Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN CKD

Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktik Klinik
Keperawatan Dasar

Dosen Pembimbing : Lailatul Fadilah, S. Kep, Ners, M. Kep

Disusun oleh :

Dwi Kristianti
(P27905121008)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
Chronic Failure Disease (CKD)

A. Konsep Dasar Chronic Failure Disease (CKD)


1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu kegagalan fungsi
ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
serta elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif yang
ditandai dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik) di dalam
tubuh (Muttaqin & Sari, 2011).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah keadaan dimana terjadi
kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan
uremia dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah, serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal
(Nursalam & Batticaca, 2011).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan akibat terminal
destruksi jaringan dan kehilangan fungsi ginjal yang berlangsung secara
berangsur-angsur yang ditandai dengan fungsi filtrasi glomerulus yang
tersisa kurang dari 25% (Kowalak, Weish & Mayer, 2011).
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan atau
kerusakan struktur ginjal yang berangsur-angsur, progresif, ireversibel
dan ditandai dengan penumpukan sisa metabolisme (toksik uremik),
limbah nitrogen yang beredar dalam darah dan fungsi filtrasi glomerulus
yang tersisa kurang dari 25% serta komplikasi dan berakibat fatal jika
tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal.

2. Etiologi
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab.
Sebab-sebab Chronic Kidney Disease (CKD) yang sering ditemukan
dapat dibagi menjadi enam, yaitu :
a. Infeksi Peradangan.
b. Penyakit vascular/hipertensi: Nefroskerosis Benigna/Maligna dan
Stenosis Arteri Renalis.
c. Gangguan jaringan penyambung: Lupus Eritenatosus Sistemik,
Poliarteritis Nodusa dan Skerosis Sistemik Progresif.
d. Penyakit metabolic : Diabetes Mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme
dan Amiloidosis.
e. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgetik dan Nefropati tumbal.
f. Nefropati obstruktif :
1) Saluran kemih bagian atas (kalkuli, neoplasma dan fibrosis
retriberitonial).
2) Saluran kemih bagian bawah (hipertropi prostas, striktur uretra
anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra).
Menurut Haryono (2013 dalam Eko & Andi 2014) gagal ginjal
kronis sering kali menjadi penyaki komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab
yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu, ada
beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu :
a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonephritis).
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis).
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal).
d. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis).
e. Obtruksi saluan kemih (nephrolithiasis).
f. Penyakit kolagen (systemis lupus erythematosus).
g. Obat–obatan nefrotoksik (aminoglikosida).

3. Patofisiologi
Penyakit ginjal kronik (PGK) sering berlangsung secara progresif
melalui empat derajat. Penurunan cadangan ginjal menggambarkan LFG
sebesar 35% sampai 50% laju filtrasi normal. Insufisiensi renal memiliki
LFG sebesar 35% sampai 50% laju filtrasi normal. Gagal ginjal
mempunyai LFG 20% sampai 35% laju filtrasi normal. Gagal ginjal
mempunyai LFG 20% hingga 25% laju filtrasi normal, sementara
penyakit ginjal stadium terinal atau akhir (end stage renal disease)
memiliki LFG < 20% laju filtrasi normal (Kowalak, Weish & Mayer,
2011).
Proses terjadinya penyakit kroik pada awalnya tergantung pada
penyakityang mendasarinya, tapi dalam proses perkembangannya yang
terjadi kurang lebih sama. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal
untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan eletrolit. Penurunan
massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefrin
yang masih bertahan (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi
ginjal untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, yang diperantarai
oleh molekuler vasoaktif seperti sitokinin dan growth factors. Hal ini
menyebabkan peningkatan kecepatan filtrasi, yang disertai oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Mekanisme
adaptasu ini cukup berhasil untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit dan cairan tubuh, hingga ginjal dalam tingkat fungsi yang
sangat rendah. Pada akhirnya, jika 75% massa nefron sudah hancur,
maka LFG dan beban zat rerlalurt bagi setiap nefron semakin tinggi,
sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara
peningkatan filtrasi dan reabsorrpsi oleh tubulus) tidak dapat lagi
dipertahankan (Sudoyo dkk, 2007 dalam Price & Wilson, 2013).
Glomerulus yang masih sehat pada akhirnya harus menanggung
beban kerja yang terlalu berlebihan. Keadaan ini dapat mengakibatkan
terjadinya sklerosis, menjadi kaku dan nekrosis. Zat-zat toksis
menumpuk dan perubahan yang potensial menyebabkan kematian terjadi
pada semua organ-organ penting (Kowalak, Weish & Mayer, 2011).
4. Pathway

Zat toksik Vaskular Infeksi Obstruksi sal kemih

Reaksi antigen antibodi Arterio skerosis Tertimbun ginjal


Retensi urin Batu besar & kasar

Suplay darah ginjal


turun
Menekan syaraf Iritasi / cedera
perifer jaringan
GFR turun

Nyeri pinggang Hematuria


GGK

Anemia

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitein turun

Total CES naik Produksi Hb menurrun


Sindom uremia
Intoleransi Aktivitas

Tekanan Kapiler naik Suplai nutrisi dalam darah


Gg. Keseimbangan Urokrom tertimbun di Perpospatemia turun
Asam Basa kulit
Volume interstitisial naik
Pruritis Gangguan nutrisi Perfusi Perifer
Produksi asam Perubahan warna tidakefektif
lambung naik kulit Oksihemoglobin turun
Kerusakan integritas kulit Edema
Pre load naik
Neusea, vomitus Iritasi lambung

Beban jantung naik

Resiko infeksi Resiko perdarahan


Hipertrovi ventriel kiri

Gastritis Hematemesis, melena


Payah jantung kiri

Mual, muntah Anemia

COP turun Bendungan atrium kiri naik


Defisit nutrisi Keletihan

Tekanan vena pulmonalis

Aliran darah ginjal Suplai O2 jaringan Suplai O2 ke otak


menurun menurun turun Kapiler paru naik

RAA turun Metabolisme anaerob Syncope (kehilangan Edema paru


kesadaran)
Retensi Na dan H2O Asam laktat naik Gangguan pertukaran gas

Kelebihan volume cairan Fatigue, nyeri sendi

Nyeri
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat muncul di berbagai sistem tubuh
akibat penyakit ginjal kronik (PGK) menurut Baradero, Dayrit & Siswadi
(2009 dalam Price & Wilson, 2013) sebagai berikut :
a. Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital Friction rub
pericardial, pembesaran vena leher
b. Sistem Dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik pruritus,
ekimosis, lecet, pucat, pigmentasi, pruritus, perubahan rambut dan
kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, dan garis-garis merah biru
yang berkiatan dnegan kehilangan protein), kulit kring, memar.
c. Sistem Respirasi
Sputum kental dan Pernafasan kusmaul, dipsnea, suhu tubuh
meningkat, pleural friction rub, takipnea, batuk disertai nyeri, edema
paru serta halitosis uremuk atau fetor.
d. Sistem Gastrointestinal
Distensi abdomen, anoreksia menyebabkan penurunan berat badan,
mual, muntah, nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut
konstipasi, diare, perdarahan saluran cerna, stomatitis, parotitis, dan
gastritis.
e. Sistem Neurologi
Tidak mampu konsentrasi kelemahan dan keletihan konfusi/
perubahan tingkat kesadaran, letargi/ gelisah, disorientasi kejang,
koma, asteriksis dan stupor.
f. Sisten Muskuloskeletal
Nyeru sendi, Kram otot, kekuatan otot hilang Kelemahan pada
tungkai, foot drop yang berlanjut menjadi paraplegia, pertumbuhan
pada anak terlampabt, dan rikers ginjal.
g. Sistem Reproduktif
Manifestasi klinik yang dapat muncul pada sistem reproduksi
adalah libido menurun, disfungsi ereksi, infertilitas, amenorea,
lambat pubertas.

6. Komplikasi
Komplikasi menurut Baughman (2000 dalan Eko & Andi, 2014)
yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah:
a. Penyakit tulang Penurunan kadar kalsium (hipokalasemia) secara
langsung akan mengakibatkan dekaldifikasi matriks tulang, sehingga
tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan fraktur pathologis.
b. Penyakit kardiovaskuler Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik
akan berdampak secara sistemik berupa hipotensi, kelainan lipid,
intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi
hipertrofi ventrikel kiri).
c. Anemia karena selain fungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi
dalam rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang
mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.
d. Disfungsi seksual dengan gangguan sisrkulasi pada ginjal, maka
libido sering mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria.
Pada wanita dapat terjadi hiperprolaktinemia
Menurut (Haryono, 2013) tambahan komplikasi yang dapat di
timbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis yaitu :
a. Hiperkalemia, akibat penurunan ekresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diit berlebih
c. Perikharditis, efusi perikardial dan tenponade jantung, akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang di butuhkan untuk menegakkan
diagnosa menurut Baughman (2000) dalam Eko & Andi (2014), yaitu :
a. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan
kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui
fungsi ginjal adalah analisa creatinine clearance (renal function
test). Pemeriksaan kadar fungsi elektrolit juga harus dilakukan untuk
mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai
bentuk kinerja ginjal.
b. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan
parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada
klien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obtruksi atau
jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan
terlihat.
Menurut Padila (2012) adapun tambahan pemeriksaan penunjang
pada penderita gagal ginjal kronik, yaitu :
a. Pemeriksaan urine atau pemeriksaan lengkap
Pemeriksaan urine atau pemeriksaan lengkap seperti volume, warna,
berat jenis, klirens kreatinin, natrium, protein, darah atau blood
ureum nitrogen (BUN) atau pemeriksaan kreatinin, Hemoglobin,
Natrium Serum, Kalium, Magnesium, Kalsium, Protein.
b. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
d. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography,
Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen.

8. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)


a. Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan
elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut:
1) Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan
edema.
3) Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati
osteodistropi ginjal dengan mengikat fosfat dan menambah
kalsium
4) Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah
dan edema.
5) Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.
6) Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk
anemia.
7) Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang,
memproduksi sel darah merah.
8) Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk
melawan efek hematologik.
9) Terapi dialysis (pengganti ginjal) Dialysis digunakan untuk
mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik dari tubuh bila
ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat digunakan untuk
mengobati klien dengan edema yang tidak meresponpengobatan
lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan dialysis
peritonial, untuk menggantikan ginjal yang tidak berfungsi.
b. Keperawatan
1) Cairan
 Klien yang tidak didialisa
Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-
500 ml (untuk menghitung kelebihan cairan rutin) ditambah
volume yang hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah
selama 24 jam terakhir.
 Klien dialisis
Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan
berat badan tidak lebih dari 0,45 kg/hari diantara waktu
dialisis. Ini umumnya akibat dari pemasukan 500 ml sehari
ditambah volume yang hilang melalui urin, diare dan muntah.
 Evidance based Practice terapi ice cube’s untuk membantu
mengurangi rasa haus
Pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa merupakan hal yang perlu
diperhatikan. Salah satu cara untuk mengurangi rasa haus dan
meminimalisir terjadinya peningkatan berat badan dengan
terapi ice cube’s untuk membantu mengurangi rasa haus dan
menyegarkan tenggorokkan (Arfany, Armiyati & Kusuma,
2014). Menurut penelitian Dasuki & Basok (2018) pasien
yang menghisap slimber ice dapat menurunkan intensitas rasa
haus menjadi haus ringan bahkan tidak merasa haus serta
dapat meminimalkan resiko kelebihan cairan.
Salah satu intervensi yang dapat diterapkan untuk
mengatasi masalah rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik
yaitu dengan melakukan terapi ice cube’s yaitu dengan
mengulum es batu karena dapat memberikan perasaan lebih
segar daripada minum air mineral sedikit-sedikit (Philips, et
al, 2017). Menghisap es batu dalam sehari maksimal 10
kubus dalam 1 kubus terdapat 5ml yang bisa dilakukan
maksimal 3-4 kali dalam sehari (Sacrias, Rathinasany &
Elavally. 2015).
Berdasarkan hasil penerapan evidance based nursing
terapi ice cube’s diatas sejalan dengan beberapa penelitian
yang telah dilakukan dibeberapa Rumah Sakit. Menurut
Arfany, dkk (2014) mengatakan bahwa pasien hemodialisa
yang mengalami haus setelah diberikan intervensi mengulum
es batu mengalami penurunan tingkat haus. Lama waktu
dapat menahan rasa haus dengan mengulum es rerata 93
menit. Penelitian lain mengatakan bahwa untuk mengurangi
rasa haus pada penderita gagal ginjal kronik karena
pembatasan cairan adalah dengan mengkonsumsi potongan es
karena dapat memberikan perasaan lebih segar daripada
meminum air sedikit-sedikit (Phillips, et al.,2017). Secara
fisiologis, rasa haus dapat muncul 30-60 menit setelah minum
air. Apabila tidak ada asupan cairan yang masuk, maka akan
terjadi peningkatan tekanan osmotik plasma dan penurunan
volume cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan
ekstraseluler mengakibatkan penurunan perfusi darah ke
ginjal yang akan mengaktifkan renin angiotensin dan
aldosterone. Angiotensin II bekerja meningkatkan volume
intravaskuler dengan menstimulasi rasa haus di hipotalamus
sehingga penderita merasa ingin minum (Sherwood, 2012).
2) Elektrolit
 Klien yang tidak dialisis
Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64
mEq)/hari pada dewasa dan sekitar 50 mg (1,9 mEq)/kg/hari
untuk anakanak.
 Klien yang didialisis
Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar
natrium dan kalium serum normal pada Klien dengan dialisis.
selama CAPD (cronik ambulatory peritonial dealysis), kalium
yang dapat diberikan sekitar 2,7-3,1 g (70-80 mEq)/kg/hari
pada anak, untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
3) Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir
metabolisme protein yang tidak dapat diekresikan ginjal.
4) Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV –
Shunt.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Dasar Pada Pasien Chronic Failure


Disease (CKD)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien. Pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.
a. Identitas Klien
Mengidentifikasi identitas klien kemudian dikaitkan dengan apakah
ada faktor resiko yang menyertainya. Pengkajian identifikasi klien
meliputi Nama, umur, Jenis kelamin, Agama, Pendidikan, Alamat:,
No. RM, Pekerjaan. Status Perkawinan, Tanggal MRS, Sumber
Informasi.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat
memicu kemungkinan terjadinya CKD.
c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
1) Aktivitas istirahat
Gejala :
Kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda :
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada
(angina)
Tanda :
Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada penyakit
tahap akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi
rasa) pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan
pendarahan.
3) Integritas Ego
Gejala :
Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya. Peran
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda :
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eiminasi
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi.
Tanda :
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) Makanan / Cairan
Gejala :
Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa
metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
pengguanaan diuretik.
Tanda :
Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit. Edem (umum, tergantung). Ulserasi
gusi, pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak
subkutan, tampak tak bertenaga.
6) Neorosensasi
Gejala :
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
Kaki, gelisah ; kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda :
Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketikmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi otot,
aktifitas kejang, Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki. Memburuk
pada malam hari.
Tanda :
Perilaku berhati-hati dan gelisah.
8) Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan /
tanpa sputum kental atau banyak.
Tanda :
Takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman
(Pernafasan kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah
muda encer (edema paru).
9) Keamanan
Gejala :
Kulit gatal ada / berulamngnya infeksi
Tanda :
Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada klien yang mengalami suhu
tubuh lebih rendah dari pada normal ( efek CKD / depresi
respon imum) Ptekie, araekimosis pada kulit Fraktur tulang ;
defosit fosfat, kalsium, (klasifikasi metastatik) pada kulit,
jaringan lunak sendi, keterbatasan gerak sendi.
10) Seksualitas
Gejala :
penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.
11) Interaksi Sosial
Gejala :
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
d. Pemeriksaan fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaran klien dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
3) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotoran telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,
mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut
pucat dan lidah kotor.
4) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada
leher
5) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar.
Terdapat otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris,
terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat
pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.
6) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek,
perut buncit.
7) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini,
impotensi, terdapat ulkus.
8) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema,
pengeroposan tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
9) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien CKD, yaitu :
a. Hipervolemia berhubungan dengan Ketidakmampuan ginjal
mengsekresi air dan natrium.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin
c. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada saraf ginjal
d. Defisit nutrisi dengan pembatasan diit dan ketidak mampuan untuk
mengabsorbsi nutrien.
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi paru.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis.
g. Resiko Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan efek uremia.
3. Perencanaan asuhan keperawatan
SDKI SLKI SIKI Rasional
Kode : D.0022 Keseimbangan Manajemen Hipervolemia
Hipervolemia Cairan : L.05020 : I.03114
berhubungan Setelah dilakukan Observasi Observasi
dengan tindakan keperawatan 1) Periksa tanda dan gejala 1) Peningkatan
ketidakmampuan selama ... x ... jam hipervolemia (mis. menunjukkan adanya
ginjal diharapkan edema, suara napas hipervolemia.
mengsekresi ekuilibrium antara tambahan) Kelebihan volume
garam dan air volume cairan di cairan berpotensi
ruang intraselular dan gagal jantung atau
ekstraseluler tubuh 2) Identifikasi penyebab edema paru
meningkat. Dengan hipervolemia 2) Beberapa kondisi
kriteria hasil : yang menyebabkan
- Asupan cairan hipervolemia
meningkat (5) misalnya gagal
- Keluaran urin 3) Monitor status jantung kongestif,
meningkat (5) hemodinamik (mis. gagal ginjal.
- Kelembapan Frekuensi jantung, 3) Takikardia dan
membran mukosa tekanan darah, MAP) hipertensi terjadi
meningkat (5) 4) Monitor intake dan karena kegagalan
- Edema menurun output cairan ginjal untuk
(5) mengeluarkan urine
- Turgor kulit 5) Monitor tanda 4) Keseimbangan positif
membaik (5) hemokonsentrasi (mis. menunjukkan
- Tekanan darah Kadar natrium, BUN, kebutuhan evaluasi
membaik (5) hematokrit) lebih lanjut
5) Kadar natrium tinggi
dihubungkan dengan
Terapeutik kelebihan cairan,
1. Timbang berat badan edema, hipertensi dan
komplikasi jantung.
Terapeutik
1. Membantu
mengevaluasi status
cairan khususnya bila
2. Batasi asupan cairan dan dibandingkan dengan
garam berat badan. Tidak
boleh lebih dari 0,5
3. Tinggikan kepala tempat kg/hari.
o o
tidur 30 – 40 2. Menjaga agar
Edukasi kelebihan cairan tidak
1. Ajarkan cara membatasi bertambah parah
cairan 3. Dapat mengalami
gangguan pernapasan

Edukasi
1. Pembatasan cairan
Kolaborasi membutuhkan
1. Kolaborasi pemberian kerjasama dari
diuretik berbagai pihak
termasuk keluarga
dan pasien.
Kolaborasi
1. Diuretik dapat
meningkatkan laju
aliran urine sehingga
produksi urine
meningkat guna
mengurangi kelebihan
volume cairan dalam
tubuh.
Kode : D.0009 Perfusi perifer : Perawatan Sirkulasi :
Perfusi perifer L.02011 I.02079
tidak efektif Setelah dilakukan Manajemen sensasi
berhubungan tindakan keperawatan perifer : I.06195
dengan selama ... x ... jam Observasi Observasi
penurunan diharapkan 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Sirkulasi perifer dapat
konsentrasi keadekuatan aliran (mis.edema, warna, menunjukkan tingkat
hemoglobin darah pembuluh suhu, pengisian kapiler) keparahan penyakit
darah distal untuk 2. Identifikasi faktor risiko 2. Unruk mengetahui
mempertahankan gangguan sirkulasi perubahan perifer
jaringan meningkat. 3. Monitor perubahan kulit 3. Untuk mengetahui
Dengan kriteria hasil: perubahan perifer
- Warna kulit pucat 4. Monitor adanya 4. Mencegah terjadinya
menurun (5) tromboplebitis gumpalan di
- Akral membaik Terapeutik pembuluh darah yang
(5) 1. Hindari pemasangan menyebabkan
- Turgor kulit infus atau pengambilan peradangan dan nyeri
membaik (5) darah di area Terapeutik
- Edema perifer keterbatasan perfusi 1. Untuk mencegah
menurun (5) 2. Hindari penguluran adanya infeksi
- Tekanan darah tekanan darah pada
sistolik membaik ekstermitas dengan
(5) keterbatasan perfusi
- Tekanan darah 3. Lakukan pencegahan 2. Untuk mengurangi
diastolik membaik infeksi adanya infeksi
(5)
Edukasi
1. Anjurkan berolahraga 3. Untuk mengurangi
rutin adanya tanda tanda
Kolaborasi infeksi
1. Kolaborasi pemberian Edukasi
analgesik, jika perlu 1. Untuk menjaga imun
tubuh
2. Kolaborasi pemberian Kolaborasi
kortikosteroid, jika perlu 1. Pemberian analgesik
untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Pemberian
kortikosteroid untuk
menambah hormon
steroid yang
diperlukan tubuh dan
meredakan gejala
peradangan
Kode :D.0077 Tingkat Nyeri : Manajemen Nyeri :
Nyeri akut L.08066 I.08238
berhubungan Setelah dilakukan Observasi Observasi
dengan tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui lokasi,
penekanan pada selama ... x ... karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
saraf diginjal diharapkan nyeri frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas
yang dirasakan bisa intensitas nyeri nyeri yang dirasakan
berkurang yang pasien
ditandai dengan 2. Identifikasi skala nyei 2. Mengetahui skala
kriteria hasil : nyeri yang dirasakan
1. Keluhan nyeri pasien
menurun (5)
2. Meringis Terapeutik Terapeutik
1. Berikan teknik 1. Pasien merasa lebih
menurun (5)
nonfarmakologis untuk rileks
3. Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri
membaik (5) (relaksasi nafas dalam)

Edukasi Edukasi
1. Jelaskan penyebab, 1. Agar pasien
periode, dan pemicu mengetahui dari mana
nyeri sumber nyeri
2. Ajarkan teknik non 2. pasien dapat
farmakologis untuk menerapkan saat nyeri
mengurangi rasa nyeri muncul

Kolaborasi Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1. nyeri dapat berkurang
analgetik

4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditunjukkan pada perawat untuk membuat klien
dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh karena itu rencan tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan pemulihan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaan yang sudah berasil di capai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan
nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan
dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria
hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam, 2012).
Adhiatma, dkk. 2014. Analisis Faktor – Faktor yang berhubungan dengan
Kejadian Gagal Ginjal Kronik pada pasien Hemodialisis Di RSUD Tugurejo
Semarang. Fakultas Kedokteran : Universitas Muhammadiyah Semarang.

Andi Eka Pranata & Eko Prabowo. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan Edisi 1 Buku Ajar. Nuha Medika : Yogyakarta.

Batticaca, F.B., & Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai