Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR MANUSIA : ELIMINASI


DI RUANG BOUGENVILE RS PARU JEMBER

VITA VIRONICA
16010142

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNASIONAL SCHOOL
2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN ELIMINASI

1.1. PENGERTIAN ELIMINASI


Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau
bowel (feses).
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan
eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter
ke dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan
huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui
anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
1.2. KEBUTUHAN FISIOLOGIS ELIMINASI
a. Kebutuhan fisiologis eliminasi urine
Eliminasi urine tergantung pada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi dengan baik , agar urine
urine dapat di keluarkan dengan baik (Potter&Perry, 2005).
Sistem yang berperan dalam kebutuhan fisiologis sistem eliminasi urine menurut
(Hidayat, 2006) :
1. Ginjal
Proses pembentukan urine melalui 3 tahap yaitu filtrasi, reabsorpsi dan sekresi.
2. Ureter
Merupakan tabung yang berasal dari ginjal dan bermuara di kandung kemih yang
berfungsi untuk memberikan dorongan pada urine untuk melewati ureter menuju
kandung kemih.
3. Kandung Kemih
Merupakan tempat penampungan urine yang bermuara dari ureter.
4. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari tubuh.
b. Kebutuhan fisiologis eliminasi fekal
Sistem tubuh yang memiliki peran dalam eliminasi fekal adalah sistem
gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus, usus besar, rektum dan anus
(Hidayat, 2006)
1. Usus Halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di antara
sfingter pilorus lambung dengan katup ileosekal yang merupakan bagian awal
usus besar, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang didukung oleh
lapisan mesenterika (berbentuk seperti kipas) yang memungkinkan usus halus ini
mengalami perubahan bentuk (seperti berkelok-kelok). Mesenterika ini dilapisi
pembuluh darah, persarafan, dan saluran limfa yang menyuplai kebutuhan dinding
usus (Tarwoto&Watonah, 2010).
Usus halus memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaan dengan
panjang sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm, walaupun tiap orang memiliki
ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering disebut dengan usus kecil karena
ukuran diameternya lebih kecil jika dibandingkan dengan usus besar. Usus halus
ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta
ileum (±3,6 m) (Tarwoto&Watonah, 2010).
Adapun fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas,
mengabsorbsi saripati makanan, dan menyalurkan sisa hasil metabolisme ke usus
besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan
bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari
kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Senyawa yang dihasilkan oleh
usus halus adalah sebagai berikut (Tarwoto&Watonah, 2010):
a. Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida.
b. Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin.
Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
c. Hormon Sekretin Merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa kimia
yang dihasilkan ke usus halus.
d. Hormon CCK (kolesistokinin) Merangsang hati untuk mengeluarkan cairan
empedu ke dalam usus halus.
Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat)
yang kemudian dengan bantuan peristaltik akan didorong menuju ke usus besar
(Tarwoto & Wartonah, 2010).
2. Usus Besar atau Kolon
Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari usus halus. Ia
memiliki panjang 1,5 meter dan berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar
dibagi menjadi 3 daerah, yaitu : kolon asenden, kolon transversum, dan kolon
desenden (Tarwoto & Wartonah, 2010).
Fungsi kolon adalah (Tarwoto & Wartonah, 2010) :
a. Menyerap air selama proses pencernaan.
b. Tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil
simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli.
c. Membentuk massa faeses.
d. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan ( feses) keluar dari tubuh.
3. Rektum
Rektum merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh Sebelum
dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada begian rektum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot sfingter rektum mengatur pembukaan
dan penutupan anus. Otot sfingter yang menyusun rektum ada 2 yaitu otot polos
dan otot lurik (Tarwoto & Wartonah, 2010).
1.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN ELIMINASI
a. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine menurut (Ambarwati, 2014)
1. Pertumbuhan dan perkembangan.
Jumlah urine yang di ekskresikan dapat di pengaruhi oleh usia dan berat badan
seseorang. Bayi dan anak-anak mengekskresikan 400-500 ml urine/hari sedangkan
orang dewasa mengekskresikan 1500-1600 ml urine/hari.
2. Asupan cairan dan makanan.
Kebiasaan mengkonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu (teh, kopi,
ciklat dan alkohol) dapat meningkatkan ekskresi urine karna dapat menghambat
hormon antidiuretik (ADH).
3. Kebiasaan atau gaya hidup.
Seseorang yang terbiasa BAK di sungai atau di alam bebas akan mengalami
kesulitan ketika harus berkemih di toilet atau menggunakan pispot pada saat sakit.
4. Faktor psikologis.
Kondisi stress dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan stimulus
berkemih, di samping stimulus BAB sebagai upaya kompensasi.
5. Aktivitas dan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan kerja (kontraksi) otot-otot kandung kemih,
abdomen dan pelvis. Jika terjadi gangguang padatonus otot maka dorongan untuk
berkemih juga akan berkurang.
6. Kondisi patologis
a) Demam
b) Inflamasi
c) Iritasi
7. Medikasi.
Penggunaan obat-obat diuretik dapat meningkatkan keluaran urine dan
antikolinergik dapat menyebabkan retensi urine.
8. Prosedur pembedahan.
Tindakan pembedahan dapat menyebabkan stres yang akan memicu sindrom
adaptasi umum.
b. Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal menurut (Hidayat, 2006)
1. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol defekasi
yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam
buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami
penurunan.
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu
proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat
mempengaruhi.
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras,
disebabkan oleh absorpsi cairan yang meningkat.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus
otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi,
sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik dan
memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan dapat memengaruhi proses defekasi, dapat mengakibatkan diare
dan konstipasi, seperti penggunaan laksansia atau antasida yang terlalu sering.
6. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur,
fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar. Kebiasaan atau
gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada
seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar
di tempat yang bersih atau toilet. Maka, ketika orang tersebut buang air besar di
tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, ia mengalami kesulitan dalam proses
defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-
penyakit yang berhubungan langsung pada sistem pencernaan, seperti
gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi,
seperti pada beberapa kasus hemoroid, fraktur ospubis, dan episiotomy akan
mengurangi keinginan untuk buang air besar.
9. Kerusakan Sensoris dan Motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam
berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang
atau kerusakan saraf lainnya.
1.4. MASALAH ELIMINASI

a. Masalah masalah dalam eliminasi urin :


1. Retensi
Merupakan adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidak
sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2. Inkontinensi urine
Merupakan ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter eksterna
untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
3. Enuresis
Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal
enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
4. Urgency
Adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5. Dysuria
Adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6. Polyuria
Adalah produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7. Urinari suppresi
Adalah berhenti mendadak produksi urine
b. Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
1. Konstipasi
Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai
dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal
lebih lama, sehingga banyak air diserap.
2. Impaction
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang
keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai
pada kolon sigmoid.
3. Diare
Merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal
Merupakan suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens
Merupakan menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang
dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus
adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
6. Hemoroid
Merupakan dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal
atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat
BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
1.5. KONSEP KEPERAWATAN
1.5.1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian eliminasi urine
Riwayat keperawatan :
Tanyakan pada klien secara cermat dan menyeluruh (Ambarwati, 2014)
1. Pola perkemihan
Pertanyaan terkait pola berkemih sifatnya individual. Ini bergantung pada
individu apakah pola berkemihnya termasuk dalam kategori normal atau
apakah ia merasa ada perubahan pada pola berkemihnya.
2. Frekuensi berkemih
a) 5 kali / hari, tergantung kebiasaan seseorang.
b) 70% miksi pada siang hari, sedangkan sisanya dilakukan pada malam
hari, menjelang dan sesudah bangun tidur.
c) Berkemih dilakukan saat bangun tidur dan sebelum tidur.
3. Volume berkemih
Kaji perubahan volume berkemih untuk mengetahui adanya
ketidakseimbangan cairan dengan membandingkannya dengan volume
berkemih normal.
4. Asupan dan haluaran cairan
a) Catat haluaran urine selama 24 jam
b) Kaji kebiasaan minum klien setiap hari
c) Catat asupan cairan peroral, lewat makanan, lewat cairan infus, atau
NGT jika ada.
b. Pengkajian eliminasi fekal
1. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin dapat membantu
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu, diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan
palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur
abdomen. Perhatikan tabel berikut :
KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL

Karakteristik Normal Abnorma Kemungkinan


l penyebab

Warna Dewasa : Pekat / Adanya


kecoklatan putih pigmen
empedu
Bayi :
(obstruksi
kekuningan
empedu);
pemeriksaan
diagnostik
menggunakan
barium

Hitam / Obat (spt. Fe);


spt ter. PSPA
(lambung, usus
halus); diet
tinggi buah
merah dan
sayur hijau tua
(spt. Bayam)

Merah PSPB (spt.


Rektum),
beberapa
makanan spt
bit.
Pucat Malabsorbsi
lemak; diet
tinggi susu dan
produk susu
dan rendah
daging.

Orange Infeksi usus


atau hijau

Konsistensi Berbentuk, Keras, Dehidrasi,


lunak, agak kering penurunan
cair / motilitas usus
lembek, akibat
basah. kurangnya
serat, kurang
latihan,
gangguan
emosi dan
laksantif
abuse.

Diare Peningkatan
motilitas usus
(mis. akibat
iritasi kolon
oleh bakteri).

Bentuk Silinder Mengecil, Kondisi


(bentuk bentuk obstruksi
rektum) dgn pensil rektum
Æ 2,5 cm u/ atau
orang seperti
dewasa benang
Jumlah Tergantung
diet (100 –
400 gr/hari)

Bau Aromatik : Tajam, Infeksi,


dipenga-ruhi pedas perdarahan
oleh
makanan
yang
dimakan dan
flora bakteri.

Unsur pokok Sejumlah Pus Infeksi bakteri


kecil bagian
Mukus Konsidi
kasar
peradangan
makanan yg Parasit

tdk dicerna, Perdarahan


Darah
potongan gastrointestinal
Lemak
bak-teri Malabsorbsi
dalam
yang mati,
jumlah Salah makan
sel epitel,
besar
lemak,
protein, Benda
unsur-unsur asing
kering cairan
pencernaan
(pigmen
empedu dll)

1.5.2. DIAGNOSAKEPERAWATAN
a. Gangguan eliminasi urine (00016)
b. Inkontinensia urine aliran berlebih (00176)
c. Inkontinensia urine refleks (00018)
d. Diare (00013)
e. Inkontinensia defekasi (00014)
f. Konstipasi (00011)
1.5.3. KRITERIA HASIL DAN INTERVENSI
a. Kriteria hasil
1. Eliminasi Urine (0503)
2. Kontrol gejala (1608)

b. Intervensi
1. Manajemen cairan (4120)
a) Monitor indikasi kelebihan cairan / retensi urine
b) Berikan diuretik yang diresepkan
c) Berikan cairan dengan tepat
d) Konsultasikan dengan dokter jika tanda – tanda dan gejala
kelebihan volume cairan menetap atau memburuk
2. Perawatan retensi urin (0620)
a) Monitor intake dan output
b) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mencatat urin output sesuat
kebutuhan
c) Stimulasi kandung kemih dengan membasahi abdomen dengan air
dingin
d) Rujuk pada spesialis perkemihanm sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, F. R. (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua Satria Offset.

Alimul. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar vManusia : Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan, Definisi & klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta:
EGC.

Gloria M. belecheck, dkk. Nursing Interventions Clasifications edisi keenam


Sue Moorhead, dkk Nursing Outconme Clasifications edisi kelima
Hidayat, A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter&Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.

Tarwoto&Watonah. (2010). KebutuhanDasar Manusia dan Preoses Keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai