DEFINISI PENYAKIT
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan,
terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2015).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2014).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur
disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa
trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2014).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan
luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2014).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena
kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.Suddarth (2012:2353)
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Santoso Herman (2013:144)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Carpenito 2013:43)
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu
lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya. (Doenges, 2013:625)
ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
1) Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya
benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
3) Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
KLASIFIKASI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-
anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2014:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
3) Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan
metabolik).
Klasifikasi fraktur secara umum :
1) Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2) Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks
tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3) Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
samaa
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma
kompartement.
e) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
i. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
ii. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
iii. Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Artery
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan
oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran
darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif
pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur
tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi
dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering
mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar
atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup
proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien
merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang
bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa
exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari
dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama
operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka
amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka
vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi
atau pergeseran.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar.
Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau
tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang
terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat
luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan
beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple, atau cederah hati.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka
jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan
daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau
gips.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas
pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan
sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain :
Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency
Traksi mekanik, ada 2 macam :
o Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
o Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
PENGERTIAN OREF
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif ( hancur
atau remuk ) . Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian
dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini :
1. Indikasi
a) Fraktur terbuka grade II dan III
b) Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
c) Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
d) Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
e) Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
f) Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi
pseudoartrosis ( sendi palsu ).
g) Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
h) Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau
siang hari.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat
tidur.
d. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
1.Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien.
2.Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
3.Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral
(posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua
arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill
time Normal > 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau
tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
NO DATA PENUJANG ANALISA DATA & PATOFLOW DIAGNOSA KEPERAWATAN
fraktur
Inflak ke otak
Persepsi nyeri
nyeri
ANALISA KEPERAWATAN
DS:
Adanya luka post oprasi
Luka masih basah
Terjadi peningkatan tarauma langsung
leukosit
Luas pembedahan
bertanbah tekanan padatulang
Terdapat tanda-tanda
infeksi
Luka menjadi bau
tidak mampu meredam energy
fraktur
resiko infeksi
ANALISA KEPERAWATAN
fraktur
cemas
ANALISA KEPERAWATAN
6) Tingkatkan istirahat
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2014. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2013. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2015), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Herman Santoso, dr., SpBO (2016), Diagnosis dan Terapi Kelainan Sistem Muskuloskeletal, Diktat
Kuliah PSIK, tidak dipublikasikan.
LP 2
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan status kelurusan.
1) Fraktur tertutup, adalah fraktur yang tertutup karena integritas kulit masih utuh atau tetap tak berubah.
2) Fraktur terbuka, adalah fraktur karena integritas kulit robek atau terbuka dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit.
3) Fraktur komplit, adalah fraktur yang luas dan melintang. Biasanya dengan perpindahan posisi tulang.
4) Fraktur tak komplit, adalah hanya sebagian dari tulang yang retak.
b. Tipe fraktur yang berat.
1) Greenstick, fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering terjadi pada anak-anak.
2) Transversal, fraktur luas yang melintang dari tulang.
3) Oblik, fraktur yang memiliki arah miring.
4) Spiral, fraktur luas yang mengelilingi tulang.
5) Comuminuted, fraktur ini terjadi mencakup beberapa fragmen.
6) Depresi, fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang tengkorak dimana kekerasan langsung
mendorong bagian tulang masuk kedalam.
7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8) Patologik, terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh kedalam tulang dan menyebabkan tulang
menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan
tanpa cedera sama sekali.
9) Avulsi, disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon tersebut
melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.
Kriteria hasil :
1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin.
2) Mempertahankan posisi fungsional.
3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
Intervensi :
1) Kaji derajat imobilitas
2) Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi.
3) Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang tak sakit.
4) Bantu atau dorong perawatan diri atau kebersihan.
5) Auskultasi bising usus.
f. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah perbaikan,
pemasangan traksi, pen, kawat, sekrup.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan ketidaknyaman hilang
2) Menunjukkan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai
indikasi.
3) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi terjadi.
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka.
2) Masase kulit dan penonjolan tulang.
3) Bersihkan kulit dengan menggunakan sabun dan air.
4) Ubah posisi dengan sering.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit; trauma
jaringan, terpajan pada lingkungan.
Kriteria hasil :
1) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
2) Berikan perawatan steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan.
3) Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi.
4) Awasi pemeriksaan laboratorium.
5) Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotika.
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan) berhubungan
dengan tidak mengenal sumber informasi.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
2) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
1) Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
2) Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan.
3) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi diatas dan dibawah fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. (Alih bahasa oleh : I Made Kariasa, dkk). Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimus. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Ignatavicius, Donna D. 1992. Pocket Companion For Medical Surgical Nursing. United States Of Amerika : W.B.
Saunders Company.
Lindsay, David T. 1996. Functional Human Anatomy. United States of America : Mosby.
Mansjoer, Arif, et. al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.
Martini, Frederich H. (2001). Fundamentals of Anatomy and Physiology, Fourth Edition. New Jersey : Prentice
Hall.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Pearce, Evelyn. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia.
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Lintang Imumpasue.
Reeves, Charlene J, 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Penerjemah Joko Setyono). Jakarta : Penerbit Salemba
Medica.
Smeltzer, Suzanne C. Bare Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi
8. Jakarta : EGC
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi III. Jakarta : EGC.