Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MELITUS

DISUSUN OLEH:

NAMA : ENDANG MARGIANTI


NIM :2017.C.09a.0884

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019
2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Defisini

Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demam


tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan
metabolisme lemak dan protein (Brunner & Suddarth, 2000).

2.1.2 Anatomi Fisiologi

2.1.2.1 Anatomi Pankreas

Pankreas adalah sebuah organ yang terletak di daerah perut. Bagian ini memainkan peran
penting dalam mengubah makanan yang kita makan menjadi bahan bakar bagi sel-sel dalam
tubuh. Fungsi pankreas ada 2 yaitu:

 Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
 Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama
membentuk organ endokrin yang mensekresikan Pulau langerhans manusia mengandung
tiga jenis sel utama,yaitu :
1. Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
2. Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat
3. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan (Tambayong, 2001).

2.1.2.2 Fisiologi

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan
adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui
vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di
vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah
lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta.

Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat
penting pada metabolisme karbonhidrat.

Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang


dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis.
Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah
glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer
tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :

 Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu Kerja insulin yaitu merupakan
hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk
kedalam sel.

1. Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.


2. Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
3. Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4. 4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

 Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme


counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh

2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

 Faktor genetic

Penderitadiabetes tidakmewarisi diabetes tipe itu sendiri tetapi mewarisi suatu


presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses imunlainnya.

 Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.

 Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksisel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksisel β pancreas.

2.1.2.2 Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola


familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel.

Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price,1995).

Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.Faktor risiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelompok etnik

2.1.3 Klasifikasi

2.1.3.1 Klasifikasi Klinis

 Diabetes Mellitus

1. Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I


2. Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas ,
dan DMTTI dengan obesitas)

 Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)


 Diabetes Kehamilan (GDM)

2.1.3.2 Klasifikasi risiko statistik

 Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa


 Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan
hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin
diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh
awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan
jumlah produksi insulin.
2.1.4 Patway
2.1.5 Manisfestasi Klinis

MenurutAskandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila


menderita dua dari tiga gejala,yaitu:

1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes
Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan,
Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan
2.1.6 Komplikasi

Beberapakomplikasidari Diabetes Mellitus (Mansjoerdkk, 1999) adalah :

2.1.7.1 Akut

o Hipoglikemia dan hiperglikemia


o Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
o Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
o Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

2.1.7.2 Komplikasi menahun Diabetes Mellitus


o Neuropati diabetic
o Retinopati diabetik
o Nefropati diabetik
o Proteinuria
o Kelainan koroner
o Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)

Terdapatlima grade ulkus diabetikum antara lain:


 Grade 0 : tidak ada luka
 Grade I :kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
 Grade II :kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
 Grade III :terjadi abses
 Grade IV :Gangren pada kaki bagian distal
 Grade V :Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Diabetes Tipe I
a) hiperglikemia berpuasa
b) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c) keletihan dan kelemahan
d) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.1.8.2 Diabetes Tipe II
a) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c) komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
2.1.8.3 Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis,
daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba
pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a) Pain (nyeri)
b) Paleness (kepucatan)
c) Paresthesia (kesemutan)
d) Pulselessness (denyut nadi hilang)
e) Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus). Smeltzer dan
Bare (2001: 1220).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
2.1.9.1 Glukosa darah : darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi
daripada metode tanpa deproteinisasi.
2.1.9.2 Glukosa urin : 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka
sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan
naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
2.1.9.3 Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak
terdeteksi
2.1.9.4 Pemeriksan lain : fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL,
LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang
perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :
2.2.1.1 Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
2.2.1.2 Sirkulasi : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
2.2.1.3 Eliminasi : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
2.2.1.4 NutrisI : Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
2.2.1.5 NeurosensorI : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2.2.1.6 Nyeri : Pembengkakan perut, meringis.
2.2.1.7 Respirasi : Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
2.2.1.8 Keamanan : Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
2.2.1.9 Seksualitas : Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Nyeri akut b/d agen injuri fisik.
2.2.2.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
2.2.2.3 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,
imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati).
2.2.2.4 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot.
2.2.2.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
2.2.2.6 Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya.
2.2.2.7 Potensial Komplikasi (PK) : Hipo / Hiperglikemi.
2.2.2.8 Potensial Komplikasi (PK) : Infeksi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :
b/d agen keperawatan, tingkat Lakukan pegkajian nyeri secara
injuri fisik kenyamanan klien komprehensif termasuk lokasi,
meningkat, dan dibuktikan karakteristik, durasi, frekuensi,
dengan level nyeri: kualitas dan ontro presipitasi.
klien dapat melaporkan Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri pada petugas, ketidaknyamanan.
frekuensi nyeri, ekspresi Gunakan teknik komunikasi
wajah, dan menyatakan terapeutik untuk mengetahui
kenyamanan fisik dan pengalaman nyeri klien sebelumnya.
psikologis, TD 120/80 Kontrol ontro lingkungan yang
mmHg, N: 60-100 x/mnt, mempengaruhi nyeri seperti suhu
RR: 16-20x/mnt ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Control nyeri dibuktikan Kurangi ontro presipitasi nyeri.
dengan klien melaporkan Pilih dan lakukan penanganan nyeri
gejala nyeri dan control (farmakologis/non farmakologis)..
nyeri. Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimb Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi


angan nutrisi keperawatan, klien Kaji pola makan klien
kurang dari menunjukan status nutrisi Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan adekuat dibuktikan dengan Kaji makanan yang disukai oleh
tubuh bd BB stabil tidak terjadi mal klien.
ketidakmamp nutrisi, tingkat energi Kolaborasi dg ahli gizi untuk
uan tubuh adekuat, masukan nutrisi penyediaan nutrisi terpilih sesuai
mengabsorbsi adekuat dengan kebutuhan klien.
zat-zat gizi Anjurkan klien untuk meningkatkan
berhubungan asupan nutrisinya.
dengan faktor Yakinkan diet yang dikonsumsi
biologis. mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh
klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam
proses mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Wound care


integritas keperawatan, Wound Catat karakteristik luka:tentukan
jaringan bd healing meningkat ukuran dan kedalaman luka, dan
faktor dengan criteria: klasifikasi pengaruh ulcers
mekanik: Luka mengecil dalam Catat karakteristik cairan secret yang
perubahan ukuran dan peningkatan keluar.
sirkulasi, granulasi jaringan Bersihkan dengan cairan anti bakteri
imobilitas Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
dan Lakukan nekrotomi K/P
penurunan Lakukan tampon yang sesuai
sensabilitas Dressing dengan kasa steril sesuai
(neuropati) kebutuhan
Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik dressing steril
ketika melakukan perawatan luka
Amati setiap perubahan pada balutan
Bandingkan dan catat setiap adanya
perubahan pada luka
Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi


mobilitas keperawatan, dapat Pastikan keterbatasan gerak sendi
fisik bd tidak teridentifikasi Mobility level yang dialami
nyaman Joint movement: aktif. Kolaborasi dengan fisioterapi
nyeri, Self care:ADLs Pastikan motivasi klien untuk
intoleransi Dengan criteria hasil: mempertahankan pergerakan sendi
aktifitas, Aktivitas fisik meningkaT. Pastikan klien untuk mempertahankan
penurunan ROM normal pergerakan sendi
kekuatan otot Melaporkan perasaan Pastikan klien bebas dari nyeri
peningkatan kekuatan sebelum diberikan latihan
kemampuan dalam Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
bergerak. keteraturan, Latih ROM pasif.
Klien bisa melakukan Exercise promotion
aktivitas. Bantu identifikasi program latihan
Kebersihan diri klien yang sesuai
terpenuhi walaupun dibantu Diskusikan dan instruksikan pada
oleh perawat atau keluarga klien mengenai latihan yang tepat
Exercise terapi ambulasi
Anjurkan dan Bantu klien duduk di
tempat tidur sesuai toleransi
Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi.
Fasilitasi penggunaan alat Bantu
Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding
and toileting.
Dorong keluarga untuk berpartisipasi
untuk kegiatan mandi dan kebersihan
diri, berpakaian, makan dan toileting
klien
Berikan bantuan kebutuhan sehari –
hari sampai klien dapat merawat
secara mandiri.
Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
Dorong klien melakukan aktivitas
normal keseharian sesuai
kemampuan.
Promosi aktivitas sesuai usia
5. Kurang Setelah dilakukan asuhan Teaching : Dissease Process
pengetahuan keperawatan, pengetahuan Kaji tingkat pengetahuan klien dan
tentang klien meningkat. keluarga tentang proses penyakit.
penyakit dan Knowledge : Illness Care Jelaskan tentang patofisiologi
perawatan dg kriteria : penyakit, tanda dan gejala serta
nya Tahu Diitnya penyebab yang mungkin.
Proses penyakit Konservasi Sediakan informasi tentang kondisi
energi Kontrol infeksi klien.
Pengobatan Siapkan keluarga atau orang-orang
Aktivitas yang dianjurkan yang berarti dengan informasi tentang
Prosedur pengobatan perkembangan klien.
Regimen/aturan pengobatan Sediakan informasi tentang diagnosa
Sumber-sumber klien
kesehatan Diskusikan perubahan gaya hidup
Manajemen penyakit yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses
penyakit.
Diskusikan tentang pilihan tentang
terapi atau pengobatan.
Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi.
Dorong klien untuk menggali pilihan-
pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan.
Gambarkan komplikasi yang mungkin
terjadi.
Anjurkan klien untuk mencegah efek
samping dari penyakit.
Gali sumber-sumber atau dukungan
yang ada.
Anjurkan klien untuk melaporkan
tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan.
Kolaborasi dg tim yang lain.
6. Defisit self Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri
care keperawatan, klien mampu Monitor kemampuan pasien terhadap
Perawatan diri perawatan diri.
Self care :Activity Daly Monitor kebutuhan akan personal
Living (ADL) dengan hygiene, berpakaian, toileting dan
indicator : makan.
Pasien dapat melakukan Beri bantuan sampai klien
aktivitas sehari-hari (makan, mempunyai kemapuan untuk merawat
berpakaian, kebersihan, diri.
toileting, ambulasi). Bantu klien dalam memenuhi
Kebersihan diri pasien kebutuhannya.
terpenuhi Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuannya.
Pertahankan aktivitas perawatan diri
secara rutin.
Evaluasi kemampuan klien dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berikan reinforcement atas usaha
yang dilakukan dalam melakukan
perawatan diri sehari hari.
7. PK: Hipo / Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipoglikemia:
Hiperglikemi keperawatan, diharapkan Monitor tingkat gula darah sesuai
perawat akan menangani indikasi.
dan meminimalkan episode Monitor tanda dan gejala hipoglikemi
hipo / hiperglikemia ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit
dingin, lembab pucat, tachikardi, peka
rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
Jika klien dapat menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
sampai kadar gula darah > 69 mg/dl.
Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol.
K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dietnya.
Managemen Hiperglikemia :
Monitor GDR sesuai indikasi.
Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual
dan muntah, tachikardi, TD rendah,
polyuria, polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi.
Berikan insulin sesuai order.
Pertahankan akses IV.
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan.
Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap
atau memburuk.
Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi.
Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine.
Pantau jantung dan sirkulasi (
frekuensi & irama, warna kulit, waktu
pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium.
Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan Pantau tanda dan gejala infeksi primer
keperawatan, perawat akan & sekunder.
menangani / mengurangi Bersihkan lingkungan setelah dipakai
komplikasi defesiensi imun pasien lain.
Batasi pengunjung bila perlu.
Intruksikan kepada keluarga untuk
mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
Gunakan sabun anti miroba untuk
mencuci tangan.
Lakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan sarung tangan
sebagai alat pelindung.
Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
Lakukan perawatan luka dan dresing
infus setiap hari.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya
dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12. Berikan antibiotik sesuai program.
13. Monitor hitung granulosit dan WBC.
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan
bila hasilnya positip.
15. Dorong istirahat yang cukup.
16. Dorong peningkatan mobilitas dan
latihan.
17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda
dan gejala infeksi.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan
rencana tindakan yang telah disusun. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat
dalam pencatatan keperawatn agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip
dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik
komunikasi teraupetik serta penjalasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu independent,
dependent, interdependent. Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh perawatn tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan
lainnya, kemudian dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan pelaksanaan
rencana tindakan medis. Sedangkan interdependent adalah tindakan keperawatn yang
menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukah suatu kerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya. Misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter. Keterampilan yang harus dimiliki
perawat dalam melaksanakan tindaakn keperawtan yaitu kognitif dan psikomotor
(suprajitno, 2004)
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai kemingkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanaakan untuk membantu keefektifan terhadap tindakan.
Sedangkan evaluasi yang dilakukan pada tahap akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuia dengan waktu yang ada pada tujuan.
Disamping itu juga evaluasi adalah merupakan kegiatan ynag merupakan kegiatan yang
membandingkan antra hasil implemntasi dengan kriteria standar yang telah ditetapkan untuk
melihat keberhasilan. Bila evaluasi tudak berhasil atau berhasil sebagian, perlu disusun
rencana keperawtan ynag baru.
Evaluasi menggunakan SOAP yang operasional, pengertian S adalah ungkapan perasaan
dan keluhan yang dirsakan secara subjektif oleh keluarga telah diberikan implementasi
keperawatan. O adalah kegiatan objektif yang dapat diidentifikasi setelah implementasi
keperawatan. A adalah analisis perawatan setelah mengetahui respon subjektif dana objektif
klien yang dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada
tujuan rencana perawatan klien. P adalah perencanaan atau planing selanjutnya setelah
perawat melakukan analisis. Pada tahap ini ada evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh
perawat yaitu : evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara
bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan sesuai kontrak pelaksanaan dan evaluasi
sumatif yang bertujuan menilai keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawtan.
Akan rencana diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi atau
diberhentikan (suparjitno, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Ahem, Nancy R. Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9 Diagnosa
Nanda, Interverensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran.
Docterman dan Bullechek. 2004. Nursing Interverention Classification (NIC). Edition 4 United
States Of America: Masby Elsever Acadamic Press.

Anda mungkin juga menyukai