubahan
besar inflamasi, reseksi bedah, obstruksi dapat mengganggu peristaltik,
mengurangi area arbsorbsi, atau menghamar alitan cairan, yang dapat
menyebabkan kekurangan elektrolit dan nutrisi.
e. Usus besar panjangnya 1,5- 1,8m ( 5-6 kaki ) . jauh lebih pendek dari pada usus
halus. Usus besar di bagi menjadi sekum, kolan asendens, kolan transversum, kolan
desendens , kolan sigmoid , dan rektum , usus besar adalah organ utama proses
eliminasi fekal.
f. Anus
Tubuh mengeluarkan feses dan flatus ( gas ) dari rektum melalui anus. Kontraksi
dan relaksasi dari sfingter internal dan eksternal, yang kemudian di tanggapi oleh
saraf simpatis dan parasimpatis, membantu mengendalikan, defekasi. saluran anus
mengandung serabut saraf sensorik yang kaya yang memungkinkan orang untuk
mengetahui kapan ada zat padat, cair, atau gas yag perlu dikeluarkan dan
membantu untuk menahan sementara waktu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem


a. Usia
Setiap usia perkembangan/ usia memiliki kemampuan mengentrol defekasi yang
berbeda. Bayi belum memiiliki kemampuan mengntrol penuh dalam BAB,
sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol BAB secara
penuh , dan pada usia lanjut proses pengontrolan mengalami penurunan
b. Diet
Dieta atau jenih makanan yang di konsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliiki kandungan serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang di konsumsi pun dapat mempengaruhinya
c. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh
karena proses absorbsi kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan proses
defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karna melalui aktivitas tonus otot
abdomen , pelvis , diafragma dapat membantu kelancarn proses defekasi sehingga
proses gerakan peristaltk pada daerah kolon dapat bertambah baikdan memudahkan
dalam membantu proses kelancaran defekasi.
e. Pengobatan
Pengobatan dapat mempengaruhi proses defekasi , seperti penggunaan laksansia
( obat pencahar) atau antasida yang terlalu kering
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat
terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat atau kebiasaan melakukan
BAB di tempat yang bersih atau di toilet. Maka, ketika orsng tersebut BAB di
tempat yang terbuka atau tempat yang kotor ia mengalami kesulitan dalam proses
defekasi
g. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi , biasanya penyakit-
penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan , seperti
gastrointestinal atau penyakit lainnya.
h. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan atau keinginan untuk berdefekasi,
seperti nyeri pada beberapa kasus hemorit dan episiotomi
i. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses defekasi
karna dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.
Hal tersebut dapat di akibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang atau
kerusakan pada saraf lainnya

4. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem


a. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala bukan penyakit dan ada banyak kemungkinan
penyebabnya asupan makanan yang tidak benar, mengurangi asupan cairan, kurang
olahraga, dan obat-obatan tertentu dapat menyebabkan konstipasi. Sebagai contoh
pasien yang menerima opiat untuk nyeri setelah operasi sering membutuhkan
pelunak feses atau aksatif untuk mencegah konstipasi. Sebuah tinjau integrati
literatur baru-baru ini menggunakan bahwa jenis kelamin perempuan dan lansia
memiliki faktor resiko tertinggi untuk mengalami konstipasi (Schmiadt dan Santos,
2014). Tanda-tanda konstipasi, termasuk jarang BAB (kurang dari 3 perminggu)
dan feses yang keras dan kering yang sulit untuk dikeluarkan (konstipasi, n.d).
ketika motilitas usus melambat, massa fesses terpapar kedinding usus dari waktu
ke waktu dan sebagian besar kandungan air feses diserap. Sedikit air yang tersisa
untuk melembutkan dan melumasi feses. Bagian dari feses yang keras dan kering
sering menyebabkan nyeri pada rektal. Konstipasi merupakan sumber yang
signifikan untuk ketidaknyamanan kaji kebutuhan akan intervensi sebelum
defekasi menjadi menyakitkan.
b. Impaksi.
Impaksi terjadi ketika individu memiliki konstipasi yang tidak teratur sehingga
tumpukan feses yang keras tidak bisa dikeluarkan. Impaksi berat, massa feses
memanjang sampai ke kolon sigmoid. Jika tidak teratasi atau dihilangkan, hasil
impaksi yang parah menyebabkan obstruksi usus. Pasien dalam keadaan lemah,
bingung, atau tidak sadar berisiko mengalami impaksi. Mereka mengalami
dehidrasi atau terlalu lemah atau tidak menyadari kebutuhan untuk defekasi, dan
feses menjadi terlalu keras dan kering untuk dikeluarkan. Tanda yang jelas dari
impaksi adalah ketidakmampuan untuk defekasi selama beberapa hari, meskipun
adanya desakan berulang untuk defekasi. Suatu impaksi dicurigai terjadi ketika
cairan keluar terus menerus, Bagian cairan yang terletak lebih tinggi di usus besar
merembes di sekitar tumpukan masa, Hilangnya nafsu makan (anoreksia), mual
dan / atau muntah, distensi abdomen dan kram, dan nyeri pada rektal mungkin
menyertai kondisi ini. Jika Anda mencurigai adanya impaksi, lakukan pemeriksaan
yang dilakukan dengan jari secara perlahan pada rektum dan area palpasi disekitar
tumpukan pada masa (Hussain et al., 2014).
c. Diare.
Diare adalah Buang Air Besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Hal ini terkait dengan gangguan yang mempengaruhi sistem
pencernaan, sistem pencernaan, dan sistem pencernaan. Isi usus melewati usus
halus dan kolon sangat cepat untuk memungkinkan pengabsorbsian cairan dan
nutrisi. Iritasi di dalam kolon merupakan peningkatan peningkatan sekresi
mukosa. Akibatnya, kotoran menjadi cair, dan pasien mengalami kesulitan untuk
menentukan keinginan untuk defekasi. Kehilangan cairan kolon yang berlebihan
menyebabkan dehidrasi dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau asam
jika tidak terganti. Bayi dan lansia sangat rentan terhadap komplikasi ini. Karena
berulangnya feses diare memaparkan kulit perineum dan bokong kepada zat yang
dapat mengiritasi isi usus, perawatan kulit yang tepat dan penahanan pada drainase
feses yang diperlukan untuk mencegah kerusakan kulit.
d. Inkontinensia.
Inkontinensia fekal adalah ketidakmampuan untuk mengontrol BAB dan gas dari
anus. Inkontinensia dapat merusak citra tubuh pasien, Rasa malu karena BAB pada
pakaian itu sendiri menyebabkan isolasi sosial. Kondisi fisik yang merusak fungsi
sfingter anus atau feses cair dengan volume besar menyebabkan inkontinensia.
Gangguan fungsi kognitif sering menyebabkan inkontinensia urin dan feses.
Banyak kondisi yang menyebabkan inkontinensia fekal atau diare. Anda
mengindentifikasi kondisi yang menyebabkan hal tersebut dan merawat pasien ke
penyedia perawatan kesehatan untuk mendapatkan obat. Penggunaan antibiotik
mengubah flora normal pada saluran pencernaan. Agen penyebab diare umum
adalah Clostridium difficile (C. difficile), yang menghasilkan gejala mulai dari
diare ringan hingga kolitis parah. Pasien mendapatkan infeksi dari C. difficile
melalui satu dari dua cara: dengan terapi antibiotik yang menyebabkan
pertumbuhan berlebih C. difficile dan melalui kontak dengan C. difficile organisme.
Golongan C. difficile yang baru diidentifikasi lebih ganas dengan memiliki efek
yang lebih beracun (Grossman dan Mager, 2010). Pasien yang mengalami
organisme dari tangan petugas kesehatan atau kontak langsung dengan lingkungan
yang terkontaminasi dengan itu. Hanya kebersihan tangan dengan sabun dan air
yang efektif untuk menghilangkan spora C. difficile dari tangan secara fisik. Tes
diagnostik yang paling umum untuk bakteri adalah tes enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA), yang ditangani C. difficile A dan B pada feses,
Pasien lansia sangat rentan infeksi terhadap C. difficile ketika tidak dilindungi
antibiotik, dengan mortalitas dan dan Rapose, 2015 ). morbiditas yang lebih tinggi
diamati pada kelompok usia ini (Daniel dan Rapose, 2015).
e. Perut kembung
Yaitu menumpuknya gas pada lumen usus, dinding usus meregang dan melebar.
Perut kembung adalah penyebab umum perut penuh, nyeri, dan kram. Biasanya
gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Namun, perut kembung
menyebabkan distensi abdomen dan nyeri yang hebat dan tajam jika motilitas usus
berkurang karena opiat, anestesi umum, pembedahan perut, atau imobilisasi.
f. Hemoroid.
Hemoroid adalah dilatasi dan pembengkakan vena pada dinding rektum.
Hemoroid bersifat eksternal tau internal. Hemoroid eksternal terlihat sebagai
tonjolan kulit. Biasanya ada perubahan warna keunguan (trombosis) jika vena
mengeras. Hal ini menyebabkan rasa sakit yang meningkat dan membutuhkan
frekuensi eksisi. Hemoroid internal terjadi di lubang anus dan mungkin meradang
dan bengkak. Peningkatan tekanan vena mengejan saat defekasi, kehamilan, gagal
jantung, dan penyakit hati kronis dapat menyebabkan hemoroid.
g. Diversi Usus
Penyakit-penyakit tertentu atau perubahan-perubahan pembedahan membuat
pengeluaran feses secara normal ke seluruh usus halus dan kolon sulit. Ketika
kondisi ini hadir, Pemesanan lubang sementara atau permanen (stoma) dibuat
melalui pembedahan dengan membawa bagian usus keluar melalui dinding perut.
Pembuatan pembedahan lubang ini disebut ileostomy atau kolostomi, tergantung
pada bagian mana dari saluran usus yang digunakan untuk membuat stoma.
Teknik bedah yang lebih modern memungkinkan lebih banyak pasien untuk
mengeluarkan bagian-bagian usus halus dan kolon mereka untuk dihilangkan dan
bagian-bagian yang tersisa kembali sehingga mereka dapat terus melakukan
defekasi melalui lubang anus.
h. Ostomi.
Lokasi seseorang dengan kolostomi sigmoid akan memiliki feses yang lebih
terbentuk. Output dari kolostomi transversa akan menjadi cairan padat untuk
konsistensi lunak. Ostomies ini adalah yang paling mudah untuk dilakukan
pembedahan dan dilakukan sebagai sarana sementara untuk mengalihkan feses dari
area trauma atau luka perianal. Mereka juga dapat menjadi diversi paliatif jika
adanya obstruksi tumor. Dengan ileostomy, efluen feses meninggalkan tubuh
sebelum memasuki kolon, membuat feses yang lebih sering keluar dan cair. Loop
kolostomi adalah stoma reversibel yang dibuat oleh ahli bedah di ileum atau kolon.
Dokter bedah meregangkan usus ke perut dan menempatkan batang plastik,
pegangan, atau kateter karet sementara di bawah loop usus agar tidak tergelincir
kembali. Dokter bedah kemudian membuka usus dan menjahitnya ke kulit
abdomen. Loop ostomy memiliki dua celah melalui stoma. Ujung proksimal
mengalirkan efluen injat, dan bagian distal yang mengeluarkan lendir. End
kolostomi terdiri dari satu stoma yang dibentuk dari ujung proksimal usus melalui
pembukaan yang dibuat dengan pembedahan di dinding abdomen, dinding kearah
bawah seperti turtleneck lalu menjahitnya ke dinding abdomen. Distal usus ke
stoma dibuang atau dijahit tertutup dan dibiarkan dalam rongga perut. Akhir
kolostomi bersifat permanen atau reversibel. Rektum biasanya dibiarkan utuh atau
dibuang.

B. Rencana asuhan klien dengan gangguan kebutuhan


1. Pengkajian
Selama proses pengkajian, kaji setiap pasien dan analisis secara kritis menemukan
Anda untuk memastikan bahwa Anda membuat keputusan klinis yang berpusat pada
apa yang diperlukan pasien untuk memberikan keperawatan yang aman. Bergantung
semua elemen dengan berpikir kritis yang dapat mengarah pada pembuatan diagnosis
yang tepat. Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kelainan, perawat
melakukan pengkajian riwayat keperawatan, pengkajian fisik perut, menginspeksi
hubungan, dan meninjau kembali hasil pemeriksaan yang berhubungan. Selain itu,
tentukan riwayat medis pasien, pola dan jenis asupan cairan dan makanan, mobilitas,
kemampuan mengunyah, obat-obatan, penyakit dan / atau stres, dan situasi
lingkungan.
a. Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi
klien. Gambaran yang cenderung meningkatkan eliminasi normal. Dengan
mengidentifikasi pola normal dan abnormal, kebisaan, dan persepsi klien tentang
eliminasi fekal mendukung perawat menentukan masalah klien. Banyak riwayat
keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor- faktor yang memengaruhi
eliminasi.
 Penentuan pola eliminasi: Sertakan frekuensi dan waktu hari. Pengkajian
terkini tentang pola defekasi klien yang akurat dapat ditingkatkan dengan
meminta klien atau pelaku rawat (caregiver) yang melengkapi pencatatan
eliminasi fekal atau defekasi.
 Gambaran pasien tentang feses normal: Perawat menentukan konsistensi
feses biasanya encer atau padat, lunak atau keras, dan warna khas feses.
Minta pasien untuk menjelaskan bentuk feses normal dan jumlah feses per
hari. Gunakan skala seperti Skala Bristol Stool Form untuk mendapatkan
ukuran objektif yang feses Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk
meningkatkan climinasi fekal: Contohnya adalah minum cairan panas,
mengonsumsi makanan tertentu, atau mengambil waktu untuk defekasi
selama kurun waktu tertentu atau penggunaan laksatif, enema, atau aditif
serat pembentuk masa. Keberadaan dan status diversi menggunakan:
Apabila klien memiliki ostomi, perawat mengkaji frekuensi drainase feses,
karakter feses, penampilan dan kondisi stoma (warna, pembengkakan, dan
iritasi), kondisi kulit peristomal, tipe peralatan kantong yang digunakan,
dan metode yang digunakan untuk menjalankan fungsi ostomi.
 Perubahan nafsu makan: Termasuk perubahan pola makan dan perubahan
berat badan (jumlah kehilangan atau peningkatan). Jika ada penurunan
berat badan, tanyakan apakah pasien yang menurunkan berat badan
(misalnya, asupan makanan atau olahraga rutin) atau jika terjadi tidak
terduga.
 Riwayat diet: Tentukan preferensi asupan makanan pasien. Tentukan
asupan buah, sayuran, dan biji-bijian dan jika waktu makan teratur atau
tidak teratur. Gambaran dari asupan cairan harian: termasuk jenis dan
jumlah cairan. Klien mungkin harus memperkirakan jumlah cairan dengan
menggunakan cara pengukuran yang biasa digunakan di rumah.
 Riwayat pembedahan atau penyakit yang memengaruhi saluran GI:
Informasi ini membantu menjelaskan gejala, potensi untuk memperbaiki
atau memperbaiki pola eliminasi fekal normal, dan apakah ada riwayat
keluarga yang terkena kanker GI.
 Riwayat pengobatan: Mintalah daftar semua obat yang dikonsumsi dan
ditanyakan apakah mereka menggunakan obat-obatan seperti laksatif,
antasida, suplemen zat besi, dan analgesik yang mengubah peran defekasi
atau feses.
 Status Emosional: Kondisi emosional pasien dapat mengubah frekuensi
defekasi. Tanyakan kepada pasien apakah dia pernah mengalami stres yang
tidak biasa dan jika dia berpikir bahwa ini mungkin telah menyebabkan
perubahan defekasi.
 Riwayat olahraga: Minta pasien untuk mendeskripsikan secara spesifik
jenis dan frekuensi latihan harian.
 Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan: Tanyakan kepada pasien apakah ada
riwayat nyeri perut atau anal. Jenis, frekuensi, dan lokasi nyeri membantu
mengidentifikasi sumber masalah. Misalnya, sakit kram, mual, dan tidak
adanya gerakan kadang-kadang-kadang menunjukkan adanya obstruksi
usus.
 Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam
kehidupannya. Tempat klien tinggal dapat memengaruhi kebiasaan klien
dalam defekasi dan berkemih. Apabila klien tinggal di dalam rumah yang
ditempati oleh beberapa orang, berapa banyak kamar mandi yang tersedia?
Apakah klien memiliki kamar mandi sendiri atau apakah mereka perlu
menggunakan kamar mandi bersama-sama waktu dalam menggunakan
kamar mandi, untuk mengakomodasi kebutuhan orang lain yang tinggal
bersama mereka? Apabila klien tinggal sendiri, apakah mereka mampu
berjalan ke toilet dengan aman? Apabila klien tidak dapat defekasi secara
mandiri. Perawat menentukan orang yang akan membantu klien dan
menentukan caranya. Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan
ketangkasan klien perlu dievaluasi untuk menentukan perlu tidaknya
peralatan atau personel tambahan untuk membantu klien
b. Pemeriksaan fisik: data focus
 Mulut. Pengkajian termasuk inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien. Gigi yang
buruk atau struktur gigi yang buruk memengaruhi kemampuan mengunyah.
Luka di daerah mulut tidak hanya membuat makan terasa sulit tetapi juga
menyakitkan.
 Abdomen. Inspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna,
bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit. Inspeksi juga memeriksa adanya
masa, pergerakan peristaltik, jaringan parut, pola pembuluh darah, stoma,
dan lesi. Biasanya gelombang peristaltik tidak dapat terlihat. Peristaltik
yang dapat terlihat dapat menunjukkan adanya adanya obstruksi usus.
Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen kea rah luar
yang menyeluruh. Gas di dalam usus, tumor berukuran besar, atau cairan di
dalam rongga peritoneum dapat menyebabkan distensi. Distensi abdomen
terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan diregangkan. Auskultasi
abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji suara bising usus
di setiap kuadran . Bunyi bising usus normal terjadi setiap 5 hingga 15 detik
dan berlangsung selama satu hingga beberapa detik. Absen (tidak ada suara
bising usus saat di auskultasi) atau suara hipoaktif terjadi jika klien
mengalami ileus seperti yang terjadi pada klien setelah pembedahan perut
tetapi mungkin juga berarti Anda tidak menangkap suara bising usus ketika
Anda mengkaji mereka. Suara bising usus yang bernada tinggi dan
hiperaktif terjadi pada obstruksi usus halus dan gangguan inflamasi.
Meskipun suara bising usus saat auskultasi selama pengkajian merupakan
praktik keperawatan standar, beberapa penelitian saat ini mempertanyakan
validitasnya, Sebuah penelitian baru menemukan bahwa 11,4% perawat dan
47,6% dokter dapat membuat pengkajian klinis yang benar berdasarkan
temuan auskultasi mereka (Li et al., 2014), Studi lain yang
membandingkan interpretasi dokter bedah dan dokter internal dokter
tentang suara bising menyimpulkan bahwa auskultasi suara bising usus
praktik praktik yang digunakan ketika membedakan pasien dengan suara
bising usus normal dan patologis (Felder et al., 2014). Perkusi handal,
cairan, atau gas di dalam abdomen pemahaman tentang lima bunyi perkusi
juga mampu menunjukkan struktur abdominal yang berada di perut. Gas
atau perut kembung menciptakan timpani. Massa, tumor, dan cairan
menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi. Palpasi abdomen secara
perlahan untuk mengukur massa atau area nyeri tekan. Penting untuk klien
rileks. Ketegangan otot-otot abdomen menggangu hasil palpasi organ atau
masa yang berada di bawah abdomen tersebut.
 Rektum. Menginspeksi area di sekitar anus untuk melihat adanya lesi,
perubahan warna: inflamasi, dan hemoroid. Nyeri terjadi ketika jaringan
hemoroid teriritasi. Tujuan utama untuk pasien dengan hemoroid adalah
memiliki gerakan usus halus yang terbentuk tanpa rasa sakit. Makanan
yang tepat, cairan, dan olahraga teratur meningkatkan kemungkinan feses
menjadi lunak. Jika pasien konstipasi, bagian feses yang keras
menyebabkan perdarahan dan iritasi. Es atau mandi air hangat memberikan
bantuan sementara pada saat pembengkakan hemoroid. Penyedia
perawatan kesehatan kadang- kadang meresepkan obat topikal untuk
meringankan pembengkakan dan rasa sakit.
c. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada tes darah untuk mendiagnosis sebagian besar gangguan GI, tetapi
hemoglobin dan hematokrit membantu menentukan apakah terdapat anemia
dari pendarahan di GI. Tes laboratorium lain yang sering disarankan oleh
penyedia perawatan kesehatan didalamnya tes fungsi hati, serum amilase,
dan lipase serum, yang digunakan untuk menangani penyakit-penyakit
hepatobilier dan pankreatitis. Spesimen Feses. Perawat bertanggung jawab
secara langsung untuk memastikan bahwa spesimen diambil dengan akurat.
Spesimen diberi label dengan benar pada wadah yang tepat, dan dikirim ke
laboratorium tepat waktu. Institusi menyediakan wadah khusus untuk
tempat spesimen feses. Beberapa pemeriksaan mensyaratkan bahwa
spesimen yang ditempatkan dalam pengawet kimia, dan beberapa
memerlukan bahwa mereka didinginkan atau diminta setelah diminta dan
sebelum dikirim ke laboratorium. Gunakan teknik aseptik medis selama
survei spesimen feses.
Tes feses yang umum adalah tes darah samar feses (fecal occult testing,
FOBT), yang menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam feses. Ini
adalah tes skrining yang bermanfaat untuk kanker kolon seperti yang dilihat
oleh American Cancer Society.
Ada dua jenis tes, tes darah samar feses guaiac (gFOBT) dan tes
imunokimia tinja (FIT). Tes FIT tidak memerlukan persiapan atau
simpanan makanan dan merupakan tes yang lebih sensitif, tetapi lebih
mahal; dengan demikian gFOBT lebih umum digunakan. Perawat atau
pasien perlu diketahui tes setidaknya 3 kali pada tiga gerakan usus yang
terpisah. FOBT dilakukan di rumah pasien atau kantor penyedia perawatan
kesehatan. Semua tes positif ditindaklanjuti dengan sigmoidoskopi atau
kolonoskopi fleksibel (ACS, 2015).

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: inkontinesia fekal
Definisi: perubahan kebiasaan buang air besar dari pola normal yang ditandai dengan
pengeluaran feses secara involunter (tidak disadari).
Batasan karakteristik: tidak mampu mengontrol feses dan tidak mampu menunda
defekasi
Faktor yang berhubungan: kerusakan susunan saraf motoric bawah, penurunan tonus
otot, gangguan kognitif, penyalahgunaan laksatif, kehilangan fungsi pengendalian
sfingter rectum, pascaoperasi pullthrough dan penutupan kolostomi, ketidakmampuan
mencapai kamar kecil, diare kronis, stress berlebihan.
Diagnosa 2: konstipasi
Definisi: penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak
tuntas serta feses kering dan banyak
Batasan karakteristik: defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama
dan sulit, dan mengejan saat defekasi.
Faktor yang berhubungan: penurunan motilitas gastrointestinal, ketidakadekuatan
pertumbuhan gigi, ketidakcakupan diet, ketidakcukupan asupan serat, ketidakcukupan
asupan cairan, aganglionik, kelemahan otot abdomen.
Diagnose 3: risiko konstipasi
Definisi: berisiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi disertai kesulitan
dan pengeluaran feses tidak lengkap.
Batasan karakteristik:
Faktor yang berhubungan: penurunan motilitas gastrointestinal, ketidakadekuatan
pertumbuhan gigi, ketidakcakupan diet, ketidakcukupan asupan serat, ketidakcukupan
asupan cairan, aganglionik, kelemahan otot abdomen.

3. Perencanaan
Diagnosa 1: inkontinesia fekal
Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): pasien akan
- Mengeluarkan feses yang lunak setiap 1-5 hari
- Membentuk kebiasaan defekasi rutin yang teratur
- Secara progresif mengalami episode inkontinesia yang lebih sedikit
- Terbebas dari iritasi kulit di area perianal
Intervensi keperawatan:
Observasi
- Identifikasi penyebab inkontinesia fekal baik fisik maupun psikologis
- Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi feses
- Monitor kondisi kulit perianal
- Monitor keadekuatan evakuasi feses
- Monitor diet dan kebutuhan cairan
- Monitor efek samping pemberian obat
Terapeutik
- Bersihkan daerah perianal dengan sabun dan air
- Jaga kebersihan tempat tidur dan pakaian
- Laksanakan program latihan usus
- Jadwalkan BAB ditempat tidur
- Berikan celana pelindung/pembalut/popok
- Hindari makanan yang menyebabkan diare
Edukasi
- Jelaskan definisi, jenis inkontinesia, penyebab inkontinesia fekal
- Anjurkan mencatat karakteristik feses
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat diare
Diagnosa 2: konstipasi
Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): pasien akan:
- Menunjukkan pengetahuan program defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi
efek samping obat
- Melaporkan keluranya feses disertai berkurangnya nyeri dan mengejan
- Memperlihatkan hidrasi yang adekuat (misalnya., turgor kulit baik, asupan cairan
kira-kira sama dengan haluaran)
Intervensi keperawatan:
- Manajemen defekasi
- Pelatihan usus
- Manajemen konstipasi/impaksi
- Manajemen cairan
- Manajemen cairan/elektrolit
- Perawatan ostomi
Diagnosa 3: risiko konstipasi
Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): pasien akan:
- Menunjukkan pengetahuan tentang program defekasi yang dibutuhkan untuk
mengatasi efek samping obat
- Menggambarkan kebutuhan diet (mis., cairan dan serat) yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pola defekasi yang biasanya
- Mengeluarkan feses dengan konsistensi dan frekuensi yang sesuai dengan
kebiasaan klien
- Melaporkan pengeluaran feses tanpa disertai nyeri atau mengejan
Intervensi keperawatan:
- Dukungan perawatan diri: - Pemantauan cairan
BAB/BAK - Pemantauan nutrisi
- Edukasi diet - Pemberian obat oral
- Edukasi toilet training - Penurunan flatus
- Identifikasi risiko - Perawatan kehamilan trimester
- Irigasi kolostomi kedua dan ketiga
- Konseling nutrisi - Perawatan kehamilan trimester
- Latihan eliminasi fekal pertama
- Manajemen cairan - Perawatan stoma
- Manajemen elektrolit - Promise kesehatan mulur
- Manajemen eliminasi fekal - Promosi latihan fisik
- Manajemen mood - Reduksi ansietas
- Manajemen nutrisi - Surveilens
- Manajemen nyeri - Terapi aktivitas
- Manajemen prolapses rectum - Terapi relaksasi
C. Daftar Pustaka
Indonesia, S. I. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.
Perry, P. I. (2017). Dasar-Dasar Keperawatan Volume 2. Singapore: Elsevier.
PPNI, D. P. (2017 ). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.
Uliyah, A. A. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson, J. M. (2014). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
CASE E

Bapak K usia 58 tahun dirawat sudah 2 minggu dengan keluhan pusing, lemas, nyeri. Hasil

pemeriksaan Bapak K, terdapat abses perianal dengan diameter 10 cm dan sepsis, terdapat

abses, kemerahan. Bapak K tampak meringis kesakitan. Bapak K memiliki riwayat DM sejak

2 tahun yang lalu. Dokter mengambil tindakan untuk membersihkan absesnya.Hasil observasi

Bapak K sesak, pneumonia dan bed rest. Skala nyeri 7. Ketika dipalpasi abdomen terdapat

distensi abdomen, peristaltic usus menurun. Hasil pemeriksaan laboratorium leukocyt 17

ribu, Hb 11 mg%/dl.Bapak K tidak mau makan, BB turun. Istri pasien mengatakan Tn.K

BAB kurang dari 2 kali dalam seminggu.


FORMAT ACUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

A. Biodata
1. Identitas Klien:
Nama: Tn. K
Tempat tanggal lahir/umur: Jakarta, 22 Mei 1962 (58 Tahun)
Jenis kelamin: Laki-laki
Agama: Islam
Suku bangsa: Jawa/ Indonesia
Pendidikan: SLTA
Pekerjaan: pensiunan swasta
Status perkawinan: kawin
Alamat: jalan sumur batu raya
Tanggal masuk rs: 29 Agustus 2020
No medrec: 000100620
Diagnosa medis. DM

2. Identitas Penanggung Jawab:


Nama penanggung jawab: Ny. H
Hubungan dengan klien: Istri
Alamat: jalan sumur batu raya

B. Riwayat Kesehatan Klien


1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri, pusing, lemas.
P: bedrest, aktivitas ringan
Q: seperti tersayat
R: perianal
S: 7 (berat)
T: setiap waktu

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien meringis kesakitan karena nyeri dan terdapat abses perianal dengan
diameter 10cm dan sepsis. Skala nyeri 7. Nyeri pasien bertambah dan
mengatakan badan pusing dan lemas, sehingga pada tanggal 29 agustus
2020 pada jam 12.30 WIB pasien dibawa ke RSUD Koja.

3. Riwayat Penyakit Masa Lalu


Riwayat penyakit DM sejak 2 tahun yang lalu

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Istri pasien mengatakan keluarga dari suaminya yaitu ibunya penderita DM
dan meninggal karena penyakit DM.
5. Genogram; Dibuat 3 generasi

Keterangan:

: Male

: Female

Ny. K Tn.
K
C. Pola Aktifitas Sehari-hari
(Dapat menggunakan pola fungsi kesehatan dari sumber lain/Gordon)

No Jenis Aktifitas Sebelum sakit Selama sakit


1. Pola Makan dan Minum “saya makan 3 x “saya jarang
sehari dengan porsi makan dan tidak
penuh dengan lauk nafsu makan, saya
ikan, tempe, telur merasa mual,
dan kuah sop setiap makanan
kadang juga pakai yang diberikan
daging ayam dan dari rumah sakit
saya makan selalu saya hanya makan
habis sering juga 3 sendok saja
untuk menambah (nasi, timun,
lagi dan saya tomat, ayam)
minum air putih minumnya hanya 2
sekitar 8 gelas gelas/ harinya dan
dalam sehari, dan saya dua bulan
suka minum yang lalu berat
minuman manis “ saya 44 kg, dan
sekarang saya
sekarang merasa
kurus berat badan
saya 35 kg ”

A: TB 146, BB 35
kg, IMT = 16
(kurus)
B: gula darah
sewaktu 358
mg/dl, HB 11,
C:badan tampak
kurus, pasien tidak
nafsu makan
D:sebelum masuk
RS tidak
menerapkan
program diet, dan
setelah masuk RS
makan sesuai yg di
sediakan RS
2. Pola Eliminasi Pasien mengatakan pasien mengatakan
“ saya BAB 1 x tidak bisa BAB
sehari di lakukan selama 6 hari, tapi
pada pagi hari bisa platus dan
dengan feses pasien mengatakan
lembek tidak keras bisa buang air
dan tidak cair dan kecil ± 3x sehari,
saya BAK ± 6-7 x warnanya
setiap harinya kekuningan.
dengan warna
kuning bening bau
yang khas (bau air
kencing pesing)”.
3 Pola istirahat/tidur Pasien mengatakan pasien mengatakan
pasien biasa tidur susah tidur karena
dengan nyenyak situasi yang
dari pkl 22.00 ramai,berisik dan
sampai pkl 05.00. ruangan
Terkadang pasien bercahaya. Pasien
bangun untuk mengatakan hanya
buang air kecil. bisa tidur ± 5 jam
dari pkl 23.00-
04.00, Pasien juga
mengatakan tidak
terbiasa tidur
siang.
4 Personal Hygiene Mandi Pasien mengatakan rambut pasien
biasa mandi dan terlihat berminyak,
gosok gigi 2x kulitnya kotor,
sehari. tercium bau badan.
Pasien dibantu
keluarganya dalam
menjaga
kebersihan diri.
5 Pola Aktifitas/latihan fisik Pasien mengatakan Pasien tidak bisa
Mobilisasi pasien biasa duduk, berjalan,
melakukan aktifitas berdiri hanya bisa
dan bergerak mika miki karena
secara mandiri terdapat abses di
area perianal
6 Kebiasaan Lain Merokok Alkohol Pasien mengatakan Pasien mengatakan
biasanya sebelum semenjak sakit
sakit bisa pasien tidak
menghabiskan pernah merokok
2bungkus lagi
rokok/hari

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran:
 Kualitatif : Apatis
 Kuantitatif: GCS E:3 M:5 V:5

b. Tanda-tanda Vital :
 Tekanan darah: 110/70 mmHg
 Nadi: 80 x/menit
 Respirasi: 24 x/menit
 Suhu: 37,5 oC
2. Data Fisik (Head to Toe) atau Persistem, metode : inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi
Pemeriksaan Fisik Head To Toe (tetapi dalam dokumentasi persistem)
a. Kepala dan Rambut
Bentuk simetris, rambut putih ubanan, tidak ada benjolan

b. Mata
Simetris, konjungtiva anemis, sclera mata anikterik

c. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada polip.

d. Telinga
Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada alat
bantu pendengaran

e. Mulut
Bibir kering, gigi agak kotor, tidak ada gigi palsu, mukosa kering

f. Leher
Tidak ada odema, tidak ada pembesaran kelenjar tyorid

g. Dada dan punggung


Bentuk simetris, pengembangan dada sejajar, simetris, penggunaan otot bantu
pernapasan: dyspnea

h. Paru-paru
- Inspeksi : pernapasa cepat, frekuensi pernapasan 24 x/menit, pengembangan
dada sejajar, simetris, penggunaan otot bantu pernapasan: dyspnea
- Palpasi : taktil fremitus (getaran) raba kanan dan kiri sama
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : tidak ada tambahan nafas, RR 24 x/menit
i. Jantung
- Inspeksi: ictus cordis tampak pada ICS 5
- Palpasi: iktus cordis teraba 2cm dari md clavikula sinistra
- Perkusi: bunyi pekak ICS 2 para sternum dextra (batas area), ICS 3,ICS4 parasentral
(batas bawah)- jantung kanan, bunti pekak ICS 2 parasternum sinistra (batas atas), ICS 6 –
jantung kiri (jantung melebar)
- Auskultasi: BJ1 terdengar di ICS 5 sinistra dan ICS 3 sinistra parasternum, BJ2
terdengar di ICS2 baik sinistra maupun dextra, suara 1-2 reguler

j. Abdomen
Inspeksi: abdomen kanan kiri sama
Auskultasi: peristaltic usus 7 x/menit
Palpasi: hepar tidak teraba, distensi abdomen kuadran kanan bawah
Perkusi: bunyi redup
k. Genitalia
Tidak ada gangguan pada genetalia

l. Anus
Terdapat luka berdiameter 10cm, sepsis terdapat abses perianal dan kemerahan

m. Kulit
Turgor kulit tidak elastis, kering, warna sawo matang, terdapat lesi pada perianal
abses dan sepsis kemerahan

E. Data Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboraturium pada tanggal 13 september 2014
Pemeriksasan Hasil Satuan Harga normal Keterangan
Hematologi
GDS 350 g/dl 110
Darah lengkap
Hemoglobin 11 g/dl 12-16
Leukosit 17.000 H /ul 4800-10.000
LED 35 H /mm 0-20
Hitung jenis sel
Eosinofil% 10.9 H % 1-3
Basofil% 0.2 % 0-1
Neutrofil batang% 0L % 1-6
Neutrofil segmen% 69.8 L % 50-70
Limfosit % 9.2 L % 20-40
Monosit 9.9 H % 2-8
Ht 40.1 % 37-47
Proitein plasma g/dl 6-8
Trombosit 494 H 10 3/ul 150-450
Eritrosit 4.96 10 6/ul 4.2-5.4
MCV 80.8 Fl 80-100
MCH 27.6 Pg 27-32
MCHC 34.2 g/dl 32-36
RDW 13.2 %
Pemeriksaan Hasil Satuan Harga Normal
BGA paket elektrolit
O2 saturasi (SO2) 98,7 % 94-98
Suhu 37,5 C 36,5-37,5
F1O2 53
pH 7,369 7,35-7,45
PCO2 40,8 mmol 35-45
PO2 148,4 Mmol 80-100
Total CO2 plasma 24,4 Mmol 24-31
(TCO2)
Base excess (Beb) -1,8 Mmol 0-1,25
A-aDO2 Mmol 0-2,1
O2 cap Mmol 10-20
O2 ct Mmol Negatif
HCO3 23,3 Mmol 22-36
Natrium 136,7 Mmol 135-148
Kalsium 3,95 Mmol 3,5-5,3
Ca 0,50 Mmol 1,15-1,27

2. Radiology: pemeriksaan thorax pada tanggal 30 agustus 2020


Hasil : Limphadenopathy hilus sinistra DD: massa paru
Pneumonia sinistra lobus superior segment apical posterior
3. Pemeriksaan EKG, Dll
a. Pemeriksaan EKG pada tanggal 29 Agustus 2020
Hasil:
HR: 96 bpm QTC: 390
R-R: 623 ms AXIS: 58 deg
P-R: 116 ms RVS: 1.10 Mv
QRS: 81 ms Sv1: 1.00 Mv
QT: 308 ms R+s: 2.18 mV

F. Therapi
a. Diet
Diit DM makan biasa 1700 kalori

b. Therapi
Terapi yang didapatkan IV RL 20 tetes/menit dilengan sebelah kanan,
Paracetamol 3x500 mg, Antacid syrup 3x1, Captropil 3x12,5 mg, OMZ
2x1Capsul, Clindamycin 2x300 mg,
G. ANALISA DATA

No/Tanggal Data Etiologi Masalah


12 september 2020 Ds : pasien Ketidakcukupan Konstipasi
mengatakan defekasi asupan serat
< 2 kali seminggu,
pasien mengatakan
pengeluaran feses
lama dan sulit, pasien
mengatakan mengejan
saat defekasi

Do : peristaltic usus
menurun, kelemahan
umum, terlihat lemas,
saat dipalpasi terasa
distensi abdomen,
teraba massa pasa
rektal, anoreksia

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi berhubungan dengan Ketidakcukupan asupan serat

I. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi
keperawatan hasil
Konstipasi Setelah dilakukan asuhan Intervensi utama:
berhubungan keperawatan 1. Manajemen Eliminasi Fekal:
dengan selama 3 x 2 jam - Berikan air hangat setelah
Ketidakcukupa diharapkan: makan
n asupan serat 1. keluhan defekasi - Anjurkan mengkonsumsi
lama dan sulit makanan yang mengandung
menurun tinggi serat
2. mengejan saa - Anjurkan meningkatkan
defekasi menurun asupan cairan
3. distensi abdomen 2. Manajemen konstipasi
menurun - Lakukan masase abdomen
4. terasa massa pada Intervensi pendukung:
rektal menurun 1. Dukung perawatan diri BAB/BAK
5. konsistensi feses - Monitor integritas kulit
membaik pasien
6. frekuensi defekasi - Buka pakaian yang
membaik diperlukan untuk
7. peristaltic memudahkan eliminasi
membaik - Latih BAB/BAK sesuai
jadwal
2. Manajemen nutrisi
- Monitor asupan makanan
- Monitor BB
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan

J. CATATAN PERKEMBANGAN

No Tanggal &Jam Implementasi& Respon Nama/Paraf


D
X
12 september 2020 1. Mengukur TTD pasien
14.00 WIB 2. Memonitor integritas kulit pasien
3. Menganjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi
serat
4. Menganjurkan meningkatkan asupan
cairan
S: pasien mengeluh pusing, lemas
O: pasien terlihat lesuh, konjungtiva
ananemis, sclera anikterik
- Tekanan darah: 110/70 mmHg
- Nadi: 80 x/menit
- Respirasi: 24 x/menit
- Suhu: 37,5 oC
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
16.00 WIB 1. Melakukan masase abdomen
S: istri pasien mengatakan bahwa
pasien tidak mau makan, hanya mau
makan buah dan kue basah 1 potong,
pasien mengatakan masih belum
BAB, pasien mengatakan mendingan
sesudah di masase abdomen
O: kulit pasien terlihat kering, dan
pasien terlihat kooperatif, pasien
terlihat lesu
18.00 WIB 1. membuka pakaian yang diperlukan
untuk memudahkan eliminasi
2. Melatih BAB/BAK sesuai jadwal
S: pasien mengatakan sudah ada
keinginan untuk BAB, tetapi masih
belum mau keluar
O: pasien mengerti dan terlihat
kooperatif
13 september 2020 1. Memonitor TTV pasien
08.00 WIB 2. menganjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi
serat
3. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrisi yang dibutuhkan
S: pasien mengatakan
O: TD : 110/80 mmHg, R : 22x/mnt,
N : 80x/mnt, S : 36oC
12.00 WIB 1. Monitor asupan makanan
2. Berikan air hangat setelah makan
S: Pasien mengatakan sudah mampu
makan bubur walaupun hanya 5
sendok makan,
O: pasien terlihat kooperatif
13.00 1. Lakukan masase abdomen
2. Latih BAB/BAK sesuai jadwal
S: pasien mengatakan sudah ada
keinginan untuk BAB
O: pasien terlihat mengerti dan
kooperatif
13.30 WIB 1. Anjurkan mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi serat
2. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
3. Monitor BB
4. Monitor asupan makanan
S: klien mengatakan sudah tidak
lemah
O: klien sudah tidak Nampak pucat,
KU baik
K. EVALUASI

Tanggal/waktu No. DX Evaluasi KET


12 september 2020 S: pasien mengatakan pusing lemas
18.00 WIB mulai sedikit berkurang, istri pasien
mengatakan bahwa pasien sudah mulai
makan sedikit sedikit
O: pasien dan keluarga pasien terlihat
menhgerti kooperativ, pasien terlihat
makan walaupun dibantu istri
A: maslaah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi, kaji pola BAB
pasien
13 September, 2020 S: Pasien mengatakan hanya bisa makan
14.00 WIB ± 5 sendok dan sudah BAB dengan
konsistensi masih keras dan warna
kehitaman.
O: Perut pasien masih terlihat kembung
dan tegang platus dan BAB (+)
A: masalah teratasi
P: lanjutkan intervensi lainnya

Anda mungkin juga menyukai