HOSPITALITY
KELOMPOK 5 :
1. Nabila Khairunnisa (1713261009)
2. Reyna Nursyifa Dewi (1713261012)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga Tugas Makalah Pasien Safty II “Pengelolaan Resiko Klinik”
ini dapat kami selesaikan.Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi
tugas.
Dalam kesempatan ini, kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi
terwujudnya makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, dan untuk masa yang akan datang
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
ii
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................3
BAB III.........................................................................................................................9
PENUTUP....................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan....................................................................................................9
3.2 Saran..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kompetensi dokter IGD adalah melalukan triase serta melakukan
tindakan resusitasi sesuai kondisi pasien.Resusitasi yang merupakan kompetensi
wajib seorang dokter IGD adalah memberikan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup
dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka,
menunjang pernapasan dan sirkulasi tanpa menggunakan alat-alat bantu. Selain itu
standar pelayanan operasional (SOP) IGD di rumah sakit telah diatur oleh Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/.
Pelayanan IGD merupakan tantangan bagi setiap Rumah Sakit untuk terus
meningkatkan kualitas pelayanan. Gambaran kualitas pelayanan Rumah Sakit dapat
1
terlitas dari pelayanan di IGD. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan pelayanan
yang beroperasi selama 24 jam dan sebagai pintu masuk setiap pasien Rumah Sakit
yang harus segera diberikan pelayanan agar tidak mengakibatkan konsekuensi serius
dan berkaitan dengan hilangnya nyawa. Makalah ini memeberikan gambaran
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan di Instalasi Gawat Darurat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah sakit
yang memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya pasien
dengan kondisi gawat darurat. Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan klinis
dimana pasien membutuhkan pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan
nyawa dan kecacatan lebih lanjut (DepKes RI, 2009).
IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua
pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan megalami pengaruh
3
yang besar bagi masyarakat tentang gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya.
Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang
menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang
sifatnya tidak gawat. IGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk
penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari
perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di tiap daerah. Fungsinya
adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala
yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat.
Ruang IGD, selain sebagai area klinis, IGD juga memerlukan fasilitas yang dapat
menunjang beberapa fungsi-fungsi penting sebagai berikut: kegiatan ajar mengajar,
penelitian/riset, administrasi, dan kenyamanan staff. Adapun area-area yang ada di
dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD adalah :
1. Area administratif
2. Reception/Triage/Waiting area
3. Resuscitation area
4. Area Perawat Akut (pasien yang tidak menggunakan ambulan)
5. Area Konsultasi (untuk pasien yang menggunakan ambulan)
6. Staff work stations
7. Area Khusus, misalnya: Ruang wawancara untuk keluarga pasien,
Ruang Prosedur, Plaster room, Apotik, Opthalmology/ENT, Psikiatri,
Ruang Isolasi, Ruang Dekontaminasi, Area ajar mengajar.
8. Pelayanan Penunjang, misalnya: Gudang / Tempat Penyimpanan,
Perlengkapan bersih dan kotor, Kamar mandi, Ruang Staff, Tempat
Troli Linen,
9. Tempat peralatan yang bersifat mobile Mobile X-Ray equipment bay,
10. Ruang alat kebersihan.
11. Area tempat makanan dan minuman
12. Kantor Dan Area Administrasi
13. Area diagnostic misalnya medis imaging area laboratorium
4
14. Departemen keadaan darurat untuk sementara/ bangsal observasi
jangka pendek/ singkat (opsional)
15. Ruang Sirkulasi.
Salah satu kompetensi dokter IGD adalah melalukan triase serta melakukan
tindakan resusitasi sesuai kondisi pasien. Resusitasi yang merupakan
kompetensi wajib seorang dokter IGD adalah memberikan bantuan hidup
dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan
napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi tanpa
menggunakan alat-alat bantu. Selain itu standar pelayanan operasional (SOP)
IGD di rumah sakit telah diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
856/Menkes/SK/IX/.
5
1. Prafasilitas pelayanan kesehatan
Penanganan prafasilitas pelayanan kesehatan meliputi tindakan pertolongan dan
evaluasi medik.
2. Intrafasilitas pelayanan kesehatan
Penanganan kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan dikategorikan
berdasarkan atas kemampuan pelayanan sumber daya manusia, sarana,
prasarana, obat, bahan medis habis pakai dan alat kesehatan yang diberikan
kepada pasien didalam fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan standar.
3. Antarfasilitas pelayanan kesehatan.
Penanganan antarfasilitas merupakan tindakan rujukan terhadap pasien dari
suatu Fasilitas PelayananKesehatan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainyang
lebih mampu sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan dan
dilakukan diruang pelayanan Gawat Darurat atau ruang tindakanuntuk
Puskesmas, Klinik, dan tempat praktik mandiriDokter, Dokter Gigi, serta tenaga
kesehatan dan Instalasi Gawat Darurat (IGD) untu k Rumah Sakit
Dengan di mulainya kebijakan ini, kita akan mendapat banyak pasien yang datang
untuk berobat di rumah sakit. Hal ini akan timbul permasalahan-permasalahan yang
baru.
6
Pertama, banyak pasien yang datang ke IGD sehingga pihak Rumah sakitpun
kwalahan. Antrian yaang panjang di IGD merupakan suatu hal yang aneh karna para
pasien diruang ini harus dan berhak mendapatkan perawatan cepat, sehingg peran
IGD dianggap gagal.
Kedua, perjalanan pasien menuju IGD tidak mudah. Hal ini disebabkan karena
adanya kemacetan di jalur menju IGD yang tidak efisien. Diketahui bahwa kemacetan
adalah salah satu masalah utama di Indonesia, terutama di Jakarta. Oleh karena itu
kemacetan dijalan akan menjadi slaah satu faktor menghambat pasien untuk
mendapatkan penangan cepat. Dan juga masih banyak rumah sakit yang memiliki
lahan parkir yang sempit. Bisa dibayangkan jika kita melewati parkiran yang sempit
untuk menuju IGD yang menghambat jalannya ambulans untuk menuju kesana.
Sebagian orang tidak benar-benar tahu apa saja kondisi yang bisa atau harus ditangani
di UGD. Berikut ini adalah beberapa kondisi yang harus segera mendapatkan
penanganan khusus di UGD:
7
dan terasa penuh.
Rasa nyeri pada dada juga bisa timbul dan dapat menyebar ke bagian lain
seperti pundak, kedua lengan, punggung, perut, bahkan rahang bawah. Ini
merupakan kondisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan cepat, dan
perlu segera dibawa ke UGD rumah sakit, karena serangan jantung yang tidak
diobati dengan cepat dapat menyebabkan henti jantung.
Henti jantung adalah kondisi di mana fungsi jantung pasien berhenti secara
tiba-tiba, menyebabkan aliran darah terhenti. Kondisi ini dapat membuat
pasien hilang kesadaran dan tidak bernapas.
Cedera fisik akibat kecelakaan
Kecelakaan yang menyebabkan banyak luka atau cedera fisik juga merupakan
kondisi yang diutamakan oleh UGD. Misalnya saja cedera akibat kecelakaan
lalu lintas, luka bakar, perdarahan yang tidak kunjung berhenti, cedera pada
kepala atau tulang belakang, cedera karena tersengat listrik atau tersambar
petir, dan lain sebagainya.
Kesulitan bernapas
Stroke
8
Salah satu kondisi gawat darurat yang perlu secepatnya ditangani di UGD
adalah stroke. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh
darah otak, atau karena pecahnya pembuluh darah otak. Gejalanya berupa
kesulitan berbicara atau berjalan, kelemahan atau lumpuh pada anggota gerak
tubuh, gangguan penglihatan, sakit kepala, dan penurunan kesadaran.
Keracunan
Selain beberapa kondisi di atas, masih banyak kondisi atau tanda gejala lain yang
juga harus ditangani di UGD yaitu:
Pingsan
Nyeri dada berat yang menjalar ke lengan, bahu atau rahang.
Sakit kepala yang tidak biasa dan muncul secara tiba-tiba.
Kejang.
Perdarahan aktif yang sulit dihentikan.
Batuk atau muntah darah.
Demam tinggi dengan sakit kepala dan leher kaku.
Diare yang tidak kunjung berhenti.
Percobaan bunuh diri.
UGD juga menangani kondisi non-emergensi, namun skala prioritas pelayanan yang
lebih diutamakan adalah kondisi pasien yang gawat darurat. Tidak seperti jika Anda
berobat ke poliklinik, di mana diberlakukan nomor antrian berdasarkan yang
9
mendaftar atau yang datang terlebih dahulu. UGD memberlakukan sistem
penanganan prioritas berdasarkan tingkat kedaruratan kondisi pasien, yakni:
Orang yang membutuhkan perawatan segera dan harus ditangani tim medis
paling lambat dua menit setelah tiba di UGD, dikategorikan sebagai pasien
dengan kondisi kritis yang mengancam nyawa. Misalnya pada pasien henti
jantung, henti napas, dan koma.
Kategori II: Gawat
Pasien dengan kondisi kritis dan sangat kesakitan, misalnya pasien dengan
nyeri dada berat, kesulitan bernapas atau patah tulang yang parah, dan kejang.
Kondisi ini masuk dalam kategori darurat atau memiliki kondisi yang
mengancam nyawa, yakni pasien yang membutuhkan perawatan segera
setidaknya dalam waktu 10 menit setelah tiba di UGD.
Pasien dengan kondisi cedera atau gejala dalam tahap sedang, misalnya pasien
dengan benda asing yang masuk ke mata, keseleo pergelangan kaki, migrain
atau sakit telinga. Kondisi-kondisi tersebut masuk dalam kategori kategori
serius namun bukan kegawatan. Pasien yang masuk di kategori ini
10
membutuhkan perawatan setidaknya dalam waktu satu jam setelah tiba di
UGD.
Pasien dengan kondisi cedera atau gejala ringan, yang biasanya telah dialami
lebih dari seminggu, seperti ruam atau rasa sakit dan nyeri ringan, masuk
dalam kategori kelima atau kondisi yang tidak mendesak. Pasien dalam
kategori ini dapat menunggu hingga paling lama dua jam, sebelum ditangani
dokter.
Mengenai seberapa darurat kondisi Anda saat datang ke UGD, akan ada dokter atau
perawat khusus di UGD yang menentukan kategori kondisi Anda. Jadi, pasien
diharapkan dapat memahami sistem pelayanan di UGD dan sabar menunggu, terlebih
jika jumlah pasien yang kondisinya lebih serius dari Anda ada banyak. Dokter dan
perawat UGD akan semaksimal mungkin bekerja agar pasien merasa nyaman dan
tidak menunggu terlalu lama. Sementara menunggu, perawat UGD akan terus
memantau kondisi pasien, dan segera melaporkannya pada dokter apabila kondisi
pasien berubah atau memburuk.
11
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki PelayananKegawatdaruratan
yang minimal mempunyai kemampuan:
1. Pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu untuk Rumah
Sakit.
2. Memberikan pelayanan Kegawatdaruratan sesuai jam operasional untuk
Puskesmas, Klinik, dan tempat praktik mandiri Dokter, Dokter Gigi, dan
tenaga kesehatan.
3. Menangani Pasien segera mungkin setelah sampai di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
4. Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan berdasarkan kemampuan
pelayanan, sumber daya manusia, sarana, prasarana, obat dan bahan medis
habis pakai, dan alat kesehatan.
5. Proses triase untuk dipilah berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya, sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh profesi kedokteran dan/atau pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
6. Membuat alur masuk Pasien dengan penyakit infeksius khusus atau yang
terkontaminasi bahan berbahaya sebaiknya berbeda dengan alur masuk Pasien
lain. Jika fasilitas ruang isolasi khusus dan dekontaminasi tidak tersedia,
Pasien harus segera dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang
memiliki fasilitas ruang isolasi khusus.
12
Menurut Permenkes Nomor 47 tahun 2018 Penanganan kegawatdaruratan di Rumah
Sakit meliputi pelayanankegawatdaruratan level I, level II, level III, dan level IV.
Adapun jenispelayanan gawat darurat pada level I sampai dengan level IV sebagai
berikut:
1. Level I
Memberikan pelayanan sebagaiberikut:
1) Diagnosis dan penanganan: permasalahan pada:
A. Jalan nafas(airwayproblem),
B. Ventilasi pernafasan (breathing problem), dan
C. Sirkulasipembuluhdarah(circulationproblem)
2) Melakukanresusitasidasar,stabilisasi danevakuasi
2. Level II
1) Memberikan pelayanan sebagaiberikut: Diagnosis dan
penanganan:permasalahan pada jalannafas
(airwayproblem),ventilasipernafasan(breathingproblem) dansirkulasi
2) Melakukanresusitasidasar,Penilaiandisability,penggunaanobat,
EKG,defibrilasi
3) Evakuasi danrujukan antarFasyankes.
4) Bedahemergensi
3. Level III
1) Memberikanpelayanan sebagaiberikut:
Diagnosa dan penangananpermasalahanpada A, B, C,dengan alat yang
lebih lengkaptermasukventilator
2) Melakukanresusitasi dasar, penilaiandisability,penggunaanobat,
EKG,defibrilasi
3) Evakuasi danrujukan antarFasyankes.
4) ROE (RuangObservasiEmergensi)
5) Bedah emergens
13
4. Level IV
1) Memberikan pelayanan sebagai berikut:
Diagnosis dan penanganan:permasalahanpada A,B,Cdengan
alatlengkaptermasukventilator
2) Melakukan resusitasi dasar, Penilaian disability, penggunaan obat, EKG,
defibrilasi
3) Observasi ROE (Ruang Observasi Emergensi)
4) Bedah emergensi
5) Anestesi emergensi
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
disarankan bahwa : Setiap Rumah Sakit harus melakukan sistem pengendalian gawat
15
darurat terpadu yaitu dengan merancang mekanisme untuk memberikan pertolongan
pada korban bencana atau gawat darurat untuk mencegah kematian atau kerusakan
organ sehingga produktifitasnya dapat didipertahankan setara sebelum terjadinya
bencana atau peristiwa gawat darurat.
Dengan menggunakan sistem Code blue, yaitu isyarat yang digunakan dalam
rumah sakit yang menandakan adanya seseorang yang menandakan mengalami
seragan jantung ( Cardiac Arrest ) gagal nafas akut (Respiratory Arrest). Code Blue
merupakan stabilisasi kondisi gawat darurat medis yang terjadi di dalam area sakit.
Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Code blue terdiri dari
dokter dan paramedis untuk menangani seseorang dengan penyakit jantung ( cardiac
arrest ) atau respiratory arrest dan membutuhkan resusitasi jantung dan paru segera.
Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap
orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis,
dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi
setiap saat dan menimpa siapa saja
16
DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 Tahun 2009, Standar
Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. 2009. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Formulir 2. Jakarta
Bagus, Budi Santoso. 2017. Mengenal Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Pediatric
Intensive Care Unit (PICU) di Rumah Sakit. Jakarta
Kurniawan, Marlina. 2016. Sudahkah Unit Gawat Darurat Menjalankan Fungsinya dengan
Benar? dari:
https://www.kompasiana.com/marlinakurniawan/56f56e3abb22bd110cb62270/sudahkah-
unit-gawat-darurat-ugd-menjalankan-fungsinya-dengan-benar?page=all
Foraldy, Thendy. 2017. 5 Kode di Unit Gawat Darurat untuk Menentukan Prioritas. Jakarta.
dari : Internet
17
Kartika, Dewi. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawtan Gawat Darurat. Jakarta. dari :
Perpustakaan
18