Anda di halaman 1dari 30

KOMUNIKASI PADA LANSIA

i
KATA PENGANTAR

Penyusun mengucapkan banyak puji syukur kepada Tuhan Yang Maha


Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga Makalah Mata
Kuliah Komunikasi yang berjudul “Komunikasi Pada Lansia”  ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dengan segala daya upaya yang kami miliki, kami
maksimalkan kemampuan kami untuk menyusun makalah ini.

            Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
terlibat dalam penulisan makalah ini.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk 
melengkapi tugas Mata Kuliah Komunikasi. Kami berharap semoga makalah yang
telah kami buat ini dapat bermanfaat.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, jadi
penyusun mengucapkan mohon maaf atas kesalahan yang penyusun lakukan,
penyusun juga mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Terimakasih.

Denpasar, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar Belakang..................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3. Tujuan Tulisan..................................................................................................5
1.4. Manfaat Tulisan................................................................................................5
1.5. Metode Tulisan.................................................................................................6
1.6. Sistematika Tulisan..........................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................7
2.1. Pengertian..........................................................................................................7
2.2. Karakteristik Lansia.........................................................................................7
2.3. Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi........................8
2.4. Prinsip Komunikasi pada Lansia....................................................................9
2.5. Tehnik Komunikasi pada Lansia....................................................................9
2.6. Hambatan Berkomunikasi dengan Lansia...................................................11
2.7. Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik, Mental dan
Reaksi Penolakan...........................................................................................12
2.8. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia................................................17
2.9. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik pada Lansia....................................21
2.10. Tahap Interaksi dengan Pasien.....................................................................21
2.11. Penerapan Komunikasi Terapeutik..............................................................24
BAB III PENUTUP..............................................................................................28
3.1. Simpulan..........................................................................................................28
3.2. Saran................................................................................................................28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang
memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan
kontrak dengan oran lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari
orang seringkali salah berpikir bawa komunikasi adalah sesuatu yang mudah.
Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku
dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan
dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus
berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk
memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru
dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah
dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali
telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran.
Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien
dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188)

Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan


verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Kominikasi mengacu tidak hanya
pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan
hubungan ( Potter-Perry, 301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian
khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan
sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan
dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada
pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses
pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal –
hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu lansia?
2. Bagaimana karakteristik lansia?
3. Bagaimana pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi?
4. Apa saja prinsip komunikasi pada lansia?
5. Apa saja teknik komunikasi pada lansia?
6. Apa saja hambatan dalam berkomunikasi pada lansia?
7. Bagaimana komunikasi terapiutik pada lansia dengan masalah fisik,
mental, dan reaksi penolakan ?
8. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia?
9. Bagaimana tahap – tahap komunikasi terapiutik pada lansia ?

1.3. Tujuan Tulisan


1. Mengetahui apa itu lansia.
2. Mengetahui karakteristik lansia.
3. Mengetahui pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi.
4. Mengetahui prinsip komunikasi pada lansia.
5. Mengetahui teknik komunikasi pada lansia.
6. Mengetahui hambatan dalam berkomunikasi pada lansia.
7. Mengetahui komunikasi terapiutik pada lansia dengan masalah fisik,
mental, dan reaksi penolakan.
8. Mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia.
9. Mengetahui tahap – tahap komunikasi terapiutik pada lansia.

1.4. Manfaat Tulisan


1. Manfaat Teoritis
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah kajian pustaka
mengenai komunikasi pada lansia.
2. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan pedoman awal bagi mahasiswa
keperawatan atau tenaga kesehatan (perawat) agar nantinya dapat
dipraktikan di lingkungan masyarakat.

2
1.5. Metode Tulisan
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode pustaka. Dimana penulis menggunakan materi-materi yang berasal
dari beberapa buku dan internet.

1.6. Sistematika Tulisan


Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Tulisan
1.4. Manfaat Tulisan
1.5. Metode Tulisan
1.6. Sistematika Tulisan
BAB II Pembahasan
2.1. Pengertian
2.2. Karakteristik Lansia
2.3. Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi
2.4. Prinsip Komunikasi pada Lansia
2.5. Tehnik Komunikasi pada Lansia
2.6. Tehnik Terapeutik pada Lansia
2.7. Hambatan Komunikasi pada Lansia
2.8. Tehnik perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan
2.9. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Komunikasi adalah Pertukaran informasi melalui pesan yang dikirim
dan diterima oleh dua orang atau lebih (Timby, 2005). Komunikasi juga dapat
diartikan sebagai proses mengirim dan menerima pesan yang disampaikan
melalui simbol, kata-kata, tanda-tanda, bahasa tubuh atau lainnya (Smith,
Duell, & Martin, 2004). Menurut WHO, batasan umur seseorang yang
tergolong lanjut usia (lansia) adalah sebagai berikut :

1. Middle age : 45 – 59 tahun


2. Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
3. Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
4. Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun

2.2. Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO)
mengelompokkan usia lanjut menjadi empat macam, yaitu :

a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 sampai 59 tahun.


b. Usia lanjut (elderly), kelompok usia 60 sampai 70 tahun.
c. Usia lanjut usia (old), kelompok usia 75 sampai 90 tahun.
d. Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun.

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia


namun perubahan – perubahan akibat dari usia tersebut dapat
diidentifikasikan, seperti perubahan neurologis dan sensorik, perubahan
visual, perubahan pendengaran dan sebagainya.

Perubahan – perubahan inilah yang dapat menghambat proses


penerimaan dan interpretasi terhadap maksud suatu komunikasi. Kesulitan
berkomunikasi juga dipengaruhi oleh perubahan kognitif yang mempengaruhi
tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori, dan motovasi klien.
Selain itu juga terjadi perubahan emosi yang sering Nampak adalah reaksi

4
penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala – gejala penolakan tersebut
adalah ( Mundakir:2006 ) :

a. Tidak percaya terhadap diagnose,gejala, perkembangan dan


keterangan yang diberikan petugas kesehatan.
b. Mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga
diterima keliru.
c. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit.
d. Menolak ikut serta dalam perawatan diri secara umum.
e. Menolak nasihat – nasihat seperti istirahat berbaring, berganti posisi
tidur, dll.

2.3. Pendekatan Perawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi


1. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang
dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah
progesifitasnya. Pendekatan ini relative lebih mudah dilaksanakan dan
dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
2. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan
perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
melakukan pendekatan ini , perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
3. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan berinteraksi
dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, berceita, bermain,
atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompokmerupakan implemetasi dari
pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun
petugas kesehatan.

5
4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan tuhan atau agama yang dianutnya terutama bila klien dalam
keadaan sakit atau mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup
efektif terutama bgi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar
belakang keagamaan yang baik.

2.4. Prinsip Komunikasi pada Lansia


Prinsip komunikasi untuk lansia (Ebersole dan Hess dalamBrunner
dan Siddarth, 1996) adalah :

1. Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.


2. Menjadi pendengar yang setia, sediakan waktu untuk mengobrol.
3. Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik (periksa
baterai).
4. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5. Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara langsung
dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di
depan klien.
6. Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan sederhana.
7. Beri kesempatan pada klien untuk mengenang.
8. Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti
perkumpulan orang tua, kegiatan rohani.
9. Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial sesuai
kebutuhan.
10. Berbicara pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu menanyakan respons, terutama ketika mengajarkan suatu
tugas atau keahlian.

2.5. Tehnik Komunikasi pada Lansia


Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia,
selain pemahaman tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau

6
perawat juga harus mempunyai teknik – teknik khusus agar komunikasi dapat
berjalan lancar. Beberapa teknik komunikasi yang dapat diterapkan antara
lain :

a. Teknik Asertif
Asertif adalah sikap yang menerima, memahami,pasangan bicara
dengan menunjukkan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan, dan
memperhatikan pasangan bicara agar pembicaraan dapat dimengerti.
Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi, yang
nantinya dapat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap pembicaraan yang disampaikan
oleh klieb merupakan bentuk perhatian petugas pada klien. Ketika
perawat menyadari adanya perubahn sikap atau kebiasaan klien sekecil
apapun, hendaknya segera menanyakan atau mengklarifikasi
pertanyaan, “apa yang bapak/ibu pikirkan saat ini? Apa ada yang bisa
saya bantu>”.
Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu permintaan bantuan
dari klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan. Upaya ini perlu diperhatikan
karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal – hal yang
mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil.
Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien
lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum, dan mengangguk kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayan diri klien sehingga tidak merasa menjadi beban bagi

7
keluarganya, sehingga klien lansia termotivasi untuk mandiri san
berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberikan dukungan baik
secara materil atauppun moril, petugas kesehatan jangan sampai
terkesan menggurui atau mengajari klien karena ini dapat
merendahkan kepercayaan diri klien.

2.6. Hambatan Berkomunikasi dengan Lansia


1. Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan
berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering
dan lain-lain.
2. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam
mendengarkan, mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal
tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama
panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan
saling percaya.Gangguan sensoris dalam pendengarannya.
6. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan
non-verbal.
7. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau
banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif
berkurang.
8. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan
misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh,
udara yang tidak enak, dan lain-lain.
9. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena
depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita.
10. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik,
terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang

8
yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan
strereotipes

2.7. Komunikasi Terapeutik pada Lansia dengan Masalah Fisik, Mental


dan Reaksi Penolakan
1. Lansia dengan Gangguan Pendengaran
 Berdiri dekat menghadap klien.
 Bertanya diarahkan pada telinga yang lebih baik.
 Berikan perhatian dan tunjukkan wajah saudara.
 Tegurlah nama sebelum pembicaraan dimulai.
 Gunakan pembicaraan yang keras, jelas, pelan, dan diarahkan
langsung pada klien.
 Hindari pergerakan bibir yang berlebihan.
 Hindari memalingkan kepala, tidak berbalik atau berjalan saat
bicara.
 Jika klien belum memahami, ulangi dengan menggunakan kata –
kata yeng berbeda.
 Membatasi kegaduhan lingkungan.
 Gunakan tekanan suara yang sesuai.
 Berilah instruksi sederhana untuk mengevaluasi pembicaraan.
 Hindari pertanyaan tertutup, gunakan kalimat pendek saat
bertanya.
 Gunakan bahasa tubuh yang sesuai dengan isi komunikasi.

2. Lansia dengan tidak dapat mendengar (deaf) :

Hampir sama dengan klien yang mengalami gangguan


pendengaran, tetapi ditambah dengan beberapa teknik, yaitu :

 Menulis pesan jika klien dapat membaca.


 Gunakan media (gambar) untuk membantu komunikasi.
 Pernyataan dan pertanyaan yang singkat.

9
 Gunakan berbagai macam metode untuk menyampaikan pesan,
contoh : body language.
 Sempatkanlah waktu bersama klien.

10
3. Lansia dengan gangguan penglihatan :
 Perkenalkan diri, dekati klien dari depan.
 Jelaskan kondisi tempat dan orang yang ada.
 Bicaralah pada saat Anda mau meninggalkan tempat.
 Pada saat saudara berbicara pastikan klien tahu tempat saudara.
 Katakan pada klien apa yang dapat mebantunya seperti lampu,
membacakan.
 Biarkan klien memegang tangan saudara sebagai petunjuk dan
jelaskan apa yang sedang saudara kerjakan.
 Jelaskan jalan – jalan apa bisa dilalui oleh klien.
 Sanjunglah kemampuan beradaptasi dan kemandirian klien.

4. Lansia dengan Afasia

Afasia merupakan gangguan fungsi bahasa yang disebabkan cidera


atau penyakit pusat otak. Ini termasuk gangguan kemampuan membaca
dan menulis dengan baik, demikian juga bercakap – cakap, mendengar,
berhitung, menyimpulkan dan pemahaman terhadap sikap tubuh. Dimana
penyebab afasia pertama adalah stroke, cedera kepala, dan tumor otak
(Brunner dan Siddart, 2001). Teknik Komunikasi yang digunakan adalah :

 Menghadap ke pasien dan membuat kontak mata.


 Sabar dan meluangkan waktu.
 Harus jujur, temasuk ketika kita belum memahami
pertanyaannya, sikap tubuh, gambar, dan objek atau media lain
yang dapat membantu untuk menjawab keinginannya.
 Dipersilahkan lansia menyampaikan apa yang ada dalam
pikirannya.
 Dorong lansia untuk menulis dan mengekspresikannya dan
berikan kesempatan untuk membaca dengan keras.
 Gunakan gerakan isyarat terhadap objek pembicaraan jika mampu
meningkatkan pemahaman.

11
 Gunakan sentuhan untuk memfokuskan pembicaraan,
meningkatkan rasa aman.

5. Lansia dengan penyakit Alzheimer :

Penyakit Alzheimer (AD) kadang disebut sebagai demensia


degeneratif primer atau demensia senil jenis Alzheimer (SDAT)
merupakan penyakit neurologis degeneratif, progresif, ireversibel, yang
muncul tiba – tiba dan ditandai dengan penurunan bertahap fungsi kognitif
dan gangguan perilaku dan efek (Brunner danSiddart, 2001).

Keadaan yang terjadi pada pasien yang menderita Alzheimer


diantaranya terjadi keadaan mudah lupa dan kehilangan ingatan bahkan
klien dapat kehilangan kemampuannya mengenal wajah, tempat, dan objek
yang sudah dikenalnya serta kehilangan suasana kekeluargaannya.
Perubahan kepribadian biasanya negatif. Pasien dapat menjadi depresif,
curiga, paranoid, kasar, dan bahkan kejam. Kemampuan berbicara buruk
sampai pembentukan suku kata yang tidak masuk akal. Perawatan diri
memerlukan bantuan, termasuk makan dan toileting. Teknik komunikasi
yang digunakan adalah :

 Selalu berkomunikasi dari depan lansia.


 Bicaralah dengan cara dan nada yang normal.
 Bertatap muka.
 Minimalkan gerakan tangan.
 Menghargai dan pertahankan jarak.
 Cegah setting ruangan yang memberikan stimulasi yang banyak.
 Pertahankan kontak mata dengan senyum.
 Ikuti langkah klien dan bicaralah padanya.
 Bertanyalah hanya dengan satu pertanyaan.
 Mengangguklah dantersenyum bila memahami perkataannya.

12
6. Lansia yang menunjukkan kemarahan
 Klarifikasi penyebab marah yang terjadi.
 Bantu dan dorong klien mengungkapkan marah dengan
konstruktif.
 Gunakan pertanyaan terbuka.
 Luangkan waktu setiap hari bersama klien.
 Puji dan dukung setiap usaha dari klien.

7. Lansia yang Mengalami Kecemasan:


 Dengarkan apa yang dibicarakan klien.
 Berikan penjelasan secara ringkas dan jelas apa yang terjadi.
 Identifikasi bersama klien sumber – sumber yang menyebabkan
ketegangan atau keemasan.
 Libatkan staf dan anggota keluarga.

8. Lansia yang Mengalami Depresi


 Lakukan kontak sesering mungkin.
 Beri perhatian terus – menerus.
 Libatkan klien dalam menolong dirinya sendiri.
 Gunakan pertanyaan terbuka.
 Libatkan staf dan anggota dalam memberikan perhatian.
 Hambatan Komunikasi dangan Lansia

9. Lansia dengan Penolakan

Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk


mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau
kebutuhan pada kejadian-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan
ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima
perubahan yang terjadi pada dirinya.

13
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung
perasaan lansia yang relatif sensitif.

Ada beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi


klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :

a. Kenali segera reaksi penolakan pasien


Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu
tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh
tidak membahayakan klien, orang lain serta lingkungannya,
kemudian lakukan langkah-langkah berikut ini:
- Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan
dengan cara mengobservasi klien bila sedang mengalami
puncak reaksinya
- Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien
secara perlahan-lahan dimulai dari kenyataan yang
merisaukan
- Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan
perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sesering
mungkin bersamanya jangan sampai menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri
sendiri.
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses
penerimaan klien terhadap perawatan yang akan dilakukan serta
upaya untuk memandirikan klien, dengan jalan sebagai berikut:
- Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam
perencanaan waktu, tempat dan macam perawatan
- Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya
atau mulai mengenal kenyataan
- Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan
atau perasaan sedihnya dengan mempergunakan

14
pertanyaan terbuka, mendengarkan dan meluangkan
waktu bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan
mengefektifkan rencana/tindakan dapat terealisasi dengan baik
dan cepat. Upaya ini dapat dilaksanakan dnegan cara-cara
sebagai berikut:
- Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu
klien lansia menentukan perasaan-perasaanya
- Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka
yang bersangkutan tentang apa yang sedang terjadi pada
klien lansia serta hal-hal yang dapat dilakukan dalam
rangka membantu
- Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien untuk
menerima kenyataan
- Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya
hukuman(bukan hukuman fisik) apabila klien lansia
mempergunakan penolakan atau denial.

2.8. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia


a. Model komunikasi Shannon Weaver

Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah


adanya perubahan perilaku lansia dari penolakan menjadi kooperatif.
Dalam komunikasi ini diperlukan keterlibatan anggota keluarga
sebagai transmiter untuk mengenal lebih jauh tentang klien.

Kelebihan : dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau


orang lain yang berpengaruh.
Kekurangan : memerlukan waktu yang cukup lama karena klien dalam
reaksi penolakan. Tak dapat melakukan evaluasi sejauhmana
perubahan perilaku yang terjadi pada klien, karena tak ada feedback.

15
b. Model SMCR
Kelebihan : proses komunikasi yang terjadi pada model ini relatif
simple. Model ini akan efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum
banyak mengalami penurunan baik aspek fisik maupun psikis.
Kekurangan : klien tidak memenuhi syarat seperti yang ditetapkan
mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim sosial, dan
kultur; karena penolakannya.
Memerlukan proses yang lama dan tergantung kondisi pasien.

c. Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi,
dimana respon seseorang dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut
diperlakukan. Oleh karena itu dalam berkomunikasi dengan lansia
harus hati-hati, jangan sampai menyinggung perasaanya. Dalam
berkomunikasi dengan klien lansia seoramg perawat diharapkan pada
rentang love yang banyak karena sifat sosial perawat yang sangat
dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan perhatian yang lebih
dalam berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya.
Diharapkan perawat harus lebih banyak mendengar apa yang
diungkapkan.
Kelebihan : terjadi interaksi atau hubungan relationship ; hubungan
perawat-klien lebih dekat sehingga masalah lebih dapat terselesaikan.
Kelemahan : perawat lebih dominan dan klien lansia patuh.
d. Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan
empati, menghargai dan harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati,
kesesuaian dan penghargaan. Lansia dengan penolakan sulit bagi kita
melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong penolakan tetapi
berikan perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan
sampai menolak.
Kelebihan : dengan tehnik komunikasi yang baik lansia akan lebih
paham apa yang kita bicarakan; kopingnya lebih efektif.

16
Kelemahan : kondisi empati kurang cocok diterapkan oleh perawat
untuk perawatan lansia dengan reaksi penolakan
e. Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit,
merasakan adanya ancaman/manfaat untuk mempertahankan
kesehatannya. Padahal lansia dengan reaksi penolakan, tidak
merasakan adanya ancaman kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi
dengan lansia dengan reaksi penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan : lansia yang mengetahui adanya ancaman kesehatan akan
dapat bermanfaat dan sebagai barier dalam melaksanakan tindakan
pencegahan penyakit
Kelemahan : tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan
f. Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara profesional
kesehatan- klien yang sesuai dengan permasalahan kesehatan klien.
Pandangan sistim komunikasi lebih luas yang mencakup tiga faktor
mayor : relationship, transaksi dan konteks.
- Relationship
Perawat profesional mengadakan komunikasi dengan klkien
lansia haruslah menggunakan ilmu psikososial dan tehnik
komunikasi dimana perawat haruslah ramah, rapi,
bertanggungjawab, tidak sembrono mengeluarkan kata-kata
yang dapat menyinggung perasaan klien lansia sehingga
terjalin hubungan saling percaya. Klien lansia dalam
berkomunikasi kadang emosinya labil, ingin disanjung dan
tidak mau dibantah. Dalam mengadakan hubungan transaksi
hendaknya seorang perawat profesional mengetahui
permasalahan yang dihadapi klien lansia tersebut. Kemudian
bersama-sama menyelesaikan masalah.
- Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati
untuk menyelesaikan masalah klien bukan untuk hal lain. Pada

17
lansia dengan reaksi penolakan harus hati-hati mencari
informasi dari klien, memberikan feedback baik verbal
maupun non verbal dan hendaknya secara kesinambungan.
- Konteks
Perawat profesionaol harus mengetahui situasi dan
permasalahan yang dihadapi klien. Apabila masalah bersifat
infividu haruslah diselesaikan secara individu dengan tidak
mengabaikan tempat/ ruangan dan jenis pelayanan apa yang
digunakan. Apabila masalah bersifat umum/kelompok harus
diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan : dapat menyelesaikan masalah klien dengan tuntas; klien
lansia merasa sangat dekat dengan perawat dan merasa sanggta
diperhatikan.
Kekurangan : membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan
permasalahan; fasilitas dalam memberikan pelayanan harus lengkap
g. Model interaksi King
Pada model ini intinya adalah kesepakatan sebelum mengadakan
interaksi dengan klien. Perawat lansia harus mempunyai persepsi
secara ilmiah tentang hal-hal yang akan dikomunikasikan. Persepsi ini
kemudian disepakati dengan klien sehingga dapat terjadi sesuatu aksi
yang menyebabkan aksi-interaksi.
Kelebihan : komunikasi dapat sesuai dengan tujuan jika lansia sudah
kooperatif.
Kelemahan : klien lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami
kesuliatan untuk dilakukannya komunikasi model ini, karena tidak
kooperatif.

Tehnik komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan harus


disertai pengetahuan perawatan lansia baik fisik, psikologis, biologis dan
spiritual. Klien lansia dengan reaksi penolakan tidak menyadari adanya
ancaman pada kesehatannya, karena itu model komunikasi yang sesuai
adalah model Leary . dalam tehnik komunikasi model Leary terdapat dua
dimensi yang bertentangan, diharapkan perawat dapat menyesuaikan

18
situasi bagaimana seharusnya dia bertindak, jika klien dalam puncak
penolakan maka perawatharus mengobservasi pikiran-pikiran klien, jika
klien lansia kooperatif maka perawat dapat berfungsi sebagai teman dan
guru serta tempat mencurahkan perasaan klien

2.9. Tahap-Tahap Komunikasi Terapeutik pada Lansia


Dalam komunikasi terapeutik ada beberapa tahapan yang harus dilakukan
seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
1. TahapPersiapan/ Prainteraksi :
 Mengeksploitasi perasaan, harapan, dan kecemasann diri sendiri
 Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri sendiri
 Mengumpulkan data tentang pasienn
 Merencanakan pertemuan pertama dengan klien
2. Tahap perkenalan/ orientasi
 Membina hubungan saling percaya
 Merumuskan kontrak bersama klie
 Menggali perasaan klien seta mengidentifikasi masalah klien
 Merumuskan tujuan dengan klien
3. Tahap kerja
Tahap ini adalah inti dari keseluruhan proses komunikasi, tahap ini
perawat dan klien bekerja bersama sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien
4. Tahap terminasi/ evaluasi
Merupakan tahap akhir dari pertemuan perawat dan klien, tahap ini
perawat harus :
 Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan
 Melakukan evaluasi subjektif
 Menyepakati tindakan lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
 Mengakhiri pertemuan.

2.10. Tahap Interaksi dengan Pasien


1. Pre interaksi
Tahap Pre interaksi adalah masa persiapan sebelum mengevaluasi
dan berkomunikasi dengan pasien. Pada masa ini perawat perlu membuat
rencana interaksi dengan pasien yaitu : melakukan evaluasi diri,
menetapkan tahapan hubungan/ interaksi, merencanakan interaksi.

19
PENGKAJIAN
Ada seorang pasien yang di rawat di rumah sakit Kartika. Dia
dirawat di ruang Mawar nomor 10 sejak 2 hari yang lalu, pasien datang ke
rumah sakit dengan keluhan sesak napas, batuk, dan rasa sesak di dada.
Data pasien
a. Nama : Dewi
b. Umur : 63 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Alamat : Ds. Tendas Kec. Tayu Kab. Pati
e. Agam : Islam
f. Pekerjaan : Wiraswasta
g. Penyakit : Asma
h. Ruang : Mawar nomor 10
i. Mulai dirawat : 25 April 2016
Data subjektif : Pasien mengeluh demam, tubuh menggigil, badan
lemah, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, sakit perut.
Data objektif : Tekanan darah pasien 120/90 mmHg. BAB 7 kali
sehari.

2. Perkenalan/Orientasi
Tahap Perkenalan adalah kegiatan yang dilakukan saat pertama
kali bertemu. Hal yang perlu dilakukan perawat adalah : memberi salam;
memperkenalkan diri; menanyakan nama pasien; menyepakati pertemuan
(kontrak); melengkapi kontrak; menyepakati masalah pasien; mengakhiri
perkenalan.
Fase ini dilakukan pada awal setiap pertemuan kedua dst. Tujuan :
memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
pasien dan mengevaluasi hasil tindakan yg lalu. Hal yang harus
diperhatikan : memberi salam; memvalidasi keadaan pasien;
mengingatkan kontrak.

20
3. Fase Kerja
Merupakan inti hubungan perawat -klien yang terkait erat dengan
pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan tindakan keperawatan :
a. Meningkatkan pengertian dan pengenalan  pasien tentang diri,
perasaan, pikiran dan perilakunya (tujuan kognitif).
b. Mengembangkan, mempertahankan,dan meningkatkan
kemampuan pasien secara mandiri  menyelesaikan masalah yang
dihadapi (tujuan  afektif & psikologi).
c. Melaksanakan terapi/ klinis keperawatan.
d. Melaksanakan pendidikan kesehatan.
e. Melaksanakan kolaborasi.
f. Melaksanakan observasi dan pemantauan.

4. Fase Terminasi
Merupakan akhir dari setiap pertemuan perawat dengan pasien.
Klasifikasi terminasi :
a. Terminasi sementara : akhir dari tiap 
pertemuan perawat dengan pasien; terdiri dari tahap
evaluasi hasil, tahap tindak lanjut dan tahap untuk kontrak
yang akan datang.
b. Terminasi akhir : terjadi jika pasien akan pulang dari rumah
sakit atau perawat selesai praktik. Isi percakapan
antara perawat dengan pasien meliputi tahap evaluasi hasil,
isi percakapan tindak lanjut dan tahap eksplorasi perasaan.

21
2.11. Penerapan Komunikasi Terapeutik

Tehnik
Percakapan Komunikasi Sikap
Terapeutik
Fase Orientasi
Perawat: Selamat pagi ibu Dewi. Selamat pagi Membungkuk
mbak. ke pasien dan
tersenyum
Pasien dan keluarga : Selamat pagi sus.

Perawat : Bagaimana keadaan ibu pada pagi Listening Saling


hari ini? Sudah lebih baik kan bu? menatap
Pasien : Saya merasa sudah lebih membaik sus,
kemarin saya
merasa kalau bernafas sesak di dada tapi sekarang
sudah
tidak tersasa.
Perawat : Perkenalkan saya Lisa perawat yang Berhadapan,
bertugas pada pagi hari ini. Disini saya akan saling focus
menjelaskan konteks lingkungan secara
keseluruhan agar ibu mengetahuinya. Saya
membutuhkan waktu selama 10 menit dan saya
akan melakukannya di ruang ini. Bagaimana
apakah ibu bersedia?
Pasien : Iya sus, saya bersedia.
Fase Kerja
Perawat : sebelum saya mulai, apakah ada yang Pandangan
ingin ibu tanyakan ? atau mungkin ibu ingin menuju pasien
kebelakang ?
Pasien : Tidak ada sus, tapi saya merasa
kedinginan.
Perawat : Baiklah jika begitu saya akan Tangan tidak
menutup jendelanya, jangan lupa selimutnya disaku
juga dipakai ya bu.
Pasien : Baiklah sus, terimakasih.

22
Perawat : Sebelumnya, Apa yang ibu rasakan
saat bernafas dan merasa sakit atau tidak ?
Pasien : ya sus, saat bernafas dada saya terasa
sakit.
Perawat : oh begitu ya buk... saat ibu merasa Fokus dan
sesak nafas, sebaiknya ibu mengatur posisi tetap rileks
fowler. Posisi fowler yaitu posisi setengah
duduk atau dengan duduk, dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan.
Tujuannya agar mempertahankan kenyamanan,
memberikan persaan lega ketika sesak nafas
dan dan memudahkan perawatan ketika malam.
Keluarga : jadi seperti itu ya sus.. saat dirumah
saya bisa membantu ibu saya untuk mengatur
posisi tidur, agar bisa melancarkan pernafasan .
Perawat : ya mbak bagus…sering-sering di Menjaga
ingatkan ya mbak ibunya.. apakah tidur ibu pandangan
sudah terasa nyaman ?
Pasien : sudah sus…
Perawat : jangan terlalu banyak pikiran ya bu… Sikap terbuka
karena itu dapat menyebabkan penyakit ibu
semakin buruk.
Pasien : iya sus….
Perawat : ibu makan berapa kali sehari ? Tetap rileks
Pasien : saya makan 3x sehari sus….
Perawat : bagus bu…pola makan ibu sudah baik Broad opening Fokus dan
di pertahankan ya bu… rileks
Pasien : iya sus…
Perawat : Tapi ibu juga perlu memperhatikan
makanan yang tidak boleh dimakan bagi
penderita asma seperti, jus lemon, buah atau
sayuran kering kismis, nanas, acar dan udang.
Pasien : oh, begitu ya sus. Saya baru tahu sus.
Perawat : Sehari ibu minum berapa gelas air Pandangan
putih perhari ? fokus
Pasien : saya sehari minum air putih 5 gelas
perhari sus…

23
Perawat : Sebaiknya ibu tetap meminum air Terbuka dan
putih minimal 8 gelas perhari karena ibu tersenyum
mengeluarkan banyak cairan sehingga
kebutuhan cairan ibu terpenuhi.
Keluarga : Jika begitu saya akan menyediakan
air minum yang banyak untuk ibu saya.
Perawat : Bagaimana dengan lingkungan sekitar Broad opening Pandangan
ibu? Apakah tidak ada polusi? fokus
Pasien : Iya sus, rumah saya dekat jalan raya
sehingga banyak debu.
Perawat : Apabila banyak debu, ibu sebaiknya
memakai masker ya bu agar asma ibu ini tidak
kambuh lagi.
Pasien : Baiklah sus, saya akan mencoba untuk
melakukannya. Agar penyakit saya tidak
kambuh dan dapat meringankan keluarga saya.
Perawat : Selama ibu dirawat di sini, apakah ibu Menjaga
merasa nyaman? kontak mata
Pasien : Tidak begitu nyaman sus, karena
biasanya jika saya tidur di rumah lampunya
saya matikan tapi di sini saya tidak bisa
melakukan itu.

Fase Terminasi
Perawat : Bagaimana ibu, sudah mengerti Pandangan
dengan penjelasan saya mengenai kebutuhan fokus pada
dasar yang harus ibu penuhi ? pasien
Pasien : iya sus, saya sudah mengerti.
Perawat : jika ibu sudah mengerti, coba ulangi Klarifikasi Membungkuk
apa yang telah saya jelaskan. ke arah pasien
Pasien : posisi yang baik saat sesak nafas yaitu
posisi fowler, tidak boleh memakan bagi
penderita asma seperti, jus lemon, buah atau
sayuran kering kismis, nanas, acar dan udang,
memakai masker saat dirumah.
Perawat : saya rasa ibu sudah mengerti dengan pertahankan

24
apa yang telah saya jelaskan mengenai konteks sikap terbuka
lingkungan secara keseluruhan. Apakah ada
yang perlu ditanyakan bu ?
Pasient : Tidak, terimakasi ya sus untuk
penjelasannya.
Perawat : Baiklah ibu, mbak terimakasih. Nanti
saya akan kembali lagi jam 10 untuk
memberikan obat dan saya akan melakukannya
di ruang ini juga.
Pasien : Iya sus..
Perawat : Terima kasih juga atas kerjasamanya Mempertahan
dalam proses perawatan. Saya akan kembali ke kan kontak
ruangan, apabila ibu membutuhkan saya atau mata
ada yang ditanyakan ibu bisa memanggil saya
dengan memencet tombol hijau atau menemui
saya di ruang perawat. Selamat beristirahat dan
semoga lekas sembuh ya ibu.
Pasien : Iya sus, terima kasih.
Keluarga : Iya terima kasih

BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan

Komunikasi adalah Pertukaran informasi melalui pesan yang dikirim


dan diterima oleh dua orang atau lebih (Timby, 2005). Menurut WHO,
batasan umur seseorang yang tergolong lanjut usia (lansia) adalah sebagai
berikut :
 Middle age : 45 – 59 tahun
 Elderly (lansia) : 60 – 70 tahun
 Old (lansia tua) : 75 – 90 tahun
 Very Old (lansia sangat tua) : >90 tahun

25
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia
namun perubahan – perubahan akibat usia inilah yang dapat menghambat
proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud suatu komunikasi.
Oleh karena itu, ada beberapa pendekatan perawatan lansia dalam konteks
komunikasi yaitu pendekatan fisik, psikologi,sosial dan spiritual. Dan ada
tehnik komunikasi yang digunakan pada lansia yaitu teknik asentif, teknik
responsive,teknik focus, dan teknik suportif. Beberapa model yang
diterapkan pada lansia adalah model Shannon Weaver, model SMCR,
model Leary, model terapiutk, model keyakinan kesehatan, model
komunikasi kesehatan, dan model interaksi King Adapun tahap-tahap
komunikasi terapeutik pada lansia : TahapPersiapan/ Prainteraksi, Tahap
perkenalan/ orientasi, Tahap kerja, Tahap terminasi/ evaluasi

3.2. Saran
Bagi pembaca, terutama mahasiswa keperawatan diharapkan dapat
menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah pengetahuan
tentang komunikasi pada lansia.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aisah,Siti.2016.Makalah Role-Play Komunikasi Terapiutik.Ungaran:Stikes Ngudi


Waluyo.

Baskoro, Bintang. “Komunikasi Pada Lansia.”(dalam


http://binbask.blogspot.co.id/2013/04/komunikasi-pada-lansia.html ),
diakses tanggal 09 September 2016.

Hidayat, Dadang.2012.”Komunikasi Pada Lansia”. (dalam


http://dadankh.blogspot.co.id/2012/06/makalah-komunikasi-terapeutik-
pada.html ), diakses tanggal 09 September 2016.

Mundakir.2006.Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan.Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Pradiaksa, Moh.Reza.2014.Makalah Komunikasi Terapiutik Pada Lansia.Kediri:


Akademi Keperawatan Dharma Husada Kediri.

Sirajuddin, Narsi.2012. “Komunikasi Pada Lansia”. (dalam


http://narsistikes.blogspot.co.id/2012/12/makalah-ilmu-keperawatan-dasar-
ii.html ), diakses 09 September 2016.

Zainul, Ribut.2012.”Komunikasi Pada Lansia”.(dalam


http://rhiboet.blogspot.co.id/2012/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html),
diakses tanggal 09 September 2016.

27

Anda mungkin juga menyukai