Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

PERENCANAAN DAN PENGORGANISASIAN PELAYANAN


KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Mutu dalam
Pelayanan dan Kepemimpinan
Dosen Pengampu:
Wiwin Mintarsih P, SSi.T.,M.Kes

Disusun oleh :

Alvya Nurainuni P (P20624519003 Putri Lestari (P20624519024)


Maylavayzha AS ) Sinta (P20624519033)
Melati Nursuci S (P20624519015 Tati Ambarwati (P20624519035)
Nida Fitrirahmayanti ) Uma Ranatia (P20624519036)
(P20624519016
)
(P20624519019
)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI PROFESI BIDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan pada Allah SWT, karena berkat rahmat,
hidayah dan rizki kesehatan yang telah diberikan kepada kami sehingga kami
sebagai tim penyusun makalah dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perencanaan Dan Pengorganisasian Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit”
dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun dengan tujuan utama memenuhi tugas mata kuliah
Manajemen Mutu dalam Pelayanan dan Kepemimpinan dan juga untuk
menambah wawasan penyusun makalah sebagai mahasiswa Poltekkes
Tasikmalaya Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan dan Profesi Bidan.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami berharap
mendapat kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penyusunan
makalah kami kedepannya. Demikian yang dapat disampaikan oleh kami, atas
kekurangannya kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Tasikmalaya, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI
A. Landasan Hukum.................................................................................. 4
B. SPM Setiap Jenis Pelayanan, Indikator Dan Standar.......................... 17
C. Akreditasi Rumah Sakit Yang Bermutu...................................... 20
D. Patient Safety Di Rumah Sakit........................................................ 26
E. Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit............................................... 27
F. Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit................................... 34
G. Perbedaan Rumah Sakit Pemerintah Dan Rumah Sakit Swasta........... 37
H. PONEK................................................................................................. 38
I. SOP PONEK 24 Jam............................................................................ 43
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 46
B. Saran..................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bidan sebagai seorang pemberi layanan kesehatan harus
dapatmelaksanakan pelayanan kebidanan dengan melaksanakan manajemen
yang baik. Dalam hal ini bidan berperan sebagai seorang manajer, yaitu
mengelola segalasesuatu tentang kliennya sehingga tercapai tujuan yang di
harapkan. Dalam mempelajari manajemen kebidanan di perlukan pemahaman
mengenai dasar-dasar manajemen dan perencanaan pengorganisasian dalam
pelayanan kebidanansehingga pelayanan yang diberikan berkualitas.
Dalam pelayanan kebidanan, manajemen adalah proses pelaksanaan
pemberian pelayanan kebidanan untuk memberikan asuhan kebidanan kepada
klien dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bagi ibu dan anak, kepuasan
pelanggan dan kepuasan bidan sebagai provider.
Perencanaan adalah suatu proses yang dimulai dengan merumuskan
tujuan, menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk mencapainya.
Perencanaan akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap
semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan, dan
kapan akan dilakukan.
Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan
secara efektif dan efisien. Di bidang kesehatan perencanaan dapat
didefinisikan sebagai proses untuk menumbuhkan, merumuskan masalah-
masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya
yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
Pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan
kesehatan juga diartikan sebagai konsep yang diterapkan untuk memberikan
pelayanan dengan jangka waktu lama dan terus dilakukan kepada publik dan
masyarakat. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan adalah upaya

1
untuk menyelenggarakan perorangan atau bersama-sama dalam organisasi
untuk mencegah dan meningkatkan kesehatan, memelihara serta
menyembuhkan penyakit dan juga memulihkan kesehatan perorangan,
kelompok, keluarga dan ataupun publik masyarakat. Dari pengertian diatas
penulis dapat simpulkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan kegiatan
yang memberikan pelayanan yang optimal bagi masyarakat untuk mencegah
dan meningkatkan kesehatan.
Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. (Depkes, 2004). Menurut Depkes RI (2004), Rumah sakit merupakan
institusi yang dapat melaksanakan fungsi dengan baik, maka dari itu rumah
sakit harus memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana peralatan
yang memadai serta dikelola secara profesional. Sedangkan menurut (Depkes
RI, 2008), Penerapan Pelayanan Minimal di Rumah Sakit yang adil dan
merata akan dapat menimbulkan kepuasan karena masyarakat pada saat ini
mulai kritis dalam menilai pelayanan khususnya dibidang kesehatan.
Kepuasan pelayanan rumah sakit mencakup pelayanan kesehatan dan
pelayanan administrasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Landasan Hukum?
2. Apa yang dimaksud dengan SPM Setiap Jenis Pelayanan, Indikator Dan
Standar?
3. Apa yang dimaksud dengan Akreditasi Rumah Sakit Yang Bermutu?
4. Apa yang dimaksud dengan Patient Safety Di Rumah Sakit?
5. Apa yang dimaksud dengan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit?
6. Apa yang dimaksud dengan Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit?
7. Apa yang dimaksud dengan Perbedaan Rumah Sakit Pemerintah Dan
Rumah Sakit Swasta?
8. Apa yang dimaksud dengan PONEK?
9. Apa yang dimaksud dengan SOP PONEK 24 Jam?

2
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengenai Perencanaan
dan pengorganisasian pelayanann kesehatan di RS. Juga memenuhi salah
satu tugas Manajemen Mutu Dalam Pelayanan Dan Kepemimpinan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu Landasan Hukum
b. Untuk mengetahui apa itu SPM Setiap Jenis Pelayanan, Indikator Dan
Standar
c. Untuk mengetahui apa itu Akreditasi Rumah Sakit Yang Bermutu
d. Untuk mengetahui apa itu Patient Safety Di Rumah Sakit
e. Untuk mengetahui apa itu Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit
f. Untuk mengetahui apa itu Standar Operasional Prosedur Rumah Sakit
g. Untuk mengetahui apa itu Perbedaan Rumah Sakit Pemerintah Dan
Rumah Sakit Swasta
h. Untuk mengetahui apa itu PONEK
i. Untuk mengetahui apa itu SOP PONEK 24 Jam

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentangRumah Sakit.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1) Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
(2) Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut.
(3) Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan: a. mempermudah
akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; b.
memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; c.
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;
dan d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber
daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
BAB III
TUGAS DAN FUNGSI

4
Pasal 5
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah
Sakit mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis;
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan; dan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan;

BAB VI
JENIS DAN KLASIFIKASI
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 18
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya.
Pasal 19
(1) Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit
dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.
(2) Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
(3) Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit, atau kekhususan lainnya.

5
Pasal 20
(1) Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi
Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat.
(2) Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum
yang bersifat nirlaba.
(3) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dialihkan
menjadi Rumah Sakit privat.
Bagian Kedua
Klasifikasi
Pasal 24
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara
berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan Rumah Sakit.
(2) Klasifikasi Rumah Sakit umum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas :
a. Rumah Sakit umum kelas A;
b. Rumah Sakit umum kelas B
c. Rumah Sakit umum kelas C;
d. Rumah Sakit umum kelas D.
(3) Klasifikasi Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas A;
b. Rumah Sakit khusus kelas B;
c. Rumah Sakit khusus kelas C.

6
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IX
PENYELENGGARAAN
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 40
(1) Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun
sekali.
(2) Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam
maupun dari luar negeri berdasarkan standar akreditasi yang
berlaku.
(3) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kelima
Keselamatan Pasien
Pasal 43
(1) Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
(2) Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
(3) Rumah Sakit melaporkan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada komite yang membidangi keselamatan pasien
yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Pelaporan insiden keselamatan pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dibuat secara anonim dan ditujukan untuk

7
mengkoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar keselamatan pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.
340/Menkes/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 340/MENKES/PER/III/2010
TENTANG KLASIFIKASI RUMAH SAKIT
BAB III
KLASIFIKASI RUMAH SAKIT UMUM
Pasal 4
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan
menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C;
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.
Pasal 5
Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan:
a. Pelayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan;
d. Sarana dan Prasarana; dan
e. Administrasi dan Manajemen.
BAB IV
RUMAH SAKIT UMUM
Bagian Kesatu
Rumah Sakit Umum Kelas A
Pasal 6

8
(1) Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas)
Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik
Sub Spesialis.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum,
Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan
Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan
Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga
Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan
Patologi Anatomi.
(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari
Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan
Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi,
Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.
(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah
Mulut, Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti,
Pedodonsi dan Penyakit Mulut.

9
(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(10) Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung
Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin,
Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut.
(11) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(12) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga/ Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance,Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air
Bersih.
Pasal 7
(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat
pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 18 (delapan belas) orang
dokter umum dan 4 (empat) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal
6 (enam) orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 (dua) orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
(4) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing
minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu)
orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
(5) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 3
(tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter
spesialis sebagai tenaga tetap.
(6) Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.
(7) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 2
(dua) orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang
dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.

10
(8) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.
(9) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.
Bagian Kedua
Rumah Sakit Umum Kelas B
Pasal 10
(1) Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis
Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan)
Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik
Subspesialis Dasar.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum,
Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan
Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan
Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga
Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13
(tiga belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan,
Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran

11
Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan
Kedokteran Forensik.
(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah
Mulut, Konservasi/Endodonsi, dan Periodonti.
(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(10) Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar
yang meliputi : Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan
Ginekologi.
(11) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(12) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance,Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah,
Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air
Bersih.
Pasal 11
(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat
pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 12 (dua belas) orang
dokter umum dan 3 (tiga) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar masing-masing minimal 3 (tiga)
orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai
tenaga tetap.
(4) Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing
minimal 2 (dua) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu )
orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
(5) Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 1
(satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 4 orang dokter
spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
(6) Pada Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.

12
(7) Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 1
(satu) orang dokter subspesialis dengan 1 (satu) orang dokter subspesialis
sebagai tenaga tetap.
(8) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.
(9) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.
Bagian Ketiga
Rumah Sakit Umum Kelas C
Pasal 14
(1) Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis
Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum,
Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan
Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut,
Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan
Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga
Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu) pelayanan.
(7) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan
Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
(8) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.

13
(9) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik
(10) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam
Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Pasal 15
(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat
pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter
umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal
2 (dua) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
(4) Pada setiap Pelayanan Spesialis Penunjang Medik masing-masing minimal
1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
(5) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.
(6) Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.
Bagian Keempat
Rumah Sakit Umum Kelas D
Pasal 18
(1) Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum,
Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan
Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan
Penunjang Non Klinik.

14
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan
Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga
Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat
darurat 24 (duan puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan
kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,
melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4
(empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan Radiologi.
(7) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
(8) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan High Care Unit,
Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik
(9) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen,
Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan
Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam
Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Pasal 19
(1) Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat
pelayanan.
(2) Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 4 (empat) orang dokter
umum dan 1 (satu) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.
(3) Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal
1 (satu) orang dokter spesialis dari 2 (dua) jenis pelayanan spesialis dasar
dengan 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
(4) Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan
kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah
Sakit.Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.

15
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :
129/Menkes/SK/II/2008
TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT
BAB III
STANDAR PELAYANAN MINIMAL RUMAH SAKIT
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dalam pedoman ini meliputi
jenis-jenis pelayanan indikator dan standar pencapaiain kinerja pelayanan rumah
sakit.
A. Jenis – jenis pelayanan rumah sakit
Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh
rumah sakit meliputi :
1. Pelayanan gawat darurat
2. Pelayanan rawat jalan
3. Pelayanan rawat inap
4. Pelayanan bedah
5. Pelayanan persalinan dan perinatologi
6. Pelayanan intensif
7. Pelayanan radiologi
8. Pelayanan laboratorium patologi klinik
9. Pelayanan rehabilitasi medik
10. Pelayanan farmasi
11. Pelayanan gizi
12. Pelayanan transfusi darah
13. Pelayanan keluarga miskin
14. Pelayanan rekam medis
15. Pengelolaan limbah
16. Pelayanan administrasi manajemen
17. Pelayanan ambulans/kereta jenazah
18. Pelayanan pemulasaraan jenazah
19. Pelayanan laundry
20. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
21. Pencegah Pengendalian Infeksi

16
B. SPM setiap jenis pelayanan, Indikator dan Standar
Adapun Standar Pelayanan minimal untuk setiap pelayanan, indicator dan
standar dapat dilihat pada lampiran.

17
18
19
C. AKREDITASI RUMAH SAKIT YANG BERMUTU
Akreditasi rumah sakit di atur oleh
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2020
TENTANG
AKREDITASI RUMAH SAKIT
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
(1) Akreditasi Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Akreditasi adalah
pengakuan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, setelah dilakukan
penilaian bahwa Rumah Sakit telah memenuhi Standar Akreditasi.
(2) Standar Akreditasi adalah pedoman yang berisi tingkat pencapaian yang
harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien.
(3) Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
(4) Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(5) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
(6) Kementerian Kesehatan adalah Kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(7) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
(8) Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian
Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pelayanan
kesehatan.

20
Pasal 2 Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkelanjutan dan
melindungi keselamatan pasien Rumah Sakit;
b. meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di
Rumah Sakit, dan Rumah Sakit sebagai institusi;
c. meningkatkan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis; dan
d. mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.

BAB II PENYELENGGARAAN AKREDITASI


Bagian Kesatu Umum
Pasal 3
(1) Setiap Rumah Sakit wajib terakreditasi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan secara
berkala setiap 4 (empat) tahun.
(3) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Rumah
Sakit paling lambat setelah beroperasi 2 (dua) tahun sejak memperoleh
izin operasional untuk pertama kali.
Bagian Kedua
Lembaga Independen Penyelenggara Akreditasi
Pasal 4
(1) Akreditasi dilaksanakan oleh lembaga independen penyelenggara
Akreditasi yang berasal dari dalam atau luar negeri.
(2) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Untuk dapat ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2), lembaga independen penyelenggara
Akreditasi harus mengajukan permohonan penetapan kepada
Menteri.
(2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan dengan melampirkan persyaratan:

21
a. salinan/fotokopi badan hukum;
b. dokumen profil lembaga independen penyelenggara
Akreditasi;
c. dokumen program pelatihan surveior;
d. dokumen tata laksana penyelenggaraan Akreditasi; dan
e. Standar Akreditasi.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
merupakan badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
harus mendapatkan persetujuan dari Menteri.
(5) Standar Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
harus:
a. terdapat muatan program nasional; dan
b. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(6) Menteri melalui Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sampai dengan ayat (5) sebelum dilakukan penetapan oleh
Menteri.
(7) Direktur Jenderal memberikan rekomendasi penetapan lembaga
independen penyelenggara Akreditasi yang telah memenuhi
persyaratan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak permohonan penetapan diterima.
(8) Menteri menetapkan lembaga independen penyelenggara
Akreditasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(7).
(9) Dalam hal lembaga independen penyelenggara Akreditasi tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sampai dengan ayat (5), Direktur Jenderal mengembalikan
permohonan penetapan kepada lembaga independen
penyelenggara Akreditasi.

22
Pasal 6
Lembaga independen penyelenggara Akreditasi wajib:
(1) melaksanakan Akreditasi dengan menggunakan Standar
Akreditasi yang telah disetujui oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4); dan
(2) melaporkan Rumah Sakit yang telah terakreditasi oleh lembaga
tersebut kepada Menteri melalui Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga Kegiatan
Pasal 7
Kegiatan penyelenggaraan Akreditasi meliputi:
a. persiapan Akreditasi;
b. pelaksanaan Akreditasi; dan
c. pascaakreditasi.
Pasal 8
Persiapan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a
dilakukan oleh Rumah Sakit yang akan menjalani proses Akreditasi, untuk
pemenuhan Standar Akreditasi dalam rangka survei Akreditasi.
Pasal 9
Pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi, yang
meliputi kegiatan:
a. survei Akreditasi; dan
b. penetapan status Akreditasi.
Pasal 10
(1) Survei Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
merupakan penilaian untuk mengukur pencapaian dan cara penerapan
Standar Akreditasi.
(2) Survei Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
surveior dari lembaga independen penyelenggara Akreditasi.
(3) Surveior sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memberikan laporan
hasil survei Akreditasi kepada lembaga independen penyelenggara

23
Akreditasi terhadap Rumah Sakit yang dinilainya.
(4) Dalam hal laporan hasil survei Akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) terdapat perbaikan, lembaga independen penyelenggara
Akreditasi harus memberikan rekomendasi perbaikan kepada Rumah
Sakit.
Pasal 11
(1) Penetapan status Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 huruf b dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara
Akreditasi berdasarkan laporan hasil survei Akreditasi dari
surveior.
(2) Rumah sakit yang mendapatkan penetapan status akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sertifikat
Akreditasi.
(3) Sertifikat Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berlaku selama 4 (empat) tahun.
(4) Dalam hal Rumah Sakit mendapatkan rekomendasi perbaikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), Rumah Sakit
harus membuat perencanaan perbaikan strategis untuk
memenuhi Standar Akreditasi yang belum tercapai.
Pasal 12
(1) Kegiatan pascaakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
dilakukan oleh Rumah Sakit melalui penyampaian perencanaan
perbaikan strategis kepada lembaga independen penyelenggara
Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan rekomendasi perbaikan dari lembaga
independen penyelenggara Akreditasi.
(3) Lembaga independen penyelenggara Akreditasi harus melakukan
evaluasi terhadap perencanaan perbaikan strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang hasilnya disampaikan kepada Rumah
Sakit dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

24
(4) Selain melakukan evaluasi terhadap laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), lembaga independen penyelenggara
Akreditasi melakukan evaluasi:
a. pada tahun ke-2 (dua) sejak status Akreditasi ditetapkan;
dan/atau
b. sewaktu-waktu apabila mendapat rekomendasi dari Kementerian
Kesehatan telah terjadi tindakan yang membahayakan
keselamatan pasien di Rumah Sakit, dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
Pasal 13
Selain perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1), Rumah Sakit harus memberikan laporan:
a. pemenuhan indikator nasional mutu pelayanan kesehatan Rumah
Sakit; dan
b. insiden keselamatan pasien, kepada Kementerian Kesehatan.
Pasal 14
(1) Rumah Sakit harus mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu
pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan rekomendasi dari lembaga
independen penyelenggara Akreditasi.
(2) Rumah Sakit yang telah memiliki status Akreditasi harus melaporkan
status Akreditasi Rumah Sakit kepada Menteri dengan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Rumah Sakit yang telah memiliki status Akreditasi dapat mencantumkan
kata “terakreditasi” di bawah atau di belakang nama Rumah Sakitnya
dengan huruf lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang melakukan Akreditasi, serta masa berlaku
status Akreditasinya.
(4) Penulisan nama Rumah Sakit dengan status Akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 15

25
(1) Rumah Sakit harus melakukan perpanjangan Akreditasi sebelum masa
berlaku status Akreditasinya berakhir.
(2) Perpanjangan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui pengajuan perpanjangan Akreditasi kepada lembaga
independen penyelenggara Akreditasi untuk mendapatkan status
Akreditasi baru.
BAB III
KEWAJIBAN PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 16
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib mendukung,
memotivasi, mendorong, dan memperlancar penyelenggaraan Akreditasi
baik untuk Rumah Sakit milik pemerintah maupun swasta.
(2) Kewajiban mendukung, memotivasi, mendorong, dan memperlancar
penyelenggaraan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT


1. Definisi
Menurut Depkes RI 2006 Patient safety atau keselamatan pasien
adalah suatu sistem yang membuat asuhan klien di rumah sakit menjadi
lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
2. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
c. Menurunkan KTD
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD
3. Langkah-langkah
Pelaksanaan patient safety meliputi:

26
a. Sembilan solusi keselamatan pasien di RS (who Collaborating Center
for Patient Safety, 2 Mei 2007) yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan miring
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuhbyang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada penglihatan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi
nasokomial
b. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (Mengacu pada Hospital Patient
Safety Standards yang di keluarkan oleh Join Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, 2002) yaitu:
1) Hak pasien
2) Mendidik keluarga pasien
3) Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
E. INDIKATOR MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Manajemen mutu adalah sebuah upaya yang dilakukan terus menerus,
sistematis, objektif dan terintegrasi dalam identifikasi dan menentukan
masalah dan penyebab masalah berdasarkan standar yang ditetapkan,
menetapkan dan mengimplementasikan pemecahan masalah menurut
kapasitas yang tersedia, dan mengkaji hasil dan memberikan tindak lanjut
saran untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan.
Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat
mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan

27
outcomes. Sebagai contoh, indikator struktur: Tenaga kesehatan profesional
(dokter, paramedis, dan sebagainya), Anggaran biaya yang tersedia untuk
operasional dan lain-lain, Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk
obat-obatan, Metode berupa adanya standar operasional prosedur masing-
masing unit, dan sebagainya; indikator proses berupa memberikan petunjuk
tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan, prosedur asuhan yang
ditempuh oleh tenaga kesehatan dalam menjalankan tugasnya, Apakah telah
sebagaimana mestinya sesuai dengan prosedur, diagnosa, pengobatan, dan
penanganan seperti yang seharusnya sesuai standar; indikator outcomes
merupakan indikator hasil daripada keadaan sebelumnya, yaitu Input dan
Proses seperti BOR, LOS, TOI, dan Indikator klinis lain seperti: Angka
Kesembuhan Penyakit, Angka Kematian 48 jam, Angka Infeksi Nosokomial,
Komplikasi Perawatan , dan sebagainya.
Selanjutnya Indikator dispesifikasikan dalam berbagai kriteria. Sebagai
contoh: Indikator status gizi dapat lebih dispesifikasikan lagi menjadi kriteria
tinggi badan, berat badan anak. Untuk pelayanan kesehatan, kriteria ini
adalah fenomena yang dapat dihitung.
Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat
diukur dengan memperhatikan atau memantau dan menilai indikator,
kriteria, dan standar yang diasumsikan relevan dan berlaku sesuai dengan
aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi pelayanan
kesehatan tersebut.
Menurut Donabedian, model mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
sangat dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu:
1. Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas,
peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain.
2. Proses, ialah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian
mutu yang penting
3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan
yang terjadi pada konsumen.

28
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit diawali dengan
mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses maupun
output. Rumah sakit diharuskan melakukan berbagai prosedur dan standar
sehingga dapat menilai diri sendiri (self-assesment). Untuk menilai
keberhasilan rumah sakit dalam menjaga maupun meningkatkan mutu
diperlukan indikator-indikator tertentu. Indikator ini telah disusun dengan
WHO untuk menjadi modal bagi rumah sakit untuk melaksanakan self-
assesment tersebut.
1. Indikator Pelayanan Non Bedah, terdiri dari:
a. Angka Pasien dengan Dekubitus;
b. Angka Kejadian Infeksi dengan jarum infus.
c. Angka Kejadian penyulit/infeksi karena Transfusi Darah.
d. Angka Ketidak Lengkapan Catatan Medis.
e. Angka Keterlambatan Pelayanan Pertama Gawat Darurat.
2. Indikator Pelayanan, yang terdiri dari
a. Angka Infeksi Luka Operasi.
b. Angka Komplikasi Pasca Bedah.
c. Waktu tunggu sebelum operasi effektif.
d. Angka Appendik normal.
3. Indikator Ibu Bersalin dan Bayi, terdiri dari
a. Angka Kematian Ibu karena Eklampsia Kasus Rujukan dan Bukan
Rujukan.
b. Angka Kematian Ibu karena Perdarahan Kasus Rujukan dan Bukan
Rujukan.
c. Angka Kematian Ibu karena Sepsis Kasus Rujukan dan bukan
Rujukan.
d. Angka Kematian Bayi dengan BB Lahir <= 2000 gram Kasus
Rujukan dan Bukan Rujukan.
4. Indikator Mutu Pelayanan Medis
a. Angka infeksi nosokomial
b. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
c. Kematian pasca bedah

29
d. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
e. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
f. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
g. ADR (Anasthesia Death Rate)
h. PODR (Post Operation Death Rate)
i. POIR (Post Operative Infection Rate)
5. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS
6. Unit cost untuk rawat jalan
a. Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien
b. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya
1) Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari
2) Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS
dengan asal pasien
a) Jumlah pelayanan dan tindakan medik
b) Jumlah tindakan pembedahan
c) Jumlah kunjungan SMF spesialis
d) Pemfaatan oleh masyarakat
e) Contact rate
f) Hospitalization rate
g) Out patient rate
h) Emergency out patient rate
7. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien
8. Indikator tambahan
a. Angka Kematian di IGD (IGD).
b. Angka Perawatan Ulang (Rekam Medis).
c. Angka Infeksi RS.
d. Reject Analisis (Radiologi).
e. Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet (Gizi).
f. Angka Keterlambatan waktu pemberian makan (Gizi).
g. Angka Kesalahan Pembacaan Hasil (laboratorium).
h. Angka Waktu Penyelesain Resep (Farmasi).
9. Angka Kesalahan Pemberian Obat (Farmasi).

30
10. Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani (Farmasi).
a. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
b. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
c. BOR (Bed Occupancy Rate)
d. BTO (Bed Turn Over)
e. TOI (Turn Over Interval)
f. ALOS (Average Length of Stay)
g. Normal Tissue Removal Rate
SUBSISTEM KLINIK DALAM RUMAH SAKIT
Dalam subsistem ini bekerja para tenaga kesehatan seperti dokter, dokter
pesialis, perawat, farmasis, ahli gizi, dan berbagia jenis profesi lain. Subsistem
klinik merupakan dunia yang rumit dengan cabang-cabang ilmu kedokteran
dan perawatan yang cepat berkembang teknologinya. Di samping itu, faktor
tersedianya peralatan dan teknologi kedokteran yang dipakai mempengaruhi
proses subsistem klinik. Kekuatan dan kelemahan subsistem klinik dapat
diamati dengan berbagai cara misalnya, menggunakan analisis input tenaga,
peralatan, fasilitas, mutu proses pelayanan, hasil pencapaian, hingga pada nilai
akreditasi berdasarkan pengukuran pihak luar. Kekuatan dan kelemahan
subsistem klinik dapat dibandingkan dengan standar, nilai akreditasi yang
diharapkan, sampai padaperbandingan dengan rumahsakit pesain
1. Kebutuhan Tenaga Kesehatan Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
2. Mutu Pelayanan Medis
Mutu pelayanan medis diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit. Di dalamnya terdapat indikatorterhadap pelayanan medis,
diantaranya :
1) Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa
2) Pemberi pelayanan kegawatdaruratan yang bersertifikat BLS / PPGD /
GELS / ALS
3) Waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat

31
4) Kematian pasien ≤ 24 jam di gawat darurat ≤ 2‰
5) Pelayanan rawat jalan, rawat inap, asuhan persalinan, dan pelayanan
unit intensif diberikan oleh tenaga yang kompeten
6) Kejadian infeksi pasca operasi ≤ 1,5%
7) Angka kejadian infeksi nosokomial ≤ 1,5%
8) Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24%
9) Kejadian kematian di meja operasi ≤ 1%
10) Tidak ada kejadian operasi salah sisi sebanyak 100%
11) Tidak ada kejadian operasi salah orang sebanyak 100%
12) Tidak ada kejadian operasi salah tindakan sebanyak 100%
13) Tidak ada kejadian tertinggalnya benda asing di tubuh pasien setelah
operasi sebanyak100%
14) Komplikasi anestesi karena over dosis, reaksi anestesi dan salah
penempatan endotracheal tube ≤ 6%
15) Kejadian kematian ibu karena persalinan : perdarahan ≤ 1%,
preeklampsia ≤ 30%,sepsis ≤ 0,2%
16) Kemampuan menangani Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 1500 –
2500 gr

17) Rata-rata pasien yang kembali ke perawatan intensif dengan kasus


yang sama < 72jam
18) Waktu tunggu pelayanan laboratorium ≤ 140 menit (manual)
19) Tidak adanya kesalahan penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium
sebesar 100%
3. Kebutuhan Tenaga Teknis Medis
Dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Pasal 11disebutkan bahwa Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam
kelompok tenaga keteknisian medis terdiri atas perekam medis dan
informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah,
refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi
dan mulut, dan audiologis. Jumlah tenaga teknis medis pada rumah sakit
khusus tergantung pada kebutuhan rumah sakit, sesuai dengan Peraturan

32
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
4. Sistem Informasi Rumah Sakit
Penyelenggaraan sistem informasi rumah sakit mengacu kepada
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2013
Tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Dalam Pasal 3
disebutkan bahwa:
1) Setiap Rumah Sakit wajib menyelenggarakan SIMRS.
2) Penyelenggaraan SIMRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menggunakanaplikasi dengan kode sumber terbuka (open source) yang
disediakan oleh Kementerian Kesehatan atau menggunakan aplikasi
yang dibuat oleh Rumah Sakit.
3) Aplikasi penyelenggaraan SIMRS yang dibuat oleh Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memenuhi persyaratan
minimal yang ditetapkan oleh Menteri.

Pada pasal 5 disebutkan bahwa SIMRS harus memiliki kemampuan


komunikasi data (interoperabilitas) dengan:

a. Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara


(SIMAK BMN);
b. Pelaporan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS);
c. Indonesia Case Base Group’s (INACBG’s)
d. aplikasi lain yang dikembangkan oleh Pemerintah; dan
e. sistem informasi manajemen fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

Variabel Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit terdapat dalam


lampiran Permenkes 82 Tahun 2013. Variabel-variabel tersebut wajib
terdapat di dalam SIMRS dalam bentuk open source agar dapat diakses
dan menjadi sumber data kesehatan nasional.

33
F. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR RUMAH SAKIT

34
35
36
G. PERBEDAAN RUMAH SAKIT PEMERINTAH DAN RUMAH SAKIT
SWASTA

PERBEDAAN RS PEMERINTAH RS SWASTA


Segi Kepemilikan Rumah sakit umum, di sisi lain, Rumah sakit swasta
sepenuhnya dan seluruhnya adalah rumah sakit yang
dijalankan dengan dana dan uang dimiliki dan diatur oleh
pemerintah seseorang atau banyak
orang yang mengelola
seluruh keuangannya
sendiri. Rumah sakit
umum, di sisi lain,
sepenuhnya dan
seluruhnya dijalankan
dengan dana dan uang
pemerintah.
Segi Biaya Kebanyakan rumah sakit umum Biaya rumah sakit
menawarkan layanan mereka swasta lebih tinggi
secara gratis atau dengan daripada biaya rumah
potongan harga. sakit umum.
Segi waktu/durasi Di rumah sakit umum, karena Di rumah sakit swasta,
sebagian besar layanan gratis, waktu tunggu lebih
waktu tunggu lebih lama. Untuk sedikit. Jika Anda
beberapa operasi, pasien harus punya uang, Anda bisa
menunggu bertahun-tahun menyelesaikan operasi
sampai mereka mendapatkan dengan sangat cepat.
tempatnya.
Instrumen/Peralatan Rumah sakit swasta memiliki Rumah sakit umum
peralatan paling modern dan memiliki peralatan yang
peralatannya juga tahan lama. baik, tetapi karena
penggunaan yang
ekstrim dapat lebih
sering rusak daripada di

37
rumah sakit swasta.
Jumlah Jumlah pasien per dokter lebih Jumlah pasien per
pasien/dokter tinggi di rumah sakit umum. dokter lebih rendah di
rumah sakit swasta.
Keuntungan Pemerintah menjalankan rumah Karena rumah sakit
sakit umum untuk kesehatan swasta adalah sejenis
rakyatnya, dan bukan untuk bisnis, mereka
mendapatkan keuntungan. memperoleh
keuntungan seperti
bisnis lainnya.

H. PONEK
1. Rumah sakit ponek
Rs ponek 24 jam memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana
dan prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pelayanan
pertolongan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal dasar maupun
komprehensif untuk secara langsung terhadap ibu hamil/ibu bersalin dan
ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat,
bidan di desa puskesmas dan puskesmas poned.
2. Pencatatan
Dalam pelaksanaan poned dan ponek diperlukan pencatatan yang
akurat pada masing- masing tingkat pelayanan. Pencatatan ini
diharapkan akan dapat memberikan dukungan untuk peningkatan
kualitas pelayanan. Dalam melakukan pencatatan masih dimungkinkan
untuk mengembangkan format pencatatan sesuai dengan kebutuhan,
format baku yang sudah tersedia antara lain:
a. Pencatatan dalam sistim informasi manajemen pelayanan kesehatan
(sp2tp), sistim pencatatan dan pelaporan rumah sakit (sp2rs), kartu
ibu, informed consent
b. Kms ibu hamil / buku kia
c. Register kohort ibu dan bayi
d. Partograf

38
e. Kartu persalinan nifas
f. Laporan hasil audit maternal perinatal
g. Pemantauan wilayah setempat – kesehatan ibu dan anak (pws-kia)
h. Form manajemen terpadu bayi muda (mtbm) dan manajemen
terpadu balita sakit (mtbs) Rs ponek
i. Formulir maternal dan neonatal
j. Formulir medical audit
k. Pelaporan kegiatan amp
l. Formulir dan lembar pelaporan ibu hamil pada rumah sakit
3. Program menjaga mutu pelayanan kegawatdaruratan maternal dan
neonatal 24 jam
Program menjaga mutu secara umum merupakan gabungan antara
koordinasi dengan unsur terkait dan upaya konsolidasi ke dalam, serta
proses menjaga mutu pelayanan. Proses ini dimulai sejak program ini di
implementasikan, yaitu melalui penyediaan sumber daya dan penentuan
standar pelayanan.
Dari unsur masukan, telah ditetapkan bahwa untuk pelayanan pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi komprehensif, harus tersedia :
a. Ruang rawat inap yang leluasa dan nyaman
b. Ruang tindakan gawatdarurat dengan instrumen dan bahan yang
lengkap
c. Ruang pulih/observasi pasca tindakan
d. Tenaga kesehatan yang berkualifikasi sebagai pelaksana pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi komprehensif
e. Protokol pelaksanaan dan uraian tugas pelayanan (termasuk
koordinasi internal)
Dari unsur proses, telah ditentukan bahwa sarana dan tenaga untuk
melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif
telah distandardisasi sebelumnya dan prosedur klinik yang akan
diterapkan, merupakan langkah baku yang telah dikembangkan oleh
organisasi yang mempunyai kewenangan untuk itu. Prosedur klinik
standar yang dikembangkan oleh organisasi profesi, mencerminkan aspek

39
legalitas dan kualitas.
Keluaran yang diharapkan adalah pelayanan bagi pasien dan
komplikasinya dengan prosedur sederhana namun efektif, aman dan
berkualitas. Mereka yang dilayani, diharapkan memperoleh pelayanan
dalam waktu yang singkat, terapi dan prosedur klinik yang tepat, efektif
dan aman, morbiditas yang rendah, terhindar dari efek
samping/komplikasi yang telah diduga sebelumnya.
Para tenaga pelaksana (provider) dan staf klinik mendapat pelatihan
tentang bagaimana pelayanan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi
komprehensif dijalankan dengan mengacu pada standar yang telah
ditetapkan. Apabila terjadi kesenjangan kualitas, baik dari tahapan
masukan, proses, output ataupun hasil yang diperoleh, mereka memiliki
kemampuan untuk melakukan kegiatan identifikasi, penentuan sumber
masalah, membuat alternatif pemecahan masalah, memilih langkah
dengan skala prioritas tertinggi dan melaksanakan upaya untuk mengatasi
masalah mutu secara mandiri.
4. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan pelayanan ponek/poned dilakukan secara
berjenjang dan dilaksanakan pada setiap semester dalam bentuk evaluasi
tengah tahun dan akhir tahun. Kegiatan evaluasi dilakukan melalui
pertemuan evaluasi kesehatan ibu dan anak. Hasil evaluasi disampaikan
melalui pertemuan pemantapan sistem rujukan kepada pihak yang terkait
baik lintas program maupun lintas sektoral dalam untuk dapat dilakukan
penyelesaian masalah dan rencana tindak lanjut. Beberapa aspek yang
dievaluasi antara lain:
a. Masukan (input)
1) Tenaga
2) Dana
3) Sarana
4) Obat dan alat
5) Format pencatatan dan pelaporan
6) Prosedur tetap poned/ponek

40
7) Jumlah dan kualitas pengelolaan yang telah dilakukan termasuk
case fatality rate
b. Proses
1) Kualitas pelayanan yang diberikan
2) Kemampuan, keterampilan dan kepatuhan tenaga pelaksana
pelayanan terhadap prosedur tetap poned/ponek
3) Frekuensi pertemuan audit maternal perinatal di kabupaten/kota
dalam satu tahun
c. Hasil (output)
1) Kuantitas
Jumlah dan jenis kasus poned/ponek yang dilayani Proporsi
kasus terdaftar dan rujukan baru kasus poned/ponek di
tingkat rs kabupaten/kota
2) Kualitas
Case fatality rate Proporsi jenis morbiditas dan mortalitas ibu
dan bayi responsetime.
5. Regionalisasi Pelayanan Obstetri Dan Neonatal
1. Fungsi Rumah Sakit
a. Pelayanan
Rumah Sakit harus dapat menangani kasus rujukan yang tidak
mampu ditangani oleh petugas kesehatan di tingkat pelayanan
primer (dokter, bidan, perawat).
b. Pendidikan
Rumah sakit harus terus menerus meningkatkan kemampuan baik
petugas rumah sakit, luar rumah sakit maupun peserta pendidikan
tenaga kesehatan sehingga mampu melakukan tindakan sesuai
dengan standar dan kewenangannya untuk
menyelesaikan kasus darurat.
c. Penelitian
Rumah sakit harus mempunyai program evaluasi kinerja baik
rumah sakit maupun wilayah kerja dalam rangka menurunkan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir.

41
2. Langkah - Langkah Kebijakan Regionalisasi
a. Tentukan wilayah rujukan
b. Persiapkan sumber daya manusia (dokter, bidan dan perawat)
pada wilayah pelayanan primer – ada 4 Puskesmas PONED) dan
rumah sakit.
c. Buatkan kebijakan (SK, Perda) yang mendukung pelayanan
regional dan dana dukungan.
d. Pembentukan organisasi Tim PONEK Rumah Sakit (Dokter
SpOG, Dokter SpA, Dokter Umum UGD, Bidan dan Perawat)
melalui SK Direktur Rumah Sakit.
e. Pelatihan bagi SDM agar kompeten sesuai standar prosedur.
f. Meningkatkan fungsi pengawasan oleh Direktur Rumah Sakit
dengan libatkan Tim Peristi untuk melakukan pengawasan dan
evaluasi kegiatan PONEK
g. Evaluasi kinerja.
6. Lingkup Pelayanan Rumah Sakit Ponek
Upaya Pelayanan Ponek :
a. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif
b. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang
tindakan
c. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan
sectioCaesaria
d. Perawatan intensif ibu dan bayi.
e. Pelayanan Asuhan Antenatal Risiko Tinggi
7. Prasarana dan sarana penunjang
1. Unit Transfusi Darah
Unit ini harus berfungsi untuk melakukan tes kecocokan,
pengambilan donor dan tes lab : infeksi VDRL, hepatitis, HIV.
Diperlukan ruang 25 m , berisi lemari pendingin, meja kursi, lemari ,
telepon, kamar petugas, dsb. Memiliki peralatan sesuai dengan
standar minimal peralatan maternal dan neonatal Bagi Rumah sakit
yang tidak memiliki fasilitas unit tranfusi darah / Bank darah

42
dianjurkan untuk membuat kerjasama dengan penyedia fasilitas
tersebut.
2. Laboratorium
Unit ini harus berfungsi untuk melakukan tes labotratorium
dalam penanganan kedaruratan maternal dalam pemeriksaan
hemostasis penunjang untuk preeklamspsia dan neonatal
3. Radiologi dan USG
Unit ini harus berfungsi untuk diagnosis Obstetri dan Thoraks
4. Peralatan essensial
a. Peralatan maaternal essensial
I. SOP PONEK 24 JAM
PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENCY
KOMPREHENSIF
NO. NO. HALAMAN
DOKUMEN REVISI 1/3

RSUD Tanggal Ditetapkan oleh


Terbit DIREKTUR
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL(SPO
)
PENGERTIAN Merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu dan perinatal dengan maksud
mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang

TUJUAN 1. Umum
Meningkatkan mutu pelayanan KIA diseluruh wilayah
dalam rangka penurunan angka kematian ibu dan
perinatal
2. Khusus
✓ Menerapkan pembahasan analitik mengenai

43
kasus kebidanan dan perinatal secara teratur
dan berkesinambungan
✓ Menetukan intervensi dan pembinasaan untuk
masing-masing pihak yang diperlukan untuk
mengatasi masalah-masalah yang ditemukan
dalam pembahsan kasus.

Pelayan obstetric neonal emergency komprehensif di


KEBIJAKAN
RSUD Prof.H.M. Anwar Makkatutu
A. Persiapan bahan dan alat
Materi kasus kematian maternal perinatal
B. Langkah-langkah prosedur
1. persiapan
a. Penelusur dan melengkapi data yang telah dilengkapi
puskesmas
b. Menentukan penyebab kematian
c. Kesakitan
✓ Factor kondisi dan kesehatan bayi
✓ Factor sosial dan lingkungan
✓ Faktor pelayanan kesehatan
✓ Menentukan rencana tindak lanjut masalah
✓ Menentukan lokasi audit perinatal
✓ Menentukan bentuk dan materi pengkayaan
✓ Menentukan narasumber
✓ Menyiapkan format yang akan dipakai
✓ Menyiapkan dan mengirim undangan
Output dari persiapan AMP adalah sebgai berikut :
➢ Format otopsi format verbal perinatal yang sudah
lengkap terisi
➢ Materi presentasi kasus
➢ Format analisa penyebab kematian atau kesakitan ibu

44
dan perinatal (format AMP 1) yang sudah lengkap
➢ Format analisa penyebab masalah dan upaya
pemecahan masalah (format AMP 2) yang sudah diisi
lengkap
➢ Jenis AMP :Medis atau Sosial

➢ Waktu dan tempat pelaksanaan AMP


➢ Kerangka acuan dan jadwal pertemuan
➢ Materi pengkayan (sesuai dengan penyebab
masalah pada analisis kasus dengan format AMP1)
➢ Alat bantu pengkayaan
➢ Presentan
➢ Narasumber
➢ Moderator
➢ Peserta yang akan diundang
➢ Fasilitator
➢ Notulis dan buku notulen
➢ Format evaluasi pelaksanaan AMP (format AMP
3)
➢ Daftar hadir

➢ RTL dan rekomendasi AMP yang lalu


➢ Undangan

45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009
tentangRumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.
340/Menkes/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
AKREDITASI RUMAH SAKIT YANG BERMUTU
Pasal 2 Pengaturan Akreditasi bertujuan untuk:
1. meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkelanjutan dan
melindungi keselamatan pasien Rumah Sakit;
2. meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya manusia di
Rumah Sakit, dan Rumah Sakit sebagai institusi;
3. meningkatkan tata kelola Rumah Sakit dan tata kelola klinis; dan
4. mendukung program pemerintah di bidang kesehatan.
Menurut Depkes RI 2006 Patient safety atau keselamatan pasien adalah
suatu sistem yang membuat asuhan klien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Indikator mutu asuhan kesehatan atau pelayanan kesehatan dapat
mengacu pada indikator yang relevan berkaitan dengan struktur, proses, dan
outcomes. Sebagai contoh, indikator struktur: Tenaga kesehatan profesional
(dokter, paramedis, dan sebagainya), Anggaran biaya yang tersedia untuk
operasional dan lain-lain, Perlengkapan dan peralatan kedokteran termasuk
obat-obatan,
Fungsi Rumah Sakit
a. Pelayanan Rumah Sakit harus dapat menangani kasus rujukan yang tidak
mampu ditangani oleh petugas kesehatan di tingkat pelayanan
primer (dokter, bidan, perawat).

46
b. Pendidikan Rumah sakit harus terus menerus meningkatkan kemampuan
baik petugas rumah sakit, luar rumah sakit maupun peserta pendidikan
tenaga kesehatan sehingga mampu melakukan tindakan sesuai dengan
standar dan kewenangannya untuk
menyelesaikan kasus darurat.
c. Penelitian Rumah sakit harus mempunyai program evaluasi kinerja baik
rumah sakit maupun wilayah kerja dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan diatas.

47
DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency


Komprehensif (PONEK) 24 Jam Di Rumah Sakit. Direktorat jenderal Bima
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI 2008.
Pedoman Manajemen Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif 24
Jam di Tingkat Kabupaten / Kota, Departemen Kesehatan RI – 2005
Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat Kabupaten / Kota,
Departemen Kesehatan RI – 2006.
Pedoman Teknis Audit Maternal – Perinatal di Tingkat Kabupaten / Kota,
Departemen Kesehatan RI – 2007
Pedoman Pelaksanaan dan Penilaian Perlindungan Ibu dan Bayi Secara Terpadu
Paripurna Menuju Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi, Departemen
Kesehatan RI – 2001
Pedoman Pelaksanaan Strategi Program Making Pregnancy Safer (Kehamilan
yang Lebih Aman), Departemen Kesehatan RI – 2006
Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia, Jakarta –
2005
Modul On The Job Training Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif, JNPK-KR – 2007
Essential Neonatal Care, Protocols for Physicians, First Edition, 2007
https://viesaputri.wordpress.com/2010/07/10/indikator-mutu-rumah-sakit/ 
http://ppmrs.org/indikator-mutu-rumah-sakit/ 
http://bp-creator.com/manajemen-mutu-rumah-sakit/ 
http://klikharry.com/2012/03/30/model-manajemen-mutu-rumah-sakit/

48

Anda mungkin juga menyukai