Anda di halaman 1dari 17

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................................2
E. Sistematika Penulisan............................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................4
TINJAUAN TEORITIS...........................................................................................................................4
A. Peran Advokasi Perawat........................................................................................................4
B. DNR (Do Not Resuscitate)......................................................................................................4
C. Konsep ICU.............................................................................................................................8
D. Konsep IGD..........................................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................11

i
PEMBAHASAN..................................................................................................................................11
A. Fungsi Advokasi Perawat pada Pasien DNR di ruang ICU dan IGD.......................................11
BAB IV..................................................................................................................................................14
KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran advokasi perawat dilakukan perawat dalam membantu pasien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau
informasi khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-
hak pasien. (respiratory.usu.ac.id)
CPR melibatkan ventilasi paru (mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan
kompresi dingin dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama
dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirtasi dan ritme jantung yang
spontan. (academia.edu)
DNR atau Do Not Resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan
tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat dan
tenaga emergency medis tidak akan melakukan usaha CPR bila pernafasan maupun
jantung pasien berhenti. (Academia.edu)
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi
dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan
perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi
satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis
yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan
perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Rab,2007 dalam respiratory.usu.ac.id).
Instalansi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit Rumah Sakit yang
memberikan perawatan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang dokter
jaga dengan tenaga dokter ahli dan berpengalaman dalam menangani PGD (Pelayanan
Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien kepada dokter
spesialis tertentu. (Hidayati H. 2014)
Perawat sebagai advokasi bagi setiap pasien artinya perawat senantiasa harus
berusaha untuk melindungi hak-hak pasien dalam setiap tindakan langsung terhadap
pasien. DNR (Do Not Resuscitate) artinya pasien yang diberi label ini tidak boleh
dilakukan CPR (Cardiopulmonary Resuscitate), dikarenakan pihak pasien atau

1
keluarga berwasiat tidak berkenan untuk dilakukannya tindakn tersebut atau juga
memang kondisi dari pasien yang tidak bias secara medis untuk dilakukan tindakan
tersebut. Masalah yang coba diangkat dalam penulisan makalah ini adalah terkait
adakah perbedaan fungsi advokasi perawat pada pasien dengan DNR di ruang ICU
dan IGD.
Sebagaimana latar belakang di atas dan kesimpulan yang dibuat penulis.
Penulis dalam hal ini membatasi penulisan makalah hanya meliputi ruang lingkup : 1.
fungsi advokasi perawa; 2. DNR; 3. ICU; dan 4. IGD.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis angkat yaitu :
1. Apa pengertian fungsi advokasi perawat ?
2. Bagaimana prosedur DNR ?
3. Bagaimana konsep ICU ?
4. Bagaimana konsep IGD ?
5. Bagaimana peran fungsi advokasi perawat pada pasien DNR di Ruang ICU
dan IGD ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Memahami peran advokasi perawat pada pasien DNR di lingkungan
Rumah Sakit terutama di Ruang ICU dan IGD.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi peran advokasi perawat
b. Mengidentifikasi prosedur DNR di Ruang ICU dan IGD
c. Mengidentifikasi konsep ICU
d. Mengidentifikasi konsep IGD
e. Mengidentifikasi peran advokasi perawat pada pasien DNR di Ruang
ICU dan IGD

D. Manfaat
Penulis berharap pada Allah SWT agar melimpahkan pemahaman terkait makalah ini
pada penulis khususnya dan umumnya pada mahasiswa keperawatan maupun para
pembaca, serta manambah khazanah keilmuan terkait makalah ini.

E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN

2
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Peran Perawat Advokasi


B. DNR
C. ICU
D. IGD

BAB III PEMBAHASAN

A. Peran Advokasi Perawat pada Pasien dengan DNR di Ruangan ICU dan IGD

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Peran Advokasi Perawat
1. Pengertian Advokasi
Advokasi adalah proses pembelaan yang dilakukan untuk mendukung atau
memberikan argumentasi bagi kebutuhan orang lain/ bertindak sebagai pembela
pasien dalam praktik keperawatan.(Brooker, 2002 dalam respiratory.usu.ac.id).
Advokat pasien adalah seorang advokat yang membela hak-hak pasien. Defenisi
lain menekankan advokat sebagai pendukung dan pelindung dari hal-hal yang
merugikan pasien, sumber informasi tentang status kesehatan pasien, penolong
dalam mengidentifikasi kebutuhan, pilihan-pilihan, keinginan dan penolong
pasien dalam membuat keputusan yang dibutuhkan dalam pengobatan pasien.
Oleh karena itu advokasi merupakan konsep yang penting dalam praktik
keperawatan, peran perawat sebagai advokat disini harus bertanggung jawab
untuk melindungi hak pasien mereka dari adanya penipuan atau penyimpangan
(Purba & Pujiastuti, 2009 dalam respiratory.usu.ac.id). Dari beberapa pendapat
para peneliti di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa fungsi perawat sebagai
advokasi yaitu perawat membela dan melindungi hak dari pasien.

B. DNR (Do Not Resuscitate)


1. Pendahuluan
CPR atau Cardiopulmonary Resuscitate adalah suatu prosedur medis yang
digunakan untuk mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi dan pernafasan spontan
pasien bila pasien mengalami kegagalan jantung maupun pernafasan). CPR
melibatkan ventilasi paru (mulut ke mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi
dingin dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital selama
dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirtasi dan ritme jantung yang
spontan.
Pihak Rumah Sakit mengedepankan dan menghormati hak-hak pasien dan
keluarga. Untuk itu tindakan CPR ini juga tidak lepas dari persetujuan pasien dan
keluarga setelah diberi penjelasan oleh dokter penanggung jawab pelayanan.
Pasien dan keluarga berhak untuk menolak dilakukannya CPR saat pasien
mengalami henti jantung dan henti nafas (DNR). (Academia.edu)

4
2. Definisi
DNR atau Do Not Resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan
tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat
dan tenaga emergency medis tidak akan melakukan usaha CPR bila pernafasan
maupun jantung pasien berhenti. (Academia.edu)
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien atau keluarga bias memilih
prosedur nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis dalam kasus
henti jantung atau henti nafas.
b. Tujuan khusus
1) Untuk menghormati hak pasien dan keluarga
2) Agar petugas kesehatan (perawat, dokter, tenaga medis emergency)
mengetahui bahwa pasien tersebut sudah memutuskan DNR sehingga tidak
melakukan usaha CPR bila henti nafas atau henti jantung. (Academia.edu)
4. Sasaran
a. Instalasi IGD
b. Instalasi Rawat Jalan
c. Instalasi Rawat Inap
d. Instalasi Kamar Operasi
e. Pasien dan keluarga
5. Tata Laksana
a. DNR dilakukan berdasarkan permintaan dari pasien dalam kondisi sadar
penuh
b. Apabila ada permintaan DNR dari pasien yang dirawat, petugas memberikan
formulir DNR untuk diisi oleh pasien dengan kesadaran penuh dan tanpa
paksaan.
c. Formulir DNR yang sudah diisi oleh pasien dimasukkan di dalam berkas
rekam medis dan petugas menandai secara khusus berkas rekam medis pasien
tersebut.
d. Seluruh petugas medis, apabila menemui pasien dalam kondisi henti jantung
dan henti nafas, dilarang melakukan tindakan resusitasi pada pasien yang di
berkas rekam medisnya ditandai dengan tanda DNR. (Academia.edu)
6. Prosedur Menolak Resusitasi (DNR)

5
Dalam panduan DNR dari Academia.edu dalam menentukan status DNR
ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para dokter yang merawat pasien
dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun
menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien sudah tidak
memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi
keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR
tidak dapat diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglecting patient, dan
pihak keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit
tempat pasien dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga
pasien perlu diberitahu tentang keadaan pasien.

Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR,


walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka
tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan
pasien sudah parah, atau karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila
kita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya memang
menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau renta
diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock, pasti sakit sekali.
makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan
meninggal dengan tenang.

Menurut maria agustina ermi tri sulistiyowati dalam penelitiannya tentang


“pelaksanaan advokasi perawat dalam informed consent”. Didapatkan hasil,
sebagai berikut :

a. advokasi sebagai pemberi informasi


Sebelum pasien/keluarga mendapatkan penjelasan dari dokter, perawat
terlebih dahulu memberikan informasi tentang rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien. Selain memberikan informasi tentang tindakan
perawat juga menjelaskan tentang hak pasien untuk bertanya pada saat
mendapatkan penjelasaan dari dokter.
b. advokasi sebagai pelindung
Advokasi sebagai pelindung dilakukan dengan memastikan
pasien/keluarga penerima informasi adalah yang kompeten /mampu menerima
informasi dan mengambil keputusan. Dan penerima informasi yang ditentukan

6
berdasarkan hubungan keluarga (suami, istri, anak, saudara dekat,
penanggungjawab pasien), berusia dewasa, sehat mental dan sadar penuh.
Selain memastikan kompetensi keliuarga, perawat juga melakukan klarifikasi
pemahaman pasien dengan cara menanyakan kembali apa yang sudah jelas
dengan informasi yang diberikan
c. advokasi sebagai mediator
Perawat mengetahui pasien/keluarga belum jelas dengan informasi
yang disampaikan kepada dokter akan menyampaikan kepada dokter tersebut
bahwa pasien belum jelas dengan informasi yang telah disampaikan dan ingin
dijelaskan atau konsultasi kembali. Perawat juga menandatangani lembar
imformed consent sebagai saksi
d. advokasi sebagai pelaku
Pelaksanaan perawat sebagai pelaku dilaksanakan dengan cara
meminta penjelasan pada pasien/keluarga yang belum mendapatkan informasi
atau belum jelas dengan informasi yang telah diberikan. Pelaksanaan advokasi
perawat sebagai pelaku tidak selalu berhasil disebabkan oleh kesibukan dokter
sehingga dokter mendelegasikan pemberi informasi kepada perawat
e. perawat sebagai pendukung
Pelaksanaan advokasi perawat sebagai pendukung dilaksanakan
dengan cara memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan,
menanyakan keputusan, menanyakan alasan penolakan dan menghargai
keputusan pasien.
f. hambatan pelakssanaan advokasi perawat dalam informed consent
Salah satu hambatannya kurangnya pemahaman perawat tentang penyakit
dan rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan hambatan
lainnya adalah belum terjalinnya hubungan kemitraan antara perawat dengan
dokter.

Prosedur yang direkomendasikan :

a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya


b. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam
medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga

7
c. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di
tempat - tempat yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand,
pintu kamar atau kulkas
d. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan)
e. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya,
revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam
medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan
gelang DNR dimusnahkan.
f. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
1) Diagnosis
2) Alasan DNR
3) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4) Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
g. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau
dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan
DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di
musnahkan.
7. Dokumentasi
a. Pengisian formulir DNR dilakukan setelah informasi diberikan dan
keluarga atau wali.
b. Formulir DNR harus berada di Berkas Rekam Medis sehingga semua
tenaga medis mengetahui bahwa pasien tidak boleh dilakukan CPR henti
nafas atau henti jantung. (Academia.edu)

C. Konsep ICU

1. Definisi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit

8
yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis
dubia.(respiratory.usu.ac.id)
2. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan
Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi
atas tiga tingkatan. Yang pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit
kecil yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi
dan ventilator jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat
bergantung kepada ICU yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat
pada rumah sakit umum yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator
yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih
lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang ketiga, ICU tingkat III
yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat
alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif termasuk
kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis
dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang
keahlian ( Rab, 2007 dalam respiratosy.usu.ac.id).
Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu :
kategori pertama, pasien yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi
penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non
traumatik dan kegagalan multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat
yang memerlukan propilaksi monitoring oleh karena perubahan patofisiologi
yang cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien post operasi mayor
(respiratory.usu.ac.id)
3. Sistem Pelayanan Ruang ICU
Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman
pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal, yang
pertama etika kedokteran dimana etika (respiratory.usu.ac.id)
4. Perawat di ICU
Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama
yaitu, life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat
pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu
diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik

9
dengan menggunakan ventilator maupun yang tidak. Di Australia
diklasifikasikan empat kriteria perawat ICU yaitu, perawat ICU yang telah
mendapat pelatihan lebih dari duabelas bulan ditambah dengan pengalaman,
perawat yang telah mendapat latihan sampai duabelas bulan, perawat yang
telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan
perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007 dalam respiratory.usu.ac.id)
Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I maka perawatnya adalah perawat
terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU
level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh perawat di ICU
merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU level III
diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan
perawat terlatih dan bersertifikat ICU. (respiratory.ac.id)

D. Konsep IGD
1. Instalasi Gawat Darurat
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan
pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi
penderita. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang
harus dapat memberikan playanan darurat kepada masyarakat yang menderita
penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.
IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua
pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh
yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu
sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien
yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang
sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk
penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari
perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah.
(respiratory.usu.ac.id)

10
Dari pengertian di atas penulis berkesimpulan bahwa IGD adalah sebuah
ruang instalasi yang berada dalam sebuah instansi kesehatan—Rumah sakit. yang
bertugas menerima pasien pertama kali yang selanjutnya diklasifikasikan berdasar
keadaannya, apakah pasien tersebut dating dengan keadaan gawat tapi tidak darurat,
gawat dan darurat, tidak gawat tidak juga darurat, sampai meninggal.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Fungsi Advokasi Perawat pada Pasien DNR di ruang ICU dan IGD

Pengambilan keputusan DNR cenderung meningkat setiap tahunnya.


Fenomena ini disampaikan oleh Saczynski, et al (2012) dalam Amestiasih T. et al
(2015) melalui penelitiannya bahwa dari total pasien yang berjumlah 4182 pasien
antara tahun 2001 hingga 2007 di semua pusat kesehatan di Massachusetts, total
pasien yang mendapatkan tindakan DNR adalah sebanyak 1051 pasien. ICU
merupakan ruangan dengan jumlah terbanyak dijumpainya DNR order (Weiss and
Hite, 2000) dalam Amestiasih T. et al (2015). Fenomena peningkatan label DNR ini
dapat menimbulkan dilema bagi perawat yang bertugas di ruang ICU (Orser, 2008)
dalam Amestiasih T. et al (2015).
Pasien-pasien dengan DNR dapat dikatakan sebagai pasien end of life atau
pasien menjelang ajal. Terlepas dari dilema yang dirasakan perawat dalam merawat
pasien DNR di ruang ICU, tentunya perawat harus memberikan asuhan keperawatan
yang optimal bagi pasien. Perawat yang bertugas di ICU memiliki tugas penting
dalam melakukan end of life care (Kirchoff & Beckstrand, 2000) dalam Amestiasih T.
et al (2015). Pasien dengan Mati Batang Otak (MBO) merupakan pasien yang sering
diberikan label DNR. (Amestiasih T. et al. 2015).
Penelitian ini menghasilkan 10 tema yaitu (1) kesesuaian penerapan prosedur
DNR, (2) sumber informasi DNR inadekuat, (3) penolakan labelling, (4) strategi
penerimaan labeling, (5) kompleksitas eksistensi hak keluarga-pasien, (6) perawatan
bermartabat, (7) dilema psikis, (8) empati, (9) inkonsistensi iklim kolaborasi, (10)
perlindungan legalitas. (Amestiasih T. et al. 2015).

11
Penulis berusaha mengaitkan fungsi perawat advokasi dengan hasil penelitian
tersebut. Dalam salah satu indikator penelitiannya yaitu Strategi Penerimaan
Labelling di sana disebutkan ada 3 sub tema dalam strategi penerimaan labelling ini
dua diantaranya komunikasi efektif dan penerimaan kondisi pasien. Disebutkan dalam
melakukan Komunikasi efektif yang dapat dilakukan adalah dengan menyampaikan
informasi dengan real atau nyata.
Masih dalam Amestiasih T. et al. (2015) Penentuan DNR diputuskan oleh
dokter sesuai dengan hasil pemeriksaan maupun berdasarkan usulan perawat.
Pengalaman dalam pengambilan keputusan DNR terkait siapa yang berhak
menentukan diagnose DNR tersebut didukung oleh Brizzi (2012) bahwa diagnosa
DNR ditentukan oleh dokter dengan melihat berbagai pertimbangan seperti kondisi
pasien dan rekomendasi perawat.
Setelah rencana diagnosa DNR diambil maka sesegera mungkin keluarga
diberikan informasi mengenai kondisi pasien dan rencana diagnosa DNR. Pemberian
informasi dapat dilakukan oleh dokter sendiri ataupun bersama sama dengan perawat.
penegakkan diagnosa DNR dapat diputuskan setelah didapatkan hasil dari proses
penyampaian informasi kepada keluarga pasien. Keluarga pasien dapat saja menerima
ataupun menolak rencana diagnosa DNR tersebut dengan pertimbangan-pertimbangan
yang telah disampaikan oleh dokter dan perawat.
Ada kalanya keluarga pasien sendiri lah yang secara langsung meminta untuk
tidak melanjutkan terapi bahkan meminta tidak dilakukannya CPR pada pasien.
Keterlibatan keluarga dalam proses penentuan keputusan DNR dijelaskan oleh Pham,
et al (2011).
Dari argument dan beberapa pendapat para peneliti, penulis berkesimpulan
bahwa keputusan DNR haruslah atas persetujuan dari beberapa pihak dan bidang
keilmuan diantaranya Dokter, perawat, kondisi pasien di ruang ICU serta pihak
keluarga. Dijelaskan juga bahwa keluarga mempunyai hak atas persetujuan tindakan
yang akan dilakukan pada anggota keluarganya tersebut. Dari penjelasan ini penulis
juga mendapatkan benang merah antara hasil penelitian dengan teori mengenai fungsi
perawat advokasi yaitu melindungi hak pasien, dalam hal ini keluarga pasien
tentunya.
Penulis akhirnya berkesimpulan berdasar tinjauan teori dan beberapa sumber
yang diperoleh. Baik di ruangan ICU maupun IGD fungsi advokasi perawat tidak jauh
berbeda pada pasien DNR, perawat berperan sebagai advocator artinya perawat

12
berhak melindungi hak dari pasien. Dengan cara perawata berkomunikasi secara
efektif terkait penjelasan mengenai DNR dan kondisi pasien maupun keluarga.

13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dijelaskan bahwa fungsi advokasi pada seorang perawat yaitu sebagai pihak
yang bersaha melindungi hak-hak dari pasiennya baik hak berntaya, menerima, dan
menolak tentunya dengan prosedur yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
Fungsi advokasi perawat pada pasien DNR baik di ICU dan IGD hampir tidak
menunjukan perbedaan seperti dijelaskan dalam paragraf sebelumnya jika dilihat dari
fungsinya. Penulis hanya melihat perbedaan dalam kondisi yang dialami pasien ketika
berada di masing-masing ruangan (ICU dan IGD). Tentunya kita mengenal ketika
pasien pertama kali datang, otomatis ruang IGD lah yang menjadi tujuan pertama
pasien baik pasien yang datang dengan mobil ambulan, keluarga atau pun pihak
penolong.

B. Saran
Penulis sadar akan keterbeatasan ilmu yang penulis peroleh serta sumber-
sumber yang jauh dari istilah relevan dan otentik. Penulis juga sadar bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jaun dari kata benar apalagi sempurna. Dengan izin dan
kehendak Allah SWT kemudian dengan ikhtiyar yang tentunya dari ikhtiyar yang
sempurna, ikhtiyar yang dilakukan penulis seringkali di dasari kemalasan dan keluh
kesah. Maka dari itu penulis berpesan kepada penulis makalah selanjutnya dengan
judul yang sama atau mendekati agar perlu diperhatikan dan dijadikan perhatian
khusus terkait sumber tulisan. Bias di cari via internet ataupun buku-buku terkait.

14
DAFTAR PUSTAKA

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24955/4/Chapter%20II.pdf./ Diakses pada tanggal


20 September pukul 14.00 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/49671/4/Chapter%20II.pdf./ Diakses pada


tanggal 20 September pukul 14.00 WIB

http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp- content/uploads/2014/05/eJournal
%20%20Administrasi%20Negara%20(05-14-14-08- 24-20).pdf / Diakses pada tanggal
21 September pukul 06.00 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28926/4/Chapter%20II.pdf./ Diakses pada


tanggal 21 September pukul 06.00 WIB

Tri Sulistyowati. PELAKSANAAN ADVOKASI PERAWAT DALAM INFORMED CONSENT


DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG.

15

Anda mungkin juga menyukai