Anda di halaman 1dari 16

PENERAPAN 6 SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Managemen Patient Safety


Dosen Pembimbing : Hendrik Probo S, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun oleh Kelompok 3:


1. Retno Aprilia Putri (1440120046)
2. Richa Royanee (1440120047)
3. Rico Tabah Prasetyo (1440120048)
4. Riskiatul Munawarah (1440120049)
5. Risma Lusiana Sari (1440120050)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Penerapan 6 Sasaran Keselamatan Pasien”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Managemen Patient Safety. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai salah
satu metode pembelajaran bagi mahasiswa sekolah tinggi D-III Keperawatan Akademi
Kesehatan Rustida Krikilan.
Makalah ini kami susun berdasarkan pengamatan kami dari buku dan internet. Dalam
penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan pihak tertentu. Oleh karena
itu, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap agar tulisan ini dapat diterima dan dapat berguna bagi semua pihak.
Kami mengharapkan adanya kritik dan saran membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Krikilan, 21 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1

1.2. Tujuan ......................................................................................................................... 2

1.2.1. Tujuan Umum ..................................................................................................... 2

1.2.2. Tujuan Khusus.................................................................................................... 2

1.3. Manfaat ....................................................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3

2.1. Identifikasi Pasien Dengan Tepat ............................................................................. 3

2.2. Tingkatkan Komunikasi Yang Efektif ..................................................................... 4

2.3. Tingkatkan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) ..................... 5

2.4. Pastikan Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi ............................ 6

2.5. Kurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan .......................................... 8

2.6. Kurangi Resiko Pasien Jatuh .................................................................................. 10

BAB 3. PENUTUP .................................................................................................................. 12

3.1. Simpulan ................................................................................................................... 12

3.2. Saran ......................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 66 Tahun
2016 menyebutkan bahwa rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan petugas, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit. Hal tersebut
disebakan karena di rumah sakit terdapat berbagai macam obat, tes dan prosedur,
banyak alat-alat, berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan
pelayanan kepada pasien selama 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan yang dilakukan tersebut apabila tidak dikelola dan dilakukan dengan baik
dan tepat dapat menimbulkan risiko terjadinya kesalahan dalam melaksanakan
pelayanan kepada pasien yang dapat berakibat dan berpengaruh terhadap keselamatan
pasien (Keles, Kandou and Tilaar, 2015).
Menurut Institute of Medicine (IOM), keselamatan pasien memiliki pengertian
bebas dari kejadian cedera. Keselamatan pasien di rumah sakit merupakan suatu
sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman. Tujuan utama penerapan patient
safety di rumah sakit adalah mencegah dan mengurangi terjadinya Insiden
Keselamatan Pasien (IKP) dalam pelayanan kesehatan. Berangkat dari definisi
kesalamatan pasien tersebut maka keselamatan pasien menjadi suatu hal yang sangat
penting di setiap rumah sakit (Permenkes RI, 2017b).
Pemenuhan sasaran keselamatan pasien di rumah sakit merupakan sesuatu
yang wajib bagi rumah sakit. Pengimplementasian sasaran keselamatan pasien di
rumah sakit adalah untuk mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien
yang menyoroti bidang-bidang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan
bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Terdapat 6
Sasaran keselamatan pasien yang meliputi tercapainya ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai, kepastian lokasi, prosedur dan pembedahan pasien yang benar,
pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan risiko cedera
pasien akibat terjatuh (Permenkes RI, 2017b).

1
2

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk menganalisa penerapan 6 sasaran keselamatan
pasien.
1.2.2. Tujuan Khusus
Mahasiswa setelah mengikuti perkulihan mampu memahami penerapan 6
sasaran keselamatan pasien.
1. Identifikasi pasien dengan tepat
2. Tingkatkan komunikasi yang efektif
3. Tingkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
4. Pastikan tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Kurangi resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Kurangi resiko pasien jatuh
1.3. Manfaat
1. Memperluas wawasan pembaca yang berhubungan penerapan 6 sasaran
keselamatan pasien.
2. Menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penerapan 6 sasaran
keselamatan pasien.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Identifikasi Pasien Dengan Tepat


Identifikasi pasien dengan benar merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
sasaran keselamatan pasien. Kesalahan dalam melakukan identifikasi pasien dapat
menyebabkan cedera pada pasien (Lippi et al., 2017). Ketepatan dalam melakukan
identifikasi pada pasien bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kesalahan
identifikasi yang dapat berakibat pada salah pasien, salah pemberian tindakan ataupun
prosedur yang diberikan ketika pasien mendapatkan pelayanan medis di rumah sakit.
Pelaksanaan identifikasi pasien juga bertujuan untuk meminimalkan potensi
terjadinya malpraktik medis serta beberapa risiko lain yang dapat terjadi pada pasien
(Jeon et al., 2019). Masih ditemukan kendala dalam pelaksanaan ketepatan
identifikasi pasien, akan tetapi beberapa rumah sakit telah melaksanakan sesuai
dengan standar. Faktor sarana dan prasana serta faktor kepatuhan petugas merupakan
hal yang sering menyebabkan pelaksanaan sasaran ini belum terlaksana dengan
optimal (Larasati & Inge Dhamanti, 2021).
Hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi pasien dimaksudkan yakni suatu
rangkaian pemberian tanda pengenal atau pembeda yang merangkum nomor rekam
medis dan identitas pasien dengan tujuan guna memberi perbedaan antara pasien satu
dengan pasien yang lainnya sehingga mempermudahkan dalam proses pemberian
pelayanan kesehatan kepada pasien yang datang berobat, serta guna pencegahan
kesalahan dan kekeliruan dalam rangkaian pemberian pelayanan, pengobatan,
tindakan atau prosedur. Hal yang dicantumkan pada gelang pasien, meliputi
pencantuman nomor rekam medis, nama lengkap, tanggal lahir. Adapun warna gelang
disesuaikan dengan kondisi pasien, warna biru untuk pasien laki-laki, warna pink
untuk pasien perempuan, warna merah untuk pasien alergi, warna kuning untuk
pasien resiko jatuh, dan warna ungu untuk pasien yang tidak boleh diresusitasi. Tiap-
tiap pemasangan gelang, yang bertugas wajib memberitahukan manfaat gelang pasien
dan bahaya jika menolak, melepas, dan menutupi gelang. Dan sebelum pemberian
pelayanan kesehatan kepada pasien, petugas wajib mengidentifikasi pasien terlebih
dahulu, seperti sebelum pemberian obat, darah atau produk darah, mengambil darah
dan spesimen lain guna pemeriksaan klinis serta pemberian tindakan, petugas wajib
memeriksa gelang pasien secara teliti dan terperinci (Destiani, 2019).
Elemen-elemen penting dalam penilaian (Adventus et al., 2019):
3
4

1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan


nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten
pada semua situasi dan lokasi.
2.2. Tingkatkan Komunikasi Yang Efektif
Sasaran kunci utama yaitu komunikasi efektif karena komunikasi merupakan
penyebab utama terjadinya kesalahan-kesalahan dalam keselamatan pasien.
Komunikasi yang efektif adalah yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami oleh penerima bisa membantu pengurangan kesalahan mengenai hal
memberikan pelayanan dan juga membantu peningkatan keberhasilan dalam
melakukan program keselamatan pasien. Oleh sebab itu dalam melakukan
komunikasi efektif harus didasarkan aspek kejelasan, ketepatan, sejalan dengan
konteks baik bahasa maupun informasi, alur yang sistematis, dan budaya (Destiani,
2019).
Kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien merupakan
risiko yang timbul akibat komunikasi yang tidak efektif. Dapat diambil contoh yaitu
terjadinya kesalahan dalam pemberian obat ke pasien, kesalahan melakukan prosedur
tindakan perawatan. Pencengahan terjadinya risiko kesalahan pemberian asuhan
keperawatan yaitu perawat wajib melalukan sasaran keselamatan pasien komunikasi
efektif di ruang rawat inap. Dapat dilaksanakan antara teman sejawat yaitu dokter
dengan dokter atau perawat dengan perawat dan antar profesi yaitu perawat dengan
dokter (Destiani, 2019).
Kesalahan komunikasi dapat terjadi antar tenaga kesehatan (Boykins, 2014).
Komunikasi efektif merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko terjadinya
kesalahan dalam proses interaksi antar tenaga kesehatan. Proses interkasi ini meliputi
menulis, membacakan ulang, dan mengkonfirmasi kembali perintah yang telah
diberikan (Dewi, Arso and Fatmasari, 2019). Dengan meningkatkan komunikasi
efektif diharapkan dapat terjadi kesepahaman antara pemberi perintah dan penerima
perintah sehingga terhindar dari kesalahan persepsi antar kedua belah pihak, karena
5

insiden keselamatan pasien dapat terjadi akibat adanya kesalahan dalam proses
komunikasi (Garrett, 2016).
Elemen-elemen penting dalam penilaian (Adventus et al., 2019):
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerimaperintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasilpemeriksaan
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
2.3. Tingkatkan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert)
Obat-obatan merupakan bagian dari rencana pengobatan pasien, oleh karena
itu pelaksanaan manajemen keamanan obat-obatan yang benar penting guna
memastikan keselamatan pasien. Obat yang persentasinya tinggi penyebab terjadinya
kesalahan atau kejadian sentinel, obat yang berisiko tinggi penyebab dampak yang
tidak diinginkan dan juga obat-obat NORUM merupakan obat-obatan yang perlu
diwaspadai (Destiani, 2019). Obat-obatan dengan predikat perlu diwaspadai
merupakan golongan obat yang memiliki risiko tinggi yang dapat membahayakan
pasien jika terdapat kesalahan dalam penggunaannya. Sebagai contoh yaitu elektrolit
konsentrat dan obat-obatan yang terlihat mirip secara nama, rupa, maupun
pengucapan (Look Alike Sound Alike/Nama Obat Rupa Ucapan Mirip). Oleh karena
itu obat-obatan jenis high alert memerlukan perlakuan khusus yang biasanya berbeda
dengan obat-obat jenis lainnya. Obat-obatan jenis kewaspadaan tinggi merupakan
jenis obat-obatan yang berisiko tinggi dapat menyebabkan cedera secara signifikan
pada pasien apabila tidak digunakan secara benar (Zyoud et al., 2019).
Kesalahan pemberian obat dapat terjadi bila petugas tidak memperoleh
sosialisasi atau pelatihan dengan baik di unit asuhan pasien, apabila perawat kontrak
tidak disosialisasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada
keadaan gawat darurat. Yang paling efektif dalam pengurangan kesalahan tersebut
adalah dengan mengembangkan tata rangkaian pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan obat-obatan berbahaya dari unit pelayanan pasien
ke farmasi. Pelayanan kesehatan merangcang suatu kebijakan atau prosedur guna
menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri.
6

Kebijakan atau prosedur juga dibutuhkan untuk mengidentifikasi area mana yang
membutuhkan obat-obatan yang sesuai secara klinis sebagaimana dikhususkan oleh
petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta memberi
acuan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana cara menyimpannya di area
tersebut, sehingga membatasi akses untuk pencegahan pemberian yang tidak
disengaja atau kurang hati-hati kepada pasien (Destiani, 2019).
Masih ditemukan kendala dalam pelaksanaan sasaran ini, akan tetapi beberapa
rumah sakit telah melaksanakan sesuai dengan standar. Faktor sarana dan prasana
serta faktor kepatuhan petugas merupakan hal yang sering menyebabkan pelaksanaan
sasaran ini belum terlaksana dengan optimal. Penyimpanan elektrolit konsentrat
seharusnya tidak berada pada unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan pada
kondisi tertentu (Permenkes, 2017). Obat golongan high alert pasti mendapatkan
perlakuan yang berbeda, salah satunya dengan diberikan tanda khusus dan tidak
disediakan di ruangan secara sembarangan. Dalam hal pemberian obat, perawat harus
melakukan pengecekan ganda pada obat-obatan yang akan diberikan kepada pasien
untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pemberian obat yang akan berakibat pada
terjadinya insiden (Larasati & Inge Dhamanti, 2021).
Elemen-elemen penting dalam penilaian (Adventus et al., 2019):
1. Kebijakan dan /atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan danprosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-
hati di area tersebut sesuaikebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label
yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
2.4. Pastikan Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Kesalahan dalam tepat lokasi, prosedur, dan pasien sebelum dilakukan operasi
merupakan hal yang masih sering terjadi di rumah sakit (Larasati & Inge Dhamanti,
2021). Pelayanan kesehatan wajib merancang sebuah pendekatan guna memastikan
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi. Salah-lokasi, salah-prosedur,
salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di
fasilitas pelayanan kesehatan. c (Destiani, 2019).
7

Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar
anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca
dan memakai singkatan merupakan faktor penyebab yang sering terjadi kesalahan.
Fasilitas pelayanan kesehatan memerlukan rancangan suatu kebijakan atau prosedur
yang efektif dalam pengurangan masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan atau
prosedur berupa tata cara yang efektif dalam rangkaian pembedahan. Kebijakan
berlaku di setiap lokasi fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan.
Memberikan tanda-tanda di lokasi operasi juga melibatkan pasien dan dilaksanakan
dengan pemberian tanda yang mudah dikenali. Tanda itu harus berlaku secara
konsisten di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, dan harus dirancang oleh petugas
yang akan melaksanakan tindakan, harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar, jika
memungkinkan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi
ditandai pada semua kasus termasuk sisi, struktur multipel yaitu jari tangan, jari kaki,
lesi serta multipel level atau tulang belakang (Destiani, 2019).
Melakukan pembedahan diperlukan prosedur verifikasi praoperatif. Tujuan
dari rangkaian memverifikasi praoperatif adalah guna memverifikasi lokasi, prosedur,
dan pasien yang benar, memastikan bahwa semua dokumen, foto, dan hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; serta
memverifikasi keberadaan peralatan khusus atau implant-implant yang dibutuhkan.
Tahap sebelum insisi atau time out harus memuat setiap pertanyaan yang belum
terjawab atau kesimpangsiuran terlebih dahulu dibereskan. Time out dilaksanakan di
tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum dilakukan tindakan (Destiani, 2019).
Elemen-elemen penting dalam penilaian (Adventus et al., 2019):
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam prosespenandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, danfungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk
prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamaroperasi.
8

Pelaksanaan sasaran ini belum sepenuhnya berjalan optimal dibeberapa rumah


sakit. Faktor kepatuhan petugas merupakan penyebab yang sering menjadi alasan
belum optimalnya pelaksanaan sasaran ini. Proses penandaan pada area yang akan
dilakukan operasi seharusnya dilakukan di ruang rawat inap sebelum pasien dibawa
ke ruang operasi. Penelitian Kurniawan et al. (2020) juga menjelaskan bahwa site
marking harus dilakukan minimal sehari sebelum jadwal pelaksanaan operasi dan
dilakukan di ruang rawat inap. Selain itu, pengisian surgical check list juga penting
untuk dilakukan karena bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dalam
menjalani prosedur pembedahan (Hasri, Hartriyanti and Haryanti, 2012).
2.5. Kurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang diperoleh pasien di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Biasanya infeksi ini tidak hanya terjadi
kepada pasien, namun dapat juga terjadi pada semua tenaga kesehatan yang bekerja
didalamnya serta pengunjung rumah sakit (WHO, 2002). Penyebab infeksi
nosokomial yaitu patogen yang mudah menyebar ke seluruh tubuh, terutama pada
pasien rumah sakit yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah , sehingga
tidak mampu untuk melawan infeksi tersebut (Destiani, 2019). Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi di rumah sakit adalah dengan
menerapkan hand hygiene yang baik. Penerapan hand hygiene yang baik dapat
mencegah tertularnya infeksi dari pasien ke petugas maupun dari petugas ke pasien.
Pelaksanaan hand hygiene dengan mencuci tangan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan sabun atau dengan handrub (Dewi, Arso and Fatmasari, 2019).
Kebersihan tangan (hand hygiene) yaitu kegiatan membersihkan tangan
dengan sabun dan air (handwash) atau handrub berbasis alkohol yang bertujuan
pengurangan dan pencegahan berkembangnya mikroorganisme ditangan (WHO,
2009). Kegiatan ini merupakan teknik dasar yang paling penting dalam hal
pencegahan dan pengendalian infeksi (Zulpahiyana, 2013). Hand hygiene dilakukan
untuk mentiadakan kotoran bahan organik dan membunuh mikroorganisme yang
terkontaminasi di tangan yang didapat karena kontak dengan pasien terinfeksi atau
kolonisasi dan kontak dengan permukaan lingkungan yang buruk (Destiani, 2019).
Berdasarkan pendapat Zulpahiyana (2013), maksud dilaksanakannya hand
hygiene yakni guna menekan atau mengurangi jumlah dan pertumbuhan bakteri pada
tangan, menurunkan jumlah kuman yang tumbuh dibawah sarung tangan, mengurangi
risiko transmisi mikroorganisme ke perawat dan pasien serta kontaminasi silang
9

kepada pasien lain, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan lain dan memberikan
perasaan segar dan bersih. Waktu mencuci tangan yang benar dan hal-hal yang
dilakukan dalam mencuci tangan yakni sebelum melakukan tindakan, misalnya saat
akan memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan
bersih maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus. Setelah
melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, setelah memegang alat
bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa
(Depkes RI, 2008).
Five moments hand hygiene diperkenalkan oleh WHO sebagai konsep guna
pencegahan penyebaran infeksi nosocomial dan harus dilakukan sejalan dengan
seluruh indikasi yang telah ditetapkan tanpa memperhatikan apakah petugas
kesehatan menggunakan sarung tangan atau tidak. Tiga momen terjadi setelah kontak,
hal ini ditujukan untuk mencegah risiko transimisi mikroba ke petugas kesehatan,
perawat, dan lingkungan pasien. Dan dua dari lima momen untuk kebersihan tangan
terjadi sebelum kontak. Indikasi “sebelum” momen ditujukan untuk mencegah resiko
penularan mikroba untuk pasien. Indikasi five moments hand hygiene yang dimaksud
meliputi sebelum menyentuh pasien melakukan hand hygiene yang bertujuan untuk
melindungi pasien dengan melawan mikroorganisme, dan di beberapa kasus melawan
infeksi dari luar, oleh kuman berbahaya yang berada di tangan. Sebelum melakukan
prosedur bersih atau aseptik (membersihkan luka). Hand hygiene yang dilakukan
sebelum melakukan prosedur bersih atau aseptik bertujuan untuk melindungi pasien
dengan melawan infeksi kuman berbahaya, termasuk kuman yang berada di dalam
tubuh pasien. Hand hygiene yang dilakukan setelah kontak dengan cairan tubuh
pasien bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan dari infeksi oleh kuman
berbahaya dari tubuh pasien dan mencegah penyebaran kuman di lingkungan
perawatan pasien. Setelah menyentuh pasien melakukan hand hygiene yang bertujuan
untuk melindungi petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien dan
melindungi lingkungan perawatan pasien dari penyebaran kuman. Hand hygiene yang
dilakukan setelah menyentuh peralatan di sekitar pasien bertujuan untuk melindungi
petugas kesehatan dari kuman yang berada di tubuh pasien yang kemungkinan juga
berada di permukaan/benda-benda di sekitar pasien dan untuk melindungi lingkungan
perawatan dari penyebaran kuman (Destiani, 2019).
Elemen-elemen penting dalam penilaian (Adventus et al., 2019):
10

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yangefektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
2.6. Kurangi Resiko Pasien Jatuh
Peristiwa jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau
terduduk dilantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka (Darmojo, 2004). Peristiwa jatuh yakni pengalaman pasien yang
tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada
seseorang pada saat istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau kejadian jatuh
yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti stroke, pingsan,
dan lainnya. Adapun faktor-faktor resiko penyebab resiko jatuh adalah faktor intrinsik
dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa
seseorang dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama
mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006).
Setiap perawat penanggung jawab pelayanan yang bertugas berkewajiban
mengidentifikasi dan menerapkan “prosedur pencegahan jatuh” berdasarkan pada
kategori risiko jatuh yaitu rendah, sedang, tinggi, kebutuhan dan keterbatasan pasien,
riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman, asesmen klinis harian.
Intervensi pencegahan jatuh yaitu dimulai dari tindakan pencegahan umum untuk
semua kategori yaitu lakukan orientasi kamar inap kepada pasien, posisikan tempat
tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur terpasang
dengan baik, ruangan rapi, benda-benda pribadi berada dalam jangkauan seperti
telepon genggam, tombol panggilan, air minum. Pencahayaan yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasien, alat bantu berada dalam jangkauan sperti tongkat dan alat
penopang, mengoptimalkan penggunaan kacamata dan alat bantu dengar atau
pastikan bersih dan berfungsi, pantau efek obat-obatan, anjuran ke kamar mandi
secara rutin, sediakan dukungan emosional dan psikologis dan memberikan informasi
mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga (Destiani, 2019).
Setiap pasien dan keluarga wajib diberi informasi mengenai faktor resiko jatuh
dan setuju guna mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah ditetapkan. Pasien
dan keluarga juga wajib diberi didikan mengenai faktor risiko jatuh di lingkungan
11

rumah sakit dan bersedia ikut serta sepanjang keperawatan pasien. Pemberian
informasi pada pasien dan keluarga dalam semua aktivitas sebelum memulai
penggunaan alat bantu, beri pemahaman kepada pasien guna memakai pegangan
dinding, berikan informasi kepada pasien mengenai dosis dan juga frekuensi
pemakaian atau konsumsi obat-obatan, efek samping, serta interaksinya dengan
makanan atau obat-obatan lain. Perlu dibuat dokumentasikan semua kegiatan
pencegahan risiko jatuh pada catatan keperawatan (Destiani, 2019).
Elemen-elemen penting dalam penilaian (Adventus et al., 2019):
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh
dan melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi
atau pengobatan, danlain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap berisikojatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian tidakdiharapkan.
4. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit
BAB 3. PENUTUP

3.1. Simpulan
Keselamatan pasien adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan pasien secara aman. Proses tersebut meliputi pengkajian mengenai resiko,
identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Keselamatan pasien merupakan
upaya untuk melindungi hak setiap orang terutama dalam pelayanan kesehatan agar
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman. Peran-peran perawat
dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat dirumuskan antara lain
sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan dan
SOP yang telah ditetapkan; menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian
pelayanan keperawatan; memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang
asuhan yang diberikan; menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam
pemberian pelayanan kesehatan; menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien
dan keluarganya, peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap
kejadian tidak diharapkan; serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.
3.2. Saran
Untuk pengembangan lebih lanjut maka penyusun memberikan saran yang dapat
membantu penulisan makalah untuk kedepannya.
1. Perlu adanya penambahan lebih dalam mengenai materi penerapan 6 sasaran
keselamatan pasien.
2. Perlu adanya penambahan gagasan lain terkait penerapan 6 sasaran keselamatan
pasien.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adventus, Mahendra, D., & Martajaya, I. M. 2019. Modul Manajemen Pasien Safety. Modul
Manajemen Pasien Safety, 22.
http://repository.uki.ac.id/2730/1/BUKUMODULMANAJEMENPASIENSAFETY.pdf
Destiani, J. 2019. Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien (Patient Safety Goals) Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatra Utara.
Larasati, A., & Inge Dhamanti. 2021. Studi Literatur : Implementasi Sasaran Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit di Indonesia Literature Review : Implementation of Patient Safety
Goals in Hospitals in Indonesia. Media Gizi Kesmas, 10, 1–6. https://e-
journal.unair.ac.id/MGK/article/view/23327/14243

13

Anda mungkin juga menyukai