Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS

Oleh:

NI PUTU SRI WIADNYANI (P07120216057)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR PRODI D IV
JURUSAN KEPERAWATAN SEMESTER V/3.B
TAHUN AJARAN 2018/2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS

A. PENGERTIAN
               Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis defisiensi atau resistensi insulin
absolute atau relative yang ditandai dengan gangguan metabolism karbohidrat,protein,lemak
(Billota,2012). Sedangkan menurut Arisman dan soegondo Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan
soegondo,2009).
               Diabetic Foot (Kaki diabetik) adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan
komplikasi kronik diabetes mellitus; merupakan suatu penyakit pada penderita diabetes
bagian kaki. (Misnadiarly, 1997). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita
diabetes adalah kaki diabetik. Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien
tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2000).

B. ETIOLOGI
                     Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak
mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif
insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran,
2001).
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang menyebabkan terjadinya
infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas. Berikut adalah etiologi bakteri
yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono Waspadji,2006).
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki.
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Kedua,
sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah
(terutama kaki). Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum
penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD)
diatas 200 mg/dl.

C. PATOFISIOLOGI
               Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada  tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping
itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
(Arisman,2011)

               Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). (Brunner &
Suddarth,2002)

               Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cara cepat kelainan metabolik tersebut
dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan
kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Newsroom,2009)

               Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan. (Santosa,budi.2007)

               Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan di pertahankan pada tingkatan yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan dan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II. Namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan        keton yang
menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol menimbulkan masalah misalnya diabetic foot.
(suprajitno,2004)
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Diabetes
seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam
kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan
sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut
berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi
yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan
faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai
dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga
terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran
pembuluh darah besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik,
pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah
terutama derah kaki.
Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan
untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat
berkembang menjadi luka, parut, lepuh atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat
adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi
komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi.
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes
lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih membunuh
kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg/dl. Karena kekurangan
suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini
karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan
(viskositas) yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan
oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.
D. PATHWAY
Kerusakan sel beta Gula dalam darah tidak Kurang
-faktor genetic, infeksi Ketidakseimbangan
bisa masuk dalam sel pengetahuan
virus, imunologi produksi insulin
Pola Hidup dan Gaya Kelainan pengikatan tentang
Obesitas
Hidup Kurang Sehat insulin dengan reseptor manajemen
diabetes.
glukosuria Batas melebihi ambang hiperglikemia Anabolisme protein
ginjal menurun
Gula darah tidak
Dieresis osmotik terkontrol.
Kerusakan pada antibodi
Vikositas darah meningkat Syok hiperglikemi
Poliuri -> Retensi Urine
Kekebalan tubuh menurun Risiko
Aliran darah lambat Koma diabetik Ketidakstabilan
Glukosa dalam
Kehilangan elektrolit darah.
dalam sel
Iskemik jaringan Risiko infeksi Neuropati sensori
perifer
DIABETES
Dehidrasi
Ketidakefektifan perfusi MELLITUS
jaringan perifer Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit
Risiko syok
Usia Diatas 65 Tahun
Kerusakan integritas jaringan
Kehilangan kalori gangrene

Kemampuan Kognitif
Sel kekurangan bahan Protein dan lemak dibakar BB menurun menurun
Merangsang hipotalamus
untuk metabolisme

Pusat lapar dan haus Ketidakseimbangan nutrisi Intoleransi Defisiensi


Polidipsi dan polipagia
kurang dari kebutuhan tubuh Aktivitas Pengetahuan
E. GEJALA KLINIS
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan, sering
kencing terutama malam hari dan berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-
gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu
sering melahirkan bayi diatas 4 kg. Kadang-kadang ada pasien yang pasien sendiri tidak
merasakan adanya keluhan, Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat
check up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapat perhatian ialah:
1. Keluhan klinik
a. Penurunan Berat Badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan penurunan prestasi
disekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam
darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak
kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat menggangu
penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar
melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahartikan. Dikiranya sebab rasa haus
ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus
itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah di motabolisasikan menjadi glukosa
dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.
F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:
a. Keluhan TRIAS: Kencing yang berlebihan (Poliuri), Rasa haus yang berlebihan
(Polidipsi), Rasa lapar berlebihan (Polifagia) dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
           Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria,
Polidipsia, Polifagia, Berat Badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun,
Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996). Penyakit pada penderita diabetes bagian kaki
dengan gejala  dan tanda sebagai berikut : 
a. Sering kesemutan/gringgingan (asmiptomatus).
b. Adanya kalus ditelapak kaki
c. Nyeri saat istirahat.
d. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu:
pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
(HbA1c), Complete blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.
b. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan X-ray untuk mengetahui ada tidaknya osteomyelitis.
 Kultur dan resistensi untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi luka
segingga dapat memilih obat antibiotik yang tepat.
 Tes lain yang dapat dilakukan adalah: sensasi pada getaran, merasakan sentuhan
ringan, kepekaan terhadap suhu.
Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu:
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dL
mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosila
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari
terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan
diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum
cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl. Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya
yaitu lebih dari 200 mg/dL. Biasanya tes ini di anjurkan untuk pasien yang
menunjukkan kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick
Yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya
untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
e. Gula Darah Puasa (FPB)
Diindikasikan mengalami DM jika hasilnya lebih dari 126 mg/dL. Tes ini mengukur
presentase gula yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada
hemoglobin selama hidup SDM. Rentang normal antara 5 – 6 %.
f. Tes Urin
Dipastikan mengalami DM jika Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Ketosis
terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosa menunjukkan bahwa ambang ginjal
terhadap reabsobsi glukosa dicapai. Ketonuria menendakan ketoasidosis.

H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM, (Corwin,EJ.2009) yaitu :
b. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau ditambah
2) Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung.
c. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah
1) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore.
2) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen.
3) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
4) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
d. Obat-obatan
1. Insulin
Dilakukan dengan injeksi subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1
– 4 jam, sesudah suntikan subcutan.
2. Cangkok pankreas   
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara kembar
identik.
3. Ulcus Kaki Diabetic
- Debridement local radikal pada jaringan sehat
- Terapi antibiotik sistemik uuntuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas
antibiotik, misalnya ciprofloxacin, ofloxacin
B. KOMPLIKASI
Menurut (Mansjoer dkk, 1999) beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus adalah
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal.
Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg%
(5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa
plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar
glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler
diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006).
2. Hiperglikemia
Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya
produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis
secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose
reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam
sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin).
3. Penyakit makrovaskuler seperti Penyakit pembuluh darah
4. Ulkus/gangrene
Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetik.
Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan
suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek
keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling berhubungan yaitu :
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan
dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
1) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
4) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
a. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
3) Status neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
b. Pengkajian pola fungsi kesehatan menurut Gordon sebagai berikut:
1) Pola persepsi kesehatan yang pernah dialami klien,
Apa upaya dan dimana klien mendapatkan pertolongan kesehatan lalu apa
saja yang membuat status kesehatan klien menurun, termasuk riwayat
penggunaan obat-obatan.
2) Pola nutrisi metabolic
Tanyakan pada klien tentang jenis, frekuensi dan jumlah makan dan
minum klien dalam sehari-hari. Kaji adanya mual-muntah, penggunaan
selang enteral, timbangan berat badan, ukur tinggi badan , hitung berat
ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi. Pada gejala awal
pasien DM ditemukan selera makan yang meningkat. Dan pada gejala
lanjutan ditemukan mual-muntah.
3) Pola eliminasi
Kaji frekuensi, karakteristik, kesulitan/ masalah dan juga pemakaian alat
bantu seperti folley kateter, ukur juga intake dan output setiap shift,
adanya poliuria dan polidipsi.
Proses eliminasi, kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan / masalah
defekasi dan juga pemakaian alat bantu/ intervensi dalam BAB.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang.
Tanyakan kepada klien adanya keluhan kelelahan, letih, takikardia,
takipnea pada keadaan isitirahat atau aktivitas. Pada kasus DM mengeluh
mudah lelah, letih.
1) Pola tidur dan istirahat
Pada pasien DM, sering terbangun dan tidak bisa tidur karena oleh
poliuria.
5) Pola persepsi kognitif
Apabila sudah terjadi komplikasi adanya gangguan penglihatan.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya apakah klien pernah mengalami putus
asa/frustasi/stress/ dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
7) Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien di masyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan
klien di masyarakat dan keluarga dan teman sekerjanya. Kaji apakah ada
gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan
anggota keluarga dan orang lain. System dukungan pasangan atau keluarga
terhadap klien selama sakit.
8) Pola reproduksi seksual
Tanyakan pada klien tentang penggunaan alat kontrasepsi dan
permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status
pernikahan klien.
9) Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Kaji factor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
Selma ini. Kaji kedaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ungkapan,
penyangkalan terhadap diri sendiri.
10) Pola sistem kepercayaan
Kaji apakah klien sering beribadah, klien menganut agama apa. Kaji
apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan
kesehatan
b. Pengkajian perubahan pada perkembangan fisiologis, kognitif dan perilaku
sosial pada lansia
 Pengkajian status fungsional :
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri.Indeks Katz adalah alat
yang secara luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada
lansia dan penyakit kronis. Format ini menggambarkan tingkat fungsional klien dan
mengukur efek tindakan yang diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini
merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, kontinen dan makan. Indeks katz dilampirkan.
 Pengkajian status kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lanisa muncul akibat kesalahan
konsep karena lansia mengalami kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan struktur
dan fisiologi yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi kemampuan
adaptif & fungsi secara nyata (ebersole &hess, 1994)
 SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual terdiri dari 10
hal yang menilai orientasi, memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan
diri, memori jauh dan kemampuan matematis.

Skore No Pertanyaan Jawaban


+ -
1 Tanggal berapa hari ini
  
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama Tempat ini ?
4 Berapa nomor telepon anda ? 
Dimana Alamat anda ?
( tanyakan bila tidak memiliki telepon )
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang ?
8 Siapa Presiden sebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Berapa 20 dikurangi 3 ? (Begitu
seterusnya sampai bilangan terkecil)
Keterangan :
1. Kesalahan 0 -2        : Fungsi Inteletual Utuh
2. Kesalahan 3-4         : Kerusakan Inteletual Ringan
3. Kesalahan 5-7         : Kerusakan Inteletual Sedang
4. Kesalahan 8-10       : Kerusakan Intelektual Berat

 MMSE (mini mental state exam)


Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi,perhatian dank
kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paliong tinggi adalaha
30, dengan nialu 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang
memerlukan penyelidikan leboh lanjut. Form MMSE dilampirkan.
 Inventaris Depresi Bec
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejal dan sikap yang behubungan dengan
depresi. Setiap hal direntang dengan menggunakan skala 4 poin untuk menandakan
intensitas gejala. Form dilampirkan.
a. Perubahan psikososial
Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang terjadi pada penuaan.
Meskipun perubahan tersebut bervariasi, tetapi beberapa perubahan biasa terjadi pada
mayoritas lansia.
 Pengkajian Sosial
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada seluruh tingkat
kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining singkat yang dapat digunakan untuk
mengkaji fungsi social lansia adalah APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk
digunakan pada klien yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan teman-
temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan disfungsi keluarga sangat
tinggi, nilai 4 – 6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G :Growth
A :Affection
R : Resolve

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan menejemen
diabetes tidak tepat.
2. Resiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis (Diabetes Militus).
3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan metabolisme
ditandai dengan jaringan yang rusak.
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai
dengan kurannya pengetahuan.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan iskemi jaringan
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kehilangan nutrisi ( penyakit kronis DM)

B. Intervensi

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
Risiko ketidakstabilan kadar NOC : NIC :
glukosa darah dibuktikan Keparahan Hiperglikemia Management Hiperglikemi
dengan menejemen diabetes  Monitor kadar glukosa darah
Setelah diberikan asuhan
tidak tepat sesuai indikasi
keperawatan selama …. x …. jam,
 Monitor tanda dan gejala
diharapkan
hiperglikemi : Poliuria,
Kriteria Hasil :
Polidipsi, Kelemahan,
 Peningkatan urine output
Pandangan Kabur/ Sakit
berkurang
Kepala, Polifagi
 Haus berkurang
 Berikan insulin sesuai resep
 Tidak kelelahan
 Dorong asupan cairan oral
 Sakit kepala berkurang
 Monitor AGD, elektrolit dan
 Mukosa mulut lembab
kadar betahidroksibutirat
 Kadar glukosa darah menurun
sesuai yang tersedia

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Diagnosa
(NOC) (NIC)
Resiko infeksi dibuktikan NOC NIC
dengan penyakit kronis Keparahan Infeksi Kontrol Infeksi
(Diabetes Militus). Setelah diberikan asuhan  Bersihkan lingkungan dengan
keperawatan selama …. x …. jam, baik setelah digunakan untuk
tidak terdapat risiko infeksi setiap pasien
Kriteria Hasil :  Anjurkan pasien mengenal
 Status imunitas baik teknik mencuci tangan dengan
 Penyembuhan : Luka sekunder baik
baik  Jaga lingkungan aseptic saat
melakukan tindakan
keperawatan (misal :
mengganti tabung dan botol
TPN)
 Pastikan teknik perawatan luka
yang tepat
 Berikan terapi antibiotik
 Anjurkan pasien untuk
meminum antibiotik seperti
yang diresepkan
Perlindungan Infeksi
 Monitor adanya tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
local
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Berikan perawatan kulit yang
tepat untuk area yang
mengalami oedema
 Periksa kulit dan selaput lender
untuk mengetahui apakah ada
kemerahan, kehangatan
ekstrim/ drainase
 Pantau adanya perubahan
tingkat energy/ malaise
 Intruksikan pasien untuk
minum antibiotik yang
diresepkan
 Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi

Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


(NOC) (NIC)
Kerusakan integritas jaringan NOC Perawatan Luka
berhubungan dengan Integritas jaringan : Kulit dan
gangguan metabolisme Membran Mukosa  Monitor karakteristik luka,
ditandai dengan jaringan yang Setelah diberikan asuhan termasuk drainase, warna,
rusak. keperawatan selama …. x …. jam, ukuran , dan bau
diharapkan  Berikan balutan yang sesuai
Kriteria Hasil : dengan jenis luka
 Suhu Kulit Normal  Perkuat balutan (luka), sesuai
 Tidak terjadi Hidrasi kebutuhan
 Integritas kulit normal  Periksa luka setiap kali
 Tidak terdapat lesi pada kulit perubahan balutan
 Tidak terjadi nekrosis  Bandingkan dan catat setiap
perubahan luka
 Reposisi pasien setidaknya 2
jam dengan tepat
 Dorong cairan yang sesuai

Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan asuhan Pengajaran : Proses Penyakit


berhubungan dengan keperawatan selama …×… jam  Berikan penilaian tentang
kurangnya informasi ditandai diharapkan masalah teratasi tingkat pengetahuan pasien dan
dengan kurannya pengetahuan dengan kriteria hasil : keluarga tentang proses
NOC Label : Pengetahuan : penyakit.
Manajemen Diabetes Mellitus  Gambarkan tanda dan gejala
 Pasien dan keluarga yang biasa muncul pada
menyatakan paham tentang penyakit dengan tepat.
penyakit, kondisi, prognosis,  Gambarkan proses penyakit
dan program pengobatan. dengan cara yang tepat.
 Pasien dan keluarga mampu  Identifikasi kemungkinan
melaksanakan prosedur penyebab dengan tepat.
manajemen penyakit yang
dijelaskan secara benar.

Intoleransi aktifitas NOC NIC


berhubungan dengan Toleransi Terhadap Aktivitas Peningkatan Tidur
kelemahan. Kriteria Hasil :  Tentukan pola tidur/aktivitas
1. Saturasi oksigen ketika pasien.
beraktivitas.  Perkirakan tidur/siklus bangun
2. Frekuensi nadi ketika pasien di dalam perawatan
beraktivitas. perencanaan.
3. Frekuensi pernapasan ketika  Tentukan efek dari obat (yang
beraktivitas. dikonsumsi) pasien terhadap
4. Kemudahan bernapas ketika pola tidur.
beraktivitas.  Monitor/catat pola tidur pasien
5. Tekanan darah sistolik ketika dan jumlah jam tidur.
beraktivitas.  Monitor pola tidur pasien, dan
6. Tekanan darah diastolik ketika catat kondisi fisik (misalnya,
beraktivitas. apnea tidur, sumbatan jalan
7. Warna kulit. napas, nyeri/ketidaknyamanan,
8. Kecepatan berjalan. dan frekuensi buang air kecil)
9. Jarak berjalan. dan atau kondisi psikologis
10. Kekuatan tubuh bagian atas. (misalnya, ketakutan dan
11. Kekuatan tubuh bagian bawah. kecemasan) keadaan yang
mengganggu tidur.
 Anjurkan pasien untuk
memantau pola tidur.
 Sesuaikan lingkungan
(misalnya, cahaya,
keheningan, kebisingan, suhu,
kasur, dan tempat tidur) untuk
meningkatkan tidur.

Ketidakefektifan perfusi Setelah diberikan asuhan Manajemen Asam Basa


jaringan perifer berhubungan keperawatan selama ...x... jam,
□ mempertahankan
dengan iskemi jaringan perfusi jaringan perifer pasien
keefektifan jalan nafas
menjadi efektif dengan kriteria
klien dengan menggunakan
hasil:
nasal kanul atau masker
NOC: oksigen
Perfusi Jaringan : Perifer □ memposisikan klien untuk
mendapatkan ventilasi yang
□ Pengisian Kapiler jari
adekuat dengan
□ Pengisian Kapiler jari kaki
memberikan posisi semi
□ Suhu kulit ujung kaki dan
fowler pada pasien
tanagn
□ mempertahankan kestabilan
□ Kekuatan denyut nadi
akses selang intravena
karotis (kanan)
dengan terapi diuretik
□ Kekuatan denyut nadi
□ memberikan pengobatan
karotis (kiri)
nyeri pada klien sesuai
□ Kekuatan denyut nadi
dengan takaran yang tepat
brachialis (kanan)
□ memberikan terapi oksigen
□ Kekuatan denyut nadi
pada klien melalui nasal
brachialis (kiri)
kanul atau masker oksigen
□ Denyut femoralis (kanan)
dengan tepat
□ Denyut femoralis (kiri)
Monitoring Asam Basa
□ Kekuatan denyut pedal
(kanan) □ mengambil spesimen AGD,
□ Kekuatan denyut pedal Urine, dan serum untuk
(kiri) Pemeriksaan Laboratorium
□ Tekanan darah diastolik keseimbangan asam basa
dalam batas normal □ menganalisa hasil
□ Tekanan darah sistolik pemeriksaan laboratorium
dalam batas normal AGD, serum, dan urine
□ Nilai rata-rata tekanan pada pasien yang
darah mengalami kondisi dengan
□ Bruit diujung kaki dan effect yang lambat pada
tanagn nilai Ph <7,35
□ MAP dalam batas normal □ monitor tanda dan gejala
□ Nadi teraba kuat kekurangan HCo3 yang
□ Tidak terjadi udeme pada ditandai dengan pernafasan
perifer. kusmaul, kelemahan,
□ Nyeri diujung kaki dan disorientasi, sakit kepala,
tangan yang terlokalisasi anoreksia, koma, PH urine
□ Nekrosis <6
□ Mati rasa □ Tinggikan anggota badan
□ Tingling yang terkena 20 derajat
□ Muka tidak lagi pucat atau lebih dari jantung
□ Tidak terjadi keram otot □ Anjurkan latihan ROM
□ Kerusakan integritas kulit pasif atau aktif, terutama
□ Rubor latihan ekstremitas bawah,
□ Parastesial selama istirahat.

Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi:


kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 3 x 24 jam,  Tentukan status gizi pasien dan
berhubungan dengan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat kemampuan pasien untuk
kehilangan nutrisi ( penyakit terpenuhi dengan kriteria hasil memenuhi kebutuhan gizi.
kronis DM) yaitu sebagai berikut:  Identifikasi adanya alergi atau
Status Asupan Nutrisi : intoleransi makanan yang
 Asupan kalori adekuat dimiliki pasien.
 Asupan protein adekuat  Ciptakan lingkungan yang
 Asupan lemak adekuat optimal pada saat
 Asupan karbohidrat adekuat mengkonsumsi makan

 Asupan serat adekuat (misalnya, bersih, berventilasi,

 Asupan vitamin adekuat santai, dan bebas dari bau yang


menyengat).
 Asupan mineral adekuat
 Anjurkan pasien untuk duduk
 Asupan zat besi adekuat
pada posisi tegak di kursi, jika
 Asupan kalsium adekuat
memungkinkan.
 Asupan natrium adekuat
 Anjurkan keluarga untuk
membawa makanan favorit
pasien, sementara pasien
berada di rumah sakit atau
fasilitas perawatan, yang
sesuai.
 Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan.
Manajemen Saluran Cerna:
 Catat tanggal buang air besar
terakhir.
 Monitor buang air besar
termasuk konsistensi, bentuk,
volume, dan warna, dengan
cara yang tepat.
 Monitor bising usus.
 Instruksikan pasien mengenai
makanan tinggi serat, dengan
cara yang tepat.

C. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan.

D. Evaluasi
Dilakukan menggunakan metode SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Bluechek, Gloria M., dkk. 2016. NIC (Nursing Intervention Classification). Singapura:
Mocomedia
Doctherman, J.M. and Gloria, N.B. 2008. Nursing Interventtions Classification (NIC), Fifth
Edition.USA : Mosby Elsevier
Djokomoeljanto. 1997. Tinjauan Umum tentang Kaki Diabetes. Dalam: Djokomoeljanto dkk,
editor, Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaannya, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang.
Frykberg. (2006). Diabetic Foot Disorders a Clinical Practice Guidelines. The Journal of
Foot and Ankle Surgery .
Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi (NANDA) 2012-2014.
Jakarta: EGC
International Working Group on the Diabetic Foot, 2003. Epidemiology of diabetic foot
infections in a populationbased cohort. Paper presented at: International Consensus on
the Diabetic Foot; May 22-24, 2003; Noordwijkerhout, the Netherlands
Manjoer, A., dkk (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta;
Media Aesculpius FKUI
Misnadiarly. (2006). Diabetes Melitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Jakarta : Penerbit Populer
Obor
Moorhead, Sue, dkk. 2016. NOC (Nursing Outcome Classification). Singapura: Mocomedia
NANDA Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EG
Riyanto B. 2007. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah
Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka
Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro,. p.15-30.
Subekti I. 2006. Neuropati Diabetik Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi keempat. Penerbit
FK UI. Jakarta.
Waspadji, S. (2006). Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya Diagnosis dan
Strategi Pengelolaan. In d. Aru W, Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 4. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai