0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
193 tayangan14 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang eliminasi, yang merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa urin atau feses. Terdapat dua jenis eliminasi yaitu miksi (buang air kecil) dan defekasi (buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urin adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra. Sedangkan sistem yang berperan dalam eliminasi feses adalah sistem pencernaan khususnya usus halus dan besar
Dokumen tersebut membahas tentang eliminasi, yang merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa urin atau feses. Terdapat dua jenis eliminasi yaitu miksi (buang air kecil) dan defekasi (buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urin adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra. Sedangkan sistem yang berperan dalam eliminasi feses adalah sistem pencernaan khususnya usus halus dan besar
Dokumen tersebut membahas tentang eliminasi, yang merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa urin atau feses. Terdapat dua jenis eliminasi yaitu miksi (buang air kecil) dan defekasi (buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urin adalah ginjal, kandung kemih, dan uretra. Sedangkan sistem yang berperan dalam eliminasi feses adalah sistem pencernaan khususnya usus halus dan besar
2. Meila Setiawati 202005036 3. Claudia Widia P.S 202005007 4. Maria Priti Inggrit L. 202005032 PENGERTIAN ELIMINASI
Eliminasi menurut kamus bahasa indonesia adalah
pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu: 1. Defekasi (buang air besar) adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah padat yang berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009). 2. Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Miksi ini sering disebut buang air kecil. KEBUTUHAN ELIMINASI URINE
Organ yang berperan dalam eliminasi urine :
1. Ginjal Ginjal berperan sebagai engatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal juga terdiri atas nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. 2. Kandung kemih Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung urine. 3. Uretra Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urin ke bagian luar. KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI (BUANG ARI BESAR )
Sistem yang berperan dalam eliminasi alvi
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bahwa yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 m dan diameter 2,5 cm. usus halus berfungsi dalam absorpsi elektrolit. Sedangkan usus besar dimulai dari rektum, kolon hingga anus yang memiliki panjang kurang lebih 1,5 m dan diameter 6 cm. usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai PROSES BERKEMIH Berkemih merupakan proses pengososngan vesika urinaria (kandung kemih). Veksika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi kurang ebih 250 – 450 cc (pada orang dewasa) dan 200 – 250 cc (pada anak – anak). PROSES BUANG AIR BESAR (DEFEKASI)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut
buang air beasr. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Selama defekasi berbagai otot lain membantu GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN 1. Retensi urin : penumpukan urin dalam kandung kemih akibat ketidak mampuan kandung kehim untuk mengosongkan kandung kemih. 2. Inkontinensia urin : ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. 3. Enuresis : ketidak sanggupan menahan kemih (mengompol ) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter ekstrem. GANGGUAN ELIMINASI ALVI 1. Konstipasi : keadaan individu yang mengalami stasis usus besar sehigga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar terlalu kering dan keras. 2. Diare : keadaan individu yang mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Kadang disertai kejang usus, dan ada rasa mual dan muntah. 3. Hemorroid : keadaan terjadinya pelabaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus. KEBUTUHAN ELIMINASI PADA BAYI
Bayi miksi sebanyak minimal 6 kali sehari. Defekasi
pertama berwarna hijau kehitaman. Bayi defekasi 4-6 kali sehari dan urine dibuang dengan cara mengosongkan kandung kemih secara refleks. Semakin banyak cairan masuk, semakin sering bayi miksi. Pada hari ke 3-5, kotoran berubah warna kuning kecoklatan. Bayi defekasi 4-6 kali sehari. Kotoran bayi yang hanya minum susu biasanya cair. Bayi yang mendapat ASI kotorannya berwarna kuning agak cair, dan berbiji. Bayi yang minum susu botol, kotorannya berwarna coklat muda, lebih padat dan berbau. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI.
1. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). 2. Respons keinginan awal untuk berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine. 3. Gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. 4. Stres psikologis Meningkatnya stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi. 5. Tingkat aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi Sphincter. 6. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. 7. Kondisi penyakit 8. Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu. 9. Kebiasaan seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit. 10. Tonus otot Tonus otot yang berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine. 11. Pembedahan Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine. / 12. Pengobatan Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terj adinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan. 13. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Daftar pustaka 1. Alfaro, R (1998), Application, of Nursing Process A Step by Step Guide, J.B. Lippincot Philadelphia. 2. Allen, C.V. (1998), Memahami Proses Keperawatan dengan Pendekatan Latihan, alih bahasa Cristantie Efendi,-Jakarta, EGC. 3. Anne Griffin Perry dan Patricia A Potter, (1997), Clinical Nursing Skills Techniques, 4th Edition, Mosby Year Book Inc. 4. Anne Griffin Perry dan Patricia A Potter, (2004), Clinical Nursing Skills Techniques, 4th Edition, Mosby Year Book Inc. 5. Arthur C. Curton (1983) dalam Long, B.C., Esensial of Medical Surgical a Nursing Process Approach, Mosby Company, St. Louis. 6. Behrman, RE dkk, (1996), Textbook of Pediatric, Philadelphia, WB Saunders Company. 7. Belland, Kethleen Hoerth dan Wells, Marry Ann, (1986), Clinical Nursing Procedures, By Jones and Bartlett Publisher, California. 8. Brown, RG & Burns, T (2002), Lecture Notes on Dermatology, 8th edition, alih bahasa M Anies Zakaria, Jakarta, Penerbit Erlangga. 9. Carpenito LJ (1993), Nursing Diagnosis; Application to Clinical Practice, Edisi