Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH DAN NASKAH ROLE PLAY

KEBUTUHAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah : Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Rohanah SPd, MKM.

DISUSUN OLEH : Kelompok 1

Amanda Recca M P27904117003


Anggitalia Angraini P27904117005
Aniig Nur A P27904117006
Dina Gita C P27904117010
Elisa Fadillah P27904117015
Mery Safitri P27904117032
Misti Meilani P27904117033
Siti Ika F P27904117046
Tifany Diena N P27904117050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D IV KEPERAWATAN
2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Keperawatan Gerontik dengan judul Kebutuhan Activity Daily
Living (ADL) pada Lansia. Dalam proses makalah ini penyusun mendapat
bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu penyusun mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Rohanah SPd, MKM.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik dalam
penyusunan kalimat maupun bahasanya, Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun agar lebih baik di kemudian hari. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat umumnya bagi pembaca, dan khususnya bagi penulis.

Tangerang, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 3
1.3. Ruang Lingkup ...................................................................................................... 4
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................................. 4
1.5. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Activity Daily Living (ADL) ................................................................ 6
2.2. Macam-Macam ADL ............................................................................................. 6
2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL ......................................... 7
2.4. Permasalahan Lanjut Usia ..................................................................................... 9
2.5. Teori Keperawatan Terkait Pemenuhan ADL Pasien .......................................... 11
2.6. Teori Sistem Keperawatan (Theory Of Nursing System) ..................................... 13
2.7. Intervensi Perawat Dalam Pemenuhan ADL Pasien ......................................... 144
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 199
3.2. Saran .................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan
nasional telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang yaitu
kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama dibidang kesehatan khususnya
kedokteran dan keperawatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas
kesehatan penduduk serta meningkatkan usia harapan hidup.
Diseluruh dunia ± 500 juta lanjut usia (lansia) dengan umur rata-rata
60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar.
Sedangkan menurut Badan kesehatan dunia WHO bahwa penduduk lansia di
Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau
tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah
penduduk lansia terbesar di dunia (Badan Pusat Statistik (BPS)).
Bertambahnya lansia di Indonesia sebagai dampak keberhasilan
pembangunan, menyebabkan meningkatnya permasalahan pada kelompok
lansia yang perjalanan hidupnya secara alami akan mengalami masa tua
dengan segala keterbatasannya terutama dalam masalah kesehatan. Hal
tersebut diperkuat lagi dengan kenyataan, bahwa kelompok lansia lebih
banyak menderita penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan
dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Keadaan tersebut masih
ditambah lagi bahwa lansia biasanya menderita berbagai macam gangguan
fisiologi yang bersifat kronik, juga secara biologik, psikis, sosial ekonomi,
akan mengalami kemunduran (Brunner & Suddart, 2001).
Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek
kehidupan termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan lansia perlu
mendapat perhatian khusus dengan tetap memelihara dan meningkatkan agar
selama mungkin bisa hidup secara produktif sesuai kemampuannya. Pada

1
lansia pekerjaan yang memerlukan tenaga sudah tidak cocok lagi, lansia harus
beralih pada pekerjaan yang lebih banyak menggunakan otak dari pada otot,
kemampuan melakukan aktifitas sehari-hari (Activity Daily Living/ ADL)
juga sudah mengalami penurunan.
Aktifitas sehari-hari yang harus dilakukan oleh lansia ada lima macam
diantaranya makan, mandi, berpakaian, mobilitas dan toieting (Brunner &
Suddart, 2001). Untuk memenuhi kebutuhan lansia diperlukan pengetahuan
atau kognitif dan sikap yang dapat mempengaruhi perilaku lansia dalam
kemandirian pemenuhan kebutuhan ADL. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin baik
kemampuannya terutama kemampuannya dalam pemenuhan kebutuhan
ADL. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek sehingga orang bisa menerima, merespon,
menghargai, bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ADL. Sikap
belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya perilaku
perlu faktor lain antara yaitu fasilitas atau sarana dan prasarana. Perilaku
merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Perilaku itu terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor
utama yakni faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) dan faktor dari
dalam diri seseorang yang bersangkutan (faktor internal). Oleh karena itu
perilaku manusia sangat bersifat kompleks yang saling mempengaruhi dan
menghasilkan bentuk perilaku pemenuhan kebutuhan ADL pada lansia.
Setiap insan manusia merupakan makhluk hidup yang unik yang tidak bisa
sama atau ditiru satu sama lain, akan tetapi mempunyai satu persamaan pada
berbagai kebutuhan yang berdasarkan pada hirarki Maslow.
Pada saat ini lansia kurang sekali mendapatkan perhatian serius
ditengah keluarga dan masyarakat terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan
aktifitas sehari-hari/ ADL. Hal ini disebabkan karena lansia mempunyai
keterbatasan waktu, dana, tenaga dan kemampuan untuk merawat diri.

2
sedangkan keluarga tidak mampu untuk membantu lansia. Maka rumah
jompo atau panti sosial dapat menjadi pilihan mereka.
Panti sosial atau panti werdha adalah suatu institusi hunian bersama
dari para lanjut usia yang secara fisik dan kesehatan masih mandiri dimana
kebutuhan harian dari para penghuni biasanya disediakan oleh pengurus panti
(Darmodjo & Martono, 1999). Sedangkan menurut Jhon (2008), panti werdha
adalah tempat dimana berkumpulnya orang – orang lansia yang baik secara
sukarela ataupun diserahkan oleh pihak keluarga untuk diurus segala
keperluannya. Tempat ini ada yang dikelola oleh pemerintah dan ada yang
dikelola oleh swasta. Dirumah jompo para lansia akan menemukan banyak
teman sehingga diantara mereka saling membantu, saling memberikan
dukungan dan juga saling memberikan perhatian khususnya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL.

1.2 Tujuan Penulis

1. Tujuan Umum

Dapat mengetahui Kebutuhan Activity Daily Living (ADL) Pada Lansia.

2. Tujuan Khusus
a) Dapat mengetahui pengertian ADL (Activity Daily Living) pada
lansia
b) Dapat mengetahui macam-macam ADL (Activity Daily Living)
pada lansia
c) Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ADL
(Activity Daily Living) pada lansia
d) Dapat mengetahui permasalahan lansia
e) Dapat memahami teori keperawatan terkait pemenuhan ADL
(Activity Daily Living) pada lansia
f) Dapat memahami teori sistem keperawatan ADL (Activity Daily
Living) pada lansia

3
g) Dapat memahami Intervensi perawat dalam pemenuhan ADL
(Activity Daily Living) pada lansia

1.3 Ruang Lingkup


Pada makalah ini penulis hanya membahas Kebutuhan ADL (Activity Daily
Living) pada lansia.

1.4 Manfaat Penulisan


Diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis.
1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk


dijadikan sebagai sumber informasi dalam menjawab permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran terutama dalam
meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran Keperawatan
Gerontik, dengan pembahasan Kebutuhan ADL (Activity Daily Living)
pada lansia. Selain itu juga menjadi sebuah nilai tambah pengetahuan
ilmiah dalam bidang kesehatan.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi
Manfaat penelitian bagi institusi khususnya kepada dosen
pembimbing yaitu dapat mengembangkan kualitas pembelajaran
menjadi lebih menarik, dapat menjalankan tugas sebagai pendidik
dengan baik yaitu dengan merencanakan pembelajaran secara
matang.
b. Bagi penulis
Manfaat penulisan bagi penulis adalah dapat menambah wawasan
dengan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh secara teoritis di
lapangan.

4
c. Bagi pembaca
Manfaat penulisan bagi pembaca adalah dapat menjadi rujukan,
sumber informasi dan bahan referensi penelitian selanjutnya agar
bisa lebih dikembangkan dalam materi-materi yang lainnya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.

1.5 Sitematika Penulisan


1. BAB I Pendahuluan
2. BAB II Landasan Teori
3. BAB III Penutup

5
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.Pengertian Activity Daily Living (ADL)


Brunner & Suddarth (2002) mengemukakan ADL atau Activity Daily Living
adalah aktivitas perawatan diri yang harus pasien lakukan setiap hari untuk
memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari.
ADL adalah aktivitas yang biasanya dilakukan dalam sepanjang hari normal;
aktivitas tersebut mencakup, ambulasi, makan, berpakaian, mandi, menyikat gigi
dan berhias dengan tujuan untuk memenuhi/berhubungan dengan perannya
sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat. Kondisi yang mengakibatkan
kebutuhan untuk bantuan dalam ADL dapat bersifat akut, kronis, temporer,
permanen atau rehabilitative (Potter dan Perry, 2005).

2.2.Macam-Macam ADL (Activity Daily Living)


Sugiarto (2005) mengemukakan ada beberapa macam ADL, yaitu :
1. ADL dasar, sering disebut ADL saja, yaitu keterampilan dasar yang harus
dimiliki seseorang untuk merawat dirinya meliputi berpakaian, makan &
minum, toileting, mandi, berhias dan mobilitas. Ada juga yang memasukkan
kontinensi buang air besar dan buang air kecil dalam kategori ADL dasar ini.
2. ADL instrumental, yaitu ADL yang berhubungan dengan penggunaan alat
atau benda penunjang kehidupan sehari-hari seperti menyiapkan makanan,
menggunakan telefon, menulis, mengetik, mengelola uang kertas.
3. ADL vokasional, yaitu ADL yang berhubungan dengan pekerjaan atau
kegiatan sekolah.
4. ADL non vokasional, yaitu ADL yang bersifat rekreasional, hobi, dan
mengisi waktu luang.

6
2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan ADL (Activity Daily Living)
Faktor–faktor yang Mempengaruhi kemampuan melakukan Activity of Daily
Living (ADL) Menurut Hardywinoto (2007), yaitu:
1. Umur Dan Status Perkembangan
Umur dan status perkembangan seorang klien menunjukkan tanda
kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana klien bereaksi terhadap
ketidakmampuan melaksanakan activity of daily living. Saat perkembangan
dari bayi sampai dewasa, seseorang secara perlahan–lahan berubah dari
tergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity of daily living.
2. Kesehatan Fisiologis
Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan
partisipasi dalam activity of daily living, contoh sistem nervous
mengumpulkan, menghantarkan dan mengolah informasi dari lingkungan.
Sistem muskuloskeletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga
dapat merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan.
Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat
mengganggu pemenuhan activity of daily living secara mandiri (Hardywinoto,
2007).
3. Fungsi Kognitif
Tingkat kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
melakukan activity of daily living. Fungsi kognitif menunjukkan proses
menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensor stimulus
untuk berpikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan
kontribusi pada fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berpikir logis dan
menghambat kemandirian dalam melaksanakan activity of daily living
(Hardywinoto, 2007).
4. Fungsi Psikososial
Fungsi psikologi menunjukkan kemampuan seseorang untuk
mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara
yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang kompleks antara perilaku
intrapersonal dan interpersonal. Gangguan pada intrapersonal contohnya

7
akibat gangguan konsep diri atau ketidakstabilan emosi dapat mengganggu
dalam tanggung jawab keluarga dan pekerjaan. Gangguan interpersonal
seperti masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau disfungsi dalam
penampilan peran juga dapat mempengaruhi dalam pemenuhan activity of
daily living (Hardywinoto, 2007).
5. Tingkat Stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai macam
kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress (stressor), dapat timbul
dari tubuh atau lingkungan atau dapat mengganggu keseimbangan tubuh.
Stressor tersebut dapat berupa fisiologis seperti injuri atau psikologi seperti
kehilangan.
6. Ritme Biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup mengatur
lingkungan fisik disekitarnya dan membantu homeostasis internal
(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi yaitu
irama sirkardian, berjalan pada siklus 24 jam. Perbedaaan irama sirkardian
membantu pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur tubuh, dan hormon.
Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama sirkardian diantaranya faktor
lingkungan seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi
activity of daily living.
7. Status Mental
Status mental menunjukkan keadaan intelektual seseorang. Keadaan
status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan kebutuhan dasar
individu. Seperti yang diungkapkan oleh Cahya yang dikutip dari Baltes,
salah satu yang dapat mempengaruhi ketidakmandirian individu dalam
memenuhi kebutuhannya adalah keterbatasan status mental. Seperti halnya
lansia yang memorinya mulai menurun atau mengalami gangguan, lansia
yang mengalami apraksia tentunya akan mengalami gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan–kebutuhan dasarnya (Hardywinoto, 2007).

8
2.4.Permasalahan Lanjut Usia
Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi selama proses menua oleh lanjut usia
adalah sebagai berikut :
1. Demensia
Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang
umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang
yang berusia > 65 tahun (Stanley, 2006).
2. Stres
Gangguan stres merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia.
Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi atau stres tetapi suatu
keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia
yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang
dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.
3. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan
menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat
dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya
skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat.
4. Gangguan Delusi
Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat
terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu :
waham kejar dan waham somatik.
5. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut,
gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia
adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang
serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih dapat
menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial
menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi
secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.

9
Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang
mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan,
bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas. Kerapuhan sistem saraf
anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu
stresor yang berat. Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis
stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat
fisik.
6. Gangguan Somatiform
Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan
pada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah
berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik
ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang
mematikan. Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis
dan farmakologis.
7. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain
Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan
riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka
biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat
penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti
ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff. Presentasi klinis pada lansia
termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek
pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering
disalahgunakan. Di sini harus
diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna
alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik
(Darmojo, 2006).
8. Gangguan Tidur / Insomnia
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan
dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur atau insomnia. Fenomena
yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah gangguan
tidur, ngantuk siang hari dan tidur sejenak di siang hari (Nugorho, 2008).

10
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan
dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi
dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis,
penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu
gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan.
Gangguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement
(REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala
nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut (Nugorho, 2008). Keluhan utama
pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari
dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah
perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas
tidur pada lansia (Nugorho,2008). Berdasarkan The National Old People’s
Welfare Council di Inggris (dalam Nugorho, 2008) menyebutkan bahwa
penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia meliputi depresi mental,
gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap
berjalan, gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan
penglihatan, ansietas/kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes mellitus,
osteomalasia, hipotiroidisme dan gangguan defekasi.
9. Gangguan Aktifitas Dasar Sehari-hari
Menurut Nugroho (2008), permasalahan yang sering dialami oleh lansia
adalah kemunduran dibidang fisik-biologis yang berhubungan dengan
gangguan aktifitas dasar sehari-hari yang dapat mengakibatkan penurunan
peranan-peranan sosialnya terhadap lingkungan. Hal ini mengakibatkan pula
timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga
dapat mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.

2.5.Teori Keperawatan Terkait Pemenuhan ADL (Activity Daily Living) Pasien


Pandangan Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan kepada
kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta
mengatur dalam kebutuhannya. Konsep keperawatan Orem (2001)
mengembangkan tiga bentuk teori self care, diantaranya :

11
1. Teori Perawatan Diri Sendiri (Self Care Theory)
Dalam teori self care, Orem mengemukakan bahwa self care meliputi:
pertama; self care itu sendiri, yang merupakan aktivitas dan inisiatif dari
individu serta dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta
mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan. Kedua; self care
agency, merupakan suatu kemampuan individu dalam melakukan perawatan
diri sendiri, yang dapat di pengaruhi oleh usia, perkembangan, sosiokultural,
kesehat an dan lain-lain. Ketiga; adanya tuntutan atau permintaan dalam
perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan
dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan
metode dan alat dalam tindakan. Keempat; kebutuhan self care merupakan
suatu tindakan yang ditujukan pada penyedia dam perawatan diri sendiri yang
bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan sehari-hari
(ADL) dengan mengelompokkan ke dalam kebutuhan dasar manusianya.

2. Teori Defisit Perawatan Diri (Defisit Self Care Theory)


Merupakan bagian penting dalam perawatan secara umum di mana
segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan dibutuhkan.
Dalam pemenuhan perawatan diri serta membantu dalam proses penyelesaian
masalah, Orem memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya bertindak
atau berbuat untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi
support, meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan
pribadi serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
Dalam praktek keperawatan Orem melakukan identifikasi kegiatan praktek
dengan melibatkan pasien dan keluarga dalam pemecahan masalah,
menentukan kapan dan bagaimana pasien memerlukan bantuan keperawatan,
bertanggung jawab terhadap keinginan, permintaan, serta kebutuhan pasien,
mempersiapkan bantuan secara teratur bagi pasien dan mengkoordinasi serta
mengintegrasikan keperawatan dalam kehidupan sehari-hari pada pasien dan
asuhan keperawatan diperlukan ketika klien tidak mampu memenuhi
kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan dan sosial.

12
2.6.Teori Sistem Keperawatan (Theory Of Nursing System)
Merupakan teori yang menguraikan secara jelas bagaimana kebutuhan
perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat atau pasien sendiri yang didasari
pada pendapat Orem yang mengemukakan tentang pemenuhan kebutuhan diri
sendiri, kebutuhan pasien dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan
mandiri. Dalam pandangan teori sistem ini, Orem memberikan identifikasi dalam
sistem pelayanan keperawatan diantaranya :
1. Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Compensatory System)
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan
secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam
memenuhi tindakan perawatan secara mendiri yang memerlukan bantuan
dalam pergerakan, pengontrolan dan ambulasi serta adanya menipulasi
gerakan. Pemberian bantuan sistem ini dapat dilakukan pada orang yang
tidak mampu melakukan aktivitas seperti pada pasien koma, pada pasien
yang sadar dan mungkin masih dapat membuat suatu pengamatan dan
penilaian tentang cedera atau masalah yang lain akan tetapi tidak mampu
dalam melakukan tindakan yang memerlukan ambulasi atau menipulasi
gerakan seperti pada pasien yang fraktur vetebrata dan pasien yang tidak
mampu mengurus sendiri, membuat penilaian serta keputusan dalam self
care sendiri seperti pada pasien retardasi mental.
2. Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System)
Merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri secara sebagian
saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara
minimal seperti pada pasien yang post operasi abdomen dimana pasien
ini memiliki kemampuan seperti cuci tangan, gosok gigi, cuci muka akan
tetapi butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan melakukan
perawatan luka.
3. Sistem Suportif dan Edukatif
Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada pasien yang
membutuhkan dukungan pendidikan dengan harapan pasien mampu

13
memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini dilakukan
pembelajaran. Pemberian sistem ini dapat dilakukan pada pasien yang
memerlukan informasi termasuk prosedur.

2.7.Intervensi Perawat Dalam Pemenuhan ADL (Activity Daily Living) Pasien


Menurut McCloskey et al pada buku Nursing Interventions Classification Edisi
5 (2008), berikut adalah intervensi keperawatan secara umum yang dilakukan
untuk memenuhi ADL pasien :
1. Mandi (Self-Care Assistance : Bathing / Hygiene)
Aktivitas perawat :
a. Mempertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
b. Mempertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
c. Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang diperlukan.
d. Menempatkan handuk, sabun, deodoran, peralatan cukur, dan aksesoris
lainnya yang dibutuhkan di samping tempat tidur atau di kamar mandi.
e. Menyediakan peralatan pribadi yang di inginkan (misalnya, deodoran,
sikat gigi, mandi, sabun, shampoo, lotion dan produk aromaterapi)
f. Menyediakan lingkungan terapeutik yang hangat, santai, privasi.
g. Memfasilitasi menyikat gigi pasien, sesuai kebutuhan.
h. Memfasilitasi pasien mandi sendiri, sesuai kebutuhan.
i. Monitor kebersihkan kuku, sesuai dengan kemampuan perawatan diri
pasien.
j. Monitor integritas kulit pasien.
k. Mempertahankan kegiatan kebersihan.
l. Memfasilitasi menjaga tidur rutin pasien, tidur dengan alat peraga dan
benda asing.
m. Mendorong partisipasi orang tua / keluarga di kebiasaan tidur pasien.
Sesuai kebutuhan.

14
n. Memberikan bantuan sampai pasien berasumsi mampu sepenuhnya
melakukan perawatan diri sendiri.
2. Berpakaian (Self-Care Assistance : Dressing/Grooming)
Aktivitas perawat:
a. Mempertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
b. Pertimbangkan pasien usia ketika mempromosikan aktivitas perawatan
diri.
c. Menginformasikan kepada pasien untuk menyeleksi pakaian yang bisa
dipakai.
d. Menyiapkan pakaian pasien di tempat yang bisa diakses (misalnya, di
samping tempat tidur).
e. Menyediakan pakaian pribadi, sesuai kebutuhan.
f. Bersedia untuk membantu pasien berpakaian, jika diperlukan.
g. Bemfasilitasi menyisir rambut pasien, sesuai kebutuhan.
h. Memfasilitasi mencukur rambut pasien, sesuai kebutuhan.
i. Mempertahankan privasi saat pasien berpakaian.
j. Membantu menali, kancing, dan ritsleting, sesuai kebutuhan.
k. Menawarkan untuk mencuci pakaian, jika diperlukan.
l. Menaruh pakaian kotor di laundry.
m. Tawarkan untuk menggantung pakaian atau tempat di lemari.
n. Tawarkan untuk bilas pakaian khusus, seperti nilon.
o. Menawarkan merapikan kuku, jika diminta.
p. Memberikan makeup, jika diminta.
q. Memberikan semangat untuk berpakaian sendiri.
r. Memfasilitasi bantuan dari seorang tukang cukur atau kecantikan, jika
diperlukan.
3. Makan (Self-Care Assistance : Feeding)
Aktivitas perawat :
a. Monitor kemampuan pasien untuk menelan.
b. Mengidentifikasi diet yang ditentukan.

15
c. Menyiapkan nampan makanan dan meja secara menarik.
d. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan
(misalnya, menempatkan pispot, kantong urin, dan pengisapan jauh dari
pandangan)..
e. Memastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan
menelan.
f. Memberikan bantuan fisik, yang diperlukan.
g. Menyediakan untuk menghilangkan rasa sakit yang memadai sebelum
makan, yang sesuai.
h. Menyediakan kebersihan mulut sebelum makan.
i. Menyiapkan makanan di atas nampan, yang diperlukan, seperti
memotong daging atau pelling telur.
j. Membuka bungkus makanan.
k. Menghindari menempatkan makanan di sisi yang tidak terlihat.
l. Menggambarkan lokasi makanan di atas nampan untuk orang dengan
gangguan penglihatan.
m. Tempatkan pasien dalam posisi yang nyaman untuk makan.
n. Memberikan sedotan, yang diperlukan atau diinginkan.
o. Memberikan makanan dengan suhu yang paling membuat selera.
p. Monitor berat pasien, sesuai kebutuhan.
q. Monitor Status hidrasi pasien, sesuai kebutuhan.
r. Mendorong pasien untuk makan di ruang makan, jika tersedia.
s. Memberikan interaksi sosial yang sesuai.
t. Memberikan alat bantuan untuk memfasilitasi pasien makan sendiri,
sesuai kebutuhan.
u. Penggunaan cangkir dengan pegangan yang besar, jika dibutuhkan.
v. Tidak menggunakan piring yang bisa pecah dan berkaca, seperti yang
dibutuhkan.
4. Berpindah (Self-Care Assistance : Transfer)
Aktivitas perawat :
a. Mereview kembali aktivitas yang dibolehkan.

16
b. Menentukan kemampuan pasien untuk berpindah diri.
c. Memilih teknik pemindahan yang sesuai untuk pasien.
d. Anjurkan pasien di semua teknik yang sesuai dengan tujuan mencapai
tingkat kemandirian tertinggi.
e. Menginstruksikan individu tentang teknik untuk transfer dari satu daerah
ke daerah lain (misalnya, tempat tidur ke kursi, kursi roda untuk
kendaraan).
f. Menginstruksikan individu menggunakan alat bantu jalan (misalnya, kruk,
kursi roda, walker, trapeze bar, tebu).
g. Mengidentifikasi metode untuk mencegah cedera saat berpindah.
h. Menyediakan perangkat bantu (misalnya, bar melekat dinding, tali yang
melekat pada headboard atau footboard bantuan dalam bergerak ke pusat
atau tepi tempat tidur) untuk membantu mentransfer individu secara
mandiri, sesuai kebutuhan.
i. Pastikan peralatan berfungsi sebelum digunakan.
j. Mendemonstrasikan teknik, yang sesuai.
k. Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang diperlukan.
l. Membantu pasien dalam menerima semua perawatan yang diperlukan
(misalnya, kebersihan pribadi, mengumpulkan barang-barang) sebelum
melakukan transfer, yang sesuai.
m. Menggunakan mekanika tubuh yang tepat saat memindahkan pasien.
n. Menjaga tubuh pasien dalam keselarasan selama perpindahan.
o. Memindahkan pasien menggunakan papan pemindah, jika diperlukan.
p. Menggunakan sabuk untuk membantu pasien bisa berdiri dengan bantuan,
sesuai kebutuhan.
q. Membantu pasien untuk ambulasi menggunakan tubuh Anda sebagai
penopang, sesuai kebutuhan.
r. Mempertahankan perangkat traksi saat beraktivitas, sesuai kebutuhan.
s. Memberikan dorongan kepada pasien karena agar dia belajar untuk
berpindah secara mandiri.
t. Dokumentasikan kemajuan, sesuai kebutuhan.

17
5. Menggunakan Toilet (Self-Care Assistance : Toileting)
Aktivitas perawat :
a. Mempertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
b. Mempertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas
perawatan diri.
c. Lepaskan pakaian penting untuk melakukan eleminasi.
d. Membantu pasien ke toilet/menggunakan pispot/fraktur pan/urinoir pada
selang waktu tertentu.
e. Memberikan privasi selama eliminasi.
f. Memfasilitasi membersihkan toilet setelah pasien selesai eliminasi.
g. Memakaikan kembali pakaian pasien setelah eliminasi.
h. Mengadakan jadwal ke toilet, sesuai kebutuhan.
i. Menginstruksikan pasien untuk melakukan toileting rutin.
j. Memberikan alat bantu (misalnya, kateter eksternal atau urinoir), sesuai
kebutuhan.
k. Integritas kulit.
l. Monitor integritas kulit pasien.

18
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Aktifitas sehari-hari yang harus dilakukan oleh lansia ada lima
macam diantaranya makan, mandi, berpakaian, mobilitas dan toieting
(Brunner & Suddart, 2001). Untuk memenuhi kebutuhan lansia
diperlukan pengetahuan atau kognitif dan sikap yang dapat
mempengaruhi perilaku lansia dalam kemandirian pemenuhan kebutuhan
ADL. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang, semakin tinggi pengetahuan
seseorang semakin baik kemampuannya terutama kemampuannya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL. Sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek sehingga
orang bisa menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan ADL. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan,
sebab untuk terwujudnya perilaku perlu faktor lain antara yaitu fasilitas
atau sarana dan prasarana. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku itu
terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni faktor dari
luar diri seseorang (faktor eksternal) dan faktor dari dalam diri seseorang
yang bersangkutan (faktor internal). Oleh karena itu perilaku manusia
sangat bersifat kompleks yang saling mempengaruhi dan menghasilkan
bentuk perilaku pemenuhan kebutuhan ADL pada lansia. Setiap insan
manusia merupakan makhluk hidup yang unik yang tidak bisa sama atau
ditiru satu sama lain, akan tetapi mempunyai satu persamaan pada
berbagai kebutuhan yang berdasarkan pada hirarki Maslow.

19
3.2.Saran
Menyadari bahwa penyusun masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penyusun akan lebih fokus dan lebih detail dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih
banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://kupdf.net/download/konsep-adl-activity-daily-
living_59d64b3808bbc58d5fd12142_pdf

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2442/f.%20BAB%20I
I.pdf?sequence=6&isAllowed=y

http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/134/jtptunimus-gdl-ayumartika-6674-3-
babii.pdf

https://www.academia.edu/35186212/ACTIVITY_OF_DAILY_LIVING_ADL
_BASIC_OF_ACTIVITY_DAILY_LIVING_BADL_INSTRUMENTAL_
OF_ACTIVITY_DAILY_LIVING_IADL_DISABILITAS_DAN_KUALIT
AS_HIDUP_LANSIA

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36392/1/Vini%20Nu
rul%20Inayah-FKIK.pdf

http://repository.ump.ac.id/4599/3/DESI%20RAKHMAWATI%20BAB%20II.
pdf

http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/4702/Skripsi.pdf

21

Anda mungkin juga menyukai