Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ETIK DAN LEGAL ETIK DALAM KEPERAWATAN

Aritficial Insemination: Donor Sperma

Oleh:
Afiatur Rohimah 216070300141025

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat terselesaikan.
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etik dan Legal
Dalam Keperawatan.
Selama proses penyusunan makalah ini penulis dibimbing dan dibantu
oleh berbagai pihak, oleh karenanya itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Titin Andri Wihastuti, S.Kep., M.Kes. Semoga amal kebaikan
diterima oleh Allah SWT. Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari
masih jauh dari kesempurnaan, untuk penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk perbaikan dimasa mendatang.

Malang, 15 September 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang sangat
pesat. Manusia mengembangjan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menggunakan rasa, karsa dan daya cipta yang dimiliki. Tujuan utama dari
perkembangan IPTEK yaitu menjadikan perubahan kehidupan masa depan
manusia yang lebih mudah dan cepat (Nur Rahmawati, 2019).
Salah satu bidang iptek yang berkembang pesat adalah teknologi
reproduksi. Teknologi reproduksi merupakan ilmu reproduksi atau ilmu tentang
perkembangbiakan dengan menggunakan peralatan dan prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi reproduksi yang
telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan (Nur Rahmawati, 2019).
Inseminasi buatan merupakan memasukkan atau penyampaian semen ke dalam
saluran kelamin wanita dengan menggunakan alat-alat buatan manusia dan
bukan secara alami. Namun, perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan
tidak hanya mencangkup memasukkan semen ke dalam saluran reproduksi
wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan sperma,
penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan
(pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi,
pencatatan, dan penentuan hasil inseminasi pada manusia. Adapun tujuan dari
inseminasi buatan adalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan keturunan bagi
pasutri yang belum mendapat keturunan. Seperti halnya sekarang, inseminasi
buatan dapat dilakukan melalui donor sperma atau ovum. Donor sperma dapat
digunakan untuk membantu pasangan atau individu memiliki keturunan,
terlepas dari apakah seorang heteroseksual, LGBT, lajang, menikah, atau
bercerai (Nur Rahmawati, 2019).
Begitu pentingnya kehadiran seorang anak didalam keluarga sehingga
setiap pasangan suami istri yang sudah menikah pasti memiliki keinginan untuk
memiliki seorang anak. Tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan suami
istridapat memperoleh keturunan secara normal. Masih banyak ditemui
dilapangan bahwa setelah menikah sekian lama mereka belum juga dikarunia
seorang anak walaupun sudah berusaha dengan berbagai cara seperti donor
sperma. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa penjelasan
mengenai donor sperma.
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui definisi dari Donor Sperma
1.2.2 Mengetahui Alasan Etis Melakukan Donor sperma
1.2.3 Mengetahui Hak-hak Hukum Pendonor dan Penerima Sperma
1.2.4 Mengetahui Aspek Hukum Pelaksanaan Donor Sperma
1.3 Manfaat
1.3.1 Memahami definisi Donor Sperma
1.3.2 Memahami Alasan Etis Melakukan Donor Sperma
1.3.3 Memahami Hak-hak Hukum Pendonor dan Penerima Sperma
1.3.4 Memahami Aspek Hukum Pelaksanaan Donor Sperma
BAB 2
ISI
2.1 Definisi Donor Sperma
Mengutip dari Mayo Clinic, donor sperma merupakan prosedur di mana seorang
pria mendonorkan cairan mani (semen) yang mengandung sperma yang
dikeluarkan pada saat ejakulasi. Kemudian sperma ini akan diserahkan kepada bank
sperma, yaitu klinik yang bertugas menyimpan sperma tersebut untuk kemudian
disalurkan kepada pasangan yang menginginkan anak. (Samiadi, 2021).
Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa donor sperma adalah prosedur saat
seorang pria menyumbangkan cairan maninya yang mengandung sperma. Donor
sperma umumnya dilakukan untuk membantu pasangan lain mendapatkan
keturunan. Sperma yang disumbangkan akan digunakan untuk membantu seorang
wanita hamil melalui proses inseminasi buatan. Jenis inseminasi buatan yang paling
banyak dilakukan untuk donor sperma yaitu intrauterine insemination (IUI), yang
dilakukan dengan cara memasukkan sperma donor langsung ke rahim (drTamin,
2021).
2.2 Alasan Etis Melakukan Donor Sperma
Menurut Wermer (2008) dalam Anwar (2014), berikut beberapa alasan seseorang
akhirnya memutuskan untuk melakukan donor sperma untuk disimpan spermanya
di bank sperma adalah:
1. Seorang yang akan menjalani beberapa pengobatan secara terus menerus
yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma. Beberapa contoh
obat tersebut adalah sulfasalazine, methotrexate.
2. Seseorang yang memiliki kondisi medis yang bisa mempengaruhi
kemampuan orang tersebut untuk ejakulasi (misal: sklerosis multipel,
diabetes).
3. Seorang yang akan menjalani perawatan penyakit kanker yang mungkin
akan mengurangi atau merusak produksi dan kualitas sperma (misal:
kemoterapi, radiasi).
4. Seseorang yang akan memasuki daerah kerja yang berbahaya yang
memungkinkan orang tersebut terpapar racun reproduktif.
5. Seseorang akan menjalani beberapa prosedur yang dapat mempengaruhi
kondisi testis, prostat, atau kemampuan ejakulasinya (misal: operasi usus
besar, pembedahan nodus limpha, operasi prostat).
6. Seseorang yang akan menjalani vasektomi.
2.3 Hak-hak Hukum Pendonor dan Penerima Sperma
Pahami sejumlah aturan mengenai hak-hak pendonor adalah sebagai berikut:
(Samiadi, 2021).
1. Tidak akan menjadi orang tua yang sah dari anak anda
2. Tidak memiliki kewajiban hukum terhadap anak
3. Tidak memiliki hak atas bagaiman anak dibesarkan
4. Tidak diperlukan untuk mendukung anak secara finansial
2.4 Aspek Hukum Pelaksanaan Donor Sperma
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan No. 039 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Terbantu, pada dasarnya suami
istri dibolehkan memiliki anak di luar cara alamiah seperti bayi tabung. Namun
harus diselenggarakan oleh klinik atau rumah sakit yang memegang ijin untuk
melakukan hal tersebut dan patuh pada kode etik kesehatan, norma agama dan
sosial (Samiadi, 2021)
Untuk di indonesia masih jauh untuk memiliki aturan hukum yang mengatur Donor
Sperma. Pada Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sedikit
membahas yang berhubungan dengan donor sperma yaitu:
Pasal 127
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
istri yang sah dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu; dan
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Sedangkan dari majelis ulama indonesia mengatakan tentang fatwa-fatwa mengenai
Sesuatu yang haram dan halal, berikut MUI mengeluarkan fatwa haram kepada
praktek donor sperma. Dengan demikian pelaksanaan donor sperma yang bukan
suami yang sah merupakan perbuatan dilarang (Anwar, 2014).
Adapun aturan donor sperma di Indonesia tidak diperbolehkan seorang wanita
menerima donor sperma dari pria yang bukan suami sahnya. Ini berdasarkan
undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan reproduksi.
Olehkarenanya jika menginginkan anak dengan bantuan donor sperma dari pria
yang bukan suaminya mereka harus mendapatkannya dari negara lain yang
memperbolehkan hal tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk memiliki anak dengan bantuan donor
sperma dari luar negri (Samiadi, 2021):
1. Temukan pendonor sperma yang tepat
2. Menentukan klinik donor sperma yang tepat
3. Tes kesehatan untuk pendonor sperma
4. Melakukan penyerahan sperma
5. Memasukkan sperma kedalam tubuh
BAB 3
PEMBAHASAN
Artikel ini membahas tentang praktek kontemporer dengan alternative
inseminasi dengan pendekatan hokum dengan kasus seorang wanita yang sudah
menikah dan suaminya tidak subur sehingga menggunakan donor sperma yang
disumbangkan secara anonym untuk memiliki anak dan pasangan tersebut berencana
membesarkannya. Hal seperti ini disebut donor inseminasi buatan, hukum dalam
keluarga tradisional menetapkan penetapan standar orang tua yang pertama adalah
suami ibu adalah ayah sah anak baik secara hokum estopel maupun legitimasi undang
–undang. Penetapan standar kedua, menurut otoritas yang sama, pendonor tidak
memiliki hubungan hokum dengan anak tersebut dengan prinsip yang disebut “donor
nonpaternity” meskiupun mereka bisa menggunakan nama dari pendonor “donor
nonparentag”.
Aturan yang sudah disebutkan diatas menunjukkan fleksibelitas karena pihak
berwenang berusaha mengidentifikasi prinsip yang menggerakkan dibalik aturan untuk
membantu menyelesaikan masalah baru misalnya memperebutkan masalah hak asuh
anak setelah diketahui siapa pendonor sperna tersebut. Bagaimanapun aturan model
tersebut tidak menawarkan panduan pasti untuk konflik hukum yang mengetahui siapa
pendonor sperma dan pendonor tersebut mengetahui penerima donor sperma sehingga
muncul konflik hukum.
Artikel ini masih mendalami terkait kasus diatas, haruskah dalam kasus tersebut
pendonor sperma bisa dianggap sebagai ayah sah, berkewajiban memberikan
tunjangan anak, mendapat hak asuh dan tanggung jawab seperti orangtua sah, atau
pihak berwenang menngunakan anonimitas di layanan kesehatan untuk menghindari
konflik diatas. Sehingga penulis artikel menyarakan unutk kejelasan hak dan kewajiban
dari hak asuh ninparentag untuk pendonr sperma yang sudah diketahui identitasnya.
Aturan aturan mengenai hak-hak pendonor menurut (Samiadi, 2021).
1. Tidak akan menjadi orang tua yang sah dari anak anda
2. Tidak memiliki kewajiban hukum terhadap anak
3. Tidak memiliki hak atas bagaiman anak dibesarkan
4. Tidak diperlukan untuk mendukung anak secara finansial
Aturan tersebut masih belum bisa dilaksanakan dengan baik ketika pendonor sperma
mengetahui siapa penerima donor spermanya, dan pendonor ingn menggugat hak asuh
anak sehingga muncul beberapa konflik dari kedua belah pihak yang harus diselesaikan
secara hukum di pengadilan dan sesuai dengan peraturan Negara tersebut.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Hak dan kewajiban hukum pada pendonor dan penerima donor belum bisa
dilaksanakan dengan baik ketika pihak pendonor mengetahui siapa penerima donor
spermanya, sehingga masih beresiko untuk muncul beberapa konflik hukum terkait hak
asuh anak dan tanggung jawab finansial terhadapn anak yang sudah dilahirkan.
Hukum pelaksanaan donor sperma yang bukan dari pasangan suami istri di
Indonesia masih tidak diperbolehkan dan diharamkan sesuai dengan fatwa MUI.
DAFTAR PUSTAKA

Samiadi, 2021. “Langkah-langkah yang Perlu Anda Lakukan untuk Mendapatkan


Donor Sperma”, dalam https://hellosehat.com/kehamilan/kesuburan/fakta-tentang-
donor-sperma

Dr. Tamin, 2021. “Hal-hal yang Perlu diketahui Mengenai Donor Sperma”, dalam
https://www.alodokter.com/ingin-donor-sperma-perhatikan-hal-berikut

Anwar, M. (2014) ‘Bank sperma perspektif hukum islam’.

Nur Rahmawati, M. (2019) ‘Tinjauan RUU Ketahanan Keluarga tentang Larangan Jual
Beli dan Donor Sperma atau Ovum dalam Perspektif Hukum Pidana’, Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699.

Appleton, Susan Frelich . Family Law Quarterly ; Chicago Vol. 49, Iss. 1, (Spring 2015): 93-
115

Anda mungkin juga menyukai