FRAKTUR
Tugas ini diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Praktik Klinik
Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing : Kusniawati, S.Kep, Ners, M.Kep
Disusun Oleh :
Dwi Kristianti (P27905121008)
FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2005 dalam
Wijaya dan putri, 2013). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser
(Wijaya dan putri, 2013).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau
persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi
pada tulang tibia dan fibula.
B. Anatomi Fisiologi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk
pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar
anatomi tulang manusia :
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan
tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh.
Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur
kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang.
Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang
banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam
kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari
bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan
Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada
batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra
lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta
tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk
gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan
simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
2. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar
di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan
dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput
femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat
taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan
yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus
ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
3. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis).
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau
mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian
pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk
persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang
disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar
anatomi os tibia dan fibula
4. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai
bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil
yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum
kuboideum, kunaiformi.
5. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang
pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan
dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi.
6. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang
pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari
banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua
buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian
(osteum sesarnoid).
C. Klasifikasi Fraktur
Menurut (Brunner & Suddarth, 2005) jenis-jenis fraktur adalah:
1. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis
tengah tulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan
perpindahan posisi tulang.
2. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit,
integritas kulit masih utuh.
3. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks),
merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit rusak
dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau
membrane mukosa sampai kepatahan tulang.
4. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
Grade III : luka sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
5. Greenstick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang
lainnya membengkok.
6. Tranversal fraktur sepanjang garis tengah tulang
7. Oblik fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
8. Spiral fraktur memuntir seputar batang tulang
9. Komunitif fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen
10. Depresi fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam
(seiring terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
11. Kompresi fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada
tulang belakang).Patologik fraktur yang terjadi pada daerah tulang
berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
12. Epifisial fraktur melalui epifisis
13. Impaksi fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainya.
Menurut Sjamsuhidajat, 2005) patah tulang dapat dibagi menurut:
1. Ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar
yaitu:
a. Patah tulang tertutup
b. Patah tulang terbuka yang memungkinkan kuman dari luar
dapat masuk kedalam luka sampai ketulang yang patah.
c. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang
ditentukan oleh berat ringannya patah tulang.
2. Patah tulang menurut garis fraktur
a. Fisura tulang disebabkan oleh cedera tulang hebat atau oleh
cedera terus menerus yang cukup lama seperti juga
ditemukan pada retak stres pada struktur logam
b. Patah tulang serong
c. Patah tulang lintang
d. Patah tulang kuminutif oleh cedera hebat
e. Patah tulang segmental karena cedera hebat
f. Patah tulang dahan hijau : periost tetap utuh
g. Patah tulang kompresi akibat kekuatan besar pada tulang
pendek atau epifisis tulang pipa
h. Patah tulang impaksi, kadang juga disebut inklavsi
i. Patah tulang impresi
j. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses
destruktif lain.
D. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik
yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang
terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk
mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap pada tempatnya
sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan
rupturnya pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya
pendarahan. Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi
tubuh, sebagai contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi
visceral. Karena ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah
yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga
output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan
tekanan darah diastolik dan mengurangi tekanan nadi (Pulse Pressure)
tetapi hanya sedikit membantu peningkatan perfusi organ.
Hormon- hormon lain yang bersifat vasoaktif juga dilepaskan ke
dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin, bradikinin
beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain.
Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yang
paling efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan
perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang
sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi.
Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai,
maka membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan
gradientnya elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic
merupakan tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu
tidak lama lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan
enzim yang mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan
terus, terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang
progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang
baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang
mengakibatkan rusaknya serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,
2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan
itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
E. Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Menurut Brunner & Suddarth (2005) fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahakan
kontraksi otot ekstremitas, organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah
tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Pembengkakan dan perubahan warna
local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur.
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut (Price, A dan L. Wilson, 2006) :
1. Malunion adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk
sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus
tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan
yang berlebihan didalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan
masif pada suatu tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embolisme syndroma tetesan lemak masuk kedalam pembuluh
darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat
pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70-80 tahun.
7. Tromboembolik komplication trombo vena dalam sering terjadi
pada individu uang imobilisasi dalam waktu yang lama karena
trauma atau ketidakmampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan
ekstremitas bawah atau trauma komplikasi palinh fatal bila terjadi
pada bedah ortopedi.
8. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit
(superfisial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular nekrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
10. Reflek simphathethik dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif
sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum bayak
dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan
vasomontor instability
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada taruma multiple).
5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren
ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.
I. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur
tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid
terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik
gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:
1. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat
kejadian dan kemudian dirumah sakit.
2. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti
letak asalnya.
3. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang
dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi
diatas fraktur dan dibawah fraktur.
4. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price,
2006)
Penatalakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai
berikut:
1. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan
penurunan kesadaran, baru periksa patah tulang.
2. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah
kompikasi
3. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara
dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera
adalah:
4. Merabah lokasi apakah masih hangatObservasi warnaMenekan
pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
5. Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cedera
6. Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa sensasi
nyeri.
7. Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.
8. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
9. Mempertahankan kekuatan kulit
10. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan
intake protein 150-300 gr/hari.
11. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan
tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005):
1. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom
2. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi
revaskularisasi
3. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek
tulang
4. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan
tulang yang baru
5. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan
yang mati dan reorganisai.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identifikasi Pasien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no.
registrasi.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut/kronik tergantung dari lamanya
serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan:
a. Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
pasien.Apakah seperti terbakar, berdenyut atau menusuk.
c. Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag
rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri/pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/kecelakaan, degeneratif dan patologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna
kulit dan kesemutan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau
pernah punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses,
arthritis dan tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan
menular.
6. Pola Fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada
personal hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian,
BAB dan BAK.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi
tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit
dan diet pasien.
c. Pola Eliminasi
Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu
defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan
konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami
gangguan.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan
yang disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan
akibat dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu
dibantu oleh perawat / keluarga.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur
hidup/tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola Sensori Kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang
pada pola kognitif atau cara berpikir pasien tidak
mengalami gangguan.
h. Pola Hubungan Peran
Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna
lagi dan menarik diri.
i. Pola Penanggulangan Stres
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan
biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan
keluarga.
j. Pola Reproduksi Seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien
belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan
pasien meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan
Tuhan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik
3. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
4. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
2. Gangguan integritas Setelah Perawatan luka
kulit/jaringan berhubungan dilakukan Observasi
dengan tekanan, perubahan tindakan keperawatan
1. Monitor
status metabolik, kerusakan selama…. x24 jam
karakteristik luka(
sirkulasi dan penurunan sensasi integritas kulit dan
mis : drainase, warna,
ditandai dengan oleh terdapat jaringan
ukuran, bau)
luka / ulserasi, kelemahan,
meningkat dengan 2. Monitor tanda- tanda
penurunan berat badan, turgor
kriteria hasil : infeksi
kulit buruk, terdapat jaringan
1. Elastisitas Terapeutik
nekrotik.
meningkat 1. Lepaskan balutan
ditandai dengan : 2. Hidrasi meningkat dan plester secara
Gejala dan Tanda Mayor 3. Perfusi jaringan perlahan
menigkat 2. Cukur rambut di
Subjektif
4. Kerusakan jaringan sekitar daerah luka,
(tidaktersedia) menurun jika perlu
Objektif 5. Kerusakan lapisan 3. Bersihkan luka
kulit menurun dengan cairan
1. Kerusakan jaringan
6. Nyeri menurun NaCl atau
dan/atau lapisan kulit
7. Perdarahan menurun pembersih nontoksik,
Gejala dan Tanda Minor
8. Kemerahan sesuai
Sujektif menurun kebutuhan
9. Hematoma menurun 4. Bersihkan jaringan
(tidak tersedia)
10. Pigmentasi nekrotik
Objektif abnormal menurun 5. Berikan salep yang
1. Nyeri 11. Jaringan parut sesuai ke kulit/lesi,
2. Perdarahan menurun jika perlu
3. Kemerahan 6. Pasang balutan sesuai
12. Nekrosis menurun
4. Hematoma jenis luka
13. Abrasikornea 7. Pertahankan tekhnik
menurun steril saat melakukan
perawatan luka
14. Suhu kulit membaik
8. Ganti balutan sesuai
15. Sensasi membaik
eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi
pasien
10. Berikan diet
dengan kalori 30-
35 kkal/kg BB/ hari
dan protein 1,225-
1,5 g/Kg BB/hari
11. Berikan suplemen
vitamin dan
mineral ( mis vit A, C,
Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
3. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement
(mis enzimatik,
biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
Perawatan Traksi
Observasi
1. Monitor kemampuan
perawatan diri saat
terpasang traksi
2. Monitor alat viksasi
ekternal
3. Monitor tempat
insersi pen (pin)
4. Monitor tanda-tanda
kerusakan integritas
kulit apa area
penonjolan tulang
5. Monitor
sirkulasi,pergerakan
dan sensasi pada
ekstremitas yang
cedera
6. Monitor adanya
komplikasi imobilisasi
Terapeutik
1. Posisikan tubuh
pada
kesejajaran(aligme
nt)yang tepat
2. Prtahankan posisi
baring yang tepat
ditempat tidur
3. Pastikan beban traksi
terpasang tepat
4. Pastikan tali dan
katrol bebas
menggantung
5. Pastikan tarikan tali
dan beban tetap
berada disepanjang
sumbu tulang
fraktur
6. Amankan beban
traksi saat
menggerakkan
pasien
8. Lakukan perawatan
kulit pada area-area
gesekan
9. Pasang
trapesius(trapeze)
untuk bergerak
ditempat tidur,jika
tersedia
Edukasi
1. Anjurkan perawatan
alat
penopang(brace),se
suai kebutuhan
2. Anjurkan perawatan
alat viksasi
eksternal,sesuai
kebutuhan
3. Anjurkan pentingnya
nutrisi yang
memadai
untuk penyembuhan
tulang
Pemberian Obat
Topikal
Observasi
1. Identifkasi
kemungkinan
alergi,interaksi,dan
kontraindikasi obat
2. Verifikasi order obat
sesuai dengan indikasi
3. Periksa tanggal
kadaluarsa obat
4. Monitor efek
terapeutik obat
5. Monitor efek
local,efek sistemik
dan efek samping obat
Terapeutik
1. Lakukan prinsip
enam benar
(pasien,obat,dosis,
waktu,rute,dokume
ntasi)
2. Cuci tangan dan
pasang sarung tangan
3. Berikan privasi
4. Bersihkan kulit
5. Oleskan obat
topical pada kulit
atau selaput lender
yang utuh(kecuali
penggunaan obat
untuk mengobati lesi)
Edukasi
1. Jelaskan jenis
obat,alas an
pemberian,tindaka n
yang diharapkan dan
efek samping
sebelum pemberian
Latihan Rentang
Gerak
Observasi
1. Identifikasi indikasi
dilakukan latihan
2. Identifikasi
keterbatasan
pergerakan sendi
3. Monitor lokasi
ketidaknyamanan
atau nyeri pada
saat bergerak
Terapeutik
1. Gunakan pakaian
yang longgar
2. Cegah terjadinya
cedera selama
latihan rentang
gerak dilakukan
Fasilitasi
mengoptimalkan
posisi tubuh untuk
pergerakan sendi
yang aktif dan
pasif
4. Lakukan gerakan
pasif dengan
bantuan sesuai
dengan indikasi
5. Berikan dukungan
posittif pada saat
melakukan latihan
gerak sendi
Edukasi
1. Kolaborasi dengan
fisioterapis
mengembangkan
program
latihan,jika perlu
4. Risiko Infeksi berhubungan Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dengan stasis cairan tubuh, tindakan keperawatan
Observasi
respons inflamasi tertekan, selama…x24 jam
1. Monitor tanda dan
prosedur invasif dan jalur diharapkan tingkat
gejala infeksi lokal dan
penusukkan, luka/kerusakan infeksi menurun dengan
sistemik
kulit, insisi pembedahan kriteria hasil :
Terapeutik
1. Demam
1. Batasi jumlah
menurun
pengunjung
2. Kemerahan
2. Berikan perawatan kulit
menurun
3. Nyeri menurun pada area edema
3. Cuci tangan sebelum
4. Bengkak
dan sesudah kontak
menurun
dengan pasien dan
5. Kadar
lingkungan pasien
sel darah
4. Pertahanakan tehnik
putih
aseptik pada pasien
membai
berisiko tinggi
k
Edukasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA