Anda di halaman 1dari 31

TUGAS MATA KULIAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

SUB POKOK BAHASAN :


1. Peran Kerja Tim Untuk Keselamatan Pasien
2. Peran Pasien Dan Keluarga Sebagai Partner Di
Pelayanan kesehatan Untuk Mencegah Terjadinya
Bahaya Dan Adverse Events

OLEH :
KELOMPOK 2, KELAS B
1. EM WINARTO 200101068P
2. MERY GUSTIARENI 200101063P
3. NOFFY MERLISA 200101049P
4. AGUNG MUFRENI 200101044P
5. BAYU ANDIKA BRAMASTA 200101060P
6. TATANG SETYOBUDI 200101062P
7. YUNI TRIWAHYUNINGSIH 200101046P

UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU


FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN KONVERSI
TAHUN 2020

1
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menyelesaikan tugas ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah K3 (Kesehatan Dan Keselamatan kerja) dengan sub
pokok bahasan “ Peran kerja Tim Untuk Keselamatan Pasien Dan manusia dan Peran
Pasien Dan Keluarga Sebagai Partner Di Pelayanan Kesehatan Untuk Mencegah
Terjadinya Bahaya Dan Adverse Events”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah K3 (Kesehatan dan
keselamatan kerja) di Universitas Aisyah Pringsewu. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang topik
tersebut.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:


1. Bapak Isnaidi Guswantoro, S.Kep, Selaku Ketua Yayasan Universitas Aisyah
Pringsewu,
2. Bapak Ns.Hardono, S.Kep, M.Kep, Selaku Rektor Universitas Aisyah Pringsewu,
3. Ibu Ns.Feri Kameliawati, S.Kep., M.Kep, Selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Aisyah Pringsewu,
4. Bapak Ns. Ikhwan Amirudin, S.Kep., Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
Universitas Aisyah Pringsewu,
5. Ibu Ns.Dariyati, S.Kep, selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah K3 (Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja),
Dengan tugas ini kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari Penyelesaian tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya.

i
Penuli
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 5
2.1 Peran Kerja Tim Untuk Keselamatan pasien Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Akibat Kerja Dalam Keperawatan .............................................. 5
2.1.1 Keselamatan 5
(Safety) .................................................................................. 5
2.1.2 Pentingnya Kolaborasi Tim Kesehatan dan Patienty 7
Safety ...................... 10
2.1.3 Solusi Lif – saving Keselamatan Pasien Rumah
Sakit ............................... 13
2.1.4 Aspek Hukum terhadap Patienty 14
Safety ..................................................... 15
2.2 Peran Pasien Dan Keluarga Sebagai Partner Di Pelayanan Kesehatan 16
Untuk Mencegah Terjadinya Bahaya Dan Adverse 18
Event .......................... 20
2.2.1 Ketepatan Identifikasi Pasien..................................................................... 22
2.2.2. Komunikasi Efektif ...................................................................................
2.2.3 Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai ( Hight Alert) .......
2.2.4 Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi ..............
2.2.5 Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan ......................
2.2.6 Pengurangan Risiko Pasien Jatuh ..............................................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 24

ii
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 25
3.2 Saran ........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Isu keselamatan pasien merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Patien
safety merupakan sesuatu yang jauh lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan.
Berbagai resiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada
pasien (bawelle et al, 2013).

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana Rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman dalam upaya mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017, keselamatan pasien merupakan suatu
sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan risiko pada pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan juga mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.

Keselamatan pasien merupakan sebuah prioritas utama yang harus diprogramkan dan
dilaksanakan oleh Rumah sakit, yang bertujuan untuk melindungi pasien dari setiap
kejadian tak terduga yang tak diharapkan. Hampir setiap tindakan dan perawatan di
Rumah sakit berpotensi tinggi untuk terjadinya kesalahan medis seperti kesalahan
penentuan diagnosis penyakit, keterlambatan diagnosis, pemeriksaan awal yang tidak
sesuai, tidak sesuai observasi, kesalahan pada tahap pengobatan seperti salah
memberikan obat, pelaksaan terapi, dan lain lainnya. Oleh karena itu Rumah sakit
harus menerapkan sistem keselamatan pasien.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri


Kesehatan no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah sakit. Peraturan ini menjadi

1
tonggak utama oprasionalisasi keselamatan pasien di seluruh Indonesia. Banyak Rumah sakit
di Indonesia yang telah berupaya membangun dan mengembangkan keselamatan pasien ,
Namun upaya tersebut di laksanakan berdasarkan pemahaman menejemen terhadap
keselamatan pasien. Peraturan Mentri ini memberikan panduan bagi manajemen Rumah sakit
agar dapat menjalankan spirit Keselamatan Pasien secara utuh.

Menurut PMK 1691/2011, keselamatan pasien adalah suatu sistem di Rumah sakit yang
menjadikan pelayanan kepada pasien menjadi lebih aman, oleh karena di laksanakanya :
asesmen resiko, identifikasi dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindaklanjutnya,serta implementasi solusi, untuk meminimalkan timbulnya resiko dan
mencegah terjadinya cidera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat tindakan medis atau tidak
dilakukannya tindakan medis yang seharusnya di ambil. Sistem tersebut merupakan sistem
yang seharusnya di lakukan secara normal.

Melihat lengkapnya urutan mekanisme keselamatan pasien dalam PMK tersebut,maka jika di
terapkan oleh menejemen Rumah sakit, diharapkan kinerja pelayanan klinis Rumah sakit
dapat meningkat serta hal-hal yang merugikan pasien ( medical error, nursing error, dan
lainnya) dapat dikurangi semaksimal mungkin.

Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah sakit yang cukup
besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical
errors).

Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: “ The


failure of a planned action to be completed as intended (i.e.,error of execusion) or the
use of a wrong plan to achieve an aim (i.e.,error of planning)”. Artinya kesalahan
medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan
tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near
Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

2
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian
yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),
dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan
cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur
pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan
merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau
pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan


mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse
event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung
tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees
mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety)
merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-capaian
peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai target utamanya. Tahun
2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building
a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di
Rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for
Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan
keselamatan pasien di Rumah sakit.

3
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di Rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder Rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di Rumah sakit.

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi Rumah sakit untuk mampu memberikan


pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan Rumah sakit untuk
berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap
kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu
menjawab permasalahan yang ada.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana peran kerja tim untuk keselamatan pasien dalam upaya
pencegahan penyakit akibat kerja dalam keperawatan ?
2. Bagaimana peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan kesehatan
untuk mencegah terjadinya bahaya dan adverse events ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan peran kerja tim untuk keselamatan pasien dalam upaya
pencegahan penyakit akibat kerja dalam keperawatan
2. Menjelaskan peran pasien dan keluarga sebagai partner di pelayanan
kesehatan untuk mencegah terjadinya bahaya dan adverse events

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peran Kerja Tim Untuk Keselamatan Pasien Dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Akibat Kerja Dalam Keperawatan Pengertian patien safety
2.1.1 Keselamatan (Safety)
Keselamatan (safety) bebas dari bahaya atau resiko ini telah menjadi isu global
termasuk juga Rumah sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan dan hal tersebut terkait isu mutu dan citra peRumah sakitan (harus dan
sutriningsih,2015).

Perilaku perawat dalam kerja tim sangat berperan penting dalam pelaksanaan
keselamatan pasien, perilaku yang tidak aman, lupa, kurangnya perhatian/motivasi,
kecerobohan, tidak teliti dan kemampuan yang tidak memperdulikan dan menjaga
keselamatan pasien beresiko untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan
cidera pada pasien berupa near miss (Kejadian Nyaris Cidera/KNC) atau adverse
event (kejadian tidak diharapkan/KTD) (lambogia et,al 2016).

Dalam tim yang terdiri dari berbagai profesi seperti dokter, perawat, psikiater, ahli
gizi, farmasi, pendidik di bidang kesehatan dan pekerja social. Elemen penting dalam
kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan komunikasi yang efektif, saling
menghargai, rasa percaya dan proses pembuatan keputusan. Konsep kolaborasi tim
kesehatan itu merupakan hubungan kerjasama yang komplek dan
membutuhkanpertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan
kesehatanuntuk pasien (kozier.2010).

2.1.2. Pentingnya kolaborasi tim kesehatan dan patient safety

5
Kolaborasi sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian dan pengalaman yang berbeda.
Dalam kolaborasi tim kesehatan mempunyaitujuan yang sama yaitu sebuah
keselamatan untuk pasien selain itu kolaborasi tim dapat meningkatkan performa di
bagian aspekyang berkaitan dengan sistim pelayanan kesehatan.semua pelayanan
kesehatan di tuntut untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya masing- masing
sehingga dapat mengurangi factor kesalahan manusia dalam memberikan pelayanan
kesehatan.

Kolaborasi dalam terlaksananya patien safety sangat penting, karena ;


1. Pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh 1 tenaga medis
2. Meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan
3. Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak terulang
4. Dapat menimalisir kesalahan
5. Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik untuk dapat
menyampaikan keinginannya

Manfaat kolaborasi tim Kesehatan adalah sebagai berikut :


1. Kemampuan pelayanan kesehatan yangberbeda dapat terintegrasi sehingga
terbentuk tim yang fungsional
2. Kualitas pelayanan kesehatan meningkat sehingga masyarakat musah
menjangkaupelayanan kesehatan
3. Bagi tim medis saling berbagi pengetahuan dari profesi kesehatan lainya dan
menciptakan kerjasama kelompok
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menghubungkan
keahlian unik profesional
5. Memaksimalkan produktifitas serta efektivitas dan efesiensi sumber daya
6. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas dan kepuasan kerja
7. Meningkatkan akses berbagai pelayanan kesehatan
8. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan
9. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
professional sehingga saling menghormati dan kerja sama

6
10. Untuk tim kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman

2.1.3 Solusi Lift –Saving Keselamatan Pasien Rumah sakit


WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi
menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions (Sembilan Solusi Life-Saving
Keselamatan Pasien Rumah sakit). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh
pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan
mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien.

Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi


fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error)
maupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.

Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu
mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan
kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat
membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun
kematian yang dapat dicegah.

Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia


untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah sakit,
atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS
masing-masing.sebagai berikut :
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike
Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM),yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat
(medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.
Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan

7
potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.

2. Pastikan Identifikasi Pasien.


Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara
benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi
terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini;
standardisasi dalam metode identifikasi di semua Rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta
penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang
sama.

3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.


Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-
unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan
terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial
dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk
memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi
para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat
serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah
terima.

4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.


Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus
dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah
sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau

8
informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap
kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan
melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur?Time out?
sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien,
prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).


Sementana semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki
profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya
adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis,
unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk / bingung tentang
cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.


Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi / pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain
untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan
akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai
"home medication list", sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan / atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah
medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut
dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.

7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).


Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian
rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)
yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan
slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang

9
keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
secara detail / rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-
alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).

8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.


Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan
HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik.
Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas
layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi
terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.

9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi


Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia
menderita infeksi yang diperoleh di rumah-Rumah sakit. Kebersihan Tangan
yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah
ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan ?
alcohol-based hand-rubs" tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air
pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang
benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran
kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan / observasi dan
tehnik-tehnik yang lain.

2.1.4 Aspek Hukum Terhadap Patient Safety


Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukuma.
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009

10
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa
pasien.
b. Pasal 32n UU No.44/2009
Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah sakit.

c. Pasal 58 UU No.36/2009
1). Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes yang
diterimanya.
2). Tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.
2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian
yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
3. Bukan tanggung jawab Rumah sakit
Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit Rumah sakit Tidak
bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang kompresehensif.

11
4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien
sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah sakit
apabila Rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana
5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka
menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
2) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang
membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
3) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan
untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.
Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan
pasien Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana Rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:
1) Assessment risiko
2) Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
3) Pelaporan dan analisis insiden
4) Kemampuan belajar dari insiden

12
5) Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

2.2 Peran Pasien Dan Keluarga Sebagai Partner Di Pelayanan Kesehatan


Untuk Mencegah Terjadinya Bahaya Dan Adverse Events

Dalam melaksanakan program tersebut diperlukan kerja sama antara tim kesehatan
serta pasien dan keluarga. Peran keluarga secara aktif dalam menjaga keselamatan
pasien rawat inap adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
2. Mengetahui dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab pasien maupun
keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi dan menghormati peraturan Rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa dalam proses bersama tim
kesehatan mengelola pasien
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

13
Penerapan enam sasaran keselamatan pasien dan peran keluarga dalam menjaga
keselamatan pasien rawat inap di Rumah sakit seperti yang tertuang dalam
Permenkes Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien
Rumah sakit :
2.2.1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Tujuan Ketepatan identifikasi pasien adalah :
a. Untuk meningkatkan akurasi dari proses identifikasi pasien 
b. Untuk mengidentifikasi individu yang akan diberikan pelayanan atau
pengobatan.
c. Untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan yang akan diberikan kepada
individu tersebut

Pasien  dalam keadaan tidak sadar, gelisah,  mengalami gangguan penglihatan,


gangguan pendengaran, gangguan proses pikir, mendapat obat  bius, atau
gangguan lain tidak mampu melakukan identifikasi diri dengan benar selain itu
pasien yang pindah ruang rawat atau bertukar tempat tidur saat perawatan di
Rumah sakit berisiko mengalami ketidaktepatan identifikasi, maka Rumah sakit
menyusun sistem untuk memastikan identifikasi pasien sebagai individu yang
akan menerima pelayanan adalah tepat dan jenis pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut adalah sesuai. Peran Pasien dan keluarga untuk
memastikan ketepatan identifikasi pasien adalah :
a. Memberikan data diri yang tepat pada saat mendaftar sesuai dokumen data diri
yang dimiliki. Data utama yang diperlukan adalah  nama dan tanggal lahir
b. Selama rawat inap pasien dipakaikan gelang. Pasien dan keluarga harus
memahami fungsi gelang dan patuh menggunakan  gelang tersebut selama
rawat inap karena gelang tersebut dipakai oleh tim kesehatan guna
memastikan kebenaran identitas dan faktor risiko pasien saat memberikan
pelayanan.

14
c. Gelang warna biru untuk laki-laki  dan gelang warna merah muda untuk
perempuan dipakai untuk identifikasi.
d. Gelang warna merah dipasangkan pada pasien yang memiliki riwayat alergi.
e. Gelang warna kuning dipasangkan pada pasien yang memiliki risiko jatuh
f. Pasien atau keluarga kooperatif saat dilakukan verifikasi identitas  oleh
petugas saat akan melakukan tindakan, memberikan obat, mengambil preparat
untuk pemeriksaan laborat dan lain-lain.

Dalam mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan


ketelitian identifikasi;
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur

2.2.2 Komunikasi Efektif


Tujuan meningkatkan komunikasi efektif adalah : Meningkatkan Komunikasi
Efektif adalah Memastikan proses komunikasi efektif (tepat waktu, akurat,
lengkap, tidak memiliki arti ganda, dan mudah dimengerti), untuk komunikasi
verbal dan atau komunikasi melalui telepon di antara profesional pemberi
layanan kesehatan, pelaporan nilai kritis pemeriksaan diagnostik dan proses serah
terima dilakukan sesuai ketentuan.

Pasien yang menjalani rawat inap dikelola oleh dokter dan berbagai profesi lain
sebagai tim dengan menerapkan sistem komunikasi yang efektif untuk
memberikan pelayanan. Peran pasien dan keluarga mewujudkan komunikasi
efektif adalah:
a. Menunjuk atau menetapkan anggota keluarga yang diberi kewenangan untuk
berkomunikasi dengan tim kesehatan. Penunjukkan ini diperlukan untuk
memastikan komunikasi berlangsung efektif dan berkesinambungan, tidak

15
mengalami rantai komunikasi yang panjang dan kompleks yang berisiko
menyebabkan perubahan makna isi informasi.
b. Memberikan informasi dan data terkait kondisi pasien kepada tim kesehatan
dengan benar dan  jelas.
c. Memberikan informasi pada petugas bila ada kejadian tidak
diharapkan.Meminta informasi yang diperlukan kepada tim Kesehatan

Dalam mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas komunikasi


antar para pemberi pelayanan ;
a. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
b. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
d. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten

2.2.3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai ( Hight Alert)


Dalam mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat-
obat yang perlu diwaspadai (high alert);
a. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
b. Implementasi kebijakan dan prosedur.
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

High Alert Medication adalah obat-obat yang memerlukan pengawasan khusus


sejak proses pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian sampai pada
pemberian obat kepada pasien karena sering menyebabkan terjadinya kesalahan

16
serius (sentinel event) dan berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD).

Data Institute of Medicine memperkirakan bahwa setiap tahun di Amerika


Serikat terdapat sekitar 1,5 juta insiden keselamatan pasien terkait obat, yang
mana telah meningkatkan peningkatan biaya sebesar 3,5 milyar USD yang harus
ditanggung rumah sakit.

Jumlah insiden keselamatan pasien terkait obat dapat berkurang secara signifikan
dengan menerapkan langkah-langkah peningkatan keamanan seperti menciptakan
safety culture, mengurangi blaming culture, dan meningkatkan komunikasi dan
pembelajaran dari setiap insiden yang terjadi.

Prinsip umum pengelolaan hight alert medication adalah Rumah Sakit memiliki
daftar high-alert medication, termasuk daftar obat NORUM
Daftar High-Alert Medication ditentukan berdasarkan referensi dari literatur
(WHO, ISMP, IHI), dan laporan insiden rumah sakit.

Dalam pemilihan dan pengadaan Jika memungkinkan, mengurangi pilihan


kekuatan dosis atau konsentrasi high- alert medication sehingga mengurangi
variabilitas dalam dosis obat Penyimpanan.

Pemberian obat merupakan bagian yang mengambil porsi dominan dalam pasien
rawat inap. Peran serta keluarga dalam menjamin keamanan pemberian obat
adalah:
a. Memberikan informasi yang lengkap tentang riwayat obat yang pernah
dipergunakan sebelum masuk Rumah sakit
b. Memberikan informasi tentang riwayat alergi atau reaksi yang dialami saat
menggunakan obat tertentu
c. Mendukung pengawasan pemberian obat selama rawat  inap dengan cara
memastikan identitas pasien benar, menanyakan jenis obat yang diberikan,
tujuan pemberian, dosis dan waktu pemberian obat

17
Ada beberapa yang harus dilakukan pihak Rumah sakit adalah :
a. High-Alert Medication disimpan di laci/ lemari di area yang terkunci dan
terpisah dari produk lain.
b. Setiap High-Alert Medication diberikan label “High-Alert” yang berwarna
merah pada sisi depan kemasan tanpa menutupi informasi yang ada pada
kemasan
c. Setiap elektrolit konsentrat disimpan hanya di Farmasi, kecuali NaHCO3
8.4% di simpan apotek rumah sakit, ICU/ ICCU, dan UGD. MgSO4 ≥ 20% :
Farmasi, Emergency Kit PONEK di UGD dan Ruang Bersalin
d. Narkotika disimpan dalam lemari yang kokoh, tidak mudah dipindahkan dan
memiliki dua kunci yang berbeda (double lock)
e. Obat anestesi dan obat pelumpuh otot (neuromuscular blocking agent)
disimpan di tempat yang hanya bisa diakses oleh dokter, perawat dan staf
farmasi
f. Obat sitostatika, Insulin dan Heparin hanya disimpan di Farmasi atau di area
yang terkunci di mana obat diresepkan.
g. Chloral Hydrate : disimpan di lemari B3 dan jika sudah dilarutkan disimpan
di area yang terkunci
h. Dextrose ≥ 20% hanya disimpan di Farmasi, UGD, ICU dan Troli Emergensi
i. Penyimpanan obat NORUM dipisahkan dalam kompartemen yang berbeda
dan tidak diletakkan bersebelahan. Kompartemen penyimpanan obat harus
diberikan label “LASA”
j. Memantau efek terapi dan efek samping pemberian high alert medication
pada pasien, contoh: antikoagulan (terutama perdarahan, INR), narkotik
(terutama depresi pernafasan), insulin (terutama hipoglikemia atau
hiperglikemia), sedatif (terutama hipotensi, depresi susunan saraf pusat,
risiko jatuh)
k. Farmasi melakukan monitoring di semua ruang perawatan dan farmasi untuk
memastikan penyimpanan high-alert medication sesuai dengan regulasi

2.2.4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi

18
Tujuan dari memastkan kepastian tepat lokasi, prosedur dan pasien operasi
adalah Memastikan Benar Lokasi, Benar Tindakan, Benar Pasien adalah
meningkatkan keselamatan pasien selama proses perawatan atau pengobatan di
Rumah sakit dengan memastikan benar-pasien, benar lokasi pembedahan dan
benar tindakan.

Tindakan operasi merupakan salah satu prosedur yang mungkin dilakukan pada
pasien untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bagian tubuh yang akan dioperasi
bisa meliputi bagian yang bersisi (misalnya tangan atau kaki kanan dan kiri, mata
kanan dan kiri) atau bagian yang multipel level (misalnya tulang belakang) atau
bagian yang multipel struktur (misalnya jari tangan) dengan demikian diterapkan
sistem untuk memastikan tindakan tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
Salah satu prosedur yang dilakukan sebelum tindakan operasi adalah  proses
verifikasi. Peran pasien dan keluarga dalam proses verifikasi praoperasi adalah
memberikan informasi yang benar dan bekerja sama secara kooperatif  Proses
yang dilakukan meliputi:
a. Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
b. Proses ini dilakukan dengan membuat tanda pada lokasi yang dioperasi.
Penandaan lokasi operasi ini melibatkan pasien, dibuat oleh dokter yang akan
melakukan tindakan dan dilaksanakan saat pasien dalam keadaan sadar .Tanda
ini tidak boleh dihapus dan harus terlihat sampai saat akan disayat.
c. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dengan baik
d. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus yang dibutuhkan.
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan Kesehatan

Dalam mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-lokasi, tepat-


prosedur dan tepat-pasien;
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
b. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk
memverifikasi saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien

19
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan
fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum
“incisi/time out”tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan
pembedahan.
d. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi

2.2.5. Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan


Tujuan dari pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan adalah :
a. Menerapkan kewaspadaan standar, terutama cara menjaga kebersihan tangan
yang benar selama melakukan perawatan kepada pasien.
b. Mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme antar pasien dan dari
lingkungan kepada pasien melalui tangan dari petugas kesehatan.
c. Semua yang bekerja di rumah sakit bertanggung jawab untuk
mengimplementasikan program cuci tangan sesuai dengan program PPI

Dalam mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko infeksi yang


terkait pelayanan Kesehatan;
a. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines
on Patient Safety.
b. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
c. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
d. Rumah sakit menerapkan secara ketat protokol kesehatan diseluruh unit yang
ada, baik terhadap petugas maupun pengunjung dan orang -orang yang berada
dilingkungan Rumah sakit, apalagi di saat pandemi covid 19.

Rumah sakit  merupakan tempat yang memungkinkan berkumpulnya berbagai


jenis kuman sedangkan pasien yang sedang dirawat memiliki daya tahan tubuh

20
relatif rendah dengan demikian diperlukan suatu proses bersama untuk mencegah
timbulnya infeksi lain yang tidak berhubungan dengan penyakit utama
pasien.Peran pasien dan keluarga dalam pengurangan risiko terkait pelayanan
kesehatan dengan :
a. Menerapkan prosedur cuci tangan yang benar. Keluarga memiliki
kemungkinan sering kontak dengan pasien,  maka untuk melindungi diri
sendiri dan melindungi pasien dari perpindahan kuman disarankan keluarga
menerapkan prosedur cuci tangan yang benar pada 5 (lima) momen yaitu
saat sebelum kontak dengan pasien, sesudah kontak pasien, sesudah ke toilet,
sebelum dan sesudah makan. Perlu diperhatikan juga bahwa lingkungan
sekitar pasien berisiko terpapar kuman maka disarankan mencuci tangan
sesudah kontak dengan lingkungan pasien (meja, alat tenun, tempat tidur
dsb). Guna memperoleh hasil cuci tangan yang optimal Pasien dan keluarga
disarankan mencermati dan mengikuti petunjuk 6 (enam) langkah mencuci
tangan yang diberikan oleh petugas atau panduan cuci tangan yang ada di
rumahsakit.

Petugas Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) mengawasi secara


garis besar program untuk memastikan fasilitas dan produk cuci tangan
tersedia di setiap departemen dan / atau di area yang berhubungan dengan
pasien. Informasi seperti poster, brosur, dan paging dapat digunakan sebagai
metode untuk menjaga tingkat kesadaran staf.

Selain itu semua staf melakukan 6 langkah cuci tangan dengan menggunakan
air dan  sabun atau handrub alkohol, pada:
1) Mengacu pada panduan 5 saat mencuci tangan
2) Saat memulai dinas
3) Sebelum makan, meninggalkan ruang rawat atau area sekitar pasien
4) Before taking meals, leaving the ward, or patient’s environment
5) Semua staf menggunakan sabun biasa saat melakukan perawatan rutin
pada pasien.

21
6) Dokter dan perawat menggunakan sabun antiseptik saat mencuci tangan
sebelum melakukan prosedur invasi

b. Membatasi pengunjung pasien Selama pasien dirawat di Rumah sakit


seyogyanya pasien tidak berinteraksi dengan banyak orang karena berisiko
terpapar kuman dari pengunjung dalam keadaan pertahanan diri yang relatif
rendah dengan demikian peran keluarga diperlukan untuk membatasi
pengunjung yang kontak dengan pasien.
c. Menerapkan etika batuk yang benar. Keluarga dan pengunjung yang batuk
berisiko menyebarkan kuman melalui partikel halus di udara dengan
demikian bila sedang mengalami batuk keluarga perlu menggunakan masker
atau menerapkan tehnik perlindungan yang benar saat batuk yaitu menutup
mulut dan hidung menggunakan lengan.

2.2.6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Individu yang sedang sakit memiliki keterbatasan dalam pengamanan diri
termasuk menghindari jatuh. Rumah sakit  mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko dengan melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat
menyebabkan jatuh seperti, penggunaan obat, gaya jalan dan keseimbangan, alat
bantu berjalan yang digunakan oleh pasien, riwayat jatuh saat berjalan atau saat
istirahat baring di tempat tidur.

Dalam mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko pasien dari


cidera karena jatuh;
a. Rumah sakit menerapkan proses asesment awal atas pasien terhadap resiko
jatuh dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan dan lain-lain.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.
c. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.

22
d. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

Peran pasien dan keluarga dalam mencegah jatuh saat dirawat di Rumah sakit
adalah:
a) Pastikan penanda pasien beresiko jatuh berupa gelang kuning dipakai pasien
b) Jangan melepas atau memindah kartu kuning yang dipasang petugas dekat
tempat tidur pasien atau di depan kamar pasien karena kartu tersebut
merupakan penanda untuk mewaspadai pasien yang  beresiko jatuh
c) Keluarga atau pasien perlu memastikan diri untuk memahami informasi yang
diberikan  oleh petugas agar dapat mendukung tindakan pencegahan jatuh,
seperti Informasi yang perlu diketahui adalah :
1) Faktor resiko jatuh yang teridentifikasi seperti obat yang dipergunakan,
kesadaran pasien, keseimbangan saat berjalan,dlltindakan pencegahan
jatuh yang perlu dilakukan
2) Cara untuk minta bantuan
3) Cara menggunakan bel atau sarana komunikasi di ruangan
4) Cara mengatur pengamanan tempat tidur
5) Pengggunaan tali pengaman, dll

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Peran kerja tim dalam keselamatan pasien sangat diutamakan terlebih hubungan
kerjasama yang kompleks dan membutuhkan pertukaran pengetahuan yang
berorientasi pada pelayanan kesehatan untuk pasien.

Keselamatan pasien merupakan upaya untuk melindungi hak setiap orang


terutama dalam pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menerapkan keselamatan pasien


sejak tahun 2005 dengan didirikanya Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit
(KKPRS) oleh Persatuan Rumah sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dalam
perkembangannya Komte Akreditasi Rumah sakit (KARS) Departemen
kesehatan Menyusun Standar Keselamatan Rumah sakit dalam Instrument
Standar Akreditasi Rumah sakit .

Peraturan perundang-undangan memberikan jaminan kepastian perlindungan


hukum terhadap semua komponen yang terlibat dalam keselamatan pasien
yaitu, pasien itu sendri, sumbrdaya anusia diRumah sakit dan masyarakat.
Ketentuan mengenai keselamatan pasien dalam peraturan perunndang-
undangan memberikan kejelasan atas tanggung jawab hukum bagi semua
komponen tersebut.

24
Keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau
kondisi tidak 6 selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan sedangkan
kesehatan kerja yaitu terhindarnya dari penyakit yang mungkin akan timbul
setelah memulai pekerjaannya. Banyak macam penyakit yang diakibatkan
karena kecelakaan kerja, sehingga dari program keselamatan kerja itu sendiri
memiliki tujuan yaitu untuk mengurangi bahkan menghindari agar tidak ada
terjadi kecelakaan yang dapat menimbulkan penyakit pada pekerjanya. Dalam
melakukan program keselamatan kerja, diadakan suatu hubungan segitiga yang
saling bergantungan yaitu kolaborasi dari berbagai tim medis dengan pasien dan
keluarganya, karena dalam hal ini dukungan atau motivasi keluarga juga
dibutuhkan untuk keselamatan pasien.

3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini, bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi
mahasiswa, pelajar, atau pekerja yang merupakan sasaran dari program
keselamatan kerja itu sendiri. Sehingga untuk mencapai tujuan yang optimal,
saran dari pembaca sangat dibutuhkan.

25
Daftar Pustaka

Harus, B, D,. Dan Sutriningsih, A. 2015.Pengetahuan Perawat Tentangkeselamatan


Pasien Dengan Pelaksanaan Prosedur Keselamatan Pasien Rumah sakit (KPRS)
di Rumah sakit Panti Waluya Suwahan Malang, Jurnal CARE 3(1):25-26
http://id.scibd.com diakses 1april 2019
lombogia,A., Roottie.j., dan karundeng,m.2016. Hubungan Prilaku Dengan
Kemampan Perawat Dalam Melaksanakan Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Di Ruang Akut Isolasi Gawat Darurat. E-journal keperawatan 4 (2):2
Wikipedia.patient safety.(documen on the internet).
http://en.wikipedia.org/wiki/patient safety
Rahayu, S. (2015, februari 2). Seputar pengertian. Retrieved september 28, 2017, from
Pengertian umum dan tujuan keselamatan kerja:
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-umum-dan-tujuan-
keselamatan-kerja.html
Salawati, L. (2015). Penyakit akibat kerja dan pencegahan. JURNAL KEDOKTERAN
SYIAH KUALA, 94.
Silalahi, B. dan Silalahi,R. (1995). Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.
Pustaka Binaman Pressindo
Utrujah, A. M. (2015, november 2015). Nurse. Retrieved september 26, 2017, from
Kolaborasi dalam tim kesehatan:
http://note-nurse.blogspot.co.id/2015/11/kolaborasi-dalam-tim-kesehatan.html

26
27

Anda mungkin juga menyukai