Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


DI RUANG GAWAT DARURAT

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja
Dosen Pembimbing Mata Kuliah : H. Wasludin, SKM, M.Kes

Disusun Oleh :

KELOMPOK 6
Dita Noor Aripin NIM: P27901117048
Miftahul Jannah NIM: P27901117067
M. Ali Rohman Wahyudhi NIM: P27901117063
Ratna Nursyifa Lestari NIM: P27901117072
Siti Miftahul Fauziah NIM: P27901117078
Vivi Sugesti Ramadanti NIM: P27901117084

Tingkat 2B/ Semester IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
2018-2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja dengan judul
“Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di Ruang Gawat Darurat” dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
menuntut ilmu. Kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak H. Wasludin, SKM, M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Kesehatan


Dan Keselamtaan Kerja
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang.Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 15 Februari 2019

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................... 4
2.1 Pengertian Instalasi Gawat Darurat ........................................ 4
2.2 Kegiatan Instalasi Gawat Darurat ......................................... 5
2.3 Disiplin Pelayanan ................................................................. 6
2.4 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat ................ 9
2.5 Pengertian Triade ................................................................... 10
2.6 Kesehatan dan Keselamatan di Ruang Gawat Darurat .......... 19
BAB III PENUTUP .................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan ........................................................................... 28
3.2 Saran ...................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh dari organisasi sosial dan
medis berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada
masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, rumah sakit juga merupakan
pusat latihan tenaga kesehatan, serta untuk penelitian biososial (menurut
WHO dalam Budi, 2011). Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, salah satu fungsi rumah sakit adalah penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan
kemampuan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,
rumah sakit harus berupaya meningkatkan produktivitas kerja tenaga
kesehatannya. Selain itu, rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan
kesehatan, tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
tetapi juga harus memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja tenaga
kesehatannya.
Petugas rekam medis merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ada
di rumah sakit. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 377 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Perekam Medis dan
Informasi Kesehatan, perekam medis dan informasi kesehatan adalah
seseorang yang telah menyelesaikan 2 pendidikan formal Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan sehingga memiliki kompetensi yang diakui oleh
pemerintah dan profesi serta mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak secara penuh untuk melakukan kegiatan pelayanan Rekam Medis
dan Informasi Kesehatan pada unit pelayanan kesehatan. Petugas rekam
medis berupaya menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka
upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Untuk menunjang
produktivitas kerja petugas rekam medis, perlu adanya sistem manajemen
kesehatan dan keselamatan kerja.

1
Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja berhubungan erat
dengan sistem ketenagakerjaan atau sumber daya manusia. Kesehatan dan
keselamatan kerja tidak hanya penting bagi petugas rekam medis tetapi juga
dapat menunjang produktivitas kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja
petugas rekam medis yang baik akan berdampak positif terhadap
produktivitas kerja petugas rekam medis sehingga akan meningkatkan
pelayanan kesehatan dan menguntungkan bagi rumah sakit. Oleh karena itu,
kesehatan dan keselamatan kerja petugas rekam medis harus dipenuhi oleh
manajemen rumah sakit bukan semata karena kewajiban tetapi sebagai suatu
kebutuhan setiap tenaga kesehatan.
Penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432 Tahun
2007 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah
Sakit. Menurut keputusan tersebut, potensi bahaya di RS, selain penyakit-
penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi
situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran,
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, sumber-sumber
cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya
tersebut di atas, jelas mengancam 4 jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien, maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Instalasi Gawat Darurat?
2. Apa saja kegiatan Instalasi Gawat Darurat?
3. Apa yang dimaksud dengan Disiplin Pelayanan?
4. Bagaimana prinsip penanggulangan penderita gawat darurat?
5. Apa yang dimaksud dengan triage?
6. Bagaimana Kesehatan dan Keselamatan di Ruang Gawat Darurat?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan Instalasi Gawat Darurat.
2. Untuk memahami kegiatan Instalasi Gawat Darurat.
3. Untuk memahami Disiplin Pelayanan.
4. Untuk memahami Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat.
5. Untuk memahami Triage.
6. Untuk memahami Kesehatan dan Keselamatan di Ruang Gawat
Darurat.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Instalasi Gawat Darurat


Menurut Azrul (1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency care)
adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita
dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).
Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD
menjadi khas, diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat
walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.
Maksud dari pelayanan rawat darurat adalah bagian dari pelayanan
kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk
menyelamatkan kehidupannya. Unit kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan rawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat Darurat
(IGD). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan IGD dapat
beraneka macam. Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung
dalam rumah sakit.
Meskipun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu
negara bukan berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD
sendiri. Penyebab utama kesulitan untuk mengelola IGD adalah karena IGD
merupakan salah satu dari unit kesehatan yang paling padat modal, padat
karya, serta padat teknologi.
IRD yaitu suatu tempat / unit pelayanan dirumah sakit yang memiliki
tim kerja dengan kemampuan khusus dan peralatan yang memebrikan
pelayanan pasien gawat darurat yang terorganisir. Instalasi pelayanan
pertama bagi pasien yang datang ke rumah sakit terutama dalam hal
kedaruratan berdasrkan kriteria standart baku.
1. Pasien dengan kasus True Emergency yaitu pasien yang tiba–tiba
berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan

4
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila
tidak mendapat pertolonngan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency yaitu pasien dengan :
a) Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
b) Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya,
c) Keadaan tidak gawat dan tidak darurat.

2.2 Kegiatan Instalasi Gawat Darurat


Instalasi Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan
kegawatdaruratan memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn
(1962) dalam Azrul (1997) kegiatan IGD secara umum dapat dibedakan
sebagai berikut :
A. Menyelenggarakan Pelayanan Gawat Darurat
Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah
menyelenggarakan pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan
kedokteran yang bersifat khas seing disalah gunakan. Pelayanan gawat
darurat yang sebenarnya bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan
penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk memperoleh
pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat
jalan (ambulatory care).
B. Menyelenggarakan Pelayanan Penyaringan Untuk Kasus-Kasus
Yang Membutuhkan Pelayanan Rawat Inap Intensif
Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah
menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan intensif. Pada dasarnya pelayanan ini
merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni dengan
merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk
memperoleh pelayanan rawat inap intensif.

5
C. Menyelenggarakan Pelayanan Informasi Medis Darurat
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah
menyelenggarakan informasi medis darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan anggota masyarakat yang ada
hubungannya dengan keadaan medis darurat (emergency medical
questions).

2.3 Disiplin Pelayanan


Disiplin pelayanan adalah suatu aturan yang berkaitan dengan cara
memilih anggota antrian yang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin yang
biasa digunakan adalah (Subagyo, 1993).
1. FCFS : First Come-First Served ( pertama masuk,
pertama dilayani)
2. LCFS : Last Come-First Served (terakhir masuk,
pertama dilayani)
3. SIRO : Service In Random Order (pelayanan dengan
urutan acak)
4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang didahulukan
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang ke IRD akan dilayani
sesuai urutan prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi warna, yaitu :
1. Biru : Gawat darurat, resusitasi segera yaitu Untuk penderita
sangat gawat/ancaman nyawa.
2. Merah : Gawat darurat, harus MRS yaitu untuk penderita gawat
darurat (kondisi stabil / tidak membahayakan nyawa)
3. Kuning : Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan yaitu Untuk
penderita darurat, tetapi tidak gawat
4. Hijau : Gawat tidak darurat,dengan penanganan bisa rawat jalan
yaitu Untuk bukan penderita gawat.
5. Hitam : Meninggal dunia

6
Prioritas dari warna :
1. Biru
a) Henti jantung yang kritis
b) Henti nafas yang kritis
c) Trauma kepala yang kritis
d) Perdarahan yang kritis
2. Merah
a) Sumbatan jalan nafas atau distress nafas
b) Luka tusuk
c) Penurunan tekanan darah
d) Perdarahan pembuluh nadi
e) Problem kejiwaan
f) Luka bakar derajat II >25 % tidak mengenai dada dan muka
g) Diare dengan dehidrasi
h) Patah tulang
3. Kuning
a) Lecet luas
b) Diare non dehidrasi
c) Luka bakar derajat I dan derajat II > 20 %
4. Hijau
a) Gegar otak ringan
b) Luka bakar derajat I
Gawat : Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien
Darurat : Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan
Saat tiba di IRD pasien biasanya menjalani pemilahan terlebih dahulu
anamnesis untuk membantu menentukan sifat dan keparahan penyakitnya.
Penderita yang kena penyakit serius biasanya lebih sering mendapat visite
lebih sering oleh dokter daripada mereka yang penyakitnya tidak begitu
parah. Setelah penaksiran dan penanganan awal pasien bisa dirujuk ke
Rumah sakit distabilkan dan dipindahkan ke rumah sakit lain karena
berbagai alasan atau dikeluarkan.

7
Kebanyakan IRD buka 24 jam, meski pada malam hari jumlah staf yang
ada akan lebih sedikit.

A. Tujuan IRD
1. Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat.
2. Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien.
3. Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana
yang terjadi dalam maupun diluar rumah sakit.
4. Suatu IRD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas
tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut.
B. Kriteria IRD
1. IRD harus buka 24 jam.
2. IRD juga harus memiliki penderita – penderita false emergency
(korban yang memerlukan tindakan medis tetapi tidak
segera),tetapi tidak boleh memggangu / mengurangi mutu
pelayanan penderita- penderita gawat darurat.
3. IRD sebaiknya hanya melakukan primary care sedangkan definitive
care dilakukan ditempat lain dengan cara kerjasama yang baik.
4. IRD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat
sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
5. IRD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu / kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya.
C. Kemampuan Minimal Petugas IRD
Menurut Depkes 1990 :
1. Membuka dan membebaskan jalan nafas (Airway) .
2. Memberikan ventilasi pulmoner dan oksigenasi (Breathing) .
3. Memberikan sirkulasi artificial dengan jalan massage jantung luar
(Circulation).
4. Menghentikan perdarahan, balut bidai, transportasi, pengenalan dan
penanggulangan obat resusitas, membuat dan membaca rekaman
EKG.

8
D. Kemampuan Tenaga Perawat IRD
Sesuai dengan pedoman kerja perawat, Depkes 1999 :
1. Mampu mengenal klasifikasi dan labelisasi pasien.
2. Mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung,
kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat
daerah panggul dan kasus ortopedi.
3. Mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan Askep.
4. Mampu berkomunikasi : intern dan ekstern.
E. Sarana Dan Prasarana Fisik Ruangan Yang Diperlukan Di IRD
Ketentuan umum fisik bangunan :
1. Harus mudah dijangkau oleh masyarakat.
2. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda (Alur
masuk kendaraan /pasien tidak sama dengan alur keluar) .
3. Harus memiliki ruang dekontaminasi (dengan fasilitas shawer)
yang terletak antara ruang “triage “(ruang penerimaan pasien)
dengan ruang tindakan.
4. Ambulans / kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai
di depan pintu.
5. Ruang triage harus dapat memuat minimal 2 brankar.

2.4 Prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat


Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau
kegagalan dan salah satu sistem / organ seperti :
1. Susunan saraf pusat.
2. Pernafasan.
3. Kardiovaskuler.
4. Hati.
5. Ginjal.
6. Pancreas.
Kegagalan (kerusakan) sistem/ organ tersebut dapat disebabkan oleh :
1. Trauma / cedera.

9
2. Infeksi.
3. Keracunan (polsoning) .
4. Degenerasi (kailure) .
5. Asfiksi.
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of
water and electrolie) .
Kegagalan sistem saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan
kehilangan hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat
(4-6 menit). Sedangkan kegagalan sistem / organ yang lain dapat
menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama. Dengan demikian
keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh :
1. Kecacatan menemukan penderita gawat darurat.
2. Kecepatan meminta pertolongan.
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a) Ditempat kejadian.
b) Dalam perjalanan kerumah sakit.
c) Pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas / Rumah
Sakit.

2.5 TRIAGE
Mempunyai arti menyortir atau memilih. Dirancang untuk
menempatkan pasien yang tepat diwaktu yang tepat dengan pemberi
pelayanan yang tepat. Triage merupakan suatu proses khusus memilah
pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit dan menentukan jenis
perawatan gawat darurat serta transportasi. Dan merupakan proses yang
berkesinambungan sepanjang pengelolaan.
Dalam Triage tidak ada standard nasional baku, namun ada 2 sistem
yang dikenal, yaitu:
1. METTAG (Triage tagging system)

10
Sistim METTAG merupakan suatu pendekatan untuk
memprioritisasikan tindakan.
Prioritas Nol (Hitam) :
1) Mati atau jelas cedera fatal.
2) Tidak mungkin diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) :
Cedera berat yang perlukan tindakan dan transport segera.
1) Gagal nafas,
2) Cedera torako-abdominal,
3) Cedera kepala / maksilo-fasial berat,
4) Shok atau perdarahan berat,
5) Luka bakar berat.
Prioritas Kedua (Kuning) :
Cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa
dalam waktu dekat :
1) Cedera abdomen tanpa shok,
2) Cedera dada tanpa gangguan respirasi,
3) Fraktura mayor tanpa shok,
4) Cedera kepala / tulang belakang leher,
5) Luka bakar ringan.
Prioritas Ketiga (Hijau) :
Cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera :
1) Cedera jaringan lunak,
2) Fraktura dan dislokasi ekstremitas,
3) Cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas,
4) Gawat darurat psikologis.
Sistim METTAG atau pengkodean dengan warna system tagging
yang sejenis, bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan
START.
2. Sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And
Rapid Transportation)

11
Penuntun Lapangan START memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian
segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Penuntun Lapangan START dimulai dengan penilaian pasien 60
detik, meliputi pengamatan terhadap ventilasi, perfusi, dan status
mental. Hal ini untuk memastikan kelompok korban :
a) Perlu transport segera / tidak,
b) Tidak mungkin diselamatkan,
c) Mati.
A. Sistem Triase
Non Bencana : Memberikan pelayanan terbaik pada pasien secara
individu.
Bencana / Korban Berganda : Memberikan pelayanan paling efektif
untuk sebanyak mungkin pasien.
B. Objektif Primer di IRD
1) Pengenalan tepat yang butuh pelayanan segera.
2) Menentukan area yang layak untuk tindakan.
3) Menjamin kelancaran pelayanan dan mencegah hambatan yang
tidak perlu.
4) Menilai dan menilai ulang pasien baru / pasien yang menunggu.
5) Beri informasi /rujukan pada pasien / keluarga.
6) Redam kecemasan pasien / keluarga; humas.
C. Aturan Primer Petugas
1) Skrining pasien secara cepat.
2) Penilaian terfokus.
D. Sasaran Primer Dan Sekunder Triase
1) Primer : Mengenal kondisi yang mengancam jiwa.
2) Sekunder : Memberi prioritas pasien sesuai kegawatannya.
E. Prinsip Umum Triase
1) Perkenalkan diri anda dan jelaskan apa yang akan anda lakukan.
2) Pertahankan rasa percaya diri pasien.

12
3) Coba untuk mengamati semua pasien yang datang, bahkan saat
mewawancara pasien.
4) Pertahankan arus informasi petugas triase dengan area tunggu &
area tindakan. Komunikasi lancar sangat perlu. Bila ada waktu
adakan penyuluhan.
5) Pahami sistem IRD dan keterbatasan anda. Ingat objektif primer
aturan triase. Gunakan sumber daya untuk mempertahankan standar
pelayanan memadai.
Fahami juga :
1. Struktur pembagian ruangan dengan perangkat yang sesuai.
2. Pemeriksaan fisik singkat dan terfokus.
3. WASPADA atas pasien dengan ancaman jiwa atau serius potensial
terancam hidup atau anggota badannya harus didahulukan dalam
penilaian hingga dapat segera ditindak.
4. Prinsip dari triage :
a. Triase harus cepat dan tepat
Kemampuan untuk merespon secara cepat, terhadap keadaan yang
menganca nyawa merupakan suatu yang sangan penting pada
bagian kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan harus adekuat dan akurat
Akurasi keyakinan dan ketangkasan merupakan suatu element
penting pada proses pengkajian.
c. Keputusan yang diambil berdasarkan pemeriksaan
Keamanan dan keefektifan perawatan pasien hanya dapat
direncanakan jika ada informasi yang adekuat dan data yang akurat
d. Memberikan intervensi berdasarkan keakutan kondisi
Tanggungjawab utama dari perawat triase adalah untuk mengkaji
dan memeriksa secara akurat pasien, dan memberikan perawatan
yang sesuai pada pasien, termasuk intervensi terapiutik, prosedur
diagnostic, dan pemeriksaan pada tempat yang tepat untuk
perawatan.

13
e. Kepuasan pasien tercapai
 Perawat triase harus melaksanakan prinsip diatas untuk
mencapai kepuasan pasien.
 Perawat triase menghindari penundaan perawatan yang
mungkin akan membahayakan kesehatan pasien atau pasien
yang sedang kritis.
 Perawat triase menyampaikan support kepada pasien, keluarga
pasien, atau teman.
(Department Emergency Hospital Singapore, 2009).
Prinsip umum lain dalam asuhan keperawatan yang di berikan oleh
perawat di ruang gawat darurat antara lain :
a) Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien terjaga, perawat harus
menerapkan prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi
dan memberikan asuhan yang nyaman untuk klien.
b) Cepat dan tepat dalam melakukan triage, menetapkan diagnose
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
c) Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan
untuk mengatasi masalah biologi dan psikologi klien.
d) Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klin dan keluarga diberikan
untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama perawat
dan klien.
e) System monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
f) Sistem dokumentasi yang dipai dapat digunakan secara mudah, cepat
dan tepat.
g) Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan
perlu dijaga.
F. Tipe Triage
Ada beberapa Tipe triage, yaitu :
a. Daily triage
Daily triage adalah triage yang selalu dilakukan sebagai dasar pada
system kegawat daruratan. Triage yang terdapat pada setiap rumah

14
bsakit berbeda-beda, tapi secara umum ditujukan untuk mengenal,
mengelompokan pasien menurut yang memiliki tingkat keakutan
dengan tujuan untuk memberikan evaluasi dini dan perawatan yang
tepat. Perawatan yang paling intensif dberikan pada pasien dengan
sakit yang serius meskipun bila pasien itu berprognosis buruk.
b. Mass Casualty incident
Merupakan triage yang terdapat ketika sestem kegawatdaruratan di
suatu tempat bencana menangani banyak pasien tapi belum
mencapai tingat ke kelebihan kapasitas. Perawatan yang lebih
intensif diberikan pada korban bencana yang kritis. Kasus minimal
bisa di tunda terlebih dahulu.
c. Disaster Triage
Ada ketika system emergensi local tidak dapat memberikan
perawatan intensif sesegera mungkin ketika korban bencana sangat
membutuhkan. Filosofi perawatan berubah dari memberikan
perawatan intensif pada korban yang sakit menjadi memberikan
perawatan terbaik untuk jumlah yang terbesar. Fokusnya pada
identifikasi korban yang terluka yang memiliki kesempatan untuk
bertahan hidup lebih besar dengan intervensi medis yang cepat.
Pada disaster triage dilakukan identifikasi korban yang mengalami
luka ringan dan ditunda terlebih dahulun tanpa muncul resko dan
yang mengalami luka berat dan tidak dapat bertahan. Prioritasnya
ditekankan pada transportasi korban dan perawatan berdasarkan
level luka.
d. Military Triage
Sama dengan tiage lainnya tapi berorientasi pada tujuan misi
disbanding dengan aturan medis biasanya. Prinsip triage ini tetap
mengutamakan pendekatan yang paling baik karena jika gagal
untuk mencapai tujuan misi akan mengakibatkan efek buruk pada
kesehatan dan kesejahteraan populasi yang lebih besar.

15
e. Special Condition triage
Digunakan ketika terdapat faktor lain pada populasi atau korban.
Contohnya kejadian yang berhubungan dengan senjara pemusnah
masal dengan radiasi, kontaminasi biologis dan
kimia. Dekontaminasi dan perlengkapan pelindung sangat
dibutuhkan oleh tenaga medis. (Oman, Kathleen S., 2008;2) .
G. Klasifikasi Triage
Ada banyak klasifikasi triage yang digunakan, adapun beberapa
klasifikasi umum yang dipakai :
a) Three Categories Triage System
Ini merupakan bentuk asli dari system triase, pasien
dikelompokkan menjadi :
 Prioritas utama.
 Prioritas kedua.
 Prioritas rendah
Tipe klasifikasi ini sangat umum dan biasanya terjadi kurangnya
spesifitas dan subjektifitas dalam pengelompokan dalam setiap
grup.
b) Four Categories Triage System
Terdiri dari :
 Prioritas paling utama (sesegera mungkin, kelas 1, parah dan
harus sesegera mungkin) .
 Prioritas tinggi (yang kedua, kelas 2, sedang dan segera) .
 Prioritas rendah (dapat ditunda, kelas 3, ringan dan tidak harus
segera dilakukan) .
 Prioritas menurun (kemungkinan mati dan kelas 4 atau kelas
0).
c) Start Method (Simple Triage And Rapid Treatment)
Pada triase ini tidak dibutuhkan dokter dan perawat, tapi hanya
dibutuhkan seseorang dengan pelatihan medis yang minimal.

16
Pengkajian dilakukan kdengan sangat cepat selama 60 detik pada
bagian berikut :
1. Ventilasi / pernapasan.
2. Perfusi dan nadi (untuk memeriksa adanya denyut nadi) .
3. Status neurology.
Tujuannya hanya untuk memperbaiki masalah-masalah yang
mengancam nyawa seperti obstruksi jalan napas, perdarahan yang
massif yang harus diselesaikan secepatnya. Pasien diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. The Walking Wounded
Penolong ditempat kejadian memberikan instruksi verbal pada
korban, untuk berpindah. Kemudian penolong yang lain
melakukan pengkajian dan mengirim korban ke rumahsakit
untuk mendapat penanganan lebih lanjut
b. Critical/ Immediate
Dideskripsikan sebagai pasien dengan luka yang serius, dengan
keadaan kritis yang membutuhkan transportasi ke rumahsakit
secepatnya, dengan criteria pengkajian :
 Respirasi >30x/menit
 Tidak ada denyut nadi
 Tidak sadar/kesadaran menurun
c. Delayed
Digunakan untuk mendeskripsikan pasien yang tidak bisa yang
tidak mempunyai keadaan yang mengancam jiwa dan yang
bisa menunggu untuk beberapa saat untuk mendapatkan
perawatan dan transportasi, dengan criteria :
 Respirasi <30x/menit
 Ada denyut nadi
 Sadar/ respon kesadaran normal
d. Dead

17
Digunakan ketika pasien benar-benar sudah mati atau
mengalami luka dan mematikan seperti luka tembak di kepala
(Departement Emergency Hospital Singapore, 2009).Sistem
klasifikasi pasien yang digunakan, diantaranya :
1) Traffic director
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan
utama dan memilih antara status “mendesak” atau “tidak
mendesak”. Berdasarkan klasifikasi ini pasien dikirim ke
ruang tunggu atau area perawatan akut. Tidak ada tes
diagnostik permulaan yang dilakukan sampai tiba waktu
pemeriksaan.
2) Spot Check
Pada model ini, perawat mendapatkan keluhan utama
bersama dengan data subjektif dan objektif yang terbatas,
dan pasien dikategorikan ke dalam salah satu dari tiga
prioritas pengobatan berikut ini : “gawat darurat,”
“mendesak,” atau “ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes
diagnostic pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area
perawatan tertentu atau di ruang tunggu. Tidak ada
evaluasi ulang yang direncanakan sampai dilakukan
pengobatan.
3) Comprehensive
Sistem comprehensive adalah sistem yang paling maju
dengan melibatkan dokter dan perawat dalam menjalankan
peran triase. Data dasar yang diperoleh meliputi
pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer,
keluhan utama, serta informasi subjektif dan ojektif. Tes
diagnostic pendahuluan dilakukan dan pasien ditempatkan
di ruang perawatan akut atau ruang tunggu. Jika pasien
ditempatkan di ruang tunggu, pasien harus dikaji ulang
setiap 15 sampai 60 menit (Rea, 1987).

18
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam unit gawat darurat
berdasarkan Prioritas Perawatannya, antara lain :
a. Gawat Darurat (P1)
Keadaaan yang mengancam nyawa/adanya gangguan ABC dan
perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran , trauma mayor dengan perdarahan hebat.
b. Gawat Tidak Darurat (P2)
Keadaan mengangancam nyawa tetepi tidak memerlukan
tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka ditindak
lanjuti oleh dokter specialis. Misalnya : pasien kanker tahap
lanjut, fraktur, sickle cell dan lainya.
c. Darurat Tidak Gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan
tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC dan
dapat langsung diberikan terapi definitif. Untuk tindak lanjut
dapat ke poliklinik, misalnya: laserasi, fraktur
minor/tertutup,sistitis, otitis media dan lainya.
d. Tidak Gawat Tidak Darurat
Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya (ENA, 2001;Iyer, 2004).

2.6 Kesehatan dan Keselamatan di Ruang Gawat Darurat


Keselamatan dan kesehatan kerja bertanggung jawab terhadap:
1. Kecelakaan Akibat Limbah B3
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha
atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya, beracun yang karena
sifat atau konsentrasinya atau jumlahnya, baik langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan atau merusakkan lingkungan hidup, dan

19
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain.
Limbah di ruang gawat darurat dapat mengandung bermacam-
macam mikroorganisme, bergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum limbah dibuang. Upaya yang dapat
dilakukan :
a. Cuci tangan
b. Penggunaan APD
c. Pengelolaan

1. Needle Crusher
Alat ini digunakan untuk menghancurkan jarum suntik dengan
menggunakan tenaga listrik.

2. Insenerator
Insenator digunakan untuk memusnahkan sampah medis dan non
medis padat baik basah maupun kering dengan menggunakan
bahan bakar solar.

3. Kantong Plastik
Kantong plastik yang digunakan sebagai wadah limbah medis padat
memiliki warna dan penandaan yang disesuaikan dengan kategori

20
dan jenis dari masing-masing limbah sesuai yang tertara pada
Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004.
a) Kantong sampah non medis berwarna hitam
b) Kantong sampah medis berwarna kuning untuk limbah
infeksius dan limbah patologi : Limbah infeksius merupakan
limbah yang berkaitan dengan pasien yang perlu untuk
melakukan isolasi penyakit menular. Limbah infeksius dapat
menjadi sebab tertularnya penyakit dari perawat, pengunjung,
atau pasien lainnya. Sedangkan limbah patologi merupakan
limbah jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah atau
autopsi.
c) Kantong sampah medis berwarna coklat untuk limbah farmasi
Yang dimaksudkan limbah farmasi disini adalah obat-obatan
yang telah mengalami kadaluarsa.
d) Kantong sampah medis berwarna ungu untuk limbah
sitotoksis.
Limbah sitotoksis berasal dari aktivitas kemoterapi yang
dilakukan kepada pasien
e) Kantong sampah medis berwarna merah untuk limbah
radioaktif.
Limbah radioaktif merupakan limbah yang berasal dari
penggunaan medis ataupun riset di laboratorium dan
berhubungan dengan zat-zat radioaktif.
4. Safety Box
Safety box berfungsi sebagai alat penampung sementara limbah
medis berupa jarum dan syringe bekas

21
2. Kecelakaan Akibat Infeksi Mikroorganisme/Mikrobiologi
Mikrobiologi adalah sebuah cabang dari ilmu biologi yang
mempelajari mikroorganisme. Objek kajiannya biasanya adalah semua
makhluk (hidup) yang perlu dilihat dengan mikroskop, khususnya
bakteri, fungi, alga mikroskopik, protozoa, dan Archaea. Virus sering
juga dimasukkan walaupun sebenarnya tidak sepenuhnya dapat
dianggap sebagai makhluk hidup.
Dalam ruang lingkup di ruang gawat darurat resiko terjadinya
infeksi dari mikrobiologi sangat tinggi, maka kita harus melakukan :
1. Cuci tangan
2. Penggunaan APD : Masker, apron, sarung tangan/handscoen.
3. Pengelolaan alat bekas pakai dengan cara :
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam
menangani alat bedah, sarung tangan dan benda lainnya yang
telah tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah
mendekontaminasi alat tersebut dengan merendamnya di
larutan klorin 0,5% selama 10 menit
b. Sterilisasi
Sterilisasi yaitu proses atau kegiatan menghancuran atau
memusnahkan semua mikro-organisme termasuk spora, dari
sebuah benda atau lingkungan. Hal ini biasanya dilakukan
dengan pemanasan atau penyaringan tetapi bahan kimia atau
radiasi juga dapat digunakan.
c. Desinfeksi
Desinfeksi adalah perusakan, penghambatan atau
penghapusan mikroba yang dapat menyebabkan penyakit atau
masalah lain misalnya seperti pembusukan. Hal ini biasanya
dicapai dengan menggunakan bahan kimia.

22
3. Kecelakaan Akibat Aliran Listrik
Sengatan listrik (electric shock) adalah sebuah fenomena dalam
kehidupan. Secara sederhana tersetrum dapat dikatakan sebagai suatu
proses terjadinya arus listrik dari luar ke tubuh. Sengatan listrik dapat
terjadi karena terjadinya kontak antara bagian tubuh manusia dengan
suatu sumber tegangan listrik yang cukup tinggi sehingga mampu
mengakibatkan arus listrik melalui tubuh manusia tepatnya melalui otot.
Akibat aliran listrik juga dapat menyebabkan luka bakar. Tata cara
pertolongan pertama sebelum penderita ditangani adalah:
1. Segera bertindak dengan mematikan aliran listrik. Cabut steker atau
matikan sekring/MCB pusat2.
2. Jauhkan penderita dari sumber listrik. Untuk dapat memegang
penderita tanpa kesetrum anda memerlukan benda yang tidak bisa
mengantarkan listrik. Gunakan misalnya, sarung tangan karet yang
kering (air juga dapat mengantarkan listrik).
3. Periksa denyut nadi di lehernya. Jika tidak ada tanda-tanda setelah
5 detik, tekan dadanya sebanyak 5 kali dengan kedua telapak
tangan Anda –telapak tangan kiri berada di atas dada dan yang lain
di atas punggung tangan kiri. Pastikan posisi tangan Anda berada
satu garis dengan putingnya. Periksa lagi. Jika tetap tidak ada.
Ulangi.
4. Untuk pernapasan buatan, mungkin karena pertimbangan tertentu,
bisa tidak dilakukan lewat mulut.. Bila penderita masih bernapas
dengan normal baringkan dengan posisi sisi mantap. Yaitu
miringkan penderita ke sisi kanan, tangan kiri penderita letakkan di
pipi kanan. Hal ini dilakukan supaya penderita bisa bernapas
spontan (tidak tertutup oleh lidah). Untuk pembuatan nafas buatan
ada tekniknya.
a. Pertama, telentangkan korban, lalu tekuk kepalanya ke
belakang.

23
b. Kemudian, anda buka mulut, tarik napas kuat-kuat, baru tutup
mulut.
c. Kemudian tiupkan udara ke mulut korban sekuat-kuatnya
sampai rongga paru-paru terangkat.
d. Ketika melakukannya, jangan lupa tekan hidung korban supaya
udara yang anda tiupkan tidak keluar. Sebisa mungkin, segera
lakukan pernapasan buatan ketika korban tersengat. Tiga
sampai empat kali pernapasan buatan awalan akan sangat
membantu korban. Jika korban adalah anak kecil, dibutuhkan
lebih banyak lagi pernapasan buatan, sampai 20 kali dalam
semenit.
5. Bila mengalami luka bakar, Tutupi titik luka bakar yang terjadi
akibat masuk dan keluarnya arus listrik pada tubuh karena bisa
mempercepat pengurangan cairan dalam tubuh. Gunakan kain,
perban atau apapun yang bersifat tidak mengantarkan panas. Upaya
Pencegahan dapat dilakukan dengan adanya symbol :

6. Luka akibat gelas pecah dan benda yang tajam


Benda tajam dapat menimbulkan luka kecil dengan sedikit
pendarahan. Luka ini dapat diakibatkan oleh potongan kecil atau
keratan atau tusukan benda tajam. Tindakan yang dapat dilakukan
adalah membersihkan luka secara hati-hati, jika akibat pecahan
kaca pada kulit terdapat pecahan kaca gunakan pinset dan kapas
steril untuk mengambilnya. Kemudian tempelkan plester.
Dipencegahannya dapat melakukan :
 Pemakaian APD

24
 Safety box berfungsi sebagai alat penampung sementara
limbah medis berupa jarum dan syringe bekas.
7. Kecelakaan akibat bahaya kimia dan bahaya fisik
Bahaya kimia adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau
membebaskan debu, kabut, uap, gas, serat, atau radiasi sehingga
dapat menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, keracunan
dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan
kesehatan bagi orang yang berhubungan langsung dengan bahan
tersebut atau meyebabkan kerusakan pada barang-barang. Upaya
pencegahan adalah bisa menggunakan :
1. Penggunaan APD
2. Menggunakan symbol tanda bahaya

Bahaya fisik adalah bahaya potensial yang dapt menyebabkan


gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar.
a. Sistem ventilasi.
1. Untuk memenuhi persyaratan sistem ventilasi, bangunan
Ruang Gawat Darurat harus mempunyai ventilasi alami
dan/atau ventilasi mekanik/ buatan sesuai dengan
fungsinya dan tingkat kontaminasi oleh lingkungan sekitar
bangunan Ruang Gawat Darurat.
2. Ventilasi mekanik/buatan harus disediakan jika ventilasi
alami tidak dapat memenuhi syarat. Misalkan tingkat

25
kontaminasi oleh lingkungan sekitar bangunan Ruang
Gawat Darurat tinggi, jarak antar bangunan tidak
memungkinkan udara bersih untuk masuk.
3. Bila memakai sistem ventilasi mekanik/buatan maka
Ruangnya harus dilakukan pembersihan/penggantian filter
secara berkala untuk mengurangi kandungan debu dan
bakteri/kuman.
4. Penerapan sistem ventilasi harus dilakukan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi
dalam bangunan Ruang Gawat Darurat.
5. Pada ruang tindakan minimal enam kali total pertukaran
udara per jam.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan,
pemasangan, dan pemeliharaan sistem ventilasi alami dan
mekanik/buatan pada bangunan Ruang Gawat Darurat
mengikuti “Pedoman Teknis Prasarana Sistem Tata
Udara pada Bangunan Rumah Sakit” yang disusun oleh
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, Tahun 2011.
b. Sistem pencahayaan.
1. Bangunan Ruang Gawat Darurat harus mempunyai
pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan,
termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya.
2. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan
fungsi bangunan dan fungsi masing-masing ruang di
dalam bangunan Ruang Gawat Darurat.
c. Prinsip Keselamatan Kerja
Prinsip Keselamatan Kerja adalah menjaga hygiene sanitasi
individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.

26
Ketiga prinsip tesebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan
pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung
tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan
infeksi yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah
perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan
ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan),
Bahan beracun, korosif dan kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar ,Syok
akibat aliran listrik ,Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
& Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Bahaya lingkungan baik fisik, biologis, maupun kimia perlu
diidentifikasi secara lanjut, bahaya fisik dapat berupa suhu dan kelembaban,
pencahayaan, kebisingan, dan radiasi. Bahaya lingkungan biologis dapat
berupa virus, bakteri, jamur, dan parasit. Bahaya kimia dapat berupa etilen
oksida, eter, dan halotan.

3.2 Saran
Diharapkan kepada para pembaca agar dapat lebih memahami tentang
sistem kesehatan dan keselamatan pasien di ruang gawat darurat dan lebih
berhati-hati dalam melakukan tindakan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Fauzanlampoeng.http://www.scribd.com/doc/50079020/sarana-dan-prasarana-
fisik-unh-gawat-darurat

Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan,Jakarta : EGC

Oman, K 2008. Panduan Belajar Keperawatan Gawat Darurat : Jakarta : EGC

https://media.neliti.com/media/publications/24887-ID-penerapan-manajemen-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-mk3-di-instalasi-gawat-darur.pdf

iii

Anda mungkin juga menyukai